Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. M


dengan diagnosa Congestive Kidney Disease (CKD) di ruang HCU RSD Gunung
Jati Kota Cirebon, maka dalam bab ini kelompok kami akan membahas
kesenjangan teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi
kasus. Dalam penyusunan asuhan keperawatan kami merencanakan keperawatan
yang meliputi pengkajian perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan uraian
sebagai berikut: Berdasarkan pengkajian yang penulis mengangkat 5 diagnosa
keperawatan berdasarkan data – data pendukung yang ditemukan penulis. Dalam
pembahasan ini penulis membaginya dalam 5 (lima) langkah proses keperawatan
yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi atau perencanaan,
implementasi dan evaluasi tindakan keperawatan

A. Analisis Pengkajian
CKD (Gagal Ginjal Kronik) kemampuan fungsi ginjal mempertahankan
metabolik keseimbangan cairan dan elektrolit yang mengakibatkan destruksi
struktur ginjal yang protektif. Adanya manifestasi penumpukan bahan kimia sisa
metabolik seperti toksik uremik didalam darah (mutaqin & sani, 2014).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
kelainan dari struktur atau fungsi ginjal. Keadaan ini muncul selama lebih dari 3
bulan dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan. Penurunan fungsi ginjal dapat
menimbulkan gejala pada pasien PGK (NKF-KDIG, 2013). Chronic Kidney
Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah suatu penyakit dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi yang progresif dan ireversibel. The Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of The National Kidney Foundation
menyebutkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal yang telah berlangsung selama
lebih dari 3 bulan dan penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) sebanyak 60
ml/min/1.73m2 (Lewis, 2011).
Adapun penyebab dari CKD tersebut misalnya pielonefritis kronik,
glomerulonephritis, eenyakit vaskuler hipertensif , misalnya nefrosklerosis
benigna , nefrosklerosis maligna, strenosir arteria renalis, gangguan jaringan
penyambung, