Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL PENELITIAN

PERBEDAAN TUMBUH KEMBANG ANAK PADA POSYANDU


YANG TERINTEGRASI PAUD DENGAN POSYANDU TIDAK
TERINTEGRASI PAUD
Fivi Melva Diana*,Denas Symon*,Yurizal**

ABSTRAK

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WYiO/World Health Organization) menunjukkan kesehatan
masyarakat Indonesia terendah di ASEAN yaitu peringkat ke-142 dari 170 negara. Data hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) tahun 200, prevalensi gizi buruk di Indonesia adalah 5,4%, gizi kurang 13,0% dan masalah
kependekan (stunting) 36,8%. Provinsi Sumatera Barat prevalensi gizi buruk balita sebesar 6,0%, gizi kurang
sebesar 13,9% dan masalah kependekan 36,5%. Anak yang menderita KEP mengalami keterlambatan
perkembangan dibandingkan dengan anak yang status gizinya normal. Pengoptimalan tumbuh kembang anak
salah satunya dapat dikembangkan melalu posyandu yang terintegrasi PAUD. Tujuan penelitian untuk
mengetahui perbedaan tumbuh kembang anak balita pada posyandu yang terintegrasi PAUD dan yang tidak
terintegrasi PAUD. Penelitian data sekunder ini menggunakan disain crosssectional, bersumber dari penelitian
"Model Pengembangan Anak Usia Dini yang Holistik dan Terintegrasi pada Posyandu, Pos PAUD, Pos Integrasi
dan Pos KB/TPA di Kabupaten Tanah Datar dan Kota Sawahlunto Propinsi Sumatera Barat Tahun 2009." Populasi
adalah anak usia 2-5 tahun yang berjumlah 146 orang. Semua populasi dijadikan subjek penelitian. Data sekunder
terdiri dari data perkembangan dan data Z Score BB/U, TB/U dan BB/TB anak usia 2-5 tahun, kemudian diolah
dengan menggunakan program komputer. Analisis bivariat dengan uji Chisquare untuk mengetahui perbedaan
proporsi status gizi dan perkembangan anak usia 2-5 tahun pada posyandu terintegrasi dengan tidak terintegrasi
PAUD. Hasil penelitian ini menemukan proporsi anak usia 2-5 tahun mempunyai perkembangan tidak sesuai
usianya lebih tinggi pada posyandu tidak terintegrasi PAUD sebesar 46,6%, dimana pada usia 2-3 tahun sebesar
70,6%, usia 3-4 tahun sebesar 62,5% dan usia4-5 tahun sebesar 66,7%. Persentase anak dengan status gizi kurang
dan kurus lebih tinggi pada posyandu tidak terintegrasi PAUD , sedangkan persentase anak pendek lebih tinggi
pada posyandu terintegrasi PAUD. Disimpulkan ada perbedaan perkembangan dan status gizi anak usia 2-5 tahun
berdasarkan indikator BB/TB pada posyandu terintegrasi dan tidak terintegrasi PAUD (p < 0,05). Disarankan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Datar dan Kota Sawahlunto bagian promosi kesehatan sebaiknya
meningkatkan informasi dan promosi kesehatan tentang posyandu terintegrasi PAUD terutama untuk anak usia 2-
5 tahun agar tumbuh kembang anak dapat dicapai dengan optimal.

KataKunci: Perkembangan anak, status gizi, posyandu terintegrasi dan tidak terintegrasi PAUD

ABSTRACT

Based on WHO (World Health Organization) Indonesia one hundred fourty second from onehundred
seventieth.1 RISKESDAS 2000. Indonesia have severe nutrition 5,4% and undernutrition 13% and stunting
36,8%. Children under five year old in Sumatera Barat who have severe nutrition 6% and undernutrition 13,9%
and stunting 36,5 %. The children who have severe nutrition and undernutrition can get abnormal growth and
decelopment than adekuat nutritin. To increase growth and development children can be got from integrated
Pengoptimalan tumbuh kembang anak salah satunya dapat dikembangkan melalu posyandu yang terintegrasi
PAUD.This study used crosssectional design, and used secondary data taken from study "The Development
Model of Holistic Early Childhood and Integrated at Posyandu, PAUD Post, Integrated Post, KB/TPA Post
at District of Tanah Datar and Sawahlunto City of West Sumatera At 2009". The populations that was 2 -
5 year children at Integrated Health Services Post (Posyandu) and Unintegrated Early Years Education
(PAUD) at District of Tanah Datar and Sawahlunto City by amount 146 respondents. The sampling was
all the populations. The secondary data was the development and Z Score of BB/U, TB/U and BB/TB of
2-5 years children, processing with computerize. Bivariat analysis used ChiSquare test to find out the
differences of nutritional status and the children development.

*Staf Pengajar Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNAND,. Jl. Perintis Kemerdekaan Jati,Padang ,(email: FMD5380@yahoo.com)
**Staf Dinkes Prop Jambi

10
Jumal Kesehatan Masyarakat, September 2011-Maret 2011, Vol. 6, No.l

The study result found that the proportion of 2-5 year children have development did not suited with age
more higher at PosyanduUnintegrated, Prevalent of malnutrition and wasting children at PosyanduUnintegrated
PAUD higher than Posyandu Integrated PAUD. There was a difference with the development and nutritional
status of 2-5 years children based on BB/TB (p < 0.05). It is suggested to District Health Office Tanah Datar dan
Sawahlunto to increase information and promotion about the posyandu integrated PAUD in order the growth and
development of the children will be reached optimally.

Keyword :children development, nutrition status, integrated Posyandu and Unintegrated PAUD

Pendahuluan buruk cendrung lebih banyak terhambat


Data dari Organisasi Kesehatan Dunia perkembangan motorik kasamya (25%) dan 8 kali
(WHO/World Health Organization) menunjukkan lebih basar kemungkinan terlambat perkembangan
kesehatan masyarakat Indonesia terendah di motorik kasarnya dibandingkan anak yang berstatus
ASEAN yaitu peringkat ke-142 dari 170 negara.' gizi normal. Hal yang sama juga dinyatakan dalam
Masalah kurang gizi dapat ditelaah dari data hasil hasil penelitian Ferdiyana (2003) semakin rendah
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 status gizi anak maka semakin tinggi keterlambatan
yang menunjukan prevalensi gizi buruk di perkembangannya4.
Indonesia adalah 5,4%, gizi kurang 13,0% dan Perkembangan anak adalah perubahan
masalah kependekan (stunting) 36,8%. Sebanyak psikofisik hasil proses pematangan fungsi psikis
21 provinsi masih memiliki prevalensi gizi buruk di dan fisik anak yang ditunjang oleh faktor
atas prevalensi nasional, diantaranya adalah lingkungan dan proses belajar dalam kurun waktu
Propinsi Sumatera Barat dimana prevalensi gizi tertentu menuju kedewasaan. Perkembangan anak
buruk pada balita sedikit lebih tinggi yaitu sebesar terdiri dari : perkembangan motorik, bahasa, bicara,
6,0%, gizi kurang sebesar 13,9% dan masalah dan perkembangan sosial. Perkembangan gerakan
kependekan 36,5%. ''2. Provinsi tetangga sedikit motorik terdiri dari perkembangan motorik kasar
lebihbaik seperti Provinsi Bengkulu prevalensi gizi dan motorik halus. Perkembangan motorik kasar
buruknya 4,8%, gizi kurang 11,9%, dan masalah berkaitan dengan gerakan yang dipengaruhi oleh
kependekan 36,0%. Provinsi Bangka Belitung ketrampilan otot besar seperti duduk, berdiri dan
prevalensi gizi buruk 4,6%, gizi kurang 13,7%, dan berjalan sedangkan kemampuan motorik halus
masalah kependekan 35,6% serta provinsi berkaitan dengan gerakan yang dipengaruhi oleh
Kepulauan Riau prevalensi gizi buruk 3,0%, gizi ketrampilan syaraf - syaraf halus seperti :
kurang 9,4% dan masalah kependekan 26, 1%.
1
memegang benda dengan telunjuk dan ibujari yang
Masalah gizi adalah gangguan kesehatan dapat dioptimalkan dengan PAUD, kemampuan
seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh tersebut berkembang sejalan dengan pertambahan
tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan usia dan kematangan saaf -saraf serta otot-otot
zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi anak5.
dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah gizi- Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
kurang (undernutrition) dan masalah gizi-lebih menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
(overnutrition).6 Masalah gizi makro terutama KEP tentang Sisdiknas adalah upaya pembinaan yang
mendominasi perhatian pakar gizi selama puluhan ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan
tahun. Kekurangan gizi ini dapat berdampak pada usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
meningkatnya angka kematian balita, berpengaruh rangsangan pendidikan untuk membantu
terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
anak. Anak akan mengalami keterlambatan pada rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
perkembangan fungsi motorik seperti dapat memasuki pendidikan lebih lanjut, mendukung
mengurangi motivasi dan keingintahuan serta keberadaan Posyandu yang memberikan pelayanan
dapat menurunkan aktiviatas dan kemampuan dasar kesehatan dan gizi untuk balita dan
eksplorasi anak. Menurut UNICEF (1998) kurang memperkuat pelayanan BKB ". Penelitian ini
gizi pada anak dapat menyebabkan menurunnya bertujuan untuk mengetahui perbedaan status gizi
perkembangan fisik, kecerdasan, mental, dan perkembangan anak usia 2-5 tahun pada
kemampuan interaksi anak dengan lingkungan posyandu terintegrasi dengan tidak terintegrasi
pengasuhnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian PAUDdi Propinsi Sumatera Barat tahun 2010.
Husaini (2003) bahwa anak dengan status gizi

11
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 20 11-Maret 20 11, Vol. 6, No. 1

Metode menggunakan uji statistik Chisquare. Uji ini


Penelitian ini menggambarkan perbedaan digunakan karena variabel dependen dan
status gizi pada posyandu terintegrasi dengan tidak independen merupakan variabel kategorik. Nilai
terintegrasi PAUD dan hubungannya dengan yang digunakan untuk melihat ada tidaknya
perkembangan anak usia 2-5 tahun. Jenis penelitian perbedaan adalah nilai p, bila nilai p < 0,05 berarti
adalah cross sectional study. Penelitian ini ada perbedaan. Data status gizi ditentukan dengan
menggunakan data sekunder, dimana datanya menggunakan Z-Score
6

bersumber dari data penelitian "Model


Pengembangan Anak Usia Dini yang Holistik dan Hasil dan Pembahasan
Terintegrasi pada Posyandu, Pos PAUD, Pos Tabel 1. Distribusi Frekuensi Anak Usia 2-5 Tahun
Integrasi dan Pos KB/TPA di Kabupaten Tanah Menurut Pelayanan yang Diperoleh Selama
Datar dan Kota Sawahlunto Propinsi Sumatera Berkunjung Pada Posyandu Terintegrasi dan
Barat Tahun 2009". Pemilihan lokasi penelitian ini Tidak Terintegrasi PAUD
adalah Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat
dengan kriteria kabupaten atau kota tersebut Pelayanan yang Diperoleh Posyandu Posyandu
Tidak Terintegrasi PAUD Terintegrasi PAUD
memiliki jumlah pelayanan anak usia dini seperti
f % f %
Posyandu dan Posyandu terintegrasi PAUD yang
terbanyak dibanding lokasi kabupaten/kota lainnya Penimbangan dan penyuluhan 73 100,0 73 100,0
Imunisasi 73 100,0 73 100,0
di Sumatera Barat. Atas dasar pemilihan Pemberian kapsul vitamin A 73 100,0 72 98,6
kabupaten/kota dimaksud berdasarkan data Berobat 37 50,7 41 56,2
sekunder dari hasil Potensi Desa (Podes) 2008 Bermain 31 42,5 58 79,5
terpilih Kabupaten Tanah Datar dan Kota Belajar 12 16,4 34 46,6
Sawahlunto sebagai lokasi penelitian. Pengambilan
data ini dilakukan selama 3 bulan dari bulan
September sampai Desember 2009. Selain penimbangan, imunisasi dan
Populasi penelitian ini adalah semua anak pemberian tablet vitamin A, pelayanan yang
usia 2-5 tahun pada posyandu terintegrasi dan tidak diperoleh anak selama berkunjung di Posyandu
terintegrasi PAUD yang ada di Kabupaten Tanah Terintegrasi PAUD yang paling banyak adalah
Datar dan Kota Sawahlunto, yang masing-masing bermain yaitu 79,5%.
pos sebanyak 73 orang, sehingga berjumlah 146
orang. Sampel adalah semua populasi dijadikan Tabel 2. Distribusi Frekuensi Anak Usia 2-5 Tahun
subjek penelitian, yaitu anak usia 2-5 tahun pada Menurut Perkembangan Pada Posyandu
posyandu terintegrasi dan tidak terintegrasi PAUD Terintegrasi dan Tidak Terintegrasi PAUD
yang ada di Kabupaten Tanah Datar dan Kota
Perkembangan Posyandu Tidak Terintegrasi Posyandu Terintegrasi
Sawahlunto yang berjumlah 146 orang. Kriteria PAUD PAUD
Inklusi :Anak usia dini berusia 2-5 tahun pada data f % f %
sekunder, Variabel data sekunder yang diambil terisi Tidak Sesuai 34 46,6 17 23,3
Sesuai 39 53,4 56 76,6
lengkap. Kriteria Ekslusi : Sedang menderita
Jumlah 73 100,0 73 100,0
penyakit infeksi berdasarkan sumber data sekunder,
data ekstrim, sampel diambil dari data sekunder
yang terdiri dari kelompok usia 2-5 tahun pada Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
posyandu dan posyandu terintegrasi PAUD di persentase perkembangan anak usia 2-5 tahun yang
Kabupaten Tanah Datar dan Kota Sawahlunto yang tidak sesuai lebih tinggi pada posyandu tidak
berjumlah 146 anak.Analisis univariat untuk terintegrasi PAUD sebesar 46,6%. Berdasarkan
mengetahui distribusi frekuensi masing-masing kelompok umur persentase perkembangan anak
variabel yaitu status gizi dan perkembangan anak tidak sesuai usianya lebih tinggi pada posyandu
usia 2-5 tahun pada Posyandu Terintegrasi dengan tidak terintegrasi PAUD, yaitu kelompok 2-3 tahun
Tidak Terintegrasi PAUD di Propinsi Sumatera sebesar 70,6%, kelompok 3-4 tahun sebesar 62,5%
Barat. Analisis Bivariat dilakukan untuk dan kelompok 4-5 tahun sebesar 66,7%. Penelitian
mengetahui perbedaan proporsi status gizi dan ini sejalan dengan penelitian Fitria (2009) yang
perkembangan anak usia 2-5 tahun pada posyandu menemukan 54,4% murid TK di Kecamatan
terintegrasi dengan tidak terintegrasi PAUD. Setelah Salimpaung tidak mengikuti PAUD, dari murid
seluruh data diproses kemudian dianalisis dengan tersebut 12,1% mengalami penyimpangan

12
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 20 11-Maret 2011, Vol. 6, No.l

perkembangan secara keseluruhan, sebesar 5,06% penyakit infeksi. Almatsier (2006) menyatakan
dan 3 7,3% mengalami keterlambatan konsumsi makanan berpengaruh terhadap status
perkembangan motorik kasar dan motorik halus, gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi
sebesar 49,4% mengalami keterlambatan optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-
perkembangan bicara bahasa dan sebesar 44,6% zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga
mengalami keterlambatan perkembangan memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan
sosialisasi dan kemandirian, dibanding murid TK otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum
yang mengikuti PAUD. pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori terjadi bila tubuh mengalami satu atau lebih zat-zat
Jalal, F (2009) bahwa kecepatan perkembangan gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh
setiap anak pada Posyanduterintegrasi PAUD dapat memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan,
diarahkan sesuai kebutuhan perkembangan yang sehingga menimbulkan efek toksin atau
harus dicapainya. Peranan posyandu terintegrasi membahayakan.9
PAUD mengupayakan lingkungan yang aman, Status gizi merupakan manifestasi dari
meningkatkan kesehatan dan status gizi, keadaan tubuh yang dapat mencerminkan hasil dari
mengupayakan suasana, sarana dan lingkungan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Masalah gizi
yang menumbuhkan minat, rasa aman dan adalah gangguan kesehatan seseorang atau
menyenangkan sehingga merangsang anak untuk masyarakat yang disebabkan oleh tidak
bermain, eksplorasi dan belajar, sehingga seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan zat
kebutuhan perkembangannya tercapai optimal.8 gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi
dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah gizi-
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Anak Usia 2-5 Tahun
Menurut Status Gizi Pada Posyandu
kurang (undernutrition) dan masalah gizi-lebih
Terintegrasi dan Tidak Terintegrasi PAUD (<overnutrition). Tinggi badan yang tidak optimal
merupakan refleksi dari terganggunya

Status Gizi•
«-,•
~ .
Posyandu Tidak
.
Terintegrasi• n a in
PAUD
ÿ
keseimbangan gizi dalam waktu lama yang juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
f % f %
Indikator BB/U perkembangan otak, maka prevalensi anak pendek
1. Gizi Kurang 18 24,7 14 19,2 dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk
2. Gizi Baik 55 75,3 59 80,8 proses perkembangan otak.3'7
Indikator TB/U
1. Pendek 11 15,1 26 35,6
2. Normal 62 84,9 47 64,4
Tabel 4. Perbedaan Perkembangan Anak Usia 2-5
Indikator BB/TB Tahun Pada Posyandu Terintegrasi dengan
1. Kurus 18 24,7 5 6,8 Tidak Terintegrasi PAUD
2. Normal 55 75,3 68 93,2
Jumlah 73 100,0 73 100,0 Posyandu Tidak Posyandu Jumlah
Perkembangan Terintegrasi PAUD Terintegrasi PAUD

f % f % f %
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh Tidak Sesuai 34 66,7 17 33,3 51 100,0
Sesuai 39 41,1 56 58,9 95 100,0
prevalensi anak gizi kurang dan kurus lebih tinggi Jumlah 73 50,0 73 50,0 146 100,0
pada posyandu tidak terintegrasi PAUD yaitu
X=7,714df= lp = 0,005
masing-masing sebesar 24,7%, sedangkan
prevalensi anak pendek lebih tinggi pada posyandu Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
terintegrasi PAUD sebesar 35,6%. Hasil penelitian
persentase perkembangan anak usia 2-5 tahun
ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Gemala yang tidak sesuai lebih tinggi pada posyandu tidak
(2007) yang menemukan anak dengan gizi kurus terintegrasi PAUD (66,7%) dibanding dengan
sebanyak 6,3%. Perbedaan ini disebabkan karena posyandu terintegrasi PAUD (33,3%). Hasil uji
jumlah dan umur sampel yang berbeda. Pada secara statistik diperoleh nilai p < 0,05, yang berarti
penelitian ini sampel terdiri dari anak usia 2-5 tahun, ada perbedaan perkembangan anak pada posyandu
sedangkan penelitian Gemala sampelnya anak dan posyandu terintegrasi PAUD. Penelitian ini
berusia 6-24 bulan. sejalan dengan penelitian Fitria (2009) menemukan
Masalah gizi merupakan masalah yang ada perbedaan perkembangan murid TK yang
penyebabnya kompleks. Menurut UNICEF (1998) mengikuti PAUD dengan tidak mengikuti PAUD di
masalah gizi disebabkan secara langsung oleh Kecamatan Salimpaung.
konsumsi makanan yang tidak seimbang dan Hasil penelitian ini sesuai dengan teori

13
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2011-Maret 2011, Vol. 6, No.l

Jalal, F (2009) bahwa kecepatan perkembangan perkembangan fisik, kecerdasan, mental,


setiap anak pada posyanduterintegrasi PAUD dapat kemampuan interaksi anak dengan lingkungan
diarahkan sesuai kebutuhan perkembangan yang pengasuhnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
harus dicapainya. Pada Posyandu yang terintegrasi Husaini (2003) bahwa anak dengan status gizi buruk
dengan PAUD diberikan rangsangan pendidikan cenderung lebih banyak terhambat perkembangan
bersifat menyeluruh yang mencakup semua aspek motorik kasarnya (25%) dan 8 kali lebih besar
perkembangan. Setiap kegiatan anak sesungguhnya kemungkinan terlambat perkembangan motorik
dapat mengembangkan berbagai aspek kasarnya dibandingkan dengan anak yang berstatus
10
perkembangan/kecerdasannya, sehingga semua gizi normal.
aspek perkembangan anak dapat berkembang Martorell (1996) juga menemukan bahwa
secara optimal. kekurangan gizi pada masa kehamilan dan usia dini
menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan
Tabel 5. Perbedaan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun fisik, perkembangan motorik, dan gangguan
Berdasarkan BB/TB Pada Posyandu
perkembangan kognitif, sehingga menyebabkan
Terintegrasi dengan Tidak Terintegrasi
PAUD berkurangnya Intelegensy Quotient (IQ) sebesar 10
point. Selain itu akibat kekurangan gizi berdampak
Status Gizi Posyandu Tidak Posyandu Jumlah pada perubahan perilaku sosial, berkurangnya
Terintegrasi PAUD Terintegrasi PAUD perhatian, kemampuan belajar, dan rendahnya hasil
f % f % f — %
Kurus 18 78,3 5 21,7 23 100,0
belajar. Dampak gizi buruk pada kemampuan
Normal 55 44.7 68 55,3 123 100,0 kognitif ini tidak hanya terjadi pada anak yang
Jumlah 73 50,0 73 50,0 146 100,0 mengalami gizi buruk tetapi juga pada anak yang
X=7,431df = lp = 0,006 tidak kekurangan gizi tetapi yang mengalami
pertumbuhan tidak sempurna atau anak pendek.7
BerdasarkanTabel 5 persentase anak usia 2-
5 tahun dengan status gizi kurus lebih tinggi pada Kesimpulan dan Saran
posyandu tidak terintegrasi PAUD yaitu 78,3%. Ada Perkembangan anak usia 2-5 tahun yang tidak
perbedaan status gizi berdasarkan BB/TB pada sesuai usianya lebih tinggi pada posyandu tidak
posyandu terintegrasi dan tidak terintegrasi PAUD, terintegrasi PAUD. Prevalensi anak gizi kurang dan
dimana nilai p < 0,05.Menurut Maharmajono, dkk kurus lebih tinggi pada posyandu tidak terintegrasi
(1996) gizi yang optimal dan seimbang sangat PAUD, sedangkan prevalensi anak pendek lebih
diperlukan untuk perkembangan susunan syaraf. tinggi pada posyandu terintegrasi PAUD. Ada
Jumlah sel syaraf bayi ketika lahir sekitar 100 perbedaan perkembangan anak pada posyandu
milyar. Sel-sel yang sudah terbentuk pada janin terintegrasi dan tidak terintegrasi PAUD.Ada
bermigrasi mencari tempat yang sesuai dengan kode perbedaan status gizi berdasarkan BB/TB pada
genetiknya. Proses imigrasi sel terjadi pada minggu posyandu terintegrasi dan tidak terintegrasi PAUD
kelima sampai dengan minggu kedua puluh (p < 0,05). Kepada para orang tua diharapkan untuk
kehamilan. Selain itu terjadi juga apoptosis yaitu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
proses bunuh diri sel otak setelah terjadi anak pada posyandu terintegrasi PAUD, sehingga
pembelahan berkali-kali sesuai dengan kode perkembangan anak sesuai dengan usianya. Dinas
genetiknya. Setiap sel yang terbentuk pada masa Kesehatan khususnya bidang program promosi
janin tersebut memiliki kode genetik sama tetapi kesehatan diharapkan agar tetap meningkatkan
belum saling berhubungan kecuali sel-sel yang pelayanan perkembangan terhadap anak usia dini
mengendalikan detak jantung, pemapasan, gerak dan memberikan informasi serta promosi kesehatan
refleks, pendengaran dan naluri hidup.7 tentang posyandu terintegrasi PAUD terutama
Kekurangan asupan gizi pada bayi dan anak untuk anak usia 2-5 tahun. Pada posyandu
balita, dapat mengakibatkan terganggunya terintegrasi PAUD kecepatan perkembangan setiap
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan anak dapat diarahkan sesuai kebutuhan
spiritual. Bahkan pada bayi, gangguan tersebut perkembangan yang harus dicapainya dan juga
dapat bersifat permanen dan sangat sulit untuk diberikan rangsangan pendidikan bersifat
diperbaiki.3 Menurut UNICEF (1998) kurang gizi menyeluruh, sehingga semua aspek perkembangan
pada anak dapat menyebabkan menurunnya anak dapat berkembang secara optimal.

14
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2011-Maret 2011, Vol. 6, No.l

Daftar Pustaka
6. Departemen Pendidikan Nasional. Pedoman
1. Badan Penelitian dan Pengembangan pendekatan "beyond center and circle times
Kesehatan Nasional. Hasil riset kesehatan (BCCT)" pendidikan sentra dan saat lingkaran
dasar nasional 2007; 2007. di akses dari dalam pendidikan anak usia dini. Jakarta:
http://www.google.com 22 Maret2010. Direktorat pendidikan anak usiadini ;2007.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan 7. Jalal.F. Pengaruh gizi dan stimulasi psikososial
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Hasilriset terhadap pembentukan kecerdasan anak usia
kesehatandasar Sumatera Barat 2007 ;2007 dini: Agenda pelayanan tumbuh kembang anak
3. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta holistik-integratif,Padang: 2009
: EGC; 1995 8. Narendra, Moersintowarti B, dkk. Tumbuh
4. Husaini,Y, Rehabilitasi dan fleksibilitas kembang anak dan remaja. Buku Ajar II.
penggunaan KMS perkembangan motorik Jakarta : CV. Sagung Seto ;2005
kasar, di akses dari http://www.google.com 17 9. Almatsier, Sunita. Prinsip dasar ilmu gizi.
Juli 2006 Jakarta : Gramedia Pustaka Utama ;2006.
5. Kartika,V,Faktor-faktor yang mempengaruhi 10. Melva, D.F. Tesis "Hubungan konsumsi asam
kemampuan motorik anak usia 2-18 bulan di lemak dengan perkembangan anak usia 2-5
keluarga miskin dan tidak miskin. Penelitian tahun di Kecamatan Nanggalo Kota Padang
gizi dan makanan; 2002 Tahun 2009 [Tesis]. Padang : Program Studi

15

Anda mungkin juga menyukai