Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

APLIKASI MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR

OLEH :

KELOMPOK 1

1. VIVIAN INDRIYANTI
2. LAILATURRAHMAH
3. DONELFI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TRANSFER

STIKES YARSI BUKITTINGGI SUMATERA BARAT

TAHUN 2021

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................................7
1.3 Tujuan....................................................................................................................................................7
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................................................7
BAB II...........................................................................................................................................................8
KONSEP TEORI.............................................................................................................................................8
2.1 MANAJEMEN.........................................................................................................................................8
2.2 BENCANA...............................................................................................................................................8
2.3 BANJIR...................................................................................................................................................9
2.4 MANAJEMEN BENCANA.......................................................................................................................12
BAB III........................................................................................................................................................17
MANAJEMEN BENCANA............................................................................................................................17
3.1 TAHAP PRA BENCANA..........................................................................................................................17
3.2 SAAT TERJADI BENCANA (DARURAT BENCANA)...................................................................................19
3.3 PASCA BENCANA.................................................................................................................................19
3.4 FAKTOR PENGHAMBAT MANAJEMEN BENCANA BANJIR....................................................................20
BAB IV........................................................................................................................................................22
PENUTUP...................................................................................................................................................22
4.1 KESIMPULAN.......................................................................................................................................22
4.2 SARAN..................................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................23

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, dan taufik-
Nya, serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah memenuhi tugas mata kuliah
“Keperawatan Bencana” dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat serta salam
selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang
teguh pada sunnahnya. Penyusunan makalah ini tentunya hambatan selalu mengiringi namun
atas bantuan, dorongan dan bimbingan dari orang tua, dosen pengajar dan teman-teman yang
tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu masukan, saran, serta kritik sangat
diharapkan guna kesempurnaan makalah ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan
semua urusan dan semoga dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak dan
bernilai ibadah dihadapan Tuhan.

Sijunjung , 13 Juli 2021

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara rawan bencana, salah satu penyebabnya karena posisi geografis
Indonesia yang di apit oleh dua samudra besar dunia (samudra Hindia dan samudra Pasifik) dan posisi
geologis Indonesia pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng
Eurasia, dan lempeng Pasifik yang sewaktu-waktu dapat menjadi bencana besar bagi Indonesia apabila
lempeng-lempeng tersebut saling bertabrakan. Selain itu Indonesia memiliki berbagai potensi bencana
seperti banjir, kebakaran hutan dan lahan, gempa, puting beliung, longsor, dan sebagainya.

Kondisi geografis daerah kota dan kabupaten di Indonesia yang beragam mulai dari suatu daerah
yang terletak di dataran tinggi, dataran rendah, namun juga ada suatu daerah yang memiliki dataran
rendah dan juga dataran tinggi. Kondisi tersebut yang menyebabkan Indonesia merupakan salah satu
negara yang mempunyai potensi bencana alam yang tinggi. Bencana alam yang sering terjadi di
Indonesia seperti gunung meletus, banjir dan rob, tanah longsor, gempa bumi, hingga yang paling
ekstrem adalah gelombang tsunami.

Sungai/laut atau aliran air yang menyediakan kemudahan hidup bagi masyarakat disekitarnya itu
juga bisa menjadikan masyarakat tadi menghadapi risiko bencana tahunan akibat banjir. Banjir dapat
terjadi akibat naiknya permukaan air lantaran curah hujan yang diatas normal, perubahan suhu,
tanggul/bendungan yang bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain.
Diperkotaan genangan lokal terjadi pada saat musim hujan, skala banjir yang terjadi cukup besar dan
belum dapat dikendalikan secara dominan. Hal ini membutuhkan strategi-strategi penanganan yang
menyeluruh dan multistakeholders

Potensi penyebab bencana di Indonesia dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) golongan yaitu karena
faktor alam, perbuatan manusia, dan sosial. Bencana alam antara lain berupa gempa bumi, letusan
gunung api, angin topan, tanah longsor, kekeringan kebakaran hutan/lahan karena faktor alam, hama
penyakit tanaman, epidemi wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa.
Bencana buatan manusia antara lain berupa kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia,
kecelakaan transportasi, dampak industri, bom nuklir, pencemaran lingkungan seperti polusi udara,
polusi air sungai, dan lain sebagainya. Bencana sosial terjadi karena rusak dan kurang harmonisnya
hubungan antar sosial antar anggota masyarakat yang disebabkan berbagai faktor baik sosial, budaya,
suku atau ketimpangan sosial.

4
Bencana alam yang sering sekali melanda banyak daerah di Indonesia yaitu banjir. Banjir
merupakan bencana alam yang sudah menjadi hal biasa bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi
mereka masyarakat di kota yang berada di pesisir pantai. Kota yang berada di pesisir pantai biasanya
kerap sekali terjadi bencana banjir. Hal ini disebabkan karena dua hal yaitu antara perbuatan manusia
atau memang benar- benar merupakan bencana dari alam. Banjir yang atas perbuatan manusia adalah
akibat dari ulah masyarakat yang tidak bisa menjaga lingkungannya dengan baik. Sebagai contoh adalah
kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke sungai, hal ini yang ternyata masih kurang
diperhatikan oleh masyarakat bahwa mereka belum paham mengenai akibat dari kebiasaan mereka
jika membuang sampah ke sungai. Lalu banjir yang benar-benar merupakan bencana alam contohnya
adalah, curah hujan yang sangat tinggi dan juga dalam kurun waktu yang lama, sehingga mengakibatkan
debit air sungai meningkat tinggi dan juga sistem drainase yang tidak dapat menampung derasnya air
hujan yang turun, sehingga mengakibatkan banjir di suatu daerah. Bencana alam dapat terjadi di mana
saja, termasuk di kota besar seperti kota Semarang. Kota Semarang memiliki letak geografis yang
menarik yaitu memiliki gunung sekaligus memiliki pantai, hal ini sangat jarang sekali ditemukan oleh
kota-kota lain di Indonesia.

Banjir kilat/dadakan biasanya didefinisikan sebagai banjir yang terjadi hanya dalam waktu
kurang dari 5 jam sesudah hujan lebat mulai turun. Biasanya juga dihubungkan dengan banyaknya awan
kumulus yang menggumpal di angkasa, kilat atau petir yang keras, badai tropis atau cuaca dingin (Seta,
1991). Karena banjir ini sangat cepat datangnya, peringatan bahaya kepada penduduk sekitar tempat
itu harus dengan segera dimulai upaya penyelamatan dan persiapan penanggulangan dampak-
dampaknya. Umumnya banjir dadakan akibat meluapnya air hujan yang sangat deras, khususnya bila
tanah bantaran sungai rapuh dan tak mampu menahan cukup banyak air. Penyebab lain adalah
kegagalan bendungan/tanggul menahan volume air (debit) yang meningkat, perubahan suhu
menyebabkan berubahnya elevasi air laut, dan atau berbagai perubahan besar lainnya di hulu sungai
termasuk perubahan fungsi lahan (Arsyad, 1989). Saat ini yang menjadi isu publik adalah pengubahan
lahan, kepadatan pemukiman penyebab tertutupnya lahan, erosi dan sedimentasi yang terjadi
diberbagai kawasan perkotaan dan daerah. Kerawanan terhadap banjir dadakan akan meningkat bila
wilayah itu merupakan lereng curam, sungai dangkal dan pertambahan volume air jauh lebih besar
daripada yang tertampung (Suripin, 2001).

Luapan sungai berbeda dari banjir dadakan karena banjir ini terjadi setelah proses yang cukup
lama, meskipun proses itu bisa jadi lolos dari pengamatan sehingga besar daripada yang tertampung
(Suripin, 2001).datangnya banjir terasa mendadak dan mengejutkan. Selain itu banjir luapan sungai

5
kebanyakan bersifat musiman atau tahunan dan bisa berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-
minggu tanpa berhenti. Penyebabnya adalah hutan gundul, kelongsoran daerah-daerah yang biasanya
mampu menahan kelebihan air, ataupun perubahan suhu/musim, atau terkadang akibat kedua hal itu
sekaligus. Banjir terjadi sepanjang sistem sungai dan anak-anak sungainya, mampu membanjiri wilayah
luas dan mendorong peluapan air di dataran rendah, sehingga banjir yang meluap dari sungai-sungai
selain induk sungai biasa disebut ‘banjir kiriman’. Besarnya banjir tergantung kepada beberapa faktor, di
antaranya kondisi-kondisi tanah (kelembaban tanah, vegetasi, perubahan suhu/musim, keadaan
permukaan tanah yang tertutup rapat oleh bangunan; batu bata, blok-blok semen, beton,
pemukiman/perumahan dan hilangnya kawasan-kawasan tangkapan air / alih fungsi lahan (Asdak,
2004).

Banjir merupakan bencana alam yang sudah menjadi hal biasa bagi masyarakat Indonesia,
khususnya bagi mereka masyarakat di kota yang berada di pesisir pantai. Kota yang berada di pesisir
pantai biasanya kerap sekali terjadi bencana banjir. Banjir yang benar-benar merupakan bencana alam
contohnya adalah, curah hujan yang sangat tinggi dan juga dalam kurun waktu yang lama, sehingga
mengakibatkan debit air sungai meningkat tinggi dan juga sistem drainase yang tidak dapat menampung
derasnya air hujan yang turun, sehingga mengakibatkan banjir di suatu daerah.

Data sejarah banjir luapan sungai yang melanda kota-kota di lembah utama membuktikan bahwa
tindakan-tindakan perlindungan tidak bisa diandalkan, akibat beraneka-ragamnya sumber banjir, yang
bukan hanya dari induk sungai melainkan juga dari anak anak sungai (Mulyanto, 2007). Sebagai contoh
banjir pantai. Banjir yang membawa bencana dari luapan air hujan sering makin parah akibat badai yang
dipicu oleh angin kencang sepanjang pantai. Air payau membanjiri daratan akibat satu atau perpaduan
dampak gelombang pasang, badai, atau tsunami (gelombang pasang). Sama seperti banjir luapan
sungai, hujan lebat yang jatuh di kawasan geografis luas akan menghasilkan banjir besar di lembah-
lembah pesisir yang mendekati muara sungai.

Oleh karena itu diperlukan penanggulangan kebencanaan, sekaligus sebagai penanggung jawab
utama dalam menanggulangi bencana- bencana yang ada. Manajemen Bencana bertujuan untuk
mengurangi dampak kejadian bencana serta mengurangi kejadian bencana di suatu wilayah. Bencana
memang tidak dapat dihindari, akan tetapi bencana dapat dikurangi dampaknya ataupun dapat dicegah
dengan manajemen bencana yang baik. khususnya bencana banjir karena bencana banjir menjadi salah
satu bencana yang rutin terjadi.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis akan menggambarkan bagaimana penanggulangan

6
bencana banjir yang harus dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas maka dapat penulis rumuskan masalah pokok dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana manajemen bencana banjir ?

2. Apa saja faktor penghambat manajemen bencana banjir ?


1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui manajemen bencana banjir oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Kampar.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat manajemen bencana banjir.


1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah daerah dan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah. Terutama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar dan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kampar dalam menyikapi bencana banjir
yang terjadi di Kabupaten Kampar.
2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah referensi kepustakaan di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik khususnya Program Studi Administrasi Publik, serta menjadi rujukan bagi
peneliti-peneliti berikutnya yang membahas permasalahan yang sama.

7
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 MANAJEMEN
N3ickels, McHugh dan McHugh dalam Sule dan Saefullah (2005:6) mengatakan manajemen adalah
sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumber daya
organisasi lainnya.
Weihrich dan Koontz dalam Musfah (2015:2) menulis bahwa manajemen adalah proses
perencanaan dan pemeliharaan lingkungan di mana individu, bekerja bersama dalam kelompok,
mencapai tujuan- tujuan terpilih secara efektif. Dari definisi ini, tergambar pentingnya penciptaan
lingkungan yang kondusif selain perencanaan, sehingga seseorang bisa bekerja dalam kelompok tanpa
merasa canggung, yang pada akhirnya akan mengefektifkan pencapaian tujuan.
Menurut Torang (2013:165) manajemen sangat penting bagi setiap aktivitas individu atau kelompok
dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen berorientasi pada proses
(process oriented) yang berarti bahwa manajemen membutuhkan sumber daya manusia, pengetahuan,
dan keterampilan agar aktivitas menjadi lebih efektif atau dapat menghasilkan tindakan dalam
mencapai kesuksesan. Oleh sebab itu, tidak akan ada organisasi yang akan sukses apabila tidak
menggunakan manajemen yang baik.
2.2 BENCANA
Definisi “bencana” berasal dari bahasa Inggris “disaster” yang berakar dari kata latin “disastro”.
Disaster berasal dari gabungan kata DIS yang berarti “negatif” dan ASTRO yang berarti “bintang” ( star).
Posisi bintang diyakini dapat memengaruhi nasib manusia sehingga “disastro” berarti “nasib
kemalangan” atau “tidak beruntung” (unlucky). Ada juga yang mengartikan “peristiwa jatuhnya
bintang- bintang ke bumi” menurut Soemarno dalam Adiyoso (2018:20).
Secara umum menurut Adiyoso (2018:21) bencana adalah suatu kejadian yang ditimbulkan
baik oleh faktor alam maupun nonalam yang dapat mengakibatkan kehilangan nyawa manusia,
kerugian atau kerusakan ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya (peradabar) pada wilayah tertentu.
Pendapat lain mengenai bencana diungkapkan oleh Asian Disaster Reduction Centre dalam
Adiyoso (2018:21) bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan
kerugian secara meluas dan dirasakan masyarakat, berbagai material, dan lingkungan (alam) di mana
dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia untuk mengatasinya dengan sumber daya
yang ada.
Menurut Parker dalam Adiyoso (2018:21) bencana ialah sebuah kejadian yang disebabkan oleh

8
alam maupun ulah manusia dan tidak biasa terjadi yang termasuk imbas dari kesalahan teknologi yang
memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu, maupun lingkungan untuk memberikan
antusiasme yang bersifat luas.
Kemudian United Nations Development Programme dalam Adiyoso (2018:20) memberikan definisi
bencana, merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen ancaman dan kerentanan
bekerjasama secara sistematis yang didorong oleh pemicu sehingga menyebabkan terjadinya resiko
bencana pada komunitas.

2.3 BANJIR
Menurut Gunawan (2010: 377) Banjir adalah fenomena alam biasa yang terjadi ketika badan
sungai tidak mampu menampung air sehingga melimpas ke kanan kiri sungai.
Adiyoso (2018: 38) berpendapat banjir ialah limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal
sehingga melimpas dari palung sungai yang menyebabkan genangan pada lahan rendah di sisi sungai.
Sedangkan menurut Schwalb et.al (1981) dalam Mardikaningsih et.al (2017) banjir adalaH
luapan atau genangan dari sungai atau badan air lainnya disebabkan oleh curah hujan yang berlebihan
atau salju yang mencair atau dapat pula karena gelombang pasang yang membanjiri kebanyakan pada
dataran banjir.
Kemudian Suprapto (2011) dalam Mardikaningsih et.al (2017) mengatakan potensi bencana
banjir di Indonesia sangat besar dilihat dari topografi dataran rendah, cekungan dan sebagian besar
wilayahnya adalah lautan. Curah hujan di daerah hulu dapat menyebabkan banjir di daerah hilir. Apalagi
untuk daerah-daerah yang tinggi permukaan tanahnya lebih rendah atau hanya beberapa meter di atas
permukaan laut.

Kodoatie dan Sjarief (2006) dalam Rosyidie (2013) menjelaskan faktor penyebab banjir antara
lain perubahan guna lahan, pembuangan sampah, erosi dan sedimentasi, kawasan kumuh di sepanjang
sungai, system pengendalian banjir yang tidak tepat, curah hujan tinggi, fisiografi sungai, kapasitas
sungai yang tidak memadai,yang pengaruh air pasang, penurunan tanah, bangunan air, kerusakan
bangunan pengendali banjir. Kodoatie dan Sjarief (2006) juga memberikan beberapa contoh dampak
atau kerugian banjir antara lain hilangnya nyawa atau terluka, hilangnya harta benda, kerusakan
permukiman, kerusakan wilayah perdagangan, kerusakan wilayah industri, kerusakan areal pertanian,
kerusakan system drainase dan irigasi, kerusakan jalan dan rel kereta api, kerusakan jalan raya,
jembatan, dan bandara, kerusakan system telekomunikasi, dan lain-lain.
Penyebab Banjir
Berdasarkan pengamatan, bahwa banjir disebabkan oleh dua katagori yaitu banjir akibat alami dan

9
banjir akibat aktivitas manusia. Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi, erosi dan
sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan banjir akibat
aktivitas manusia disebabkan karena ulah manusia yang menyebabkan perubahan-perubahan
lingkungan seperti : perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan pemukiman di sekitar
bantaran, rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir, rusaknya hutan (vegetasi
alami), dan perencanaan sistim pengendali banjir yang tidak tepat.
1. Penyebab Banjir Secara Alami
a. Curah Hujan
Oleh karena beriklim tropis, Indonesia mempunyai dua musim sepanjang tahun, yakni
musim penghujan umumnya terjadi antara bulan Oktober–Maret dan musim kemarau
terjadi antara bulan April- September. Pada musim hujan, curah hujan yang tinggi
berakibat banjir di sungai dan bila melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau
genangan.
b. Pengaruh Fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah aliran
sungai (DAS), kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar,
kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain
merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir
c. Erosi dan Sedimentasi
Erosi di DAS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai. Erosi
menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan
mengurangi kapasitas saluran sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.
Sedimentasi juga merupakan masalah besar pada sungai-sungai di Indonesia. Menurut
Rahim (2000), erosi tanah longsor (land- slide) dan erosi pinggir sungai (stream bank
erosion) memberikan sumbangan sangat besar terhadap sedimentasi di sungai-sungai,
bendungan dan akhirnya ke laut.
d. Kapasitas Sungai
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan
berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan. Sedimentasi sungai
terjadi karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak
tepat, sedimentasi ini menyebabkan terjadinya agradasi dan pendangkalan pada sungai,
hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan sungai, lihat Gambar 2.

10
Efek langsung dari fenomena ini menyebabkan meluapnya air dari alur sungai keluar dan
menyebabkan banjir.
e. Kapasitas Drainasi yang tidak memadai
Sebagian besar kota-kota di Indonesia mempunyai drainasi daerah
genanga yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi langganan
banjir di musim hujan.
f. Pengaruh air pasang
Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan
dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena
terjadi aliran balik (backwater). Fenomena genangan air pasang (Rob) juga rentan terjadi
di daerah pesisir sepanjang tahun baik di musim hujan dan maupun di musim kemarau.

Gambar 1. Agradasi dasar sungai salah satu penyebab banjir

2. Penyebab Banjir Akibat Aktifitas Manusia


a. Perubahan kondisi DAS
Perubahan kondisi DAS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang
tepat, perluasan kota, dan perubahan tataguna lainnya dapat memperburuk masalah
banjir karena meningkatnya aliran banjir. Dari persamaan-persamaan yang ada,
perubahan tata guna lahan berkontribusi besar terhadap naiknya kuantitas dan
kualitas banjir.
b. Kawasan kumuh dan Sampah
Perumahan kumuh (slum) di sepanjang bantaran sungai dapat menjadi penghambat
aliran. Masalah kawasan kumuh ini menjadi faktor penting terjadinya banjir di daerah
perkotaan.

