Anda di halaman 1dari 27

53

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dari data yang

telah dikumpulkan pada tanggal 17 Mei sampai dengan 17 Juni 2020 di Ruang

Rawat Bedah Wanita dan Ruang Rawat Bedah Pria di RSUD Meuraxa Banda

Aceh dengan jumlah responden sebanyak 36 orang. Maka hasil dari pengolahan

data dapat dilihat sebagai berikut:

5.1.1. Data Demografi

Data demografi dalam penelitian ini meliputi: Usia, Jenis Kelamin,

Pendidikan, Pekerjaan, Tipe Pembedahan. Gambaran data demografi dapat

dilihat pada tabel distribusi frekuensi di bawah ini:

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden berdasarkan
Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Tipe Pembedahan Di
Ruang Rawat Bedah wanita dan Pria RSUD Meuraxa Banda Aceh
Tahun 2021 (n=36)

No Data Demografi Frekuensi Persentase


(f) (%)
1 Usia
1. < 25 Tahun 2 5,6
2. 25 – 35 Tahun 3 8,3
3. 36- 60 Tahun 31 86,1

Jumlah 36 100
2 Jenis Kelamin
1. Laki-laki 16 44,4
2. Perempuan 20 55,6
Jumlah 36 100
3 Pendidikan
1. SD 6 16,7
2. SMP 6 16,7
54

No Data Demografi Frekuensi Persentase


(f) (%)
3. SMA 20 55,6
4. Perguruan Tinggi 4 11,1

Jumlah 36 100
4 Pekerjaan
1. PNS 1 2,8
2. Wiraswasta 12 33,3
3. Karyawan 5 13,9
4. Bertani 6 16,7
5. IRT 10 27,8
6. Mahasiswa 2 5,6

Jumlah 36 100
5 Tipe Pembedahan
1. Fr. Pelvis 4 11,1
2. Fr. Femur 6 16,7
3. Fr. Tibia 10 27,8
4. Fr. Fibula 10 27,8
5. Fr. Ankle 3 8,3
6. Fr. Metatarsal 3 8,3

Jumlah 36 100
Sumber: Data Primer,Diolah (2021)

Berdasarkan tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa yang menjadi

responden paling banyak dalam kategori umur berada pada umur 36 – 60

tahun dengan jumlah responden sebanyak 31 responden atau (86,1 %),

berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak menjadi responden adalah

responden perempuan yaitu mencapai 20 responden atau (55,6), selanjutnya

berdasarkan tingkat pendidikan yang paling banyak menjadi responden

adalah responden dengan tingkat pendidikan tamat SMA yaitu mencapai 20

responden atau (55,6%), selanjutnya berdasarkan pekerjaan yang paling

banyak menjadi responden adalah responden dengan jenis pekerjaan

wiraswata yaitu sebanyak 12 atau (33,3%), Selanjutnya berdasarkan tipe


55

pembedahan yang paling banyak menjadi responden adalah responden

dengan tipe pembedahan fraktur tibia dan fibula yaitu masing masing

sebanyak 10 responden atau (27,8%).

5.1.2 Analisa univariat

Data faktor faktor mobilisasi dini dalam penelitian ini dikategorikan

kedalam 5 kategori yaitu kategori kondisi kesehatan yang meliputi suhu,

tekanan darah, pernafasan, hb, tingkat nyeri. Setelah itu kategori gaya hidup,

dukungan sosial, pengetahuan. Untuk data hasil penelitian responden dapat

dilihat pada tabel 5.2 di bawah ini:

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kondisi kesehatan yaitu suhu,
tekanan darah, pernafasan, Hb, tingkat Nyeri responden Diruang
Rawat Bedah Wanita dan Pria RSUD Meuraxa Banda Aceh 2021

No Kondisi Kesehatan Frekuensi Persentase


(f) (%)
1 Suhu
a. Normal 23 63,9
b. Abnormal 13 36,1

Jumlah 36 100
2 Tekanan Darah
a. Normal 19 52,8
b. Abnormal 17 47,2

Jumlah 36 100
3 Pernafasan
a. Normal 28 77,8
b. Abnormal 8 22,2
Jumlah 36 100
4 Hemoglobin/ Hb
a. Normal 24 66,7
b. Abnormal 12 33,3

Jumlah 36 100
56

No Kondisi Kesehatan Frekuensi Persentase


(f) (%)
5 Tingkat nyeri
a. Tidak nyeri 0 0
b. Nyeri ringan 0 0
c. Nyeri sedang 16 44,4
d. Nyeri berat 20 55,6
e. Nyeri sangat berat 0 0
Jumlah 36 100
Sumber: Data Primer,Diolah (2021)

Berdasarkan hasil penelitian tabel 5.2 didapatkan bahwa distribusi

tertinggi kondisi kesehatan diantaranya suhu responden dengan kategori

normal, yaitu sebanyak 23 responden dengan persentase (63,9%), selanjutnya

tekanan darah responden dengan kategori normal, yaitu sebanyak 19

responden dengan persentase (52,8%), selanjutnya pernafasan responden

dengan kategori normal, yaitu sebanyak 28 responden dengan persentase

(77,8%), selanjutnya hemoglobin responden dengan kategori normal, yaitu

sebanyak 24 responden dengan persentase (66,7%), sedangkan tingkat nyeri

distribusi tertinggi dengan kategori nyeri berat, yaitu sebanyak 20 reponden

dengan persentase (55,6%).

