Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN HEMOROID DI RUANG BEDAH RSUD PRINGSEWU

OLEH :

NAMA : DIAH AYU OKTARIANI

NIM : 2114901013

PRAKTIK PROFESI NERS PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANG

TA. 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

A. Konsep Teori Penyakit

1. Pengertian
Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena – vena di dalam pleksus
hemoroidalis. Hemoroid mempunyai nama lain, seperti wasir dan ambeien. Sesuai
tampilan klinis, hemoroid dibedakan menjadi hemoroid interna dan hemoroid
eksterna. Hemoroid interna adalah pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis
superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid eksterna yang
merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di sebelah
distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus (Muttaqin & Sari,
2011).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah
anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran
vena yang berada di bawah kulit (subkutan) di bawah atau luar linea dentate.
Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada di bawah mukosa (submukosa)
di atas atau di dalam linea dentate (Nurarif & Kusuma, 2015). Wasir adalah
pembengkakan urat di anus dan rektum bawah, mirip dengan varises. Peningkatan
tekanan di pembuluh darah di daerah anorektal menyebabkan wasir (Kardiyudiani &
Susanti, 2019).

2. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), hemoroid timbul karena dilatasi,
pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor –
faktor resiko/pencetus, seperti :
a. Mengedan pada buang air besar yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk,
terlalu lama duduk sambil membaca, merokok)
c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor abdomen)
d. Usia lanjut
e. Konstipasi kronik
f. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
g. Hubungan seks peranal
h. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur dan buah)
i. Kurang olahraga/imobilisasi

3. Patofisiologi
Hemoroid umumnya menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran,
peradangan, atau prolaps. Diet rendah serat menyebabkan bentuk feses menjadi
kecil, yang bisa mengakibatkan kondisi mengejan selama BAB. Peningkatan tekanan
ini menyebabkan pembengkakan dari hemoroid, kemungkinan gangguan oleh
venous rectum. Kehamilan atau obesitas memberikan tegangan abnormal dari otot
sfingter internal juga dapat menyebabkan masalah hemoroid, mungkin melalui
mekanisme yang sama. Penurunan venous return dianggap sebagai mekanisme aksi.
Kondisi terlalu lama duduk di toilet (atau saat membaca) diyakini menyebabkan
penurunan relatif venous return di daerah perianal (yang disebut dengan efek
tourniquet), mengakibatkan kongesti vena dan terjadilah hemoroid. Kondisi penuaan
menyebabkan melemahnya struktur pendukung, yang memfasilitasi prolaps.
Mengejan dan konstipasi telah lama dianggap sebagai penyebab dalam
pembentukan hemoroid. Pasien yang melaporkan hemoroid memiliki tonus kanal
istirahat lebih tinggi dari biasanya. Tonus istirahat setelah hemorrhoidektomi lebih
rendah dari pada sebelum prosedur. Perubahan dalam tonus istirahat adalah
mekanisme aksi dilatasi. Hipertensi portal telah sering disebutkan dalam
hubungannya dengan hemoroid. Perdarahan masif dari hemoroid pada pasien dengan
hipertensi portal biasanya bersifat masif. Varises anorektal merupakan kondisi umum
pada pasien dengan hipertensi portal. Varises terjadi di midrektum, di antara sistem
portal dan vena inferior rektal. Varises terjadi lebih sering pada pasien yang
nonsirosis dan mereka jarang mengalami perdarahan.
Kondisi hemoroid dapat memberikan berbagai manifestasi klinis berupa nyeri
dan perdarahan anus. Hemoroid interna tidak menyebabkan sakit karena berada di
atas garis dentate dan tidak ada inervasi saraf. Namun, mereka mengalami
perdarahan, prolaps dan sebagai hasil dari deposisi dari suatu iritasi ke bagian
sensitif kulit perianal sehingga menyebabkan gatal dan iritasi. Hemoroid internal
dapat menghasilkan rasa sakit perianal oleh prolaps dan menyebabkan spasme
sfingter di sekitar hemoroid. Spasme otot ini mengakibatkan ketidaknyamanan
sekitar anus. Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya
anemia berat.
Hemoroid eksternal menyebabkan 4indakan44 akut yang mendasari vena
hemoroid eksternal dapat terjadi. Konsisi hemoroid eksternal juga memberikan
manifestasi kurang higienis akibat kelembapan dan rangsangan akumulasi 4inda
(Muttaqin & Sari, 2011).

4. Derajat hemoroid
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), terdapat 4 derajat hemoroid yaitu sebagai
berikut :
a. Derajat 1 : Pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus. Hanya
dapat dilihat dengan anorektoskop
b. Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan
c. Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari
d. Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung untuk
mengalami thrombosis dan infark

Gambar 1. Derajat Hemoroid

Sumber: (Muttaqin & Sari, 2011).

5. Manifestasi Klinis
Menurut Kardiyudiani & Susanti (2019), tanda dan gejala umum hemoroid
meliputi:
a. Perdarahan tanpa rasa sakit saat buang air besar
b. Gatal atau iritasi di daerah anus
c. Nyeri atau ketidaknyamanan
d. Pembengkakan di sekitar anus
e. Benjolan dekat anus, yang mungkin sensitif atau menyakitkan (wasir trombosis)
6. Pathway
Sering mengejan, peningkatan tekanan intra abdomen, usia
lanjut, konstipasi kronik, kurang minum air, kurang konsumsi
makanan berserat, kurang olahraga

Penurunan relative venous return didaerah perianal (efek tourniquet)

Aliran vena balik terganggu

Pelebaran dari vena-vena di dalam


Pleksus hemoroidalis

HEMOROID

Pembedahan

Pre Operasi Post Operasi

Discontinuitas Penurunan
Peradangan pada Kurang terpapar jaringan peristaltik usus
pleksus hemoroidalis informasi

Luka Insisi Penurunan


Nyeri Akut motilitas
Respon psikologis
tidak adekuat gastrointestinal
Nyeri Akut
Mengabaikan
dorongan untuk
Ansietas Konstipasi
defekasi akibat
nyeri

Konstipasi

Sumber: (Muttaqin & Sari, 2011).


7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan colok anus
Diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum. Pada hemoroid
interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan
biasanya tidak nyeri.
b. Anoskopi
Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar.
c. Proktosigmoidoskopi
Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses
keganasan di tingkat yang lebih tinggi.
8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Kardiyudiani & Susanti (2019), penatalaksanaan medis pada hemoroid
sebagai berikut :
a. Pengobatan di rumah
1)Konsumsi makanan berserat tinggi
2)Menggunakan perawatan topical. Oleskan krim wasir atau supositoria yang
mengandung hidrokortison
3)Merendam anus secara teratur dalam air hangat
4)Menjaga kebersihan area anal
5)Menempatkan kompres es
6) Mengonsumsi peredam nyeri oral. Pasien dapat menggunakan acetaminophen,
aspirin, atau ibuprofen sementara untuk membantu meringankan ketidaknyamanan.
b. Obat – obatan
Jika hemoroid hanya menimbulkan ketidaknyamanan ringan, maka terapi yang
diberikan yaitu pemberian krim, salep, supositoria, atau bantalan.
c. Thrombectomy hemoroid eksternal
Jika gumpalan darah (trombosis) telah berbentuk pada wasir eksternal, dokter dapat
menghilangkan bekuan dengan sayatan dan drainase sederhana.
d. Prosedur minimal invasif
Untuk perdarahan persisten atau wasir yang menyakitkan, dokter dapat salah satu
prosedur minimal invasif lain yang tersedia, meliputi ligasi karet gelang, injeksi
(skleroterapi), dan koagulasi (inframerah, laser, dan bipolar).
e. Prosedur operasi
Jika prosedur lain tidak berhasil atau pasien memiliki wasir yang parah, dokter
dapat merekomendasikan prosedur pembedahan berupa hemoroidektomi.
Perawatan perioperatif menurut Rosdahl & Kowalski (2017)
1) Persiapan pre operasi
Sebelum pembedahan, dokter bedah atau dokter anestesiologi menuliskan
program yang diindikasikan dengan pasti apa obat dan persiapan fisik yang
diperlukan pasien. Penting untuk mengajarkan pasien melaksanakan program
praoperasi yang tepat, karena hal tersebut akan memengaruhi kesuksesan
pembedahan. Sambil mengajarkan asuhan praoperasi, ingat perasaan pasien dan
keluarga serta perlunya mereka untuk ditenangkan. Dalam pembedahan darurat,
periode praoperasi mungkin sangat singkat. Dalam keterbatasan ini, ingat untuk
memberikan dukungan emosional ke semua pasien.
Menjelaskan apa yang akan terjadi selama dan setelah pembedahan paling
membantu dalam mempersiapkan pasien dan keluarga. Mereka yang memahami
prosedur ini biasanya lebih rileks dan kooperatif. Informasikan pasien dan
keluarga tentang apa yang diharapkan ketika pasien kembali dari ruang operasi.
Ajarkan pasien bagaimana melakukan latihan pernapasan.
2) Pasca operasi
Hampir semua rumah sakit memiliki sebuah ruangan atau deretan ruangan
yang dibuat di samping untuk perawatan pasien sesaat setelah pembedahan.
Berbagai nama digunakan untuk mengidentifikasi area ini, termasuk unit
perawatan pascaanestesia (postanesthesia care unit, PACU). Pasien secara
cermat dipantau di PACU sampai ia pulih dari anestesia dan bersih secara medis
untuk meninggalkan unit. Pemantauan spesifik termasuk ABC dasar kehidupan.
Pada saat pasien kembali dari PACU ke area penerimaan rawat jalan atau
ke unit keperawatan, pasien biasanya terjaga dan menyadari sejumlah
ketidaknyamanan. Nyeri biasanya merupakan ketidaknyamanan pertama
pascaoperasi yang disadari oleh pasien. Nyeri dievaluasi setiap kali tanda vital
yang lain diukur. Nyeri biasanya paling berat sesaat setelah pasien pulih dari
anestesi.
9. Komplikasi
Menurut Haryono (2012), komplikasi hemoroid yang paling sering terjadi adalah :
a. Perdarahan, dapat sampai dengan anemia
b. Trombosis (pembekuan darah dalam hemoroid)
c. Hemoroidal strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah
dihalangi oleh sfingterani

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut Muttaqin & Sari (2011), pada pengkajian anamnesis didapatkan sesuai
dengan kondisi klinik perkembangan penyakit.
a. Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri, perdarahan pada anus, dan
merasa ada benjolan di sekitar anus. Keluhan nyeri yang hebat jarang sekali ada
hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna
yang mengalami thrombosis.
b. Pengkajian riwayat penyakit dahulu, perawat menanyakan faktor predisposisi
yang berhubungan dengan hemoroid, seperti adanya hemoroid sebelumnya,
riwayat peradangan pada usus, dan riwayat diet rendah serat.
c. Pada pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta
perlunya pemenuhan informasi, intervensi keperawatan, pengobatan, dan rencana
pembedahan.
d. Pemeriksaan survei umum bisa terlihat sakit ringan, sampai gelisah akibat
menahan sakit. TTV bisa normal atau bisa didapatkan perubahan, seperti
takikardi, peningkatan pernapasan.
e. Pemeriksaan anus untuk melihat adanya benjolan pada anus, kebersihan dan
adanya ulserasi di sekitar anus. Pemeriksaan colok anus, hemoroid interna tidak
dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanya
tidak nyeri. Colok anus diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
rektum.
Menurut Haryono (2012), pengkajian pada hemoroid sebagai berikut :
a. Riwayat kesehatan
Apakah ada rasa gatal, terbakar dan nyeri selama defekasi? Adakah nyeri
abdomen? Apakah terdapat perdarahan pada rektum? Bagaimana pola eliminasi?
Apakah sering menggunakan laksatif?
b. Riwayat diet
Bagaimana pola makan pasien? Apakah pasien mengkonsumsi makanan yang
mengandung serat?
c. Riwayat pekerjaan
Apakah pasien melakukan pekerjaan yang memerlukan duduk atau berdiri
dalam waktu lama?
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
c. Konstipasi berhubungan dengan kebiasaan menahan dorongan defekasi
Post Operasi :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur pembedahan)
b. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal

3. Intervensi Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan asuhan keperawatan
Observasi
dengan agen selama ……. X
pencedera …… maka nyeri akut 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisiologis menurun dengan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
(inflamasi) kriteria hasil: nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
Tingkat Nyeri
(L.08066) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor yang memperberat
menurun dan memperingan nyeri
2. Meringis menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
3. Sikap protektif keyakinan tentang nyeri
menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya
4. Gelisah menurun terhadap repson nyeri
5. Kesulitan tidur
menurun 7. Monitor keberhasilan terapi
6. Menarik diri
komplementer yang sudah
menurun
diberikan
7. Berfokus pada diri 8. Monitor efek samping
sendiri menurun penggunaan analgetik
8. Diaforesis menurun Terapeutik
9. Perasaan depresi
(tertekan) menurun 1. Berikan teknik non farmakologis
10.Perasaan takut untuk mengurangi rasa nyeri (mis :
mengalami cidera TENS, hypnosis, akupresure, terapi
menurun music, biofeedback, terapi pijat,
11.Anoreksia menurun aromaterapi, teknik imajinasi
12.Frekuensi nadi terbimbing, kompres hangat atau
membaik dingin, terapi bermain)
13.Pola nafas membaik 2. Kontrol lingkungan yang
14.Tekanan darah memperberat rasa nyeri (mis : suhu
membaik ruangan, pencahayaan, kebisingan)
15.Proses berpikir 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
membaik
16.Fokus membaik 4. Pertimbangkan jenis dan
17.Fungsi berkemih sumber nyeri dalam
membak pemeliharaan strategi
18.Perilaku membaik meredakan nyeri
19.Nafsu makan Edukasi
membaik 1. Jelaskan penyebab, periode, dan
20.Pola tidur membaik pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakaologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Pemberian analgetik jika perlu
2. Ansietas Setelah dilakukan
Reduksi Ansietas I.094314
berhubungan asuhan keperawatan
Observasi
dengan krisis selama ……. X
1. Identifikasi saat tingkat ansietas
situasional …… maka Ansietas
berubah (mis. Kondisi, waktu,
menurun dengan
stressor)
kriteria hasil
2. Identifikasi kemampuan
L.09093
mengambil keputusan
1. Verbalisasi
3. Monitor tanda-tanda ansietas
kebingungan
(verbal dan nonverbal)
menurun
2. Verbalisasi Teraupetik
kekhawatir
1. Ciptakan suasana teraupetik
akibat kondisi
untuk menumbuhkan
yang dihadapi
kepercayaan
menurun
2. Temani pasien untuk mengurangi
3. Perilaku
kecemasan , jika memungkinkan
gelisah
3. Pahami situasi yang membuat
menurun
ansietas
4. Perilaku
4. Dengarkan dengan penuh
tegang
perhatian
menurun
5. Gunakan pendekatan yang
5. Keluhan
tenang dan meyakinkan
pusing
6. Tempatkan barang pribadu yang
menurun
memberikan kenyamanan
6. Anoreksia
7. Motivasi mengidentifikasi situasi
menurun
yang memicu kecemasan
7. Palpitasi
8. Diskusikan perencanaan realistis
menurun
tentang peristiwa yang akan
8. Frekuensi
datang
pernapasan
menurun Edukasi
9. Frekuensi nadi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
menurun
sensasi yang memungkinkan
10. Tekanan darah
dialami
menurun
2. Informasikan secara faktua;
11. Diaforesis
mengenal diagnosis, pengobatan,
menurun
prognosis
12. Tremor
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
menurun
bersama pasien, jika perlu
13. Pucat menurun
4. Anjurkan melakukan kegiatan
14. Konsentrasi
yang kompetitif , sesuai
tidur membaik
kebutuhan
15. Pola tidur
5. Anjurkan mengungkapkan
membaik
perasaan dan persepsi
16. Perasaan
6. Latih kegiatan pengalihan untuk
keberdayaan
mengurangi ketegangan
membaik
7. Latih penggunaan mekanisme
17. Kontak mata
pertahanan diri yang tepat
mambaik
8. Latih teknik relaksasi
18. Pola berkemih
membaik Kolaborasi
19. Orientasi
1. Kolaborasikan pemberian obat
membaik
ansietas, jika perlu.

3. Konstipasi Setelah diberikan 1. Manajemen Eliminasi Fekal


berhubungan asuhan keperawatan Observasi
dengan selama …x24 jam a. Identifikasi masalah usus dan
kebiasaan diharapkan konstipasi penggunaan oobat pencahar
menahan dapat membaik dengan b. Identifikasi pengobatan yang berefek
dorongan kriteria hasil: pada kondisi gastrointestinal
defekasi Eliminasi Fekal c. Monitor buang air besar (mis. warna,
1. Kontrol pengeluaran konsistensi, volume)
feses meningkat d. Monitor tanda dan gejala diare,
2. Keluhan defekasi konstipasi, atau impaksi
lama dan sulit Terapeutik
menurun a. Berikan air hangat setelah makan
3. Mengejan saat b. Jadwalkan waktu defekasi bersama
defekasi menurun pasien
4. Distensi abdomen c. Sediakan makanan tinggi serat
menurun Edukasi
5. Teraba massa pada a. Jelaskan jenis makanan yang
rektal menurun membantu meningkatkan keteraturan
6. Urgency menurun peristaltik usus
7. Nyeri abdomen b. Anjurkan mencatat warna, frekuensi,
menurun konsistensi, volume feses
8. Kram abdomen c. Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik,
menurun sesuai toleransi
9. Konsistensi feses d. Anjurkan pengurangan asupan
membaik makanan yang meningkatkan
10. Frekuensi pembentukan gas
defekasi e. Anjurkan mengkonsumsi makanan
11. Peristaltik usus yang mengandung serat
membaik f. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan, jika tidak terkontraindikasi
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat supositoria
anal, jika perlu.

2. Manajemen Konstipasi
Observasi
a. Periksa tanda dan gejala konstipasi
b. Periksa pergerakan usus, karakteristik
feses (konsistensi, bentuk, volume
dan warna)
c. Identifikasi faktor risiko konstipasi
(mis. obat-obatan, tirah baring, dan
diet rendah serat)
d. Monitor tanda dan gejala ruptur usus
dan/atau periotinitis
Terapeutik
a. Anjurkan diet tinggi serat
b. Lakukan masase abdomen, jika perlu
c. Lakukan evaluasi feses secara manual,
jika perlu
Edukasi
a. Jelaskan etiologi masalah dan alasan
tindakan
b. Anjurkan peningkatan asupan cairan,
jika tidak ada kontraindikasi
c. Latih buang air besar secara teratur
d. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi
a. Konsultasi dengan tim medis tentang
penurunan / peningkatan frekuensi
suara usus
b. Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu.
4. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan asuhan keperawatan
Observasi
dengan agen selama ……. X
pencedera fisik …… maka nyeri akut 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
(prosedur menurun dengan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
pembedahan) kriteria hasil : nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
Tingkat Nyeri
(L.08066) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor yang memperberat
menurun dan memperingan nyeri
2. Meringis menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
3. Sikap protektif keyakinan tentang nyeri
menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya
4. Gelisah menurun terhadap repson nyeri
5. Kesulitan tidur
menurun 7. Monitor keberhasilan terapi
6. Menarik diri komplementer yang sudah
menurun diberikan
8. Monitor efek samping
7. Berfokus pada diri
penggunaan analgetik
sendiri menurun
Terapeutik
8. Diaforesis menurun
9. Perasaan depresi 5. Berikan teknik non farmakologis
(tertekan) menurun untuk mengurangi rasa nyeri (mis :
10.Perasaan takut TENS, hypnosis, akupresure, terapi
mengalami cidera music, biofeedback, terapi pijat,
menurun aromaterapi, teknik imajinasi
11.Anoreksia menurun terbimbing, kompres hangat atau
12.Frekuensi nadi dingin, terapi bermain)
membaik
6. Kontrol lingkungan yang
13.Pola nafas membaik memperberat rasa nyeri (mis : suhu
14.Tekanan darah ruangan, pencahayaan, kebisingan)
membaik 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
15.Proses berpikir
membaik 8. Pertimbangkan jenis dan
16.Fokus membaik sumber nyeri dalam
17.Fungsi berkemih pemeliharaan strategi
membak meredakan nyeri
18.Perilaku membaik Edukasi
19.Nafsu makan 6. Jelaskan penyebab, periode, dan
membaik
pemicu nyeri
20.Pola tidur membaik
7. Jelaskan strategi meredakan nyeri
8. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
9. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
10. Ajarkan teknik
nonfarmakaologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Pemberian analgetik jika perlu
5. Konstipasi Setelah diberikan 1. Manajemen Eliminasi Fekal
berhubungan asuhan keperawatan Observasi
dengan selama …x24 jam a. Identifikasi masalah usus dan
penurunan diharapkan konstipasi penggunaan oobat pencahar
motilitas dapat membaik dengan b. Identifikasi pengobatan yang berefek
gastrointestinal kriteria hasil: pada kondisi gastrointestinal
Eliminasi Fekal c. Monitor buang air besar (mis. warna,
1. Kontrol konsistensi, volume)
pengeluaran d. Monitor tanda dan gejala diare,
feses konstipasi, atau impaksi
meningkat Terapeutik
2. Keluhan defekasi a. Berikan air hangat setelah makan
lama dan sulit b. Jadwalkan waktu defekasi bersama
menurun pasien
3. Mengejan saat c. Sediakan makanan tinggi serat
defekasi menurun Edukasi
4. Distensi abdomen a. Jelaskan jenis makanan yang
menurun membantu meningkatkan keteraturan
5. Teraba massa pada peristaltik usus
rektal menurun b. Anjurkan mencatat warna, frekuensi,
6. Urgency menurun konsistensi, volume feses
7. Nyeri abdomen c. Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik,
menurun sesuai toleransi
8. Kram abdomen d. Anjurkan pengurangan asupan
menurun makanan yang meningkatkan
9. Konsistensi feses pembentukan gas
membaik e. Anjurkan mengkonsumsi makanan
10. Frekuensi yang mengandung serat
defekasi f. Anjurkan meningkatkan asupan
Peristaltik usus cairan, jika tidak terkontraindikasi
membaik Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat supositoria
anal, jika perlu.

2. Manajemen Konstipasi
Observasi
a. Periksa tanda dan gejala konstipasi
b. Periksa pergerakan usus, karakteristik
feses (konsistensi, bentuk, volume
dan warna)
c. Identifikasi faktor risiko konstipasi
(mis. obat-obatan, tirah baring, dan
diet rendah serat)
d. Monitor tanda dan gejala ruptur usus
dan/atau periotinitis
Terapeutik
a. Anjurkan diet tinggi serat
b. Lakukan masase abdomen, jika perlu
c. Lakukan evaluasi feses secara manual,
jika perlu
Edukasi
a. Jelaskan etiologi masalah dan alasan
tindakan
b. Anjurkan peningkatan asupan cairan,
jika tidak ada kontraindikasi
c. Latih buang air besar secara teratur
d. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi
a. Konsultasi dengan tim medis tentang
penurunan / peningkatan frekuensi
suara usus
b. Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Haryono, R. (2012). Keperawatan medikal bedah sistem pencernaan. Yogyakarta:


Gosyen Publishing.
Kardiyudiani dan Susanti, (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: PT
Pustaka Buku.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan gastrointestinal: aplikasi asuhan
keperawatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi: Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis NANDA & NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1, Cetakan III, Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II, Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II, Jakarta Selatan: DPP PPNI
Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar Edisi 10.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai