Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara


Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah
kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain
saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang
hancur akibat serangan Mongol itu, keadaan politik umat Islam secara keseluruhan
baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan
besar, diantaranya Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia ( Iran ).
Kerajaan Usmani adalah kerajaan yang pertama berdiri juga terbesar dan
paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.
Dalam perkembangannya, dunia Islam selalu mengalami pasang surut.
Kerajaan Turki Usmani inilah yang menjadi sebuah pionir dalam perkembangan
dunia Islam pada masanya dan juga kehancurannya menjadi sebuah pembuka
masuknya era indrustrialisasi ke dunia Islam.
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami
daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad,
mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar
abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah
tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke
daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka,
orang-orang Turki Seljuk. Kemudian sultan Alauddin menghadiahkan sebidang tanah
di Asia Kecil yang berbatasan dengan Byzantium.sejak saat itu mereka terus
membina wilayah barunya dan meimilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Dari perjalanan panjang kerajaan Turki Ustmani, muncullah beberapa ulama-
ulama Islam yang terkenal dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, politik maupun
sastra. Ulama-ulama inilah yang mengembangkan Islam dari berbagai ilmu teknologi
maupun ilmu pengetahuan.

1
Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad Ibn Habib al-Mawardi atau yang lebih
terkenal dengan Al-Mawardi adalah salah satu ulama yang terkenal di masa Turki
Utsmani. Al-Mawardi tumbuh sebagai pemikir Islam yang ahli dalam bidang fiqih
dan sastrawan disamping juga sebagai politikus yang piawai.

1.2 Rumusan Masalah


Untuk memudahkan pembahasannya maka akan dibahas masalah sesuai
dengan latar belakang di atas yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana identitas seorang Al-Mawardi sehingga menjadi ulama yang
terkenal pada masa ini?
2. Bagaimanakah lingkungan sosial politik pada masa hidup Al-Mawardi?
3. Apa sajakah karya-karya Al-Mawardi yang terkenal?
4. Bagaimanakah latarbelakang pendidikan dan kepribadian Al-Mawardi?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui identitas seorang ulama yang terkenal pada masa ini yaitu Al-
Mawardi
2. Mengetahui keadaan lingkungan sosial politik pada masa hidup Al-Mawardi
3. Mengetahui karya-karya Al-Mawardi yang terkenal
4. Mengetahui sketsa historis pendidikan dan kepribadian Al-Mawardi
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini bermanfaat bagi masyarakat untuk lebih mengetahui ulama-
ulama yang terkenal pada masa kejayaan Turki Ustmani, dengan demikian
masyarakat bisa lebih menghayati bagaimana perjuangan para ulama di masa ini
dalam mengembangkan agama Islam.
Makalah ini juga bermanfaat bagi mahasisiwi fakultas Ushuluddin agar lebih
mendalami lagi tokoh-tokoh Islam pada masa kejayaan kerajaan Turki Ustmani,
sehingga pengetahuan mereka dan wawasan mereka lebih luas tentang ulama-ulama
yang ikut andil dalam perkembangan agama Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Identitas Al-Mawardi


Nama lengkapnya ialah Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Basri
Al-Syafie. Para ahli sejarah dan tabaqat member gelar kepada beliau dengan sebutan
Al-Mawardi, Qadi al-Qudhat, Al-Basri dan Al-Syafi’i. nama Al-Mawardi
dinisbahkan kepada air mawar (ma’ul wardi) karena bapak dan datuknya adalah
penjual air mawar. Gelar Qadi Al-Qudhat disebabkan seorang ketua kadi yang alim
dalam bidang fiqih. Gelar ini diterima pada tahun 429 H. Gelar Al-Basri ialah karena
beliau lahir di Basrah. Sementara nama penggantinya (nama kinayah) ialah Abu
Hassan.
Imam Al-Mawardi dilahirkan di Basrah pada tahun 364 H bersamaan pada
tahun 974 M. beliau dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai perhatian yang
besar kepada ilmu pengetahuan.
Al-Mawardi wafat pada tanggal 30 Rabi’ul Awwal 450 H, bertepatan dengan
27 Mei 1058 M. ketika itu beliau berumur 86 tahun, banyak para pembesar dan ulama
yang menghadiri pemakaman beliau. Jenazah Al-Mawardi dimakamkan di
perkuburan Bab Harb di Baghdad.
Al-Mawardi hidup pada masa kejayaan Islam, yaitu masa dimana ilmu
pengetahuan yang dikembangkan umat Islam mengalami puncak kejayaannya.
Dengan demikian, tidaklah mengherankan jika Al-Mawardi tumbuh sebagai pemikir
Islam yang ahli dalam bidang fiqih dan sastrawan disamping juga sebagai politikus
yang piawai.
Ketajaman pemikiran Al-Mawardi dalam bidang politik sebagaimana
dijumpai dalam karyanya yang berjudul Al-ahkam As-Shulthoniyah secara
antropologis dan sosiologis tidak dapat dilepaskan dari situasi politik yang tengah
mengalami krisis. Pada masa itu kekuasaan Abbasiyah melemah, sebagai akibat
terjadinya penuntutan pejabat tinggi dari etnis Turki untuk merebut puncak

3
pemerintahan. Kehendak itu saja menimbulkan reaksi keras dari kelompok penguasa
yang menghendaki kemapanan dan status quo.
Ia belajar fiqih dari ahli hukum Abu al-Wahid al-Simari, kemudian beliau
pergi ke Baghdad untuk studi lanjutan di bwah syeikh Abd al-Hamid dan Abdullah
al-Baqi. Kemahirannya dalam yurisprudensi etika, ilmu politik dan sastra terbukti
bermanfa’at dalam mengamankan karir terhormat baginya.
Setelah penunjukan awal sebagai Qadhi (hakim), dia secara bertahap
dipromosikan ke kantor yang lebih tinggi sampai ia menjadi ketua Mahkamah Agung
di Baghdad. Dalam kapasitas ini ia memaikan peran kunci dalam membantu
hubungan yang harmonis antara menurun kekhalifahan Abbasiyah dan kekuatan
meningkatnya Buwahids dan Saljukes.
Al-Mawardi adalah seorang ahli hukum yang besar, muhaddis, sosiolog dan
ahli dalam ilmu politik. Dia adalah seorang ahli hukum yang diadakan di reputasi
tinggi.
Al-Mawardi telah dianggap sebagai salah satu pemikir paling terkenal dalam
ilmu politik di ababd pertengahan. Karya aslinya mempengaruhi perkembangan ilmu
ini, bersama-sama ilmu sosiologi yang dikembangkan lebih lanjut di kemudian hari
oleh Ibnu Khaldun.

2.2 Lingkungan Sosial Politik Pada Masa Hidup Al-Mawardi


Sebagaimana telah disinggung secara singkat pada pembahasan kejayaan di
atas, bahwa Al-Mawardi hidup pada masa kejayaan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan Islam, secara pasti Al-Mawardi hidup pada masa kemunduran dinasti
Abbasiyah. Situasi sosial politik pada masa Al-Mawardi adalah suatu periode ketika
kekhalifahan yang berpusat di Baghdad sedang mengalami degradasi yang berakibat
melemahnya system pemerintahan yang berakhir pada jatuhnya daulah Abbasiyah.
Sebagaimana diketahui, pada awalnya Baghdad merupakan pusat peradaban
Islam dan poros Negara Islam. Khalifah Baghdad merupakan otak dari peradaban itu,
dan sekaligus jantung Negara dengan kekuasaan dan wibawa yang menjangkau

4
semua penjuru dunia Islam. Akan tetapi, lambat laun “cahaya gemerlapan” itu pindah
dari kota Baghdad ke kota-kota lain.
Al-Mawardi lahir ketika pemerintahan Abbasiyah mengalami krisis tersebut.
Dimana krisis tersebut terjadi dan tergambarkan berupa disintegrasi sosial politik
yang semakin lama semakin parah. Indikatornya antara lain banyak dinasti yang lahir
melepaskan diri dari kekuasaan Abbasiyah dan mendirikan kerajaan-kerajaan kecil di
luar wilayah Abbasiyah.
Meskipun demikian, beberapa hal yang perlu dicatat, bahwa ketika dinasti ini
mengalami kemunduran di bidang politik, bidang filsafat dan ilmu pengetahuan terus
berkembang dan juga banyak melahirkan ilmuan-ilmuan besar seperti Al-Farabi, Al-
Mawardi, Al-Ghazali dan sebagainya. Karena pemimpin-pemimpin politik tersebut
mempunyai perhatian yang besar pada semangat keilmuan.
Selain itu pada saat itu juga berkembang mainstream bahwa kekuatan
kejayaan suatu bangsa ada pada kekuatan ilmu pengetahuan, sehingga para pembesar
dan para pemimpin politik tersebut berebut untuk mencurahkan segenap tenaganya
pada bidang ini.
Disamping itu pengaruh dari faham keagamaan mu’tazilah yang cenderung
rasionalis serta perkembangan paham syi’ah yang dianut oleh para pembesar
Abbasiyah dari kalangan bani Buwaih turut mempengaruhi pola pikir mereka.
Sehingga, walaupun pergolakan politik sangat dahsyat terjadi di Baghdad tidak
mempengaruhi pada kegiatan kajian keilmuan.
Kejayaan ilmu pengetahuan dalam Islam ini, yaitu masa dimana ilmu
pengetahuan yang dikembangkan umat Islam mengalami puncak kejayaannya. Telah
mengkondisikan jiwa Al-Mawardi sebagai seorang yang punya semangat keilmuan
yang tinggi dan berhasil mengantarkan Al-Mawardi sebagai seorang pemikir hebat,
keadaan ini tidaklah mengherankan jika Al-Mawardi kemudian tumbuh sebagai
pemikir Islam yang ahli dalam bidang Fiqih dan sastrawan disamping juga sebagai
politikus yang piawai.

5
2.3 Karya-karya Al-Mawardi yang terkenal
Selain seorang ulama yang waktunya banyak digunakan untuk keperluan
pemerintah dan mengajar, Al-Mawardi tercatat sebagai ulama yang banyak
melahirkan karya-karya tulisnya dengan ikhlas.
Ditengah-tengah kesibukannya sebagai Qodhi, Al-Mawardi juga banyak
memanfaatkan waktunya untuk banyak membuat karya tulis maupum ilmiah. Tidak
kurang dari 12 judul yang secara keseluruhan dapat dibagi tiga kelompok
pengetahuan yaitu :
 Kelompok pengetahuan agama antara lain: kitab tafsir yang berjudul An-
Nukat wa al’uyun, kitab ini menurut catatan sejarah belum pernah diterbitkan,
naskah buku masih tersimpan pada perpustakaan College ‘Ali di
Konstantinopel dan perpustakaan Kubaryali dan Rampur di India. Kitab Al-
Hawi Al-Kabir, kitab ini adalah sekumpulan pendapat hasil ijtihad beliau
dalam bidang Fiqih. Kitab ini disusun berdasarkan madzhab Syafi’I, memuat
4000 halaman dan disusun dalam 20 bagian. Masih juga dalam bidang ilmu
pengetahuan agama adalah kitab Al-Iqra’, yang merupakan ringkasan dari
kitab Al-Hawi Al-Kabir, ditulis dalam 40 halaman serta Adab Al-qodhi, Al-
Iqna’ dan ‘Alam An-Nubuwah.
 Kelompok pengetahuan politik dan ketatanegaraan antara lain: Al-Ahkam As-
Sulthoniyah, Nasihat Al-Mulk, Tshil an-Nazar Wa Ta’jil Az-zafar dan
Qowanin Al-Wizaroh Wa Siasat Al-Mulk. Kitab-kitab tersebut termasuk karya
beliau yang sangat popular dikalangan dunia Islam. Naskah-naskah kitab ini
telah diterbitkan di Mesir oleh penerbit Dar Al-Usul pada tahun 1929 dan
telah diterjemahkan kedalam bahasa Jerman, Prancis dan Latin.
 Kelompok pengetahuan bidang akhlak yang termasuk kelompok bidabg ini
adalah kitab an-Nahwu, al-Ausat wa’alhikum dan al-Bughyah fi adab ad-
Dunnya waddin. Kitab Adab ad-Dunnya wa ad-Din dinilai sebagai buku yang
amat bermanfaat. Buku ini pernah ditetapkan oleh kementrian pendidikan di
Mesir sebagai buku pegangan di sekolah-sekolah tsanawiyah selama lebih
dari 30 tahun.