11
Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang ditentukan masih
kurang baik dan banyak melanggar dengan membuang sampah langsung ke alur sungai,
hal ini biasa dijumpai di kota-kota besar. Sehingga dapat meninggikan muka air banjir
disebabkan karena aliran air terhalang.
c. Drainasi lahan
Drainasi perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran banjir akan
mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.
d. Kerusakan bangunan pengendali air Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan
pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak
berfungsidapat meningkatkan kuantitas banjir.
e. Perencanaan sistim pengendalian banjir tidak tepat

Beberapa sistim pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat


banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-
banjir yang besar. Semisal, bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada
tanggul ketika terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan
keruntuhan tanggul. Hal ini mengakibatkan kecepatan aliran yang sangat besar melalui
tanggul yang bobol sehingga menibulkan banjir yang besar.
f. Rusaknya hutan (hilangnya vegetasi alami)
Penebangan pohon dan tanaman oleh masyarakat secara liar (Illegal
logging), tani berpindah-pindah dan permainan rebiosasi hutan untuk bisnis dan
sebagainya menjadi salah satu sumber penyebab terganggunya siklus hidrologi dan
terjadinya banjir.

Gambar 2. Lubang jembatan tertutup sampah dan limbah kayu, kasus banjir bandang pada kali Sampean
di Situbondo (Jaji dan Kirno, 2002)

2.4 MANAJEMEN BENCANA


Menurut Kusumasari (2014) dalam Wulansari et.al (2017) manajemen bencana didefinisikan
sebagai istilah kolektif yang mencakup semua aspek perencanaan untuk merespons bencana, termasuk

12
kegiatan-kegiatan sebelum bencana dan setelah bencana yang mungkin juga merujuk pada manajemen
risiko dan konsekuensi bencana.

Covello (1989) dalam Adiyoso (2018:88), dalam pengelolaan risiko bencana memiliki
proses sebagai berikut:

a. Penilaian risiko (risk assesment)


b. Pengelolaan risiko (risk management)
c. Komunikasi risiko sebagai bagian penting dari manajemen risiko bencana.

Kemudian Susanto (2006) dalam Adiyoso (2018:96) mengatakan manajemen bencana atau
pengelolaan bencana adalah sebuah proses yang terus menerus dilakukan oleh pemerintah, dunia
usaha, dan masyarakat untuk merencanakan dan mengurangi pengaruh bencana, mengambil tindakan
segera setelah bencana terjadi, dan mengambil langkah- langkah untuk pemulihan.

Menurut Sukma dalam Adiyoso (2018:93) penyelenggaraan pengelolaan bencana atau


manajemen bencana dibagi menjadi 3 tahapan yakni tahap prabencana, tahap saat tanggap darurat,
dan tahap pascabencana. Tahap prabencana dibagi menjadi 2 situasi yakni; situasi tidak ada bencana
dengan indikator perencanaan, pencegahan, pengurangan risiko, pendidikan, penelitian,
penataan tata ruang. Dan situasi terdapat potensi bencana dengan indikator mitigasi, peringatan dini,
kesiapsiagaan. Kemudian pada tahapan saat tanggap darurat terdapat indikator berupa kajian cepat,
status keadaan darurat, penyelamatan & evakuasi, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, dan
pemulihan. Kemudian pada tahapan pascabencana melibatkan tindakan rehabilitasi dan rekonstruksi
dengan indikator prasarana, sosial, ekonomi, kesehatan, kamtib, dan lingkungan.

Asian Disaster Preparedness Center (2003) dalam Adiyoso (2018:88) mengatakan manajemen
bencana dapat diartikan sebagai organisasi yang efektif, panduan, pemanfaatan sumber daya untuk
mencegah bencana. Carter (2008: 19) berpendapat manajemen bencana pada dasarnya adalah proses
yang dinamis. Ini mencakup fungsi manajemen klasik perencanaan,pengorganisasian,
kepegawaian,memimpin,dan mengendalikan. Ini juga melibatkan banyak organisasi yang harus bekerja
bersama untuk mencegah, memitigasi, mempersiapkan, merespons, dan memulihkan dari dampak
bencana. Manajemen bencana didefinisikan sebagai: Ilmu pengetahuan terapan yang berupaya, dengan
pengamatan dan analisis bencana secara sistematis, untuk meningkatkan langkah-langkah yang
berkaitan dengan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan.

13
Rijanta et.al (2018:38) mengatakan manajemen bencana (disaster management) memiliki
beberapa fase yang terkadang memiliki terminologi berbeda di berbagai negara. Secara umum,
manajemen bencana dapat dikelompokkan menjadi 4 tahapan, yaitu mitigas (mitigation), kesiapsiagaan
(preparedness), tanggap darurat (response), dan pemulihan (recovery).

