Anda di halaman 1dari 4

PROPOSAL PENAWARAN KERJA SAMA PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK ANTARA

PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN DAN PT MAGGOT INDONESIA LESTARI

I. PENDAHULUAN

Penanganan sampah organik dengan cara dan teknik yang telah dikembangakan saat ini,
belum bisa mengatasi secara menyeluruh problematik sampah yang ada. Hal ini terjadi terutama di
kota-kota besar dengan populasi penduduk yang padat. Sampah organik yang dihasilkan dari
aktifitas kehidupan kota besar seperti sisa makanan dari rumah makan, sampah pasar, sampah
dapur, dan sampah kebun, menjadi bagian terbesar dari total keseluruhan sampah yang dihasilkan
oleh penduduk perkotaan. Sampah inilah yang menjadi sumber bibit penyakit, menimbulkan bau
yang menyengat dan tidak dapat langsung di daur ulang atau digunakan kembali sehingga tidak
memiliki nilai jual.

Sampah organik sebenarnya akan musnah dengan sendirinya. Proses alami pembusukan dari
kegiatan metabolisme mikroba akan mengurai sampah organik menjadi bahan yang tidak berbahaya
bagi lingkungan. Namun demikian, proses ini membutuhkan waktu dan lahan. Kondisi perkotaan
yang padat penduduk dan sempit lahan, membuat produksi sampah setiap harinya jauh melampaui
kemampuan proses alami lingkungan untuk dapat mengolahnya. Sementara sistem dan sarana
penanganan serta pengolahan yang ada tidak mampu mengatasi dengan cepat. Ketidakseimbangan
ini mengakibatkan terjadinya pencemaran dan menurunnya kualitas lingkungan hidup.

Masalah sampah sangat terkait dengan kesadaran masyarakat sebagai produsen sampah itu
sendiri. Pengolahan sampah hanya dapat berjalan dengan baik apabila setiap individu menyadari
pentingnya pengolahan sampah yang prosesnya sudah harus dimulai sejak sampah itu timbul. Hal
ini menjadi titik awal dari proses pengolahan sampah yang sekaligus akan menentukan efektif
tidaknya proses pengolahan selanjutnya.

Pengolahan sampah merupakan suatu proses sinergi antara masyarakat dan pemerintah
dalam suatu alur sistem yang berkesinambungan. Kurangnya kesadaran masyarakat dan tidak
sinerginya kerja bersama antara pemerintah dan warganya membuat sampah tidak tertangani
dengan baik sehingga mengakibatkan bertumpuknya sampah di Tempat Pembuangan Akhir. Konsep
“pembuangan” sampah ini yang harus kita rubah. Sampah tidak bisa musnah dan akan bertumpuk
apabila dibuang. Tapi sampah akan menjadi berkah jika diolah menjadi bahan yang bermanfaat.
II. LATAR BELAKANG

Tangerang Selatan merupakan kota mandiri yang maju pesat. Kemajuan dan perubahan
dirasakan dan nyata terjadi di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan sarana dan
prasarana jalan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan dan fasilitas sosial lain terus meningkat
sejak diresmikannya Tangerang Selatan sebagai kota mandiri. Seiring dengan kemajuan dan
perubahan pola hidup masyarakatnya, Tangerang Selatan saat ini juga menghadapi masalah dalam
penanganan sampah.

Seperti yang kami ketahui dari media, Tangerang Selatan menghasilkan sampah sebesar 880
ton perhari. Sampah sebanyak ini semuanya diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir Cipeucang dan
belum ada pemrosesan lebih lanjut. Kondisi ini mengakibatkan bertumpuknya sampah di TPA
Cipeucang sampai hampir mencapai batas daya tampungnya. Hal ini tentu akan menjadi masalah
yang semakin rumit dimasa datang jika tidak diatasi mulai dari sekarang.

Mengacu kepada data dalam “Jakarta dalam Angka 2016” yang dikeluarkan oleh Biro Pusat
Statistik (2014), kurang lebih 55% dari seluruh jumlah sampah di DKI Jakarta merupakan sampah
organik. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari sampah yang ada merupakan sampah
basah atau sampah organik yang apabila ditumpuk akan menimbulkan pencemaran lingkungan, bau
yang tidak sedap dan akan menjadi sumber bibit penyakit. Hal ini berarti pula bahwa apabila kita
dapat memusnahkan sampah organik yang ada di DKI Jakarta, maka 60% permasalahan sampah
sudah dapat diselesaikan. Sisa yang 40% merupakan sampah plastik, sampah kertas, dan sampah
lain yang sebagian besar masih memiliki nilai jual sehingga bisa dikumpulkan untuk proses daur
ulang.

Berdasarkan Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 12 tahun 2015, Pasal 23


menyatakan bahwa:

“Pemerintah Daerah dalam menangani sampah dilakukan dengan cara pemilahan,


pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah”.

Pada Pasal 24 Peraturan Daerah yang sama dinyatakan bahwa :

“(1) Pemilahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 huruf a dilakukan melalui memilah
sampah rumah tangga sesuai dengan jenis sampah.

(2) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menyediakan fasilitas tempat sampah organik dan anorganik di setiap rumah tangga, kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial,
dan fasilitas lainnya.”

Selanjutnya dipasal-pasal berikutnya yaitu di pasal 27 dinyatakan bahwa pengolahan


sampah dilakukan dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah yang
dilaksanakan di TPST atau TPA dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang ramah lingkungan
dengan metode Reuse, Reduce, Recycle (3R), yang bertujuan untuk mengurangi sampah ke TPST
dan/atau TPA.
Semangat dan tujuan dari aturan tersebut diatas, sangat sejalan dan searah dengan konsep
kerja dan pemikiran kami, PT Maggot Indonesia Lestari. Kami mengembangkan teknologi yang
dapat menjadi bagian dari solusi penanganan sampah organik perkotaan. Teknologi yang
sebenarnya merupakan proses alami perkembangbiakan satu spesies lalat. Proses alami inilah yang
kami kembangkan dan terapkan menjadi suatu teknik biokonversi untuk dapat mengolah sampah
organik menjadi bahan yang bermanfaat.

Kami memanfaatkan larva dari Lalat Tentara Hitam (Black Soldier Fly) yang berumur 10
sampai 13 hari. Larva lalat inilah yang kami gunakan dalam proses pengolahan sampah sebagai agen
biokonversi. Sampah organik akan dikonversi oleh larva lalat menjadi bahan ramah lingkungan yang
biasa kami sebut “kasgot” atau bekas maggot. Kasgot dapat dijadikan kompos yang telah kami uji
pada tanaman seperti cabai, padi, singkong, lidah buaya dan beberapa tanaman lain, dengan hasil
yang sangat memuaskan.

Biokonversi dengan larva BSF secara teknis telah kami kembangkan sampai ke level industri,
sehingga mampu untuk mengolah volume sampah yang dihasilkan di perkotaan. Teknik pengolahan
kami berbeda dengan cara pengolahan sampah yang sudah ada, kerena kami mengolah sampah:

1. Tanpa limbah
2. Tanpa bahan bakar
3. Tanpa polusi udara
4. Tanpa polusi suara
5. Tanpa teknologi tinggi

Lalat Black Soldier Fly bukan merupakan vektor penyakit, sehingga bukan merupakan agen
penyebaran bibit penyakit seperti jenis lalat lainnya. Larva lalat Black Soldier Fly seberat 20 Kg
mampu menghabiskan 10 Kg/m2/hari sampah organik. Instalasi yang kami bangun dapat mengolah
sampah organik sebanyak 1.000 ton setiap harinya. Untuk setiap 100 ton sampah organik kami
memerlukan lahan sebesar 1 hektar. Kebutuhan lahan tersebut dapat kami tekan dengan tambahan
investasi apabila memang diperlukan.

Sistem pengolahan sampah yang kami kembangkan, mengajak segenap masyarakat untuk
berperan serta aktif dalam proses pengolahan sampah. Hal ini sangat sesuai dengan semangat dan
konsep Peraturan Daerah Tangerang Selatan 12 tahun 2015. Kami hanya mengolah sampah organik
yang tidak memiliki nilai jual dan apabila dibiarkan menumpuk akan menimbulkan bau dan bibit
penyakit. Metode Bank Sampah yang sekarang sudah diterapkan dan semakin berkembang di Kota
Tangerang Selatan, harus diimbangi dengan metode pemusnahan sampah organik. Apabila dua
metode ini bisa berjalan dengan baik, maka 90% masalah sampah di Kota Tangerang Selatan ini akan
dapat teratasi.

Melihat banyaknya keuntungan dari biokonversi sampah dengan larva BSF, maka kami
menganggap teknik inilah yang paling tepat diterapkan di Kota Tangerang Selatan. Metode kami
merupakan hasil penelitian dan pengembangan yang telah teruji dalam jangka waktu yang cukup
lama. Untuk itulah kami memberanikan diri mengajukan proposal ini dan menawarkan kerjasama
pengolahan sampah dengan Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
III. MAKSUD DAN TUJUAN

Adapun maksud dan tujuan kami mengajukan proposal ini adalah untuk menawarkan suatu
kerjasama pengolahan sampah organik. Berdasarkan penjelasan yang telah kami paparkan diatas,
kami mengajukan diri untuk mengolah sampah organik yang menjadi tanggung jawab Pemerintah
Kota Tangerang Selatan.

IV. TEKNIS DAN MEKANISME

Kami akan melakukan investasi untuk pembangunan instalasi dan segala keperluan awal dari
Sistem Biokonversi Larva Lalat BSF. Pemerintah Kota Tangerang Selatan menyediakan lahan untuk
kami sewa sesuai dengan jumlah sampah organik yang akan kami olah dimana kami membutuhkan
luas lahan sebesar 1 hektar untuk setiap 100 ton sampah organik.

Kami menawarkan fee jasa pengolahan sampah organik sebesar Rp 120.000,- per ton, yang
mekanismenya nanti akan dituangkan lebih detil dalam Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah
Kota Tangerang Selatan dengan PT Maggot Indonesia Lestari.

V. PENUTUP

Satu-satunya cara untuk mengolah sampah adalah dengan membuat kegiatan pengolahan
sampah tersebut menghasilkan suatu yang memiliki nilai jual yang menguntungkan. Teknologi
industri, profesionalisme dan niat baik merupakan tiga hal yang menjadi pendorong utama kami
untuk mengajukan kerjasama ini.

Besar harapan kami, kerjasama yang terbentuk akan dirasakan manfaatnya oleh segenap
warga Tangerang Selatan. Kesungguhan tekad serta prinsip yang saling menguntungkan harus
diarahkan untuk kepentingan masyarakat Tangerang Selatan. Suatu kehormatan bagi kami apabila
dapat turut berperan serta aktif dalam membangun dan mewujudkan Kota Tangerang Selatan yang
Tertib, Elok, Rapi, Sehat, Nyaman untuk Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai