Anda di halaman 1dari 12

COVID-19 atau KAMBING HITAM ???

Masalah dan alternatif solusi


Penularan virus corona mulai terjadi di Wuhan China dan mewabah
ke seluruh dunia (Pandemi) sampai ke Indonesia sejak awal tahun
2020 sampai saat ini. Jumlah penderita menurut SATGAS COVID-19
yang terinfeksi POSITIF COVID-19 di Indonesia sampai tgl 15
September 2020 sebanyak 225.030 orang. Yang sudah sembuh
sebanyak 161.065 orang. Yang telah meninggal sebanyak 8.965
orang (3,98%). Daerah yang telah terdampak virus corona sebanyak
489 KAB/KOTA di 34 Propinsi. Sedangkan di dunia jumlah penderita
yang terinfeksi virus corona sampai tgl 9 September 2020 telah
mencapai 27,76 juta orang. Sementara jumlah yang telah meninggal
sudah mencapai 902.356 orang (3,250%). Jumlah penderita
terinfeksi covid-19 ini dipastikan masih akan terus bertambah dari
hari ke hari bila tidak ada perubahan/perbaikan upaya-upaya
bersama .

Data mengenai jumlah penderita di Indonesia yang terinfeksi covid-


19 diatas sebenarnya masih lebih kecil karena diambil data dari hasil
pemeriksaan insidentil pada sekelompok penduduk dimana pada
umumnya dilakukan pemeriksaan rapid test/ swab pada satu daerah
setelah ada salah satu anggota masyarakat yang terpapar dan
disertai gejala, baru ditelusuri, diperiksa orang pernah kontak dengan
penderita untuk mencari orang yang sudah terinfeksi namun tanpa
gejala, karena pemerintah belum siap memeriksa untuk seluruh
penduduk Indonesia. Seandainya dilakukan pemeriksaan pada
seluruh penduduk di Indonesia tanpa kecuali sudah dapat dipastikan
jumlahnya akan melampaui dari angka diatas karena orang sudah
terinfeksi dengan tanpa adanya gejala diyakini sudah sangat banyak
seperti “phenomena gunung es” . Dengan kata lain orang yang
sudah terpapar virus namun tanpa ada tanda-tanda gejala ( OTG )
dengan orang yang sama sekali belum pernah terpapar virus sudah
berbaur dan menyatu dalam kelompok masyarakat. Keadaan
dimana pada awal mulanya masih berbentuk klaster-klaster wilayah
penyebaran covid-19 ini , berkembang menjadi klaster-klaster di
instansi-instansi dan saat ini sudah mulai terjadi ancaman terhadap
keluarga-keluarga sehingga akan terbentuk klaster-klaster di
keluarga yang terpapar virus ini sehingga akhirnya nanti mungkin
penanganannya yang bisa dilakukan adalah melakukan isolasi
keluarga yang mandiri dimana tiap keluarga harus mempunyai
kesadaran dan bertanggung jawab penuh terhadap dirinya dan
anggota keluarganya. Maka upaya yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan umunitas diri, istirahat cukup, gizi yang cukup ,cara
memakai masker benar yang standard, sering cuci tangan pakai
sabun dan melakukan jaga jarak ( Social dystancing) dengan
anggota keluarga yang lain. Lalu segera melaporkan diri secara
mandiri kekepala lingkungan dan kepala lingkungan berkoordinasi
dengan SATGAS COVID-19 bila ada anggota keluarga yang
menunjukkan perlunya perawatan di Rumah Sakit.

Bila dibandingkan jumlah penderita covid-19 dari yang sudah


didiagnosa yang sudah dilakukan pemeriksaan swab dengan jumlah
kematiannya maka angka kematian karena covid-19 ini masih kecil
yaitu masih dibawah 5 % baik di Indonesia maupun didunia. Jumlah
kematiannya juga kebanyakan terjadi karena faktor -faktor co-
morbid dimana sudah ada penyakit sebelumnya diderita oleh
penderita tersebut sebelum terpapar virus corona ini.

Kalau dilihat angka kematian karena penyakit co-morbid selama ini


sebelum ada pandemi corona ini seperti TBC Paru, Jantung,
hipertensi, DM, Stroke dan lainnya di Indonesia memang sudah
tinggi. Apakah jumlah kematian secara umumsebelum dan sesudah
pandemi ini berbeda bermakna?. Pada akhir tahun 2020 ini akan kita
ketahui jawabnya.

Kalau memang tidak jauh perbedaannya maka penyebab kematian


karena corona virus ini dengan perawatan yang benar tidak perlu
sangat dirisaukan karena mungkin sudah bisa kita bandingkan
dengan penyakit influenza, demam berdarah, hepatitis,HIV mungkin
kematian karena kecelakaan lalu lintas yang sudah terbiasa kita
hadapi. Namun yang paling dirisaukan manusia didunia adalah
penularannya yang sangat cepat. Selama ini pemerintah
mengharuskan masyarakat memakai masker dengan ancaman denda
agar masyarakat patuh memakainya, padahal masker yang
digunakan masyarakat sebenarnya kebanyakan tidak standar yang
hanya dibuat dari kain yang dijahit oleh tukang jahit biasa, istilah
medisnya hanya mampu mencegah partikel debu dan bakteri
bermolekul besar masuk ke saluran nafas, sedangkan virus corona
itu sendiri masih bisa leluasa masuk melewati celah-celah kain
masker tersebut. Kalau kita cermati lagi ternyata penderita yang
meninggal sering dengan riwayat melakukan perjalanan melalui
pesawat udara, laut, darat dan juga berasal dari penderita dengan
hiegene sanitasi yang baik serta status ekonomi yang mapan namun
mungkin imunitasnya kurang baik.

Seandainya pada saat mulai terjadi ledakan covid-19 di Wuhan kita


langsung membatasi mobilitas manusia secara ketat dari luar negeri
ke Indonesia mungkin tidak akan terjadi keadaan seperti saat ini.
Ternyata saat ini keadaan di Indonesia orang yang terpapar dan
penderita covid-19 telah meluas , biaya yang dikeluarkan
pemerintah sudah sangat besar dan akan terus bertambah besar lagi
dan terus lagi bila kita kurang tepat melakukan antisipasi.
Pemerintah tidak sanggup melakukan pemeriksaan screening rapid
test kepada seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 265
juta dalam waktu yang singkat, karena seandainya dilakukan
pemeriksaan tersebut untuk mengejar orang tanpa gejala maka
selain biaya sangat besar, akan sangat banyak ditemui kasus
sehingga akan lebih membuat kecemasan/ keresahan yang
mengakibatkan efek psikologisnya lebih besar lagi. Belum lagi
seandainya dilakukan pemeriksaan PCR ( swab ) maka
pembiayaannya akan jauh lebih besar lagi.

Pemeriksaan ( PCR ) swab juga demikian. Seandainya dilakukan pula


pada seluruh penduduk Indonesia biayanya sangat besar sekali dan
juga masih kurang efektif karena hasil pemeriksaan yang negatif
belum memastikan dia akan bebas dari terpapar covid-19 kecuali
dilakukan screening pemeriksaan swab berulang untuk deteksi dini
memastikan tidak terpapar atau terpapar dini. Demikian seterusnya
dan bayangkan berapa biaya yang akan dikeluarkan pemerintah
hanya baru untuk screening saja, belum lagi menyiapkan perawatan
isolasi seperti Rumah Sakit di wisma atlit, rumah sakit-rumah sakit
lainnya dan tempat isolasi mandiri lainnya yang sulit dikontrol di
Indonesia ditambah lagi kewajiban pemerintah harus melakukan
pengobatan di Rumah Sakit di ICU dengan ventilator serta
pembiayaan pemusaran jenazah bagi yang meninggal. Dan sampai
kapan pemerintah mampu memberikan bantuan kepada rakyat
golongan menengah kebawah karena pandemi ini belum pasti tahu
kita kapan berakhirnya?.Bila jumlah kasus terinfeksi virus ini terus
berlanjut sehingga tempat-tempat yang disiapkan isolasi mandiri
tidak mampu menampungnya maka apakah mungkin pemerintah
menyerah sehingga membiarkan masyarakat melakukan isolasi
keluarga mandiri dirumah sendiri yang diawasi yang diawasi ketat
tim yang ditunjuk sehingga yang sembuh akan mendapat imunitas
alamiah setelah sembuh sendiri dari paparan virus ini dengan
terbentuknya imunitas pribadi masing masing dengan alasan angka
kematiannya rendah?.Mungkin juga akan terjadi.

Sebaiknya pemerintah ( Kemenkes ) juga harus tetap terus


memfokuskan diri pada penurunkan jumlah penderita penyakit
comorbid diatas. Bukannya hanya terlalu fokus mengejar-ngejar
virus yang tak tampak dan sudah hampir merata di masyarakat luas
disamping itu kita juga masih sulit mencegah virus masuk terus dari
negara luar sehingga dampak penangannya akan menghabiskan
biaya yang lebih besar lagi nantinya dan serta lebih merusak
perekonomian global dari golongan atas, menengah dan menengah
kebawah yang sudah nyaris sekarat saat ini. Sementara itu pandemi
ini tak tahu kapan akan berakhirnya. Sampai kapan kita bisa bertahan
seperti ini ???

Sebagai ilustrasi data dari WHO tahun 2016. Angka Kematian di


Indonesia sebanyak 1.863.000 jiwa. 73 % merupakan penyakit tidak
menular diantaranya 35 % disebabkan penyakit jantung. Sebanyak
21,1 % disebabkan oleh stroke. Sebanyak 6,7 % disebabkan oleh
Diabetes Melitus. Kesemua penyakit diatas merupakan penyakit co-
morbid yang juga dapat sebagai pencetus kematian pada penderita
terinfeksi covid-19 ini.

Menurut Direktur Eksekutif Haidar Alwi Institut ( HAI ):

Angka Kematian Penduduk di Jakarta : Tahun 2017 : 44.565 jiwa.

Tahun 2018 : 45.742 jiwa

Tahun 2019 : 48.343 jiwa

Angka Kematian di DKI tahun 2020:

Januari : 6.262 jiwa.

Februari : 5.792 jiwa.


Maret : 3.733 jiwa

April : 2.150 jiwa.

Bila dicermati angka kematian di DKI malah menurun bila


dibandingkan sebelum Covid-19 merebak.

Kematian penyakit TBC di Indonesia saat ini berjumlah 67.000


orang pertahun. Juga turut memberi sumbangan kematian pada
penderita covid-19 disertai co-morbid TBC.

Kematian karena DBD berjumlah : 25.000 orang pertahun.

Kematian karena gabungan seluruh penyakit keganasan ( Kanker ) :


200.000 orang pertahun.

Kematian karena kecelakaan lalu lintas sekitar : 25.000 orang


pertahun. Ini bukan merupakan penyakit co-morbid secara langsung.

Angka Usia Harapan Hidup Indonesia : 71,2 Tahun ( BPS , 2019 ).

Maka hal ini juga akan menyumbang angka kematian bagi penderita
covid-19 yang berumur diatas usia tersebut.

Kita tidak perlu berbantah-bantahan hanya tentang keakuratan data


angka kematian dan angka kesakitan karena tidak semua juga jumlah
kesakitan dan kematian dilaporkan warga dan juga pencatatan
jumlah kesakitan dan kematian dari dahulu sering diambil dari data
sekunder. Namun secara rinci perlu dipisahkan secara jeli apakah
kematian pada masa pandemi ini penyebab utama oleh penyakit
comorbid seperti TBC, Jantung, DM atau penyakit lainnya atau
disebabkan oleh covid -19 murni . Ini perlu dipastikan dan disepakati
bersama oleh dokter penanggung jawab yang merawat pasen ( DPJP)
dan selanjutnya diteliti nantinya oleh ahli epidemiolog kita yang
sudah cukup banyak jumlahnya dan mampu melakukannya.
Saat ini sudah banyak kandidat-kandidat vaksin covid-19 sedang diuji
coba yang mana tampaknya agak terlambat hadirnya. Seandainya
bila sudah bisa dilaksanakan vaksinasi corona, pemerintah misalnya
mampu memvaksinasi 1 juta penduduk perhari dengan target adalah
seluruh rakyat Indonesia maka baru tuntas setelah sekitar 200 hari (
7 bulan), itupun kalau stok vaksin cukup namun masih terlalu lama.
Bila seluruh masyarakat Indonesia sudah divaksinasi, apakah akan
menjamin penurunan jumlah angka kematian penderita penyakit
yang termasuk dalam penyakit comorbid ini?. Jawabnya sudah pasti
tidak.

Kalau tidak begitu bermakna perbedaannya maka corona virus ini


bukan faktor penyebab utama kematian , tetapi mungkin hanya
sebagai pemicu percepatan kematian saja, juga mungkin bukan
meningkatkan pertambahan angka kematian secara bermakna. Dan
kalau kita hitung angka kematian yang murni disebabkan oleh virus
corona ini tanpa adanya penyakit co-morbid mungkin angkanya akan
jauh lebih kecil lagi.

Pertanyaannya adalah apakah kita sudah benar melakukan cara


pencegahan, penanganan dan pembiayaan pandemi ini sesuai
protokol Kesehatan ?. Apakah kita juga sudah benar melakukan
pencatatan terhadap jumlah angka kematian akibat penyakit
comorbid disertai infeksi covid-19 dan kematian akibat murni virus
corona itu sendiri ???

