Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS JURNAL

KEBIJAKAN BPJS DALAM PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN


INDONESIA
UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

Dosen Pengampu :
Joko Sutrisno. S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh :
Cici Aprillia
1811B0010 / IPN 7A

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA
2022
ANALISIS JURNAL 1
1. Judul
“ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BPJS KESEHATAN TERHADAP
PELAYANAN PUSKESMAS (TYPE PERAWATAN) di KOTA MEDAN”
2. Isi
Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah dan dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, baik itu di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik
Negara. Pelayanan publik kepada masyarakat adalah salah satu tugas atau fungsi penting
pemerintah dalam menyelenggarakan tugas – tugas pemerintahannya. Pelayanan publik
merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan karena
menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Penyelenggaraan pelayanan publik
merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak – hak sipil setiap
warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Kesadaran tentang pentingnya kesehatan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
sosial masyarakat, membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang jaminan
perlindungan sosial. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku
kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyatnya. Badan penyelenggara jaminan sosial kemudian diatur
dalam Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011 mengatur badan hukum publik yang
ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. BPJS
Kesehatan diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013 dan mulai beroperasi sejak
tanggal 1 Januari 2014.
Puskesmas menjadi fasilitas layanan kesehatan yang paling banyak melayani
pengobatan para peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan.
Puskesmas mempunyai peran strategis dan keunggulan dalam mendukung terlaksananya
BPJS kesehatan dibandingkan dengan praktik dokter dan klinik swasta. Hal ini
disebabkan karena Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan
strata pertama.
3. Hasil
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dalam indikator kehandalan pada pertanyaan
pelayanan, pemeriksaan dan pengobatan cepat dan tepat memiliki nilai kurang baik
tertinggi sebesar 36,9%, lalu kemudian diikuti nilai kurang baik oleh indikator
pemberiaan pelayanan kepada semua pasien tanpa pilih-pilih kelas BPJS sebesar 35,4%
dan indikator bukti fisik pada pertanyaan kebersihan toilet memiliki nilai kurang baik
sebesar 35,4%. Nilai R-Square sebesar 0,642 mengindikasikan model cukup kuat. Angka
0,642 berarti bahwa variabel implementasi kebijakan BPJS kesehatan (X) yang mampu
dijelaskan oleh variabel pelayanan Puskesmas (Y) sebesar 64,20 %. Hasil pada path
coefficients tampak bahwa variabel implementasi kebijakan BPJS kesehatan (X)
memiliki hubungan yang positif terhadap variabel pelayanan Puskesmas Y dengan nilai
koefisein sebesar 0,802
4. Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Implementasi kebijakakan BPJS memiliki
pengaruh signifikan terhadap pelayanan Puskesmas (Y) Kebijakan BPJS Kesehatan
mudah diaplikasikan dan dimengerti sehingga mempermudah diterapkan di Puskesmas.
implementasi kesehatan di Puskesmas dipengaruhi faktor – faktor yaitu faktor pendorong
dan penghambat. Faktor pendorong implementasi program BPJS Kesehatan di
Puskesmas yaitu inisiatif dalam memberikan informasi terkait BPJS Kesehatan,
ketersediaan fasilitas yang memadai, adanya kejelasan dan tujuan dalam implementasi
program BPJS Kesehatan dan finansial yang memadai, sedangkan faktor penghambat
dalam implementasi program BPJS Kesehatan di Puskesmas Bandarharjo yaitu sering
terjadinya misskomunikasi antara pelaksana dan penerima layanan, jumlah SDM yang
kurang memadai dan belum adanya SOP (Standard Operating Prosedure).
ANALISIS JURNAL 2

