Soal:
1. Diskripsikan Pandangan Filsafat Pancasila terhadap system Pendidikan Nasional :
2. Simpulkan mennurut pendapat Saudara deskripsikan di atas(no.1)!
3. Deskripsikan Pancasila sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia!
4. Wujud sistem sosial-kebudayaan Pancasila dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu :
(1) Sistem nilai
(2) Sistem social, dan
(3) Wujud fisik. Jelaskan maksudnya!
Jawaban:
1. Tata cara bernegara di Indonesia di atur dalam UUD 1945 yang selama ini belum
pernah mengalami amandemen, kecuali setelah bergulir reformasi tahun 1998.
Kendatipun amandemen telah rampung bulan agusrus tahun 2002, namun
pembukaan UUD 1945 masih tetap, dan di alenia ke empat disebutkan ; “...untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial,....”
Tidak berubahnya pembuakaan UUD 1945 tersebut mengindikasikan bahwa bangsa
indonesia tetap memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan upaya sebagai
langkah mencerdaskan kehidupan bangsa untuk meningkatkan harkat dan martabat
bangsa Indonesia.
Acuan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, UUD 1945 Pasal 31 hasil
amandemen 2002 yaitu :
1. setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
2. pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.yang diatur dengan undang-undang.
3. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional.
Sebagai mana yang telah dijelaskan sebelumnya pendidikan adalah suatu proses
sosial budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Dengan demikian
pendidikan secara nyata merupakan proses sosialisasi antar warga melalui interaksi
insani menuju masyarakat yang berbudaya. Nana Sudjana (1989) menyebutkan tiga
gejala yang diwujudkan dalam kebudayaan umat manusia yaitu berupa,
1. Ide dan gagasan seperti: konsep, nilai, norma, peraturan sebagi hasil ciptaan
dan karya manusia.
2. Kegiatan seperti tindakan yang berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
3. Hasil karya cipta manusia
Pendidikan merupakan suatu proses budaya, maka senantiasa dalam upaya
membina dan mengembangkan cipta, rasa dan karsa ke dalam tiga wujud di atas.
Wujud pertama, yaitu ide dan gagasan sifatnya cenderung abstrak. Adanya dalam
pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada. Gagasan
itu menjadi motivasi, pendorong, serta memberi jiwa dan makna bagi kehidupan
manusia dalam bermasyarakat sehingga pola pikir tersebut menjadi suatu sistem
yang dianut. Wujud yang kedua adalah kegiatan yang berpola dari manusia, yaitu
aktivitas manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam sistem sosial, aktivitas manusia cenderung bersifat konkret, bisa dilihat dan
bisa di observasi secara langsung. Sedangkan wujud yang ketiga adalah seluruh
hasil fisik atau non fisik serta perbuatan atau karya manusia dalam masyarakat.
Sudah barang tentu wujud fisik dan non fisik ini hasil dari karya manusia sesuai
dengan kebudayaan pertama dan kedua. Artinya, wujud ketiga merupakan hasil
buah pikir dan keterampilan manusia sesuai dengan gagasan atau ide dan aktivitas
manusia dalam struktur sistem sosialnya
Dengan demikian program pendidikan yang dirancang untuk membina kompetensi
peserta didik, tak bisa lepas dari aspek sosial budaya masyarakatnya. Di sini berarti
asas sosiologis akan memberikan pijakan yang mendasar untuk memberikan apa
yang cocok dipelajari para peserta didik, bagaimana mempelajari bahan tersebut
sehingga produktivitas pendidikan (out put) sesuai dengan harapan dan tuntutan
kebutuhan masyarakat, baik diamati dan perkembangan sosial budayanya maupun
di amati dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan sosial budaya akan memberi warna dan corak kepada perencanaan
dan implementasi kurikulum pendidikan. Namun demikian, asas sosiologis tak
berarti program pendidikan hanya berorientasi kepada tuntutan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat tanpa menghiraukan kebutuhan peserta didik sebagai
pribadi yang mandiri. Oleh sebab itu, harus dijaga keseimbangan kurikulum
(curiculum balance) antara kepentingan peserta didik sebagai individu yang unik
dan mandiri dengan kepentingan peserta didik sebagai anggota masyarakat.
Pendidikan yang terlalu memusatkan pada kepentingan masyarakat (sociely
centered) akan pincang dan membuahkan beberapa kelemahan. Misalnya, program
pendidikan yang dilakukan kurang menghiraukan perkembangan peserta didik
sebagai pribadi yang unik dan mandiri. Ini berarti, pendidikan harus menjaga
keseimbangan kurikulum dengan menyajikan program antara kepentingan sociely
centered dengan program yang mengarah dan memperhatikan kegiatan yang
berorientasi pada student centered (memusatkan perhatian pada kepentingan peserta
didik sebagai pribadi).