Berkaitan dengan diatas agar kita akhirnya jangan sampai


mengkambing-hitamkan semua penyebab kematian yang terpapar
covid-19 disebabkan oleh virus itu sendiri, padahal penderita sudah
bertahun-tahun menderita penyakit co-morbid, sehingga akibatnya
nanti seolah-olah pada akhir tahun saat perhitungan angka kematian
terjadi penurunan angka kesakitan dan kematian penyakit penyakit
co-morbid yang diderita pasen yang meninggal disertai terpapar
corona virus yang dipercaya penyebab utama kematiannya adalah
virus corona itu. Bukankah mungkin sepertinya sebagian penyebab
utama kematiannya adalah penyakit co-morbid sedangkan virus itu
mungkin hanya sebagai pemicunya saja???.

Pemerintah dalam hal ini Kemenkes harus tetap fokus terhadap


upaya pencegahan timbulnya penyakit comorbid ini untuk
menurunkan angka kematian dalam meningkatkan kwalitas
kesehatan bangsa.

Disisi lain, virus ini yang juga adalah ciptaan Tuhan, sepertinya kita
seluruh dunia yang mendiami dunia ini perlu untuk merenungi dan
introspeksi diri kita agar kita tidak melanggar aturan aturan yang
sudah dibuat dalam agama dan peraturan perundang-undangan
dinegara yang mana banyak pelanggaran itu malah sering dilakukan
pemangku kebijakan itu sendiri yang terbukti banyaknya pemangku
kebijakan yang terjerat pelanggaran hukum.Dampaknya sering
terjadi kerusakan lingkungan, infra struktur ,ekonomi dan sosial
budaya. Kedatangan virus ini kenyataannya banyak menyerang dan
mematikan pada orang yang jelas hiegene sanitasi yang baik, gizi
cukup, ekonomi mapan, pendidikan cukup tetapi mungkin
imunitasnya kurang . Namun sepertinya lebih jarang menyerang
mematikan pada kelompok tingkat ekonomi yang rendah, dengan
higiene sanitasi yang kurang pula. Mungkin lebih jarang terjadi
infeksi corona yang mematikan pada orang tidak waras alias gila
yang dengan higiene sanitasi yang jelek dan malah tidak pernah
pakai masker pula ( Belum ada data ).

Sepertinya kejadian diatas sepintas diluar logika kesehatan namun


kalau dicermati faktor utamanya kemungkinannya adalah
pembentukan imunitas diri itu sendiri. Pada orang dengan status
ekonomi mapan dengan pola hidup serba steril, tetap diruangan ber
AC yang kurang ventilasi baik dirumah, diperjalanan maupun
dikantor dengan hand sanitazer beralkohol tetap dibawa kemana-
mana, maka imunitasnya akan lemah ibarat tentara yang tidak
pernah siaga dengan latihan melawan kuman yang lazim di tubuh (
flora normal ) . Begitu virus corona masuk kedalam tubuh imunitas
belum terjaga sehingga telah terjadi pembiakan kuman ( viral load )
cukup banyak dan sudah tarlambat baru sistem kekebalannya
bereaksi dan sudah terlambat. Sedangkan pada masyarakat dengan
status ekonomi yang rendah , dirumah, diperjalanan dan di tempat
kerja tanpa AC namun ventilasi udara cukup, sering terpapar cahaya
matahari, tidak bepergian keluar negeri/ keluar daerah, disertai
higiene sanitasi diri yang kurang steril, tak pernah membawa hand
sanitazer, dimana tetap ada kuman ( flora normal) ditubuh yang
dapat menciptakan sistem kekebalan/ pertahanan tubuh tetap siaga
dan dengan cepat mengantisipasi bila virus corona masuk kedalam
tubuh.

Pada tenaga kesehatan yang bekerja dimana pemaparan virus


corona ini lebih memungkinkan dan akan lebih sering terjadi dan
berulang-ulang akibat sering kontak langsung dengan pasen atau
keluarga pasen yang mungkin terpapar virus corona, juga alat
perlindungan diri yang dipakai mungkin belum standard maka sangat
rentan terpapar dan menderita covid-19 ini. Tenaga kesehatan juga
manusia biasa dan punya banyak keterbatasan dapat terjadi
penularan pada dirinya apalagi dalam keadaan lelah dan terus
bekerja dengan jam istirahat yang kurang, ditambah memiliki
penyakit comorbid maka bila terpapar virus ini kemungkinan bisa
memicu terjadinya kematian. Disini perlu regulasi tugas tugas tenaga
kesehatan agar tidak terus menerus tanpa henti dalam melayani
pasen yang terpapar virus corona ini misalnya mungkin 2 minggu
bertugas dan 2 minggu istirahat. Atau perlu dibuat sistem kebijakan
lain yang memungkinkan ada masa tenggang istirahat petugas
kesehatan.

Kesimpulannya adalah untuk mencegah terpaparnya virus corona


cukup dengan sering cuci tangan dengan sabun saja, bukannya
dengan penggunaan hand sanitazer yang berulang-ulang yang
mengandung alkohol yang membunuh flora normal. Pakai masker
yang standar dan Face shild menghindari terlular dari penderita. Jaga
jarak dalam setiap interaksi sosial di masyarakat.

Menurut saya pribadi , pemilihan alternatif kebijakan yang perlu


dipertimbangkan para ahli kesehatan dan pemerintah selaku
pemangku kebijakan yaitu dalam 2 (dua) bulan saja bila dilakukan
upaya eliminasi pandemi corona di Indonesia diharapkan bisa
tuntas dengan melakukan langkah sebagai berikut:

1. Tidak ada sama sekali perjalanan transportasi udara domestik


dan internasional yang membawa penumpang selama 2 ( dua )
bulan penuh tanpa syarat apapun termasuk kunjungan
kenegaraan. Kecuali hanya transportasi barang kebutuhan
pokok saja.
2. Tidak ada sama sekali perjalanan darat dan laut antar
kabupaten dan propinsi selama 2 ( bulan ) penuh tanpa syarat ,
kecuali hanya pengangkutan kebutuhan pokok saja.
3. Tidak ada kegiatan pertemuan tatap muka berupa pesta, rapat-
rapat , kerumunan pilkada walaupun pakai masker, hiburan
bioskop dalam gedung dan kegiatan hiburan lainnya selama 2 (
dua ) bulan penuh termasuk rapat dinas yang kumpul dalam
satu ruangan.
4. Isolasi mandiri dilaksanakan penuh oleh warga yang
dikoordinasi oleh bupati/ walikota, camat, dinas kesehatan,
rumah sakit dan melibatkan instansi terkait lainnya.
5. Tim covid dan tenaga kesehatan diberi gairah dan kenyamanan
dalam bekerja dengan pemberian insentif yang wajar yang
tepat waktu untuk kesejahteraan dirinya dan keluarganya.
6. Tenaga kesehatan selama ini yaitu dokter baru tamat dan akan
melaksanakan internship di garda terdepan didaerah janganlah
diberikan honor mereka hanya serentang UMR saja agar
mereka lebih gairah dan mau mendaftarkan diri sebagai dokter
internship sehingga kebutuhan dokter didaerah tercukupi. Bila
tidak demikian maka akan ada kekosongan tenaga dokter
nantinya apalagi masa-masa pandemi ini karena dokter-dokter
yang baru tamat secara manusiawi akan cenderung akan
mendaftarkan diri setelah pandemi ini reda.
7. Bila virus ini sudah tereliminasi, untuk proses eradikasi cukup
menjaga masuknya virus corona baru secara ketat dari negara
luar sedangkan kita warga Indonesia sudah bisa dan nyaman
melanjutkan kegiatan membenahi Ideologi, politik , ekonomi,
pendidikan, sosial budaya dan juga pembangunan infra struktur
kita secara mandiri untuk percepatan kemajuan NKRI yang kita
cintai.

Tampaknya pelaksanaannya memang sangat berat terutama untuk


perusahaan transportasi udara , transportasi antar propinsi , antar
kabupaten dan bisnis perhotelan. Sedangkan transportasi dalam
kabupaten mungkin tidak sebegitu berat.
Terakhir kita tidak perlu panik dan stress yang mengakibatkan akan
menurunkan kekebalan tubuh kita sendiri karena kematian akibat
terpapar virus corona termasuk kecil . Berperilaku hidup sehatlah
agar kita tidak menderita penyakit- penyakit comorbid diatas yang
dapat memicu kematian terutama disertai terpaparnya virus corona
ini . Sementara bertatap muka melalui dalam jaringan saja . Hiduplah
dengan New Normal, tuntut lah ilmu pendidikan, cari rezeki yang
halal, bekerja seperti biasa dengan mengikuti protokol kesehatan
dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kita semua cepat
bebas dari pandemi virus corona ini. Aamin.

Dr. RUSLAN PANDIA , SpOG . Pemerhati covid-19. Medan.

Anda mungkin juga menyukai