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Gaya Hidup Responden
Diruang Rawat Bedah Wanita dan Pria RSUD Meuraxa Banda Aceh
2021

No. Faktor Gaya Hidup Frekuensi (f) Persentase (%)


1. Baik 15 41,7
2. Kurang baik 21 58,3

Jumlah 36 100
Sumber: Data Primer,Diolah (2021)

Berdasarkan hasil penelitian tabel 5.3 didapatkan bahwa distribusi

tertinggi gaya hidup responden adalah kategori kurang baik yaitu sebanyak
57

21 responden dengan persentase (58,3%), dan kemudian dilanjutkan dengan

distribusi terendah Kategori normal yaitu sebanyak 15 responden dengan

persentase (41,7%).

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Dukungan Sosial
Responden Diruang Rawat Bedah Wanita dan Pria RSUD Meuraxa
Banda Aceh 2021

No. Faktor Dukungan sosial Frekuensi (f) Persentase (%)


1. Baik 22 61,1
2. Kurang baik 14 38,9

Jumlah 36 100
Sumber: Data Primer,Diolah (2021)

Berdasarkan hasil penelitian tabel 5.4 didapatkan bahwa distribusi

tertinggi Faktor Dukungan sosial responden adalah kategori baik, yaitu

sebanyak 22 responden dengan persentase (61,1%), dan kemudian dilanjutkan

dengan distribusi terendah kategori kurang baik yaitu sebanyak 14 responden

dengan persentase (38,9%).

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Pengetahuan Responden
Diruang Rawat Bedah Wanita dan Pria RSUD Meuraxa Banda Aceh
2021

No. Faktor Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase(%)


1. Baik 16 44,4
2. Kurang Baik 20 55,6
Jumlah 36 100
Sumber: Data Primer,Diolah (2021)
Berdasarkan hasil penelitian tabel 5.5 didapatkan bahwa distribusi

tertinggi berdasarkan Faktor Pengetahuan responden adalah kategori kurang

baik, yaitu sebanyak 20 responden dengan persentase (55,6), dan kemudian


58

dilanjutkan dengan distribusi terendah kategori baik yaitu sebanyak 16

responden (44,4%).

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Mobilisasi Dini Responden
Diruang Rawat Bedah Wanita dan Pria RSUD Meuraxa Banda Aceh
Tahun 2021

No. Tingkat Mobilisasi dini Frekuensi (f) Persentase (%)


1. Mandiri 0 0
2. Diawasi 0 0
3. Dibantu minimal 0 0
4. Sedang 0 0
5. Maksimal 19 52,8
6. Gagal 17 47,2
7. Tidak Diuji 0 0

Jumlah 36 100
Sumber : Data primer Diolah ,(2021)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden setelah menjalani operasi Fraktur di RSUD Meuraxa mengalami

hambatan dalam melakukan mobilisasi dini dengan tingkat mobilisasi dini

yaitu maksimal sebanyak 19 responden dengan persentase (52,8%). Dan

yang mengalami tingkat mobilisasi dini dengan gagal sebanyak 17 responden

dengan persentase (47,2%).

5.1.3 Analisa bivariat

Analisa bivariat yaitu analisis yang digunakan untuk menerangkan

keeratan hubungan antara dua variabel. Adapun analisis yang digunakan


59

yaitu uji Chi square. Dikatakan signifikan apabila ada pengaruh yang

bermakna,jika p-value ≤ 0,05), maka Ha diterima dan jika p-value > 0,05

maka Ha ditolak.

Tabel 5.7
Hubungan Faktor Kondisi Kesehatan meliputi suhu, tekanan darah,
pernafasan, hb, tingkat nyeri dengan Mobilisasi dini Responden Diruang
Rawat Bedah Pria dan wanita RSUD Meuraxa Banda Aceh 2021

Mobilisasi dini
Suhu Mandiri Diawasi Dibantu
Sedang
Minimal
n % n % n % n %
Normal 0 0 0 0 0 0 0 0
Abnormal 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0 0 0

Mobilisasi dini
Suhu Maksimal Gagal Tidak diuji
α p
N % n % n %
Normal 11 47,8% 12 52,2% 0 0 0,05 0,429
Abnormal 8 61,5% 5 38,5% 0 0
Total 19 52,8% 17 47,2% 0 0

Sumber : Data primer Diolah, (2021)

Berdasarkan analisa data pada tabel diatas diketahui dari 36

responden pada faktor kondisi kesehatan yaitu suhu, nilai tertinggi tingkat

mobilisasi dini pada suhu adalah normal dengan kategori gagal yaitu 12

(52,2%), pada suhu abnormal berkategori maksimal 8 (61,8%).