6
2.4 Sketsa Historis Pendidikan dan Kepribadian Al-Mawardi
Dalam sejarah pendidikannya, pada masa-masa awal, Al-Mawardi menempuh
pendidikan di negeri kelahirannya sendiri, yaitu Bashroh. Di kota tersebut Al-
Mawardi sempat mempelajari hadits dari beberapa ulama terkenal seperti Al-Hasan
Ibnu Ali Ibnu Muhammad Ibn Al-Jabaly, Abu Khalifah Al-Jumhy, Muhammad Ibn
‘Adiy Ibnu Zuhar Al-Marzy, Muhammad Ibnu Al-Ma’aly Al-Azdy serta Ja’far bin
Muhammad Ibn Al-Fadl Al-Baghdadi. Menurut pengakuan muridnya, Ahmad Ibn Ali
Al-Khatib,bahwa dalam bidang Al-Hadist, Al-Mawardi termasuk tsiqot.
Setelah mengenyam pendidikan di kota kelahirannya, ia pindah ke Baghdad
dan bermukim di Darb Az-Za’farani. Disini Al-Mawardi belajar hadist dan Fiqih
serta bergabung dengan halaqah Abu Hamid Al-Isfiroini untuk menyelesaikan
studinya.
Selanjutnya, setelah ia menyelesaikan studinya di Baghdad, ia berpindah
tempat ke kota lain untuk menyebarkan atau mengamalkan ilmunya. Kemudian,
setelah lama berkeliling ke berbagai kota, ia kembali ke Baghdad untuk mengajarkan
ilmunya dalam beberapa tahun.
Di kota itu ia mengajarkan Hadist, menafsirkan Al-Qur’an dan menulis
beberapa kitab diberbagai disiplin ilmu, yang hal ini menunjukan bahwa Al-Mawardi
adalah seorang yang alim dalam bidang fiqih, hadist, adab (sastra), nahwu, filsafat,
politik, ilmu-ilmu sosial dan akhlak. Hasil karyanya yang cemerlang tersebut
menjadikannya seorang penulis terkenal.
Dalam catatan sejarah, Al-Mawardi juga mendalami bidang fiqih padasyeikh
Abu Al-Hamid Al-Isfarayani, sehingga ia tampil menjadi salah seorang ahli fiqih
terkemuka dari madzhab Syafi’i. sungguhpun Al-Mawardi tergolong sebagai
penganut madzhab Syafi’I, namun dalam bidang teologi ia juga memiliki pemikiran
yang bersifat rasional, hal ini antara lain bisa dilihat dari pernyataan Ibn Sholah yang
menyatakan bahwa dalam beberapa persoalan tafsir yang dipertentangkan antara ahli
sunnah dan mu’tazilah, Al-Mawardi ternyata lebih cenderung kepada Mu’tazilah.
Terlepas dari pandangan-pandangan fiqihnya, yang jelas sejarah mencatat,
bahwa Al-Mawardi dikenal sebagai orang yang sabar, murah hati, berwibawa dan