1. Judul
“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DISKRESI PADA PELAYANAN KESEHATAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN (BPJS)”
2. Isi
Salah satu kebijakan kesehatan dari pemerintah adalah Jaminan Kesehatan Nasional.
Salah satu bentuk implementasi kebijakan ini adalah melalui Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang selanjutnya disebut BPJS – Kesehatan. BPJS – Kesehatan
menjamin setiap masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan dengan sistem premi.
Sesuai dengan manual pelaksanaan BPJS-Kesehatan, puskesmas dan klinik yang
tergolong kedalam fasilitas kesehatan tingkat satu adalah fasilitas kesehatan pertama
yang harus masyarakat gunakan untuk menerima pelayanan kesehatan. BPJS Kesehatan
menerapkan prinsip managed care dimana suatu sistem ini mengintegrasikan pembiayaan
dan pelayanan kesehatan. Managed care dilakukan guna meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhan biaya yang efisien.
Direktur Utama BPJS Kesehatan mengeluarkan Peraturan Direksi Nomor 085 Tahun
2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Peningkatan Mutu Pelayanan Primer, yang
memfokuskan pada evaluasi mutu pelayanan kesehatan dari FKTP dengan adanya
standar indikator penilaian performa pelayanan primer sehingga dapat memastikan
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Untuk mengetahui
kualitas pelaksanaan fungsi pelayanan primer tersebut menggunakan Indikator Kinerja
“Quality Indicator 9” (QI9). QI9 digunakan sebagai salah satu komponen pembayaran
kapitasi FKTP dan bahan pertimbangan kontrak kerjasama dengan BPJS Kesehatan di
tahun berikutnya.
Diskresi secara konseptual merupakan suatu langkah yang ditempuh adminitrator
untuk menyelesaikan suatu kasus yang tidak atau belum diaturdalam suatu regulasi yang
baku. Dalam konteks tersebut, diskresi dapat berarti suatu bentuk kelonggaran pelayanan
yang diberikan oleh administrator kepada pengguna jasa. Dalam implementasinya,
tindakan diskresi diperlukan sebagai kewenangan untuk menginterpretasikan kebijakan
yang ada atas suatu kasus yang belum atau tidak diatur dalam satu ketentuan yang baku.
3. Hasil
Kebijakan BPJS-Kesehatan sebagai kebijakan top-down, memposisikan puskesmas
sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, khususnya di Puskesmas Kepanjen
Kabupaten Malang. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana
pola diskresi yang terjadi dan pengaruhnya terhadap implementasi kebijakan
BPJSKesehatan di Puskesmas Kepanjen. Diskresi terjadi pada tingkatan manajerial, yaitu
perubahan pola komunikasi dan koordinasi oleh Kantor BPJSKesehatan, Dinas
Kesehatan Kabupaten Malang, dan Puskesmas Kepanjen. Terdapat beberapa langkah
yang dapat ditempuh untuk mengatasi diskresi tersebut. Pertama dengan perubahan
sistem kapitasi; penguatan dan pemusatan database BPJS-Kesehatan; dan adanya
peraturan agar puskesmas dapat mengelola anggaran secara mandiri.
Implementasi Kebijakan Diskresi birokrasi dalam pemerintahan daerah sebagai salah
satu upaya efektivitas pelayanan publik di Kota Tegal diterbitkannya dalam keadaan
mendesak yaitu suatu keadaan yang muncul secara tibatiba menyangkut kepentingan
umum yang harus diselesaikan dengan cepat, dimana untuk menyelesaikan persoalan
tersebut, peraturan perundang-undangan belum mengaturnya atau hanya mengatur secara
umum dan keadaan tersebut tidak boleh tercipta karena kesalahan tindakan oleh Badan
atau Pejabat Administrasi Pemerintahan yang melakukan diskresi. Kendala-kendala di
dalam diskresi birokrasi dalam pemerintahan daerah sebagai salah satu upaya efektivitas
pelayanan publik di Kota Tegal adalah biaya yang tidak mencukupi akibat permintaan
