Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Adapun yang menjadi judul makalah adalah “Pancasila dan Krisis Politik”  dalam makalah
ini membahas tentang Pengertian Pancasila, Gerakan Reformasi, Kondisi Krisis Politik di
Indonesia, Apa saja Perkembangan Politik di Indonesia, Budaya Politik yang di Landaskan
Pancasila, nilai-nilai yang Terkandung dalam Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik, Tujuan
Etika dalam Berpolitik, Penyimpangan Ideologi Pancasila (Politik) .Semoga makalah ini
bermanfaat, khususnya bagi mahasiswa sosiologi dan politik dan pembaca.
Tujuan penulis  menulis makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas dari guru yang
membimbing.
Dalam  makalah ini kami juga menyadari masih banyak kekurangan yang  menyebabkan makalah ini
menjadi tidak sempurna, baik dalam penulisan maupun isinya, untuk ini dengan hati yang
terbuka kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan 
1.4  Metode Penulisan
1.5  Sistematika Penulisan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1  Pengertian Pancasila
2.2  Gerakan Reformasi
2.3  Kondisi Krisis Politik di Indonesia
2.4  Perkembangan Politik di Indonesia
2.5  Budaya Politik yang di Landaskan Pancasila
2.6  Nilai-nilai yang Terkandung dalam Pancasila Sumber Etika Politik
2.7  Tujuan Etika dalam Berpolitik
2.8  Penyimpangan Ideologi Pancasila (Politik)

BAB III PENUTUP

31.  Kesimpulan
32.  Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


 Di era repormasi ini dimana hampir semua organisasi, perkumpulan maupun grup di dasari
dengang politik sebagai pelindung dan senjata yang digunkan, dimana semakin lama politik ini
semakin jauh dari peranan yang seharusnya. Dimana apabila kita harus melihat sekilas pada dasar
negara ini yaitu Pancasila, dimana peranan Pancasila hampir tidak dibutukan karena politi yang
fasib dan tidak mengenal hukum dan ampunan, dan membunnuh setiap indipidu yang melan atau
yang menentang dasar ideologi politik yang ia pahami. 
 Dengan berjalannya politik yang seperti itu secara tidak langsung sudah sangat menodai
dan mencemari Pancasila. Dimana perlakuan atau paham politik sudah tidak lagi menghargai
pancasila yang seharusnya mejadi dasar, pedoman, dan kesetaraan antar indipidu. Seperti yang
tertera pada sila pertama “KeTuhanan Yang Maha Esa”, karena politik manusia sangat jauh dari
pada Sila pertama, di sebabkan pemahan politik yang salah, dan menjadikan Uang sebagai tuhan,
untuk mencapai tujuan dan kekuasaan. 
            Dan kita lihat kembali pada sila kedua”Kemanusian yang Adil dan Beradap”, dimana
politik pada jaman sekarang sudah tidak ada lagi kemanusian, keadilan dan adap. Karena sangat
haus akan posisi, haus akan hasrat menguasia di bangsa ini tidak lagi memikirkan 3 hal yang
sangat penting sehingga mau melakukan apapun untuk mencapai keinginannya, dan memperkaya
dirinya, melalui politik dan jalan kebohongan. 
            Pada era sekarang bangsa indonesia hampir tak ada kesatuan dikarena paham politik yang
di anut salah, dan kepempinan yang tidak di dasarkan hati nurani dan menjunjung tinggi
kebersamaan, juga hampir tidak ada keadilan yang setara, dan itu sangat tidak sesuai dengan sila
ke tiga sampai sila ke lima. 
 Dimana dengan pemahan sosial politik yang salah ini mengakibatkan Penyimpangan 
Politik Terhadap asas negara Indonesia yang di dasarkan Pada Pancasila dan Undang Undang
Dasar Tahun 1945. Sehingga rasa kebersamaan, sosial, adat istiadat, agama di tinggalkan jauh dari
pada kehidupan berpolitik di negeri .