7
berakhlak mulia. Hal ini antara lain diakui oleh para sahabat dan rekannya yang
belum pernah melihat Al-Mawardi menunujukan budi pekerti yang tercela.
Selain itu Al-Mawardi juga dikenal sebagai seorang ulama yang berani
menyatakan pendapatnya walaupun harus berhadapan dengan tentangan dari ulama
lainnya. Keberaniannya memberikan gelar malikal mulk kepada khalifah Jalaluddin
Al-Buwaihi, serta menetapkan berbagai persyaratan kekhalifahan dan pemerintahan
merupakan bukti bahwa Al-Mawardi seorang ulama yang tidak takut mengeluarkan
pendapat dan fatwanya.
Al-Mawardi pernah belajar dari ulama-ulama yang terkenal pada masa itu
diantaranya:
1. Qadi Abu Qasim Abdul Wahid bin Husein Al-Syaimiri bermadzhab Syafi’i.
Beliau telah mengarang kitab seperti al-Idha fi Mazhab, kitab Qias wa I’lal,
Adab Mufti wa Mustafta dan lain-lain. Beliau menuntut ilmu dari Abu Hamid
Al-Mawarzi dan Abu Fayad.
2. Muhammad bin Adi Al-Munqari. Nisbah kepada bani Munqar bin Ubaid bin
Muqa’is bin Amru bin Ka’ab. Hassan bin Ali bin Muhammad Al-Jily. Al-
Mawardi belajar dengannya ilmu hadist. Muhammad bin Al-Mu’ally Al-
Azdy. Al-Mawardi belajar dengannya ilmu bahasa Arab.
3. Ja’far bin Muhammad Al-Fadal bin Abdullah Abu Qasim Al-Daqaq. Beliau
juga dikenali sebagai Ibn Marastani Al-Baghdadi. Wafat pada 387 H, Al-
Mawardi belajar dengannya ilmu Hadist.
4. Syeikh Islam Abu Hamid, Ahmad bin Abu Tahir Muhammad bin Ahmad Al-
Isfarayni. Lahir pada tahun 344 H. seorang ulama Syafi’iyah yang terkemuka
di Baghdad. Mempunyai ketegasan dan keberanian dalam mengatakan
kebenaran. Beliau belajar Fiqih dengan Abu Hassan, Ibn Marzan, Abu Qassim
Darki dan lain-lain ulama yang masyhur sehingga beliau menjadi ulama yang
disegani. Beliau mempunyai kitab Ta’lik syarah Mazni sebanyak 50 jilid dan
juga kitab dalam Ushul Fiqih. Abu Hassan Qadrawin menyebutkan bahwa
tidak pernah saya melihat seorang yang alim dalam madzhab Syafi’I yang
lebih faqih dari Abu Hamid. Beliau wafat pada tahun 406 H.

8
5. Abu Muhammad, Abdullah bin Muhammad Al-Bukhari terkenal dengan Al-
Bafi Al-Khawarijmi. Beliau merupakan murid Abu Ali bin Abu Hurairah dan
Abu Ishak Al-Mawarzi. Al-Zahibi menyebutkan bahwa Abu Muhammad
merupakan seorang yang alim, terutama dalam bahasa Arab dan
kesusasteraannya. Beliau telah wafat pada bulan Muharram tahun 398 H dan
disembahyangkan oleh al-Isfarayni.

BAB III
PENUTUP

9
Al-Mawardi telah dianggap sebagai salah satu pemikir terkenal dalam ilmu
politik di abad pertengahan. Karya aslinya mempengaruhi perkembangan ilmu ini,
bersama-sama dengan ilmu sosiologi.
Kontribusinya dalam bidang ilmu politik dan sosiologi terdiri dari sejumlah
buku monumental, yang paling terkenal di antaranya adalah Kitab al-Ahkam al-
Sultania, Qanun al-Wazarah, dan Kitab Nasihat al-Mulk. Buku-buku membahas
prinsip-prinsip ilmu politik, dengan referensi khusus dengan fungsi dan tugas
khalifah, menteri utama, menteri lainnya, hubungan antara berbagai elemen
masyarakat dan sektor serta langkah-langkah untuk memperkuat pemerintah dan
memastikan kemenangan dalam perang.
Dua buku tersebut, al-Ahkam al-Sultania dan Qanun al-Wazarah telah
dipublikasikan dan juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Ia dianggap
sebagai penulis atau pendukung “ Doktrin Kebutuhan” dalam ilmu politik.dengan
demikian dia mendukung kekhalifahan yang kuat dan putus asa kekuasaan tak
terbatas di delegasikan kepada Gubernur, yang cenderung untuk membuat kekacauan.
Di sisi lain, ia telah meletakkan prinsip-prinsip yang jelas untuk peilihan khalifah dan
kualitas dari peilih, di antaranya adalah pencapaian tingkat intelektual dan keurnian
karakter.

10

Anda mungkin juga menyukai