yang berlebihan dari program diskresi birokrasi
4. Kesimpulan
Implementasi Kebijakan Diskresi birokrasi dalam pemerintahan daerah sebagai salah
satu upaya efektivitas pelayanan public diterbitkannya dalam keadaan mendesak yaitu
suatu keadaan yang muncul secara tiba-tiba menyangkut kepentingan umum yang harus
diselesaikan dengan cepat, dimana untuk menyelesaikan persoalan tersebut, peraturan
perundang undangan belum mengaturnya atau hanya mengatur secara umum dan
keadaan tersebut tidak boleh tercipta karena kesalahan tindakan oleh Badan atau Pejabat
Administrasi Pemerintahan yang melakukan diskresi. Pemerintah mengeluarkan
kebijakan diskresi yakni Jaminan Kesehatan. Kendala-kendala di dalam diskresi
birokrasi dalam pemerintahan daerah sebagai salah satu upaya efektivitas pelayanan
publik adalah biaya yang tidak mencukupi akibat permintaan yang berlebihan dari
program diskresi birokrasi, peserta kebijakan yang membengkak tidak sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan misalnya peserta yang sebenarnya tidak dikategorikan
miskin tetapi meminta diklasifikasikan sebagai keluarga miskin dan pelayanan
administratif yang tidak lancar karena kebijakan diskresi birokrasi lebih merupakan
program spontanitas dari pemerintah daerah.
Diskresi terjadi pada tingkatan manajerial, yaitu perubahan pola komunikasi dan
koordinasi oleh Kantor BPJS-Kesehatan, terdapat beberapa langkah yang dapat ditempuh
untuk mengatasi diskresi tersebut. Pertama dengan perubahan sistem kapitasi; penguatan
dan pemusatan database BPJS-Kesehatan; dan adanya peraturan dapat mengelola
anggaran secara mandiri.
Pemerintah Daerah perlu melakukan tindakan hukum diskresi (freies ermessen) untuk
yang berada di daerah terpencil ataupun di pedesaan. Diskresi tersebut merupakan segala
aktifitas yang melibatkan proses pembuat kebijakan maupun pengambilan kepututusan
atau tindakan atas inisiatif sendiri, tidak terpaku pada ketentuan aturan atau undang-
undang dengan berbagai pertimbangan yang matang, konstektual dan dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, dalam pembuatan kebijakan ataupun
pengambilan keputusan tersebut yang lebih diutamakan adalah keefektifan tercapainya
tujuan daripada perpegang teguh kepada ketentuan undang-undang
Kesimpulan Dari 2 Jurnal Ini :
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian kedua jurnal tersebut diatas, maka dapat
disimpulan ke dalam point-point yang relevan, antara lain :
1. BPJS Kesehatan sebagai pelaksana kebijakan sudah berupaya maksimal untuk
memberikan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
untuk jaminan kesehatan, namun memang butuh proses dan waktu untuk mewujudkan
keseluruhan warga negara terjamin dalam jaminan kesehatan nasional.
2. Perlu adanya ketegasan dari pemerinhtah kepada peserta dalam pelaksanaan kebijakan
agar tidak terjadi kendala – kendala dalam kegiatan pelayanan kesehatan.
3. Selain itu dari masyarakat sendiri perlu adanya kesadaran diri untuk bisa memilah
bahwa masuk di kelas mana mereka seharusnya.
4. Kesadaran dari petugas juga perlu di tingkatkan mengingat adanya tambahan
pembiayaan dari pemerintah tentang jasa pelayanan sedikit banyak menjadi masalah
baru dikalangan internal pemberi pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

Rajagukguk, T., & Siregar, S. (2019). Analisis Implementasi Kebijakan BPJS Kesehatan
Terhadap Pelayanan Puskesmas (Type Perawatan) Di Kota Medan. Jurnal Manajemen, 5(2),
205-214.

Malik, A. A. (2019). Implementasi kebijakan diskresi pada pelayanan kesehatan badan


penyelenggara jaminan kesehatan (bpjs). Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 8(1), 1-8.

Anda mungkin juga menyukai