Anda di halaman 1dari 3

Nabila

“Cantik, pintar, baik, berasal dari keluarga terpandang, tubuh proporsional. Ah! Nabila nyaris
tidak ada kekurangan. Beruntung sekali lelaki yang menjadi pasangannya.”

Sepanjang perjalanan ke kelas Nabila mendengar teman-temannya berbisik membicarakan


dirinya. Bukan kali pertama Nabila dipuji seperti ini. Semua orang memujinya, kecuali Angga.
Kekasihnya itu tidak pernah memuji.

Percuma ngaku cantik, jika tidak bisa menaklukkan hati lelaki yang kau cintai. Memiliki
segalanya tak berarti bisa mendapatkan apa yang kita inginkan.

Nabila menoleh tanpa menghentikan langkah saat wanita berkebaya biru muda menepuk
lengannya. “Bila, mana Angga?” tanya Salsa, mantan pacar Angga, sambil mengulas senyum. Nabila
dan Salsa berjalan beriringan.

“Di kantin,” sahut Nabila malas. Berada didekat Salsa tidak pernah membuat Nabila nyaman,
bukan karena kalah cantik, dari segi fisik pun materi Salsa biasa saja, tetapi entah mengapa dulu
Angga sangat mencintainya, apa pun akan dilakukan Angga asalkan bisa membuat Salsa bahagia.
Bahkan Angga bersedia mengantar jemput Salsa ke sekolah padahal jarak rumah mereka berbeda
arah. Nabila pikir ia akan mendapatkan perlakuan yang sama saat mereka pacaran. Namun,
semuanya tak sesuai harapan, seperti sekarang ... sekadar menemani Nabila mengambil tas di kelas
Angga tidak mau, dengan alasan perutnya lapar.

Mengabaikan Salsa yang mengikutinya dibelakang, Nabila berjalan dengan langkah tergesa
menuju kelas XII Administrasi Perkantoran 2, dan tersenyum lega saat menemukan tas miliknya di
meja guru. “Aku mau ke kantin, apa kau mau ikut?” tanya Nabila pada salsa, seraya menyampirkan
tas dibahu kanan.

“Tidak. Aku mau langsung pulang. Aku mengikutimu karena tahu kau mau ke kelas. Aku juga
mau mengambil tas.” Salsa menunjuk tas yang senada dengan warna bajunya diatas meja di barisan
depan.

Nabila bergeming, matanya memindai penampilan Salsa, penampilan mereka nyaris sama,
kebaya dan tas mereka sama persis, yang membedakan hanya pada make up, riasan Salsa lebih
tebal, sedangkan Nabila terkesan natural.

Acara perpisahan kelas XII telah berakhir, sekolah sudah sepi hanya tersisa beberapa orang
yang belum pulang. Nabila dan Salsa berjalan bersisian, kemudian berpisah di depan perpustakaan.
Tidak ingin Angga menunggu lama, Nabila melepas high heels agar bisa mempercepat langkah
menuju kantin di belakang sekolah.

Nabila mengurungkan niat masuk ke kantin saat Haikal menyebut namanya.

“Angga, sebenarnya Nabila itu pacarmu atau bukan? Kenapa sikapmu seakan tak
menganggapnya pasangan? Sorry, aku tidak bermaksud mau ikut campur, hanya saja ....”

Angga mengerti ke arah mana pembicaraan Haikal bermuara, tapi dia memilih tak
menjawab, tangannya melepaskan jas yang dipakainya, lalu menarik lengan kemeja sampai ke siku.

Haikal memperhatikan gerak-gerik Angga, benaknya dipenuhi tanya. “Kenapa Angga mau
jadi pacar Nabila kalau dia tidak cinta?”. Haikal tahu dari Angga bahwa Nabila yang meminta Angga
menjadi pacarnya, Angga hanya menerima tanpa pernah menyatakan cinta.

“Kau tahu, Haikal. Ada perbedaan antara cinta yang diperjuangkan, dengan cinta yang
ditawarkan,” ucap Angga santai.

Haikal menatap Angga tidak suka. Haikal tipe lelaki yang sangat menghargai wanita, baginya
lelaki sejati tidak akan menyakiti wanita, meski tidak cinta.

“Cowok itu jangan dikejar, semakin dikejar, semakin jauh. Diamlah ditempat, agar dia yang
mengejarmu. Karena takdir cewek itu menunggu, bukan memulai,” lanjut Angga.

“Jangan melakukan sesuatu yang akan kau sesali nanti.” Haikal bangkit berdiri, kemudian
melangkah meninggalkan kantin.

Melihat Haikal hendak keluar kantin, Nabila segera bersembunyi disamping kantin.

Nabila termangu mendengar perkataan Angga tadi, jadi selama ini Angga menganggapnya
tidak berharga. Tanpa bisa dicegah setetes air mata jatuh membasahi pipi, Nabila membekap mulut,
sekuat tenaga menahan tangis. “Jangan beri aku harapan, saat kamu tahu bahwa semua ini hanya
angan,” ucap Nabila sedih.

Nabila mengepalkan kedua tangan. “Tidak apa-apa Angga tidak mencintaiku. Aku baik-baik
saja. Aku baik-baik saja.” Nabila terus mengulang kalimat yang sama seolah itu mantra yang bisa
mengobati luka hatinya.

Air mata Nabila mengalir deras saat suara azan terdengar, tanda waktu salat ashar telah tiba.
Dengan penuh keyakinan Nabila berjalan ke Mushola sekolah SMK Budi Utomo, dia tidak ingin
menunda salat. Selama ini Nabila selalu lalai menjalankan ibadah, sekarang dia tidak ingin
mengulanginya lagi. Nabila sadar kenyataan pahit yang didengarnya beberapa menit yang lalu
adalah peringatan dari Dia agar menjauhi zina dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya.

Jika selama ini dia rela melakukan segalanya demi mendapatkan cinta Angga, sekarang
Nabila bertekad akan melakukan apa pun demi Dia, Sang Pemberi Napas.

Cinta tidak pernah salah. Yang salah, jika kau memaksakan cintamu agar dibalas. Yang salah
jika membuat orang yang kau cintai menderita. Yang salah, jika kau tidak mengatur rasa cintamu
agar bersandar pada-Nya. Cintai pasanganmu sewajarnya, jadikan ibadah sebagai prioritas utama,
lakukan apa pun demi Dia, agar kau mendapatkan cinta-Nya.

End.

Anda mungkin juga menyukai