Tujuh
Pemain:
Narator
Mayang Kemuning
Mayang Melati
Mayang Mawar
Mayang Anggrek
Mayang Kemboja
Mayang Lili
Mayang Sari
Cik Sima
Ratu Melani
Pengawal Cik Sima
pengawal empangkuala
Dayang
Jin
Naskah
(Narator : konon, pada zaman dahulu kala, di daerah dumai berdirilah sebuah
kerajaan bernama Seri Bunga Tanjung. Kerajaan ini di perintah oleh seorang ratu yang
bernama Cik Sima. Ratu ini memiliki tujuh orang putri yang elok nan rupawan, yang
dikenal dengan putri tujuh. Dari ketujuh putri tersebut, putri bungsulah yang paling
cantik namanya Mayang Sari. Putri Mayang sari memiliki keindahan tubuh yang sangat
mempesona, kulitnya lembut bagai sutra, wajahnya elok berseri bagaikan bulan
purnama, bibirnya merah bagaikan delima, alisnya bagai semut beriring, rambutnye
panjang dan ikal terurai bagai mayang, karna itu sang putri juga dikenal dengan sebutan
Manyang Mengurai.
Pade suatu hari, ketujuh putri itu sedang mandi di lubung sarang umai.)
M. Melati : “kakakku, Mayang Kemuning. Kau memiliki rambut yang hitam dan
panjang serta lembut.”
M. Kamboja : “adikku, Mayang Lili. Kau memiliki suara indah untuk bernyanyi.”
(Narator : karna asyik berendam dan tak menyadari ada beberapa pasang mata yang
melihat mereka, yang ternyata adalah pangeran empang kuala dan para pengawalnya.
Mereka mengamati ketujuh putri tersebut dari balik semak-semak. Secara diam-diam,
sang pangeran terpesona melihat kecantikan salah satu putri yang tak lain adalah putri
Mayang Sari)
Pengawal (EK) : “pangeran benar. mereka putri-putri dari kerajaan Seri Bunga
Tanjung, pangeran”
(Narrator : kata-kata itu terus terucap dalam hati pangeran Empang Kuala. Rupanye
sang pangeran jatuh hati kepada putri. Karena itu, sang pangeran nak berniat untuk
meminangnye.
Beberapa hari kemudian, sang pangeran meminta ibunye Ratu Melani untuk melamar
putri itu yang di ketahui bernama putri Mayang Sari)
Empang kuala : “wahai ibunda, antarkan lah tepak sirih ini sebagai pinanganku
kepade keluarga kerajean Seri Bunga Tanjung”.
Cik Sima : “putri kami yang manekah? Kami punye 7 putri wahai ratu !”
Ratu Melani : “bisakah kami melihat ke tujuh putri tersebut?”
(Narrator : tak lama kemudian datanglah dayang dan ketujuh putri tersebut…)
Cik Sima : “Inilah ke tujuh putriku. Baiklah putri tujuhku tersayang, perkenalkan
diri kalian kepade Ratu Melani.”
M. Kemuning : “Saye putri pertame, saye putri Mayang Kemuning, saye suke
menjahit dan merajut”
M. Melati : “Saye putri kedua, saye putri Mayang Melati, saye suke berenang”
M. Mawar : ”Saye putri ketige, saye putri Mayang Mawar, saye suke memasak”
M. Anggrek : “Saye putri keempat, saye putri Mayang Anggrek, saye suke menari”
M. Kemboja : “Saye putri kelima, saye putri Mayang Memboja, saye suke berkebun”
M. Lili : “Saye putri keenam, saye putri Mayang Lili, saye suke membaca”
M. Sari : “Saye putri ketujuh, saye putri Mayang Sari, saye suke berkuda”
Cik Sima : “ini lah anak-anak saye, manakah yang ratu inginkan menjadi menantu
ratu?”
Ratu Melani : “sebenarnye anak saye , pangeran Empang Kuala suke dengan
Mayang Sari, putri bungsu ratu!
Cik Sima : “maaf ratu, kami tak bisa menerima pinangan ratu”
Cik Sima : “ya, saye paham maksud ratu, tapi menurut adat kerajaan seri bunga
tanjung, putri tertua lah yang berhak menerima pinangan terlebih dahulu”
Ratu Melani : “saye mohon..!! anak saya ingin sekali memperistri Mayang Sari”
(Narrator: dengan perasaan kecewa ratu melani dan pengawalnye pun pulang
kembali kekerajannye.
Pegawal (EK) : “ampun baginda.. kami tak ada maksud mengecewakan tuan.
keluarga kerajaan seri bunga tanjung belum bersedia menerima pinangan tuan untuk
memperistri putri Mayang Sari”
Empang Kuala : “ape …..!!! pinangan saye di tolak. Kenape?” (marah dan berteriak)
Pengawal (EK) : “itu karena adat mereka melarang putri bungsu menerima pinangan
sebelum putri tertua menikah”
Empang kuala : (berdiri sambil marah dan berteriak) “saye tak peduli dengaN adat.
Saya merasa terlecehkan. Pengawal! panggil pasukan yang lain, aku nak menyerang
kerajaan Seri Bunga Tanjung karna telah menolak lamaran saye…!!”
(Narator : amarah yang menguasai hati pangeran Empang Kuala tak bise di kendalikan
lagi. Sang pangeran pun segera memerintahkan para panglima dan pasukan yang lain
untuk menyerang kerajaan seri bunga tanjung. Maka pertempuran antara kedua
kerajaan itu tak dapat di elakkan lagi.
Sementara itu di kerajaan Seri Bunga Tanjung, Cik Sima segera melarikan ke tujuh
putrinya ke dalam hutan dan menyembunyikan mereka kedalam sebuah lubang yang
beratapkan tanah dan terlindung oleh pepohonan. Tak lupa pula Cik Sima membekali
ketujuh putrinya tersebut makanan yang cukup untuk tiga bulan)
Cik sima : “putri-putri ku kalian harus bersembunyi di lubang ini. Untuk berjaga-
jaga ini ibunda telah menyiapkan makanan untuk kalian selama 3bulan.”
Dan Mayang Kemuning ingat jaga baik-baik adik-adikmu selama ibunda tak ade.”
Cik Sima : “pengawal kerajaan kita sudah hancur, rakyat sudah banyak yang
tewas. agar tidak memburuk keadaan saye perintahkan kalian berdua untuk menemui
jin yang sedang bertapa di bukit hulu sungai umai untuk meminta pertolongannye agar
dapat mengalahkan pasukan empang kuala.”
Pengawal (CS) : “baik lah ratu, kami akan melaksanakan perintah ratu”
Pengawal (CS) : “kami utusan ratu Cik Sima, kami nak mintak tolong kepada jin untuk
mengalahkan pasukan Empang Kuala”
Jin : “utusan ratu Cik Sima. Baik lah, saye akan membantu
kalian”( membaca mantra)
(Narrator: setelah itu pergilah para pengawal tersebut kepada ratu. Dan menyampaikan
bahwa jin terebut mau membantu.suatu malam terjadi peristiwa yang sangat
mengerikan. Secara tiba-tiba pasukan empang kuala tertimpa beribu-ribu buah bakau
yang jatuh dan menusuk ke badan para pasukan Pangeran Empang Kuala. Tak sampai
separuh malam, pasukan Pangeran Empang Kuala dapat dilumpuhkan. Pade saat
pasukan Kerajaan Empang Kuala tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik Sima
menghadap Pangeran Empang Kuala)
Empang Kuala : “Hai orang Seri Bunga Tanjung, ape maksud kedatanganmu ini?”
Pengawal (CS) : “Hamba datang nak menyampaikan pesan Ratu Cik Sima agar
Pangeran berkenan menghentikan peperangan ini. Perbuatan kita ini telah merusakkan
bumi sakti rantau bertuah dan menodai pesisir Seri Bunga Tanjung. Siape yang datang
dengan niat buruk, malapetaka akan menimpa, sebaliknye siapa yang datang dengan
niat baik ke negeri Seri Bunga Tanjung, akan sejahteralah hidupnye”
(Narator : Keesokan harinye, ratu Cik Sima segera mendatangi tempat ke7 putrinye
yaitu dihutan. Alangkah terkejutnya Cik Sima melihat para putrinye sudah tidak
bernyawa lagi. Ternyata Ratu Cik Sima lupa, kalau bekal yang disediakan hanya cukup
untuk tiga bulan. Sedangkan perang antara Ratu Cik Sima dengan Pangeran Empang
Kuala berlangsung sampai empat bulan.)
(Akhirnye, karena tak kuat menahan kesedihan atas kematian ketujuh putrinye, maka
Ratu Cik Sima pun jatuh sakit dan tak lame kemudian meninggal dunia.
Sejak peristiwa itu, masyarakat Dumai meyakini bahwa nama kota Dumai diambil dari
kata “d‘umai” yang selalu diucapkan Pangeran Empang Kuala ketika melihat kecantikan
Putri Mayang Sari atau Mayang Mengurai)
NARASI :
Alkisah zaman dahulu adalah sebuah kerajaan bernama Seri Bunga Tanjung.
Kerajaan ini dipimpin seorang ratu bernama Cik Sima. Cik Sima mempunyai tujuh orang
putri yang cantik jelita. Yang tercantik dari putri-putri ini adalah yang bungsu yang
bernama Puteri Mayang Mengurai.
Suatu saat pergilah ketujuh puteri ini mandi-mandi ke pemandian yang bernama
Sungai Umai. Tanpa dinyana lewat di dekat pemandian itu seorang pangeran dari
Kerajaan Empang Kuala. Pangeran Empang Kuala jatuh hati pada Puteri Mayang
Mengurai. Ia menyebut puteri yang dicintainya itu putri yang ada di umai.
Maka datanglah utusan raja Empang Kuala melamar Puteri Mayang Mengurai. Cik
Sima sebagai orang tua dan Ratu menolak dengan halus lamaran ini. hal ini
menimbulkan kemarahan dari Kerajaan Empang Kuala. Datanglah Pangeran Empang
Kuala membawa pasukannya memerangi kerajaan Seri Bunga Tanjung. Terjadilah
peperangan yang dahsyat.
Untuk menjaga keselamatan ketujuh puteri, Ratu menyembunyikan mereka di sebuah
lubang tanah/gua yang sangat rahasia. Kepada mereka Ratu meninggalkan perbekalan
untuk tiga bulan.
Ternyata peperangan berlangsung lama, melebihi masa tiga bulan. Tinggallah ketujuh
putri di dalam gua itu dalam kesengsaraan.
*
Sesosok tubuh tertutup kain putih. Sesosok tubuh yang telah menjadi mayat. Dialah
Putri Awan Pelangi, anak keempat dari Ratu Cik Sima yang memerintah di Kerajaan Seri
bunga Tanjung. Mayat Putri Awan Pelangi dikelilingi keenam saudaranya di goa
persembunyian mereka. Suasana duka bertumpuk-tumpuk di hati dan wajah mereka.
CM : ”Jangan menyesali apa yang telah terjadi. Itu tidak boleh. Apa yang telah terjadi adalah
takdir yang telah ditulis di lauh mahfuz lima puluh ribu tahun sebelum langit dan bumi
diciptakan.
Mayang, jangan bersedih. Kamu tidak salah. Kakakmu Bunga Melati sedang galau.
Pikiran sehatnya tidak berfungsi.”
MM : ”Ini memang salahku. Kak Bunga Melati benar. Seharusnya aku tidak menolak lamaran
Pangeran Empang Kuala. Aku benci diriku. Karena aku rakyat Kerajaan Seri Bunga
Tanjung binasa. Karena aku, kita semua akan mati di gua ini.”
EP : “Sudahlah, Dek. Kami merasa tidak menderita. Bukankah hidup ini memang selalu
begini. Susah senang, suka duka, bahagia, derita. Kalau dalam hari-hari ini kita dalam
penderitaan, maka ini adalah jalan pasti kehidupan yang tidak hanya kita yang
merasakan.”
MJ : ”Kita tidak boleh berputus asa. Berputus asa adalah sifat orang kafir. Kita masih punya
Allah yang Maha mengetahui apa yang terjadi pada kita. Allahhussomad, Allah tempat
meminta tempat bergantung. Allah pasti menolong kita.”
CM: Kalau begitu engkau tinggal saja. Istirahatlah. Mayang, engkau temani Embun Pagi.
Jenazah Awan Pelangi diangkat untuk dikebumikan. Embun Pagi dan Mayang Mengurai
tertinggal.
EP : ”Aduu..h, aduu…h…. kepalaku sakit sekali. Rasanya mau pecah. Mayaan…g sakit sekali…
aduuh…”
MM : “Embuun……..”
(suara Mayang panjang menggema membelah alam. Pasti didengar semua yang bisa
mendengar. Lolongan kesedihan dan kepedihan yang teramat dalam)
”Jangan tinggalkan aku embun….
Jangan pergi…
Buka matamu kak embun......
Atau bawa aku bersamamu….”