Asas lain yang mempengaruhi pendidikan adalah perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
beberapa dasa warsa terakhir ini maju dengan pesat. Sebagai buah dari kegiatan
penelitian dalam bidang ilmu murni (pure science) dan ilmu terapan (applied
science) yang berkembang pesat. Perkembangan ini jelas memberi pengaruh dan
dampak yang sangat kuat pada pendidikan. Sedangkan isi kurikulum itu sendiri
merupakan kumpulan pengalaman manusia yang disusun secara sistematis dan
sistemik sebagai hasil atau buah karya kebudayaan umat manusia. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu karakteristik perkembangan
sosial budaya, akan memberi corak dan warna bagi perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan pendidikan.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup sehingga mampu menyiapkan
peserta didik untuk dapat hidup wajar sesuai dengan sosial budaya manusia. Dalam
konteks inilah, kurikulum sebagai isi program pendidikan harus dapat menjawab
tantangan dan tuntutan tersebut, bukan hanya dari penyiapan isi programnya saja
tetapi juga pendekatan dan strategi pelaksanaannya.
Dalam pemahaman yang hampir sama, Daoed Joesoef dalam Raka Joni (1983: 40)
menyebutkan bahwa Sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat untuk
dikembangkan melalu proses pendidikan ada tiga hal yaitu:
1. Pikiran atau logika
2. Perasaan atau estetika
3. Kemauan (etika)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi isi /
materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan tugas pada
pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah
yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni juga dapat
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu karakteristik
perkembangan sosial budaya masyarakat akan memberi corak dan warna terhadap
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pendidikan. Sebab Pendidikan adalah
sebagai sutu investasi bagi pengembangan sumber daya manusia sebagai individu
dan anggota masyarakat.
Selain itu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pendidikan adalah Bangsa
Indonesiaa yang terdiri dari berbagai etnis dan budaya yang berbeda merupakan
modal atau aset nasional bagi bangsa untuk memajukan bangsa, tetapi jika
diabaikan dapat menjadi potensial sebagai sumber disentegrasi. Karena itu
sisdiknas harus mampu mengembangkan kearifan untuk belajar hidup bersama
dalam perbedaan. Tanpa kearifan yang tulus lembaga pendidikan tidak akan
mampu berfungsi sebagai lembaga pemersatu, bahkan bisa melahirkan benih-benih
konflik yang sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa.
2. Pendidikan nasional adalah suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan
pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang
bersangkutan guna diabadikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita
nasionalnya.
Pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan
teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai
oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara
Indonesia guna memperlanar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
3. Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta filsafat hidup bangsa Indonesia, pada
hakekatnya merupakan suatu nilai dasar yang bersifat fundamental, sistematis, dan
holistik. Sila per sila yang tersusun adalah satu kesatuan yang bulat, utuh, dan
hirarkis, sehingga dapat diartikan sebagai suatu sistem filsafat.
Didasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila bahwa Pancasila
sebagai filsafat bangsa dan negara mengandung arti dalam setiap aspek kehidupan
kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan yang berdasarkan kepada nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
Berdasarkan pengertian arti kata filsafat dalam Bahasa Indonesia, berasal dari
Bahasa Yunani yakni “Philosophia” terdiri dari kata Philein yang artinya Cinta dan
Sophos artinya Hikmah atau Kebijaksanaan. Secara harafiah filsafat mengandung
arti cinta kebijaksanaan, yang mana cinta diartikan sebagai hasrat yang besar atau
bersungguh-sungguh, dan kebijaksanaan diartikan sebagai kebenaran sejati atau
kebenaran yang sesungguhnya.
Secara etimologi, kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta atau India yang
berasal dari bahasa kasta Brahmana, yaitu “panca” yang berarti lima dan “sila”
yang berarti dasar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pancasila adalah lima dasar
yang digunakan sebagai landasan dari keputusan bangsa, ideologi tetap bangsa,
serta mencerminkan kepribadian bangsa
4. Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah segala hal yang dihasilkan oleh
manusia sebagai makluk Tuhan yang berakal. Wujud hasil kebudayaan manusia
berupa suatu kompleks gagasan, ide-ide, dan pikiran manusia yang masih bersifat
abstrak. Misalnya pengetahuan, ideologi, etika, estetika (keindahan), hasil
pemikiran manusia (seperti logika, matematika,aritmetika, geometrika), norma,
kaidah dan lainya sebagainya. Selain itu wujud kebudayaan manusia yang bersifat
kongkret berupa aktivitas manusia dalam masyarakat, saling berinteraksi, sehingga
terwujudlah sistem sosial. Sistem sosial ini tidak lepas dari tatanan nilai sebagai
pedoman. Oleh karena itu pola-pola aktivitas manusia ditentukan oleh tatanan nilai
yang merupakan hasil budaya abstrak manusia. Jika suatu tatanan sosial bersumber
pada sistem nilai dan sistem nilai bersumber pada nilai-nilai agama, maka sistem
sosial budaya masyarakat akan mengandung nilai keagamaan, nilai kemanusiaan,
dan nilai kebersamaan.