1.2     RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Pancasila  ?
2. Apa Pengertian Reformasi ?
3. Bagaimanakah Kondisi Krisis Politik di Indonesia  ?
4. Apa saja Perkembangan Politik di Indonesia ?
5. Apa Saja Budaya Politik yang di Landaskan Pancasila ?
6. Bagaimana nilai-nilai yang Terkandung dalam Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik ?
7. Apa Saja Tujuan Etika dalam Berpolitik?
8. Apa Saja Penyimpangan Ideologi Pancasila (Politik)

1.3. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pancasila 
2. Untuk Mengetahui Pengertian Reformasi
3. Untuk Mengetahui Kondisi Krisis Politik di Indonesia 
4. Untuk Mengetahui Perkembangan Politik di Indonesia
5. Untuk Mengetahui Budaya Politik yang di Landaskan Pancasila
6. Untuk Mengetahui nilai yang Terkandung dalam Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
7. Untuk Mengetahui Tujuan Etika dalam Berpolitik
8. Untuk Mengetahui Penyimpangan Ideologi Pancasila (Politik)
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pancasila


Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
bahasa Sansekerta yaitu panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima
sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum
pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.

               Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai


puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di
daerah:
1.        Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti
setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.         

2.        Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia
tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;

3.        Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di
kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;

4.        Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat
majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan
untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;

5.        Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan
semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

           
2.2  Gerakan Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru,
terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru
pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan,


muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal
ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut.
Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan
yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan


politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak
di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan
adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Gerakan reformasi menuntut
untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang
dipandang sarat dengan nuansa KKN. Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan
pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber
ketidakadilan, di antaranya :

>>  UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum


>> UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
>> UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
>> UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
>> UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.

Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh


masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan
Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia
dicalonkan kembali sebagai Presiden.

Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet


tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan
mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan
Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil
sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana
Negara.

2.3 Kondisi Krisis Politik di Indonesia

            Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan


permasalahan politik. Ada kesan bahwa kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok
tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Pada dasarnya secara de
jure ( secara hukum ) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil – wakil
dari rakyat, tetapi ternyata secara de facto ( dalam kenyataannya ) anggota MPR tersebut
diangkat berdasarkan pada ikatan kekeluargaan ( nepotisme ).
            Begitu mengakarnya budaya KKN dalam tubuh birokrasi pemerintahan, menyebabkan
proses pengawasan dan pemberian mandataris kepemimpinan dari DPR dan MPR kepada
presiden menjadi tidak sempurna. Unsur legislatif yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan
DPR dalam membuat dasar – dasar hukum dan haluan negara menjadi sepenuhnya dilakukan
oleh Presiden Soeharto.
                Selanjutnya dengan keadaan seperti itu, mengakibatkan munculnya rasa tidak
percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang
menimbulkan munculnya gerakan reformasi yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa.
Mahasiswa yang didukung oleh dosen dan rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti
presiden, reshufflekabinet, dengan menggelar Sidang Istimewa MPR serta melaksanakan
pemilihan umum secepatnya.
           
     Gerakan reformasi disamping menuntut dilakukannya reformasi total di segala bidang juga
menuntut agar dilakukannya pembaruan terhadap lima paket undang – undang politik yang
dianggap menjadi sumber ketidakadilan.
               
Lima paket undang – undang politik tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Undang – Undang No.1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
b.      Undang – Undang No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang
DPR/ MPR.
c.       Undang  - Undang No.3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
d.      Undang – Undang No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
e.      Undang – Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Setahun sebelum pemilihan umum yang diselenggarakan pada bulan Mei 1997, kehidupan
politik Indonesia mulai memanas. Pemerintahan Orde Baru yang didukung oleh Golkar
berusaha memenangkan pemilu dan mempertahankan kemenangan mutlak seperti yang telah
dicapai dalam lima pemilu sebelumnya.

Pada pemilu tahun 1997, Golkar menang mutlak, PPP berhasil menambah beberapa
kursinya di DPR, sedangkan PDI mengalami penurunan secara drastis. Kemenangan Golkar
tersebut diikuti dengan munculnya dukungan kepada Soeharto untuk menjadi presiden dalam
Sidang Umum MPR 1998. Pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden tidak dapat
dipisahkan dari komposisi anggota MPR/ DPR yang lebih mengarah pada unsur – unsur
nepotisme. Disamping itu, DPR/ MPR belum berfungsi sebagai lembaga legislatif seperti yang
diharapkan rakyat. Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai
presiden dan wakil presidennya B.J. Habibie. MPR juga berhasil menetapkan beberapa
ketetapan yang memberikan kewenangan khusus kepada presiden untuk mengendalikan
negara.
        Namun pada kenyataannya tidak semua rakyat memberikan dukungan terhadap hasil
keputusan MPR tersebut. Apalagi terhadap Kabinet Pembangunan VII yang telah disusun oleh
Presiden Soeharto sarat dengan unsur – unsur nepotisme, korupsi, dan kolusi. Akibatnya
muncul tekanan terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto yang datang dari para mahasiswa
dan dari kalangan intelektual.
Pada tanggal 19 Mei 1998, mahasiswa dari berbagai kampus yang jumlahnya mencapai
puluhan ribu orang terus berdatangan ke gedung MPR/ DPR. Mereka nebdesak Soeharto
mundur dari kursi presiden dan menuntut reformasi total.
        Salah satu penyebab mundurnya soearto adalah melemahnya dukungan politik, yang
terlihat dari pernyataan politik Kosgoro (salah satu organisasi di bawah Golkar) yang meminta
Soeharto mundur. Pernyataan Kasgoro pada tanggal 16 Mei 1998 tersebut diikuti dengan
pernyataan Ketua Umum Golkar, Harmoko yang pada saat itu juga menjabat sebagai ketua
MPR/ DPR Republik Indonesia meminta Soeharto untuk mundur.

Penyebab terjadinya krisis politik di Indonesia adalah

                  Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan
politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde
Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila.Namun yang
sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-
kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang
semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang
berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk
penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat
dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis.

Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:


1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan
subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.
3. Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak
memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk
ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi
presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapipemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak
demokratis.

Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya
menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik
didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik,
masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama
terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau
memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah.
Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan
Presiden.Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu
munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir
kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan
korban jiwa.

2.4 Perkembangan Politik di Indonesia


                Reformasi merupakan perubahan yang radikal dan menyeluruh untuk perbaikan.
Perubahan yang mendasar atas paradigma baru atau kerangka berpikir baru yang dijiwai oleh
suatu pandangan keterbukaan dan transparansi merupakan tuntutan dalam era reformasi.
Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional dalam berbagai bidang kehidupan.
Ketika terjadi krisis ekonomi, politik, hukum dan krisis kepercayan, maka seluruh rakyat
mendukung adanya reformasi dan menghendaki adanya pergantian pemimpin yang diharapkan
dapat membawa perubahan Indonesia di segala bidang ke arah yang lebih baik.

 2.4.1 Perkembangan Politik Pasca Pemilu 1997


Di tengah-tengah perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara terjadilah
ganjalan dalam kehidupan berpolitik menjelang Pemilu 1997 disebabkan adanya peristiwa 27
Juli 1996, yaitu adanya kerusuhan dan perusakan gedung DPP PDI yang membawa korban
jiwa dan harta. Tekanan pemerintah Orba terhadap oposisi sangat besar dengan adanya tiga
kekuatan politik yakni PPP, GOLKAR, PDI, dan dilarang mendirikan partai politik lain. 
Pertikaian sosial dan kekerasan politik terus berlangsung dalam masyarakat sepanjang
tahun 1996, kerusuhan meletus di Situbondo, Jawa Timur Oktober 1996. Kerusuhan serupa
terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat Desember 1996, kemudian di berbagai daerah di Indonesia.
Pemilu 1997, dengan hasil Golkar sebagai pemenang mutlak. Hal ini berarti dukungan mutlak
kepada Soeharto makin besar untuk menjadi presiden lagi di Indonesia dalam sidang MPR
1998. Pencalonan kembali Soeharto menjadi presiden tidak dapat dipisahkan dengan
komposisi anggota DPR/MPR yang mengandung nepotisme yang tinggi bahkan hampir semua
putra-putrinya tampil dalam lembaga negara ini.
Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI dan kemudian membentuk Kabinet
Pembangunan VII yang penuh dengan ciri nepotisme dan kolusi. Mahasiswa dan golongan
intelektual mengadakan protes terhadap pelaksanaan pemerintahan ini.

2.4.2     Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998


Sejak 13 Mei 1998 rakyat meminta agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Tanggal
14 Mei 1998 terjadi kerusuhan di Jakarta dan di Surakarta. Tanggal 15 Mei 1998 Presiden
Soeharto pulang dari mengikuti KTT G-15 di Kairo, Mesir. Tanggal 18 Mei para mahasiswa
menduduki gedung MPR/DPR dan pada saat itu ketua DPR/MPR mengeluarkan pernyataan
agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Hal ini jelas berpengaruh terhadap nilai tukar
rupiah yang merosot sampai Rp15.000 per dollar.
 Dari realita di atas, akhirnya tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan
kekuasaan kepada B.J. Habibie, yang membuka peluang suksesi kepemimpinan nasional
kepada B.J. Habibie. Tujuan reformasi adalah terciptanya kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, dan sosial yang lebih baik dari masa sebelumnya.
2.5  Budaya Politik Dilandaskan Pancasila
Setiap masyarakat memiliki nilai-nilai dasar dan karakteristik yang berbeda-beda satu sama
lain, sehingga masyarakat juga memiliki budaya politik yang berbeda-beda satu dengan yang
lainnya. Budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas dari warga negara bersumber dari
akar budaya politik yang merupakan wujud sintesa peristiwa-peristiwa sejarah yang telah
mengkristal dalam kehidupan masyarakat dan diwariskan turun temurun berupa tatanan nilai dan
norma perilaku. Di Indonesia, nilai-nilai itu merupakan nilai-nilai dasar yang meskipun berbeda-
beda namun tidak bertentangan satu sama lain. Nilai itu berasal dari nilai-nilai
masyarakatmasyarakat adat yang ada di seluruh Negara Indonesia yang kemudian dirangkum dan
disatukan dalam Pancasila sebagai dasar negara. Dengan demikian akar budaya tersebut secara
keseluruhan dapat dilihat dalam Pancasila.
Setiap sila dalam Pancasila mengandung nilai-nilai yang memiliki makna mendalam.
Prinsip-prinsip (nilai) dasar dalam Pancasila adalah prinsip Ketuhanan yang menjadi elemen
paling utama dari elemen negara hukum Indonesia, prinsip musyawarah, keadilan sosial serta
hukum yang tunduk pada kepentingan nasional dan persatuan Indonesia yang melindungi segenap
tumpah darah Indonesia, prinsip keadilan sosial, dan prinsip terakhir negara hukum Indonesia
adalah elemen dimana hukum mengabdi pada kepentingan Indonesia yang satu dan berdaulat yang
melindungi seluruh tumpah darah Indonesia.
Nilai-nilai dasar sebagaimana disebut di atas, dijabarkan dalam perilaku-perilaku seperti
menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Apabila dikaitkan dengan perilaku
politik yang dilaksanakan dalam pemilu ataupun pemilukada, nilai ini seringkali dikesampingkan.
Realita yang terjadi sekarang ini menunjukan bahwa seringkali pemenang pemilu melupakan
kepentingan rakyat yang diwakilinya demi kepentingan dirinya sendiri atau bahkan partai
politiknya. Para pemenang pemilu atau pemilukada terkadang hanya berpikiran pragmatis untuk
jangka pendek dan berusaha meraih keuntungan sebanyakbanyaknya dari jabatan yang telah ia
dapatkan, tanpa melihat efek jangka panjang atas perilakunya tersebut. Tidak hanya itu untuk
memperoleh dan melanggengkan kekuasaannya para kontestan pemilu menghalalkan segala cara
untuk dapat terpilih atau terpilih kembali.
Nilai lain budaya kita yang sudah dilupakan antara lain adalah nilai musyawarah, toleransi,
tepa salira, kerjasama, gotong royong, kekeluargaan, kejujuran, saling menghargai satu sama lain,
dsb. Perlu diingat bahwa pemilihan umum secara langsung bukanlah berarti lebih demokratis
apabila dibandingkan dengan proses pemilihan dan pengambilan kesepakatan yang dilakukan
dengan cara tidak langsung, seperti musyawarah atau lobi. Pemilihan langsung hanyalah pilihan
dari beberapa sistem demokrasi. Mahkamah Konstitusi dalam salah satu putusannya mengakui
sistem pemilihan yang berasal dari adat istiadat Papua, pengambilan keputusan, termasuk
pemilihan perwakilan dengan sistem noken di daerah Yahukimo, Papua, diakui sebagai salah satu
nilai budaya yang keberadaannya dijamin oleh konstitusi. Dengan kata lain, sistem demokrasi itu
sendiri dapat disesuaikan dengan nilai-nilai budaya setempat dengan dilandasi komitmen untuk
mendahulukan kepentingan umum dan menegakan etika politik.
Kebebasan sebagai inti dari demokrasi bukan berarti kebebasan tanpa batas dan tanpa
tanggung jawab. Terkait dengan pemilihan umum, adanya kebebasan berpolitik tanpa konsep
tanggung jawab hanya akan menjerumuskan kita pada budaya anarki dan mau menang sendiri.
Kebebasan berpolitik harus diimbangi dengan keberadaan aturan hukum dan etika politik sebagai
syarat terwujudnya demokrasi. Tentu kita harus menolak bila aktivitas-aktivitas politik masyarakat
dalam penyelenggaraan pemilu dikatakan sebagai cerminan budaya politik bangsa Indonesia.
Pelanggaran dan penyimpangan seperti itu bukanlah budaya asli bangsa Indonesia, namun bila hal
tersebut dibiarkan maka bukan tidak mungkin pelanggaran dan penyimpangan tersebut akan
dianggap sebagai budaya bangsa yang pada akhirnya akan merusak tatanan demokrasi bangsa
Indonesia. Tanpa adanya komitmen untuk mematuhi nilai-nilai budaya, aturan hukum serta etika
politik yang ada, politik bersih yang didambakan selama ini sulit untuk diwujudkan.

2.6   Nilai Nilai Terkandung Dalam Pancasila Sebagi Sumber Etika Politik


Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab’ adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam
negeri di jalankan sesuai dengan:
a) Asas legalitas ( legitimasi hukum). 
                b)  Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis) 
                c)  Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kenijaksanan yang menyangkut publik,
pembagian serta kewenangan harus berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral
kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam
hidup bersama ( keadilan sosial ) sebgai mana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan
dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala
kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum
yang berlaku. 
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan
senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasan
negara. Oleh karena itu pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan,
serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok
Negara. 2.6.2    Dampak Terjadinya Penyimpangan
Dampak dari terjadinya penyimpangan yaitu mengajarkan kepada rakyat Indonesia bahwa
ketidak jujuran atau kecurangan dalam berpolitik di halalkan dan rusaknya pemerintahan
Indonesia akibat petinggi Negara yang terpilih atas uang bukan kemampuan dalam berpolitik yang
berakibat pada berbagai bidang di kehidupan.
2.7   Tujuan Etika Dalam Berpolitik
Tujuan etika dalam berpolitik yaitu mengarahkan ke hidup baik, bersama dan untuk orang
lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang
adil.Pemerintahan yang sesuai dengan pancasila atau etika politik yaitu pemerintahan yang
menjunjung tinggi kejujuran. Apabila kita berpolitik menggunakan etika, kita akan lebih
bertanggung jawab karena kita mengetahui pengertian ,batasan dan tujuan dalam berpolitik
sehingga terhindar dari penyimpangan yang sering terjadi. 

2.8       Penyimpangan Ideologi Pancasila ( Politik )

Sudah kita ketahui bahwa pancasila itu merupakan Dasar Negara Indonesia, dimana semua
yang kita kerjakan harus berlandaskan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Pada
waktu pelaksanaan upacara SD, pancasila pun selalu di bacakan kepada murid-murid, begitupula
SMP dan SMA, itu menunjukan agar kita bisa menanamkan nilai-nilai pancasila di dalam diri kita.
Semua faktor dan aspek kehidupan yang ada di indonesia harus dilandaskan dengan pancasila,
mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, dan agama. Jika semua aspek tersebut sudah
dilaksanakan berdasarkan pancasila, negara indonesia pasti bisa menjadi negara yang maju.
Akan tetapi, sangat disayangkan ideologi pancasila sudah tidak lagi tertanam didalam diri
bangsa kita, banyak sekali perilaku masyarakat yang menyimpang dari pancasila, dalam bidang
apapun : politik, ekonomi maupun sosial, Mengapa demikian? Karena tidak adanya rasa
nasionalisme kepada bangsa sendiri, banyak sekali masyarakat kita lebih mencintai sesuatu yang
berasal dari bangsa luar.
         Penyimpangan dari ideologi pancasila dalam bidang politik, yaitu korupsi, dimana sudah
kita ketahui masalah korupsi ini sudah banyak beredar di Indonesia, setiap pagi di berita-berita
televisi, masalah korupsi ini tidak ada habis habisnya. Banyak sekali para wakil-wakil rakyat yang
melakukan korupsi, dari korupsi yang sederhana sampai yang besar. Padahal, perilaku korupsi
mereka akan menyengsarakan masyarakat, Menurut saya ada dua

cara untuk mengakhiri masalah korupsi ini :

1.      Mempelajari dan menjalankan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”


2.      Mencari Pemimpin Yang Tegas
Mengapa demikian? Kata “Ketuhanan Yang Maha Esa” Mengandung arti bahwa kita harus,
mempelajari dan mengamalkan apa yang di ajarkan tuhan oleh kita, apapun itu. Karena ajaran
Tuhan tidak akan pernah salah, setelah kita mempelajari semua ajaran Tuhan, sebaiknya kita
mengamalkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berenegara. Apabila kita bisa mengamalkan
semua ajaran Tuhan, semua permasalahan yang menyimpang dari pancasila mungkin tidak akan
pernah ada lagi. Selanjutnya Pemimpin Yang Tegas, jika sebuah negara memiliki pemimpin yang
tegas, InsyaALLAH negara itu akan menjadi negara yang maju. Karena Pemimpin adalah contoh
bijak yang akan dilihat oleh masyarakat.

            Aspek politik ini merupakan aspek yang sangat menyimpang sekali dari Ideologi
Pancasila, sebenernya dari aspek lain banyak yang menyimpang, tapi jika kita lihat dari berita-
berita yang selalu beredar, aspek politik lah yang banyak melakukan penyimpangan. Seharusnya
Aspek politik ini bisa memberikan contoh yang baik pada masyarakat, karena orang-orang yang
berada di dalam politik merupakan orang-orang yang di percaya rakyat untuk menjalankan
pemerintahan negara. Tujuan dari wakil rakyat sekarang ini bukan lagi kesejahterahan rakyat,
tetapi bagaimana memperbanyak materi dengan menjadi wakil rakyat. Itu awal sebabnya
mengapa banyak sekali korupsi, jika para wakil rakyat tujuannya adalah kesejahterahan rakyat,
kata “Korupsi” mungkin sudah tidak akan terdengar lagi.

Didalan Ideologi Pancasila Aspek Politik itu mengandung arti bahwa Hukum menjungjung
tinggi keadilan dan keberadaan individu dan masyarakat. Dari kata kata “Menjungjung Tinggi
Keadilan” kita sudah mengetahui maksud dari kata itu, berarti aspek politik itu mementingkan
keadilan rakyatnya. Tujuan dari aspek ini sudah mulia, kenapa pemeraktekannya tidak. Padahal
sesuatu yang mulia itu jika kita laksanakan pasti hasilnya akan mulia juga.

Sudah kita ketahui, bagaimana piciknya para wakil-wakil rakyat sekarang ini, mereka merampas
apa yang seharusnya bukan hak mereka, mereka gunakan itu untuk kepentingan pribadi mereka,
padahal masyarakat yang sangat membutuhkannya. Seharusnya seorang wakil rakyat yang baik,
harus bisa mementingkan kepentingan masyarakat dahulu daripada ke pentingan pribadinya.
Penyimpangan aspek politik yang besar bisa membuat sebuah martabat negara di mata dunia
menjadi buruk, karena biasanya dunia melihat kondisi suatu negara dari pemerintahannya. Maka
dari sekarang marilah kita tanamkan sifat nasionalisme pada negara kita, dari hal yang kecil-kecil
saja, misalnya : Mematuhi lalu lintas, membuang sampah pada tempatnya dan memakai produk
asli negeri sendiri. Kalau dari sekarang kita sudah terbiasa melakukannya, maka untuk kedepannya
mudah untuk membangun negeri ini.

BAB 3
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Penyimpangan Politik Terhadap Pancasila sangat terasa dan dapat kita lihat, dan dimana kita
dihadapkan dengan fakta yang nyata dimana kita menemukan persaingan yang sangat tidak sehat
terjadi, dan dapat kita ambil 1 contoh nyata:  Dimana pemilihan Presiden Republik Indonesia,
dimana terjadi kecurangan, sabotase, dan menyangkali hasil pemilihan umum yang di adakan. Dan
dimana terjadinya politik uang, segala sesuatu selalu dibayar dan di adakan dengan uang. 
Pemerintahan orde baru jatuh dan muncul era reformasi. Namun reformasi dan keterbukaan
tidak diikuti dengan suasana tenang, aman, dan tentram dalam kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Konflik antar kelompok etnis bermunculan di berbagai daerah seperti Kalimantan
Barat. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh masalah-masalah sosial, ekonomi dan agama.
Rakyat sulit membedakan apakah sang pejabat bertindak sebagai eksekutif atau pimpinan
partai politik karena adanya perangkapan jabatan yang membuat pejabat bersangkutan tidak dapat
berkonsentrasi penuh pada jabatan publik yang diembannya. Banyak kasus muncul ke permukaan
yang berkaitan dengan pemberian batas yang tegas pada teritorial masing-masing wilayah, seperti
penerapan otonomi pengelolaan wilayah pengairan.
Pemerintah tidak lagi otoriter dan terjadi demokratisasi di bidang politik (misalnya:
munculnya parpol-parpol baru), ekonomi (misalnya: munculnya badan-badan umum milik swasta,
tidak lagi melulu milik negara), dan sosial (misalnya: rakyat berhak memberikan tanggapan dan
kritik terhadap pemerintah). Peranan militer di dalam bidang politik pemerintahan terus dikurangi
(sejak 2004, wakil militer di MPR/DPR dihapus).
Reformasi merupakan gerakan moral untuk menjawab ketidak puasan dan keprihatinan atas
kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan sosial:
1.      Reformasi bertujuan untuk menata kembali kehidupan berma-sayarakat, berbangsa, dan
bernegara yang lebih baik berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila.
2.      Dengan demikian, hakikat gerakan reformasi bukan untuk menjatuhkan pemerintahan orde baru,
apalagi untuk menurunkan Suharto dari kursi kepresidenan.
3.      Namun, karena pemerintahan orde baru pimpinan Suharto dipandang sudah tidak mampu
mengatasi persoalan bangsa dan negara, maka Suharto diminta untuk mengundurkan secara
legawa dan ikhlas demi perbaikan kehidupan bangsa dan negara Indonesia di masa yang akan
datang
Gerakan reformasi merupakan sebuah perjuangan karena hasil-hasilnya tidak dapat dinikmati
dalam waktu yang singkat.Hal ini dapat dimaklumi karena gerakan reformasi memiliki agenda
pembaruan dalam segala aspek kehidupan.
Oleh karena itu, semua agenda reformasi tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu yang
bersamaan dan dalam waktu yang singkat. Agar agenda reformasi dapat dilaksanakan dan berhasil
dengan baik, maka diperlukan strategi yang tepat, seperti:
1.      Menetapkan prioritas, yaitu menentukan aspek mana yang harus direformasi lebih dahulu dan
aspek mana yang direformasi kemudian.
2.      Melaksanakan kontrol agar pelaksanaan reformasi dapat mencapai tujuan dan sasaran secara
tepat.

3.2 Saran
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan
bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesinambungan usaha pemerintah
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti
dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh
kondisi pemerintah yang sesuai dengan etika politik agar semua berjalan menuju kebaikan hidup
Selain ituh Untuk masyarakat indonesia khususnya generasi bangsa untuk lebih menghargai
perjuangan-perjuangan pahlawan terdahulu yang telah memperjuangkan negara ini hingga
merdeka, sehingga kita mempunyai rasa cinta terhadap negara. Dan wujudkanlah negara yang
tentram, damai dan sejahtera. 

Daptar Pustaka
Teaching learning office universitas widyatam 2010 pendidikan Pancasila
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik.Edisi Revisi Cetakan Pertama. Jakarta :
Ikrar Mandiri Abadi
http://ilmusosial.net/penyebab-keruntuhan-orde-baru.html
http://cyndiamalita.blogspot.co.id/2013/11/krisis-ekonomi-sosial-hukum-politik-dan.html
https://xiiiisdua.wordpress.com/2016/01/22/hubungan-krisis-politik-ekonomi-dan-sosial-
dengan-jatuhnya-pemerintahan-orde-baru/
https://samdaulay.wordpress.com/tag/jatuhnya-orde-baru/
http://brainly.co.id/tugas/4598675

Anda mungkin juga menyukai

  • Debate HP
    Debate HP
    Dokumen2 halaman
    Debate HP
    Ocvi Puan Medina Adinda
    Belum ada peringkat
  • 5 CM
    5 CM
    Dokumen3 halaman
    5 CM
    Ocvi Puan Medina Adinda
    Belum ada peringkat
  • Iniii
    Iniii
    Dokumen4 halaman
    Iniii
    Ocvi Puan Medina Adinda
    Belum ada peringkat
  • Naskah Drama Putri Tujuh 222
    Naskah Drama Putri Tujuh 222
    Dokumen11 halaman
    Naskah Drama Putri Tujuh 222
    Ocvi Puan Medina Adinda
    Belum ada peringkat