(Siapa pun yang melihat dan mendengar Mayang pasti akan terperangkap dalam duka
dan air mata. Kesedihan dari hati yang sangat berduka)
”Bangun.. embun
Bangun..
Embuun…”
Bukan hanya Embun yang diratapi Mayang. Ia meratapi semua. Kata tak cukup lagi
mengungkap duka. Air mata bertahta dalam jiwa.
Tiba-tiba Mayang terdiam. Semua sunyi. Ia mengangkat kepalanya, tengadah. Ia
menatap langit. Matanya tajam dan liar.
Tiba-tiba ia berteriak keras. Keras sekali. Alam seakan berguncang, bumi gempa,
burung-burung beterbangan.
”Huaaa……………….aaaaaaaaa…aaaaaaaaaaaa…!!!!!!!!!!!!!!!!!”
MM : ”Bunga Melati benar. Akulah manusia terkutuk yang telah membawa malapetaka
ini. karena aku Seri Bunga Tanjung banjir darah.
Aduhai, mengapa aku tak mati saja sebelum musibah ini.
Andai aku tak pernah dilahirkan.
Andai aku debu.
Wahai Robb langit dan bumi. Jika laknat ini untukku, biarlah kutanggungkan semua.
Jangan timpakan lanknat ini pada ibuku, saudara-saudaraku, rakyatku.
Mengapa mereka yang mesti menaggungkan azab ini…
Mengapa tidak aku saja yang menanggungkannya..
Banjir darah di mana-mana.
Air mata tumpah menggenangi negeriku.
Tawa dan senyum telah hilang, berganti tangisan, tak tahu kapan akan berhenti.
Anak-anak kehilangan masa indah mereka.
Para wanita kehilangan kehormatan dan tempat bergantung.
Masa depan mereka menjadi gelap, segelap malam saat bulan bintang menghilang.
Akulah sumber malapetaka ini.
Saudaraku satu per satu mati.
Rakyatku mati.
Sedang aku, sumber malapetaka ini, masih hidup.
Aku lebih baik mati. Mungkin kematianku bisa menjadi tumbal untuk menghentikan
petaka ini.
Ya Allah..
Aku tahu engkau akan murka
Aku tahu jahanam telah menantiku
Tapi,
Aku tak sanggup menanggungkan lagi”
(Mayang bermaksud bunuh diri. Ia telah memegang sebilah belati di tangan kanannya.
Dengan cepat belati itu ia tancapkan ke perutnya.)
MJ : ”Apa yang kaulakukan mayang. Ini perbuatan hina. Tempatnya di kerak neraka.”
MM : ”Biarkan, biarkan aku mati. Aku pantas masuk neraka. Aku sumber petaka.
Lepaskan..
Lepaskan…
Lepaskan….
Lepaskan…..
Aku mau mati…”
Plak ..
Cahya Mentari menampar Mayang Mengurai. Keras. Mayang tersungkur, tengkurap
mencium bumi.
CM : ”Kamu jangan membuat malu sejarah nenek moyang kita dengan kelemahanmu plus
kebodohanmu itu. Ratu Cik Sima, ibu kita, saat sekarang sedang bertungkus lumus
mempertaruhkan kepalanya dan kepala kestria Kerajaan Seri Bunga Tanjung untuk
menegakkan muruah negeri kita. Tindakan dan ucapanmu sebagai salah seorang puteri
kerajaan bertolak belakang dengan kegagahberanian yang terkenal pada penduduk
negeri kita. Laki-laki perempuan orang Seri Bunga Tanung berdarah pahlawan. Ingat
itu dan hentikan ucapanmu yang tak bernilai itu!!
Setiap orang pasti mati. Perang hanya alat bagi pemilik kehidupan mendatangkan
kematian. Bukan perang yang membuat orang mati. Tidak ajal berpantang mati. Kalau
ajal belum sampai, tak ada apa pun yang bisa merenggut nyawa orang.
Kuatkan hati. Istighfar. Sebut nama-Nya sebanyak-banyaknya.”
NARASI:
Setelah perang usai barulah ibu mereka, Cik Sima, datang menjemput. Dan dia harus
menelan kenyataan pahit bahwa ketujuh puterinya telah meninggal dalam keadaan
sengsaran dan kelaparan.
Terkenallah tempat putri cantik itu sekarang dengan nama Dumai (= berasal dari
ucapan Pangeran Empang Kuala yang menyatakan puteri diumai, untuk menyebut
puteri Mayang Mengurai). Legenda mereka terkenal dengan Legenda Puteri Tujuh.