Kemudian menurut Ramli (2010: 31) mengatakan manajemen bencana sendiri adalah suatu
proses terencana yang dilakukan untuk mengelola bencana dengan baik dan aman melalui tiga tahapan,
pertama ada tahap pra bencana yang terdiri dari kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini, yang
kedua ada saat bencana/ tanggap darurat, dan yang ketiga yaitu pascabencana yang terdiri dari
rehabilitasi dan rekonstruksi.

Tahapan Manajemen Bencana

Manajemen bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk mengelola
bencana dengan baik dan aman melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:

1) Pra Bencana

Tahapan pra bencana ini merupakan tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum
kejadian atau pra bencana meliputi kesiagaan, peringatan dini, dan mitigasi.
1. Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Membangun kesiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah dilakukan karena
menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin di teman masyarakat. Kesiagaan adalah
tahapan yang paling strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat
dalam menghadapi datangnya suatu bencana.
2. Peringatan dini, langkah ini diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat
tentang bencana yang akan terjadi sebelum kejadian seperti banjir, gempa bumi, tsunami,
letusan gunung api atau badai terjadi.

3. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Mitigasi bencana adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi
dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana, sehingga jelas bahwa mitigasi bersifat
pencegahan sebelum kejadian.

14
2) Saat Kejadian Bencana

Saat peringatan dini ataupun tanpa peringatan sekalipun namun bencana tetap terjadi maka di
situlah diperlukan langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak
bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian dapat diminimalkan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam kondisi tanggap darurat antara lain:
1. Tanggap Darurat:

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang
meliputikegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
sarana dan prasarana. Tanggap darurat adalah tindakan segera yang dilakukan untuk
mengatasi kejadian bencana. Tindakan ini dilakukan oleh tim penanggulangan yang
dibentuk di masing-masing daerah atau organisasi.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam kondisi tanggap darurat antara lain:
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan diperkirakan tingkat kerusakannya
b. Penentuan status keadaan darurat bencana

c. Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana sehingga


dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat bencana sangat
besar dan berdampak luas, mungkin bencana tersebut dapat digolongkan
sebagai bencana nasional

d. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang terkena bencana

Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi korban


bencana yaitu :

a) Pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan papan

b) Perlindungan terhadap kelompok rentan, yaitu anak-anak, orang


tua, wanita, pasien rumah sakit, dan warga yang dianggap lemah
lainnya.
c) Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital seperti saluran

15
telepon, jaringan listrik, air minum, akses jalan.
2. Penanggulangan Bencana:
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah menanggulangibencana
yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya. Penanggulangan bencana memerlukan
keahlian dan pendekatan khusus menurut kognisi dan skala kejadian. Tim tanggap
darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk bencana. Oleh karena itu
tim tanggap darurat harus diorganisir dan dirancang untuk dapat menangani
berbagai jenis bencana.
3) Pasca Bencana

Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka langkah berikutnya
adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
1. Rehabilitasi:
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. Di tingkat
industri atau perusahaan, fase rehabilitasi dilakukan untuk mengembalikan
jalannya operasi perusahaan seperti sebelum terjadi bencana terjadi. Upaya
rehabilitasi misalnya memperbaiki peralatan yang rusak dan memulihkan
jalannya perusahaan seperti semula.

2. Rekonstruksi:
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua sarana dan prasarana,
kelembagaan pada wilayah pasca-bencana baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
peran serta masyarakat dalam segala kegiatan aspek kehidupan bermasyarakat pada
wilayah pasca-bencana. Proses rekonstruksi tidak mudah dan memerlukan upaya keras
dan terencana dan peran serta semua anggota masyarakat.

16
BAB III
MANAJEMEN BENCANA
3.1 TAHAP PRA BENCANA
Prabencana adalah tahapan yang dilalui sebelum ada terjadinya bencana. Proses
penyelenggaraan pengelolaan bencana/manajemen bencana, tahap prabencana dibagi menjadi 2
kondisi yakni kondisi situasi tidak ada bencana dan situasi terdapat potensi bencana. Berdasarkan teori
yang peneliti gunakan untuk penelitian ini terdapat beberapa indikator berupa tindakan dari setiap
tahap manajemen bencana yakni dalam kondisi situasi tidak ada bencana maka tindakan yang dilakukan
dalam pelaksanaan manajemen bencana berupa perencanaan, pencegahan, pengurangan risiko,
pendidikan, penelitian, penataan tata ruang. Dan pada saat kondisi situasi terdapat potensi bencana
maka tindakan yang dilakukan berupa mitigasi, peringatan dini, dan kesiapsiagaan.

Mitigasi

Mitigasi merupakan salah satu dari tahapan manajemen bencana yang pertama dilakukan. Tahapan
atau kegiatan yang dilakukan antara lain:
1. Membentuk kelurahan siaga bencana dan kelurahan tangguh bencana Dalam rangka
mengurangi risiko dampak bencana banjir yang terjadi.
Melalui sosialisasi yang rutin dilakukan kepada KSB dan KTB, agar dapat berperan optimal dalam
menghadapi bencana banjir.
2. Pengaturan Tata Guna Lahan
Tujuan pengaturan tata guna lahan melalui undang-undang agraria dan peraturan-peraturan
lainnya adalah untuk menekan risiko terhadap nyawa, harta benda dan pembangunan di
kawasan- kawasan rawan bencana (Irianto, 2006). Dalam kasus banjir, suatu daerah dianggap
rawan bila daerah itu biasanya dan diperkirakan akan terlanda luapan air dengan dampak-
dampak negatifnya; penilaian ini didasarkan sejarah banjir dan kondisi daerah. Bantaran sungai
dan pantai seharusnya tidak boleh dijadikan lokasi pembangunan fisik dan pemukiman. Selain
itu, Badan Pertahanan Nasional beserta departemen-departemen terkait harus memperhatikan
pula kawasan perkotaan. Dengan pengaturan tata guna tanah yang dilandasi data-data ilmiah
dan dengan mengacu kepada potensi bencana, setidaknya bencana alam seperti banjir tidak
akan diperparah oleh pengizinan pemakaian tanah yang tak mengindahkan sisi kelayakan.
3. Kepadatan Penduduk dan Bangunan
Di daerah-daerah rawan banjir, jumlah korban tewas maupun cedera akan langsung terkait
dengan kepadatan penduduk. Bila daerah itu masih dalam tahap perencanaan pembangunan

17
atau perluasan kawasan, rencana itu harus mencakup pula kepadatan penduduk. Bila daerah itu
sudah terlanjur digunakan sebagai lokasi pemukiman liar oleh pendatang yang tergolong miskin,
pengaturan kepadatan penduduk bisa menjadi isu yang rawan dan peka, penduduk harus
dimukimkan kembali di tempat lain yang lebih aman dengan mempertimbangkan dampak-
dampak sosial dan ekonomis perpindahan itu. Sayangnya, banyak lokasi pemukiman padat
penduduk terletak di jalur banjir. Bagaimanapun para perencana pengembangan daerah dan
penataan ruang harus mengambil langkah-langkah bijak untuk memperbaiki pemukiman itu dan
menekan kerentanan terjadinya bencana/banjir.
4. Larangan Penggunaan Tanah Untuk Fungsi- Fungsi Tertentu.

Suatu daerah/kawasan yang menjadi ajang banjir sedikitnya rata-rata 1-2 kali tiap 10 tahun
terjadi banjir bandang, diyakini dan disarankan tidak boleh ada pembangunan skala besar di
daerah itu (Lutfi, 2007). Pabrik, perumahan dan sebagainya sebaiknya tidak diizinkan di bangun
di daerah ini demi kepentingan ekonomis, sosial dan keselamatan para penghuninya sendiri.
Daerah tersebut bukan berarti sama sekali tak bisa dimanfaatkan, namun pemanfaatannya lebih
disesuaikan untuk kegiatan- kegiatan dengan potensi risiko lebih kecil misalnya arena olah raga
atau taman. Prasarana yang bila sampai rusak akan membawa akibat buruk yang besar,
misalnya rumah sakit, hanya boleh didirikan di tanah yang aman. Pengaturan tata guna tanah
akan menjamin bahwa daerah-daerah rawan banjir tidak akan menderita dua kali lipat akibat
kebanjiran sekaligus pemakaian tanah yang memperparah dampak bencana itu dengan
kerugian fisik, sosial, ekonomis dan korban jiwa yang lebih besar lagi. Pemerintah pusat dan
pemerintah daerah disarankan untuk lebih jelas dan tegas dalam membuat regulasi dan
mensosialisasikan, serta menerapkan dan menindak tegas apabila regulasi dilanggar
/dibengkalaikan. Hal ini sangat membutuhkan komitmen dan tanggung jawab bersama.

Kesiapsiagaan
1. Rencana Kontigensi
Rencana Kotijensi adalah suatu proses perencanaan ke depan, dalam situasi terdapat potensi
bencana, di mana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan,
dan sistem tanggapan dan pengarahan potensi disetujui bersama, untuk mencegah atau
menanggulangi secara baik dalam situasi darurat atau kritis. Tujuan adanya dokumen rencana
kontijensi adalah sebagai dasar memobilisasi sumber daya para pemangku kepentingan pada
saat tanggap darurat bencana dalam melakukan penanggulangan bencana yang cepat dan
efektif.

18
2. Membuat peta rawan dan risiko bencana

Peta rawan bencana sendiri merupakan peta yang dibuat dengan tujuan agar memetakan
wilayah atau daerah mana saja yang rawan dan memungkinkan terdampak banjir suatu waktu.
Sedangkan peta risiko bencana lebih detil dibandingkan peta rawan bencana.

Peringatan Dini

Bentuk peringatan dini dalam pencegahan dan kesiapsiagaan yang selanjutnya dilakukan adalah
dengan membuat sistem peringatan banjir di daerah-daerah yang deket dengan sungai.

3.2 SAAT TERJADI BENCANA (DARURAT BENCANA)


1. Daya Tanggap

Respon terhadap bencana


Pada tahap ini terdapat langkah-langkah yang harus segera dilakukan agar kejadian bencana
banjir yang terjadi tidak menimbulkan korban jiwa ataupun kerugian yang besar. Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) mempunyai kewajiban yang sama pada saat penanganan kedaruratan
bencana, namun didaerah yakni BPBD di sini tugasnya adalah sebagai komando, pelaksana, dan
koordinator.
Ketika bencana banjir terjadi penanggulangan bencana banjir adalah sifatnya fleksibel. Ketika
ada laporan bencana banjir terjadi di suatu tempat, maka Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) segera bergerak mengirim personil ke lokasi kejadian untuk memastikan
informasi tersebut, lalu melakukan tindakan selanjutnya. Namun ketika survei ke lokasi
terjadinya bencana banjir tersebut, personil Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) sudah siap
dengan segala peralatan yang dimiliki, seperti mobil Ranger, perahu karet, pelampung, HT, dan
lainnya.

Pemberian logistik
Selain melakukan tindakan kedaruratan pada saat terjadi bencana banjir di lokasi, juga
melakukan kegiatan penunjang dari kedaruratan tadi, yaitu dengan cara pemberian logistik
kepada korban bencana banjir. Pemberian logistik kepada korban bencana banjir tersebut
bertujuan agar korban banjir yang berada di lokasi dapat mengungsi dengan tetap mendapatkan
pasokan kebutuhan sehari-hari yang normal.
3.3 PASCA BENCANA
Tahapan manajemen bencana yang selanjutnya adalah tahap pasca bencana. Setelah
bencana terjadi dan proses tanggap darurat sudah dilewati, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Rehabilitasi dan rekonstruksi

19
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi
atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pasca bencana (Soehatman Ramli: 38). Dalam rehabilitasi yang dilakukan meliputi kegiatan-kegiatan
yang bersifat untuk memperbaiki dan memulihkan kondisi para korban bencana banjir.

Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan adalah pemulihan sektor- sektor
tersebut adalah sebagai berikut:

1) sektor kesehatan
2) sektor rekonsiliasi dan resolusi konflik
3) sektor pemulihan sosial ekonomi masyarakat
4) sektor keamanan dan ketertiban
5) sektor fungsi pemerintahan dan fungsi pelayanan publik

3.4 FAKTOR PENGHAMBAT MANAJEMEN BENCANA BANJIR


1. Kemampuan Sumber Daya Manusia

Kemampuan sumber daya manusia yang dimaksud disini adalah kemampuan yang dimiliki oleh
masing-masing individu. Sumber daya manusia dalam melaksanakan manajemen bencana
sangatlah penting karena SDM merupakan penggerak atau yang melaksanakan tindakan-
tindakan dalam proses manajemen bencana tersebut, apabila tidak memiliki SDM bagaimana
bisa manajemen bencana dilaksanakan.
2. Masyarakat
Maksud dari masyarakat menjadi faktor penghambat disini meliputi partisipasi dan kebiasaan
masyarakat. Karena pada dasarnya dalam penanggulangan bencana harus ada sinergi antara
pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Kemudian kebiasaan masyarakat yang dimaksud sebagai faktor penghambat manajemen
bencana adalah kebiasaan masyarakat yang tidak mau berubah dan pasrah akan kejadian
bencana. Kebiasaan sederhana yang belum bisa dirubah oleh seluruh masyarakat seperti
tindakan untuk tidak membuang sampah sembarangan dan diperlukan adanya sikap dari
masyarakat yang mau merubah dan mencegah kejadian bencana banjir terjadi lagi.
3. Anggaran
Anggaran menjadi salah satu faktor penghambat .

20
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

21
Berdasarkan penjelasan pada di atas, kesimpulan yang dapat diambil dari manajemen
bencana dalam menanggulangi bencana banjir adalah dengan melaksanakan tahapan-tahapan
manajemen bencana, yaitu:
1. Pra Bencana
2. Saat Bencana
3. Pasca Bencana

4.2 SARAN
1. Agar dalam setiap penanggulangan bencana diperlukan manajemen bencana yang baik dan
terorganisir.
2. Agar manajemen bencana berjalan baik diperlukan kerjasama yang baik dan peran aktif antar
seluruh pihak mulai dari masyarakat, pemerintah dan swasta

22
DAFTAR PUSTAKA

Darmadi, Damai. Sukidin. (2009). Administrasi Publik. LaksBang PRESSindo.

Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Prenada Media Grup.

Pasolong, Harbani. (2007). Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo.

Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana. Jakarta: Dian Rakyat.

Kusumasri, Bevola. 2014. Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal.


Yogyakarta: Gava Media.

Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Athoilah, Anton. 2010. Dasar-Dasar Manejemen. Bandung: CV Pustaka Setia

Nurjanah, dkk. 2012. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta.

Keban, T Yeremias. 2008. Enam Dimensi Administrasi Publik. Yogyakarta: Gava Media.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

23

Anda mungkin juga menyukai