Berdasarkan hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa tingkat

signifikansi hasil pengujian sebesar p-value = 0,429 atau lebih besar dari

tingkat signifikannya yang telah ditetapkan yaitu α = 0,05. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa Ha ditolak, berarti tidak ada hubungan bermakna


60

antar faktor kondisi kesehatan yaitu suhu terhadap mobilisasi dini pada

pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang rawat bedah wanita

dan pria di RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh.

Tabel 5.8
Hubungan Faktor Kondisi Kesehatan yaitu tekanan darah dengan
Mobilisasi dini Responden Diruang Rawat Bedah Pria dan wanita RSUD
Meuraxa Banda Aceh 2021

Mobilisasi dini
Tekanan Mandiri Diawasi Dibantu
darah Sedang
Minimal
N % n % n % n %
Normal 0 0 0 0 0 0 0 0
Abnormal 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0 0 0

Mobilisasi dini
Suhu Maksimal Gagal Tidak diuji
α p
N % N % n %
Normal 9 47,4 % 10 52,6% 0 0 0,05 0,492
Abnormal 10 58,8% 7 41,2% 0 0
Total 19 52,8% 17 47,2% 0 0

Sumber : Data primer Diolah, (2021)


Berdasarkan analisa data pada tabel diatas diketahui dari 36

responden pada faktor kondisi kesehatan yaitu tekanan darah, nilai tertinggi

tingkat mobilisasi dini pada tekanan darah adalah normal dengan kategori

yaitu 10 (52,6%), pada tekanan darah yaitu abnormal berkategori maksimal

10 (58,8%).

Berdasarkan hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa tingkat

signifikansi hasil pengujian sebesar p-value = 0,492 atau lebih besar dari

tingkat signifikannya yang telah ditetapkan yaitu α = 0,05. Dengan demikian


61

dapat disimpulkan bahwa Ha ditolak, berarti tidak ada hubungan bermakna

antar faktor kondisi kesehatan yaitu tekanan darah terhadap mobilisasi dini

pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang rawat bedah

wanita dan pria di RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh.

Tabel 5.9
Hubungan Faktor Kondisi Kesehatan yaitu pernafasan dengan Mobilisasi
dini Responden Diruang Rawat Bedah Pria dan wanita RSUD Meuraxa
Banda Aceh 2021

Mobilisasi dini
Pernafasan Mandiri Diawasi Dibantu
Sedang
Minimal
N % n % n % n %
Normal 0 0 0 0 0 0 0 0
Abnormal 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0 0 0

Mobilisasi dini
Pernafasan Maksimal Gagal Tidak diuji
α p
n % n % n %
Normal 14 50,0% 14 50,0% 0 0 0,05 0,532
Abnormal 5 62,5% 3 37,5% 0 0
Total 19 52,8% 17 47,2% 0 0

Sumber : Data primer Diolah, (2021)


Berdasarkan analisa data pada tabel diatas diketahui dari 36

responden pada faktor kondisi kesehatan yaitu pernafasan, nilai tertinggi

tingkat mobilisasi dini pada pernafasan adalah normal dengan kategori

maksimal dan gagal yaitu 14 (50,0%), pada pernafasan abnormal dengan

kategori maksimal 5 (62,5%).

Berdasarkan hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa tingkat

signifikansi hasil pengujian sebesar p-value = 0,532 atau lebih besar dari
62

tingkat signifikannya yang telah ditetapkan yaitu α = 0,05. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa Ha ditolak, berarti tidak ada hubungan bermakna

antar faktor kondisi kesehatan yaitu pernafasan terhadap mobilisasi dini

pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang rawat bedah

wanita dan pria di RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh.

Tabel 5.10
Hubungan Faktor Kondisi Kesehatan yaitu Hb dengan Mobilisasi dini
Responden Diruang Rawat Bedah Pria dan wanita RSUD Meuraxa Banda
Aceh 2021

Mobilisasi dini
Hb/hemo- Mandiri Diawasi Dibantu
globin Sedang
Minimal
N % n % n % n %
Normal 0 0 0 0 0 0 0 0
Abnormal 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0 0 0

Mobilisasi dini
Hb/hemo- Maksimal Gagal Tidak diuji
globin α p
n % n % n %
Normal 16 66,7% 8 33,3% 0 0 0,05 0,018
Abnormal 3 25,0% 9 75,0% 0 0
Total 19 52,8% 17 47,2% 0 0

Sumber : Data primer Diolah, (2021)


Berdasarkan analisa data pada tabel diatas diketahui dari 36

responden pada faktor kondisi kesehatan yaitu hemoglobin, nilai tertinggi

tingkat mobilisasi dini pada hemoglobin adalah normal dengan kategori

maksimal yaitu 16 (66,7%), pada hemoglobin abnormal dengan kategori

gagal 9 (75,0%).
63

Berdasarkan hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa tingkat

signifikansi hasil pengujian sebesar p-value = 0,018 atau lebih kecil dari

tingkat signifikannya yang telah ditetapkan yaitu α = 0,05. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, berarti ada hubungan bermakna antar

faktor kondisi kesehatan yaitu hemoglobin terhadap mobilisasi dini pada

pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang rawat bedah wanita

dan pria di RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh.

Tabel 5.11
Hubungan Faktor Kondisi Kesehatan yaitu Tingkat nyeri dengan
Mobilisasi dini Responden Diruang Rawat Bedah Pria dan wanita RSUD
Meuraxa Banda Aceh 2021

Mobilisasi dini
Tingkat Mandiri Diawasi Dibantu
nyeri Sedang
Minimal
N % n % n % n %
Sedang 0 0 0 0 0 0 0 0
Berat 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0 0 0

Mobilisasi dini
Tingkat Maksimal Gagal Tidak diuji
nyeri α p
n % n % n %
Sedang 13 81,3% 3 18,8% 0 0 0,05 0,002
Berat 6 30,0% 14 70,0% 0 0
Total 19 52,8% 17 47,2% 0 0

Sumber : Data primer Diolah, (2021)


Berdasarkan analisa data pada tabel diatas diketahui dari 36

responden pada faktor kondisi kesehatan yaitu tingkat nyeri, nilai tertinggi

tingkat mobilisasi dini pada tingkat nyeri adalah tingkat nyeri sedang
64

dengan kategori maksimal yaitu 13 (81,3%), dan berat dengan kategori

gagal 14 (70,0%).

Berdasarkan hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa tingkat

signifikansi hasil pengujian sebesar p-value = 0,002 atau lebih kecil dari

tingkat signifikannya yang telah ditetapkan yaitu α = 0,05. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, berarti ada hubungan bermakna antar

faktor kondisi kesehatan yaitu tingkat nyeri terhadap mobilisasi dini pada

pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang rawat bedah wanita

dan pria di RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh.

Tabel 5.12
Hubungan Faktor gaya hidup dengan Mobilisasi dini Responden Diruang
Rawat Bedah Pria dan wanita RSUD Meuraxa Banda Aceh 2021

Mobilisasi dini
Gaya Mandiri Diawasi Dibantu
hidup Sedang
Minimal
N % n % n % n %
Baik 0 0 0 0 0 0 0 0
Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0 0 0

Mobilisasi dini
Gaya Maksimal Gagal Tidak diuji
hidup α p
n % N % n %
Baik 13 86,7% 2 13,3% 0 0 0,05 0,001
Kurang 6 28,6% 15 71,4% 0 0
Total 19 52,8% 17 47,2% 0 0

Sumber : Data primer Diolah, (2021)


Berdasarkan analisa data pada tabel diatas diketahui dari 36

responden pada faktor gaya hidup, nilai tertinggi yaitu tingkat mobilisasi
65

dini pada gaya hidup adalah baik dengan kategori maksimal yaitu 13

(81,3%), dan gaya hidup yang kurang baik dengan kategori gagal yaitu 15

(71,4%).

Berdasarkan hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa tingkat

signifikansi hasil pengujian sebesar p-value = 0,001 atau lebih kecil dari

tingkat signifikannya yang telah ditetapkan yaitu α = 0,05. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, berarti ada hubungan bermakna antar

faktor gaya hidup terhadap mobilisasi dini pada pasien post operasi fraktur

ekstremitas bawah di ruang rawat bedah wanita dan pria di RSUD Meuraxa

Kota Banda Aceh.

Tabel 5.13
Hubungan Faktor dukungan sosial dengan Mobilisasi dini Responden
Diruang Rawat Bedah Pria dan wanita RSUD Meuraxa Banda Aceh 2021

Mobilisasi dini
Dukungan Mandiri Diawasi Dibantu
sosial Sedang
Minimal
N % n % n % n %
Baik 0 0 0 0 0 0 0 0
Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0 0 0

Mobilisasi dini
Dukungan Maksimal Gagal Tidak diuji
sosial α p
n % n % n %
Baik 12 54,5% 10 45,5% 0 0 0,05 0,790
kurang 7 50,0% 7 50,0% 0 0
Total 19 52,8% 17 47,2% 0 0

Sumber : Data primer Diolah, (2021)


Berdasarkan analisa data pada tabel diatas diketahui dari 36

responden pada faktor dukungan sosial, nilai tertinggi yaitu tingkat


66

mobilisasi dini pada dukungan sosial adalah baik dengan kategori maksimal

yaitu 12 (54,5%), pada dukungan sosial yang kurang baik dengan kategori

maksimal dan gagal 7 (50,0%).

Berdasarkan hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa tingkat

signifikansi hasil pengujian sebesar p-value = 0,790 atau lebih besar dari

tingkat signifikannya yang telah ditetapkan yaitu α = 0,05. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa Ha ditolak, berarti tidak ada hubungan bermakna

antar faktor dukungan sosial terhadap mobilisasi dini pada pasien post

operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang rawat bedah wanita dan pria di

RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh.

Tabel 5.14
Hubungan Faktor pengetahuan dengan Mobilisasi dini Responden
Diruang Rawat Bedah Pria dan wanita RSUD Meuraxa Banda Aceh 2021

Mobilisasi dini
pengetahu Mandiri Diawasi Dibantu
an Sedang
Minimal
N % n % n % n %
Baik 0 0 0 0 0 0 0 0
Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0 0 0

Mobilisasi dini
Pengetahu Maksimal Gagal Tidak diuji
an α p
N % n % n %
Baik 14 87,5% 2 12,5% 0 0 0,05 0,001
Kurang 5 25,0% 15 75,0% 0 0
Total 19 52,8% 17 47,2% 0 0

Sumber : Data primer Diolah, (2021)


67

Berdasarkan analisa data pada tabel diatas diketahui dari 36

responden pada faktor pengetahuan, nilai tertinggi yaitu tingkat mobilisasi

dini pada pengetahuan adalah baik dengan kategori maksimal yaitu 14

(87,5%), dan kurang dengan kategori gagal 15 (75,0%).

Berdasarkan hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa tingkat

signifikansi hasil pengujian sebesar p-value = 0,001 atau lebih kecil dari

tingkat signifikannya yang telah ditetapkan yaitu α = 0,05. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, berarti ada hubungan bermakna antar

faktor pengetahuan terhadap mobilisasi dini pada pasien post operasi fraktur

ekstremitas bawah di ruang rawat bedah wanita dan pria di RSUD Meuraxa

Kota Banda Aceh.


68

5.2 Pembahasan

1. Hubungan Kondisi kesehatan dengan Mobilisasi dini Pada Pasien post

operasi Fraktur Ekstremitas Bawah

Berdasarkan hasi bivariat tabel 5.7 pada variabel faktor suhu dapat

dilihat bahwa dari 36 Responden di ruang rawat inap bedah pria dan

wanita, responden dengan kategori faktor kondisi kesehatan yaitu suhu, nilai

tertinggi tingkat mobilisasi dini pada suhu adalah normal dengan kategori

gagal yaitu 12 (52,2%), pada suhu abnormal berkategori maksimal 8

(61,8%). Dari hasil angka diatas dapat disimpulkan bahwa suhu yang

normal mengalami tingkat mobilisasi dini yang gagal.

Hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,429 (p <0,05) yang artinya

tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor suhu dengan mobilisasi

dini pada pasien post fraktur ekstremitas bawah di ruang rawat inap bedah

wanita dan pria RSUD Meuraxa Banda Aceh.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hernawily (2012) tentang

faktor yang berkontribusi pada pelaksanaan ambulasi dini pasien fraktur

ekstremitas bawah dengan hasil tidak terdapat hubungan antara suhu dengan

ambulasi dini post operasi dengan p-value = 0,341. Penelitian ini juga

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yanti (2009) bahwa tidak terdapat

pengaruh antara suhu dengan pelaksanaan ambulasi dini pasien paska

operasi fraktur ekstremitas bawah.

Pasien yang lemah tidak akan mampu untuk melakukan latihan

ambulasi, karena ambulasi yang aman memerlukan keseimbangan dan


69

kekuatan yang cukup untuk menopang berat badan dan menjaga postur

tubuh menurut Hoeman (2001).

Hal ini diperkuat oleh teori yang dikemukankan oleh Kaplan dan

sadock (2010) yang menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi pada semua

usia, namun kematangan dalam proses berfikir pada individu yang berumur

dewasa lebih memungkinkannya untuk menggunakan mekanisme koping

yang baik dibandingkan umur anak- anak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Diny Vellyana,dkk (2017) berjudul faktor- faktor yang berhubungan dengan

tingkat kecemasan pada pasien preoperative di RS Mitra Husada Pringsewu.

Sampel yang diteliti berjumlah 58 responden dengan hasil penelitian p-

value 0,036 yang berarti terdapat hubungan yang signifikasi antara usia

dengan kecemasan pada pasien pre operasi.

Berdasarkan hasi bivariat tabel 5.8 pada variabel faktor kondisi

kesehatan yaitu tekanan darah, nilai tertinggi tingkat mobilisasi dini pada

tekanan darah adalah normal dengan kategori gagal yaitu 10 (52,6%), pada

tekanan darah yaitu abnormal berkategori maksimal 10 (58,8%).

Hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,492 (p <0,05) yang

artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor tekanan darah

dengan mobilisasi dini pada pasien post fraktur ekstremitas bawah di

ruang rawat inap bedah wanita dan pria RSUD Meuraxa Banda Aceh.
70

Hal ini diperkuat oleh teori yang dikemukankan oleh Kaplan dan

sadock (2010) yang menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi pada semua

usia, namun kematangan dalam proses berfikir pada individu yang berumur

dewasa lebih memungkinkannya untuk menggunakan mekanisme koping

yang baik dibandingkan umur anak- anak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Diny Vellyana,dkk (2017) berjudul faktor- faktor yang berhubungan dengan

tingkat kecemasan pada pasien preoperative di RS Mitra Husada Pringsewu.

Sampel yang diteliti berjumlah 58 responden dengan hasil penelitian p-

value 0,036 yang berarti terdapat hubungan yang signifikasi antara usia

dengan kecemasan pada pasien pre operasi.

Berdasarkan hasi bivariat tabel 5.9 pada variabel faktor kondisi

kesehatan yaitu pernafasan, mobilisasi dini pada pernafasan adalah normal

dengan kategori maksimal dan gagal yaitu 14 (50,0%), pada pernafasan

abnormal dengan kategori maksimal 5 (62,5%).

Hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,532 (p <0,05) yang

artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor pernafasan

dengan mobilisasi dini pada pasien post fraktur ekstremitas bawah di

ruang rawat inap bedah wanita dan pria RSUD Meuraxa Banda Aceh.

Berdasarkan hasi bivariat tabel 5.10 pada variabel faktor hemoglobin

dapat dilihat bahwa dari 36 Responden di ruang rawat inap bedah pria dan

wanita, responden dengan kategori faktor kondisi kesehatan yaitu

hemoglobin, tingkat mobilisasi dini pada hemoglobin adalah normal dengan


71

kategori maksimal yaitu 16 (66,7%), pada hemoglobin abnormal dengan

kategori gagal 9 (75,0%).

Hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,018 (p <0,05) yang

artinya ada hubungan yang signifikan antara faktor hemoglobin dengan

mobilisasi dini pada pasien post fraktur ekstremitas bawah di ruang rawat

inap bedah wanita dan pria RSUD Meuraxa Banda Aceh.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yanti (2009) tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska

operasi fraktur ekstremitas bawah, dimana hasil penelitian menunjukan

ada pengaruh Hb dengan pelaksanaan ambulasi dini dengan p-value =

0,026.

Seseorang dengan nutrisi kurang, akan menyebabkan kelemahan dan

kelelahan otot yang berdampak pada penurunan aktivitas dan pergerakan.

Setiap orang dalam melakukan mobilisasi jelas memerlukan tenaga dan

energi, orang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan

orang yang sehat. Pasien dengan anemia menunjukan adanya defisit atau

tidak adekuatnya nutrisi, sehingga sering mengalami atropi otot,

penurunan jaringan subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit. Pasien juga akan mengalami defisiensi protein,

keseimbangan nitrogen dan tidak adekuatnya vitamin C sehingga

mempengaruhi kemampuan mobilisasi atau aktifitas Kozier (2010).

Trauma ataupun metode operasi pada fraktur batang femur yang

menimbulkan perdarahan akut dalam jumlah besar, bisa menimbulkan


72

penurunan kadar hemoglobin akibat ketidakmampuan tubuh memproduksi

sel darah merah yang cukup Nagra, ett,all (2016).Jadi pasien yang

mengalami anemia penurunan Hb tidak akan tahan melakukan ambulasi

karena cepat lelah dan pusing. Ini juga sejalan dengan pendapat Potter &

Perry yang menyatakan bahwa seseorang yang mengalami sakit kepala

ringan, pusing, kelemahan, kelelahan, kehilangan energi, dispnue dan

hampir pingsan kurang mampu untuk melakukan aktivitas seperti

ambulasiKozier (2010). kelelahan yang berlebihan bisa menyebabkan

pasien jatuh atau mengalami ketidak seimbangan pada saat latihan.

Berdasarkan hasi bivariat tabel 5.11 pada variabel faktor tingkat

nyeri dapat dilihat bahwa dari 36 Responden di ruang rawat inap bedah

pria dan wanita, responden dengan kategori faktor kondisi kesehatan yaitu

tingkat nyeri , tingkat mobilisasi dini pada tingkat nyeri adalah tingkat nyeri

sedang dengan kategori maksimal yaitu 13 (81,3%), dan berat dengan

kategori gagal 14 (70,0%).

Hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,002 (p <0,05) yang

artinya ada hubungan yang signifikan antara faktor tingkat nyeri dengan

mobilisasi dini pada pasien post fraktur ekstremitas bawah di ruang rawat

inap bedah wanita dan pria RSUD Meuraxa Banda Aceh.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Martinah (2009)

tentang pelaksanaan ambulasi dini pada pasien post operasi dengan hasil

ada hubungan yang bermakna antara nyeri dengan terlaksananya ambulasi

dinyatakan dengan hasil statistik yaitu p-value = 0,01. Penelitian ini juga
73

selaras dengan hasil penelitian Yunilda (2017) ada hubungan antara nyeri

dengan pelaksanaan ambulasi dini p-value = 0,00.

Masalah sering terjadi post operasi adalah ketika pasien merasa

terlalu sakit atau nyeri dan faktor lain yang menyebabkan mereka tidak

mau melakukan ambulasi dini dan memilih untuk istirahat di tempat

tidurKozier, dkk(2010). Beberapa pasien menyatakan bahwa nyerinya

lebih ringan dibanding sebelum pembedahan dan hanya memerlukan

jumlah analgetik yang sedikit saja, harus diupayakan segala usaha untuk

mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan. Obat harus diberikan segera

dalam interval yang ditentukan bila awitan nyeri dapat diramalkan

misalnya ½ jam sebelum aktivitas terencana seperti pemindahan dan

latihan ambulasiBrunner & Suddarth (2010).

Kebanyakan pasien merasa takut untuk bergerak setelah paska

operasi fraktur karena merasa nyeri pada luka bekas operasi dan luka

bekas trauma. Selanjutnya pasien yang mengalami nyeri post operasi

menjadi ragu untuk melakukan batuk, nafas dalam, mengganti posisi,

ambulasi atau melakukan latihan yang diperlukanSmeltzer& Bare (2013).

2. Hubungan Gaya Hidup dengan Mobilisasi dini Pada Pasien post operasi

Fraktur Ekstremitas Bawah

Berdasarkan hasil bivariat tabel 5.12 dapat dilihat dari 36

responden, tingkat mobilisasi dini pada gaya hidup yang baik dengan

kategori maksimal yaitu 13 (86,7%), dan kurang baik dengan kategori gagal
74

15 (71,4%). Dari angka tersebut dapat disimpulkan bahwa responden yang

mengalami gaya hidup yang kurang baik pada saat sebelum sakit maupun

sesudah sakit sangat mempengaruhi dalam pelaksanaan mobilisasi dini.

Hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,001 (p <0,05) yang artinya

ada hubungan yang signifikan antara faktor gaya hidup dengan mobilisasi

dini pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang rawat inap

RSUD Meuraxa Banda Aceh.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Pender (1990) dalam Berger &

William (1992) bahwa status kesehantan, nilai, kepercayaan, motivasi dan

faktor lainnya mempengaruhi gaya hidup. Gaya hidup mempengaruhi

mobilitas. Tingkat kesehatan seseorang dapat dilihat dari gaya hidupnya

dalam melakukan aktivitas dan mendefiniskan aktivitas sebagai suatu yang

mencakup kerja, permainan yang berarti, pola hidup yang positif seperti

makan teratur, latihan teratur, istirahat cukup dan penanganan stress.

Menurut Oldmeadew et al (2006) tahapan pergerakan dan aktivitas pasien

sebelum operasi di masyarakat atau dirumah dapat mempengaruhi

pelaksanaan ambulasi.

Hal ini diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh Sunaryo,

(2014) yang mengatakan bahwa pada umumnya seorang laki-laki

dewasa mempunyai mental yang kuat terhadap sesuatu hal yang

dianggap mengancam bagi dirinya dibandingkan perempuan. Laki-laki

lebih mempunyai tingkat pengetahuan dan wawasan lebih luas

dibanding perempuan, karena laki-laki lebih banyak berinteraksi


75

dengan lingkungan luar sedangkan sebagian besar perempuan hanya

tinggal dirumah dan menjalani aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga,

sehingga tingkat pengetahuan atau transfer informasi yang di

dapatkan terbatas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Adilah Abubakar (2010) berjudul faktor- faktor yang berhubungan dengan

terjadinya kecemasan keluarga pasien preoperasi di ruang operasi RSUD

Labuang Baji Makasar, jumlah sampel 30 responden dengan hasil penelitian

p-value 0,09 yang berarti terdapat hubungan yang signifikasi antara jenis

kelamin dengan kecemasan pada pasien pre operasi.

3. Hubungan Dukungan sosial dengan Mobilisasi dini Pada Pasien post

operasi Fraktur Ekstremitas Bawah

Berdasarkan hasil bivariat tabel 5.13. dapat dilihat dari 36

responden, tingkat mobilisasi dini pada dukungan sosial yang baik

dengan kategori maksimal yaitu 12 (54,5%), pada kurang dengan

kategori maksimal dan gagal 7 (50,0%). Dari angka tersebut dapat

disimpulkan bahwa responden yang mengalami dukungan sosial yang

baik tidak dapat mempengaruhi tingkat mobilisasi dini.

Hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,790 (p <0,05) yang artinya

tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor dukungan sosial dengan

mobilisasi dini pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang

rawat inap RSUD Meuraxa Banda Aceh.


76

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Sjamsuhidajat & Jong

(2005) bahwa keterlibatan anggota keluarga dalam rencana asuhan

keperawatan pasien dapat memfasilitasi proses pemulihan, membantu

pasien mengganti balutan, membantu pelaksanaan latiham ambulasi atau

pemberian obat-obatan. menurut penelitian yang dilakukan oleh

Oldmeadow et al (2006) dukungan sosial yaitu keluarga, orang terdekat dan

perawat sangat mempengaruhi untuk membantu pasien untuk melaksanakan

latihan ambulasi. Menurut Olson (1996 dalam Hotman 2001) ambulasi

dapat terlaksana tergantung dari kesiapan pasien dan keluarga untuk belajar

dan berpartisipasi dalam latihan)

Hal ini diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh kaplan dan sadock

(2010) yang mengatakan bahwa Responden yang berpendidikan tinggi lebih

mampu menggunakan pemahaman mereka dalam merespon kejadian secara

adaptif dibandingkan kelompok responden yang berpendidikan rendah.

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh septiana

wulandari haniba (2018) dengan judul analisa faktor-faktor terhadap tingkat

kecemasan pasien yang akan menjalani operasi, sampel dalam penelitian ini

berjumlah 45 responden dengan hasil p-value 0,000 yang berarti terdapat

hubungan yang signifikasi antara tingkat pendidikan dengan kecemasan

pada pasien pre operasi.

4. Hubungan Pengetahuan dengan Mobilisasi dini Pada Pasien post

operasi Fraktur Ekstremitas Bawah


77

Berdasarkan hasil bivariat tabel 5.14 dapat dilihat dari 36 responden,

responden dengan kategori tingkat mobilisasi dini pada pengetahuan adalah

baik dengan kategori maksimal yaitu 14 (87,5%), dan kurang dengan

kategori gagal 15 (75,0%). Dari angka tersebut dapat disimpulkan bahwa

responden yang memiliki pengetahuan yang kurang akan sulit untuk

melakukan mobilisasi dini dan responden yang mempunyai Pengetahuan

tidak baik mempunyai peluang tidak melaksanakan ambulasi dini 10 kali

dibanding responden yang mempunyai pengetahuan baik.

Hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,001 (p <0,05) yang

artinya ada hubungan yang signifikan antara faktor pengetahuan dengan

mobilisasi dini pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang

rawat inap RSUD Meuraxa Banda Aceh.

Smeltzer & Bare (2002), Pasien yang sudah diajarkan mengenai

gangguan muskuloskeletal akan mengalami peningkatan kooperatif dalam

program pemulihan. Informasi apa yang diharapkan termasuk sensasi

selama dan sesudah operasi akan meningkatkan keberanian pasien untuk

berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan dan penerapan program

pemulihan. Informasi khusus mengenai antisipasi peralatan misalnya

pemasangan alat fiksasi eksternal, alat bantu ambulasi (trapeze, tongkat,

Walker). Latihan dan medikasi harus didiskusikan dengan pasien untuk

mengurangi ketakutan pasien. Informasi yang diberikan pada pasien tentang

prosedur keperawatan dapat mengurangi ketakutan.

Hal ini diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh Robby,(2017)


78

pengalaman masa lalu terhadap penyakit baik yang positif maupun

negatif dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan menggunakan

koping. Kebehasilan seseorang dapat membantu individu untuk

mengembangkan kekuatan coping, sebaliknya kegagalan atau reaksi

emosional menyebabkan seseorang menggunakan coping yang

maladaptif terhadap stressor tertentu.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nyi

Dwi Kuraesin ((2009) berjudul faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat

kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi di RSUP Fatmawati ,

jumlah sampel 46 responden dengan hasil penelitian p-value 0.045, yang

berarti terdapat hubungan yang signifikasi antara tingkat pengalaman

operasi dengan terjadinya kecemasan pada pasien pre operasi.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, penulis memiliki keterbatasan-

keterbatasan sehingga penulis mengalami sedikit kesulitan dan

keterlambatan dalam penulisan skripsi ini, berikut merupakan keterbatasan

yang dihadapi oleh penulis:

1. Pada penelitian ini peneliti mengalami kendala pada saat pengumpulan

data. Untuk mencapai 36 sampel, peneliti melakukan penelitian dalam

waktu kurang dari 1 bulan dan juga sedang dalam keadaan covid.

2. Keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti dan juga banyak pasien yang

tidak bisa diajak berkomunikasi dikarenakan pasien post operasi Fraktur

Ekstremitas.
79

3. Pada penelitian ini juga beberapa responden yang menjawab pertanyaan

dibantu dengan keluarga sehingga jawaban yang diberikan terkadang

dipengaruhi oleh keluarga responden.

4. Selain itu, dikarenakan jumlah pertanyaan yang banyak di kousioner

terkadang ada beberapa responden yang sudah agak bosen menjawab

pertanyaan pada pertengahan pengisian kousioner dan juga dalam

pengisian kousioner waktu yang digunakan termasuk singkat untuk

bertanya lebih mendalam.

Anda mungkin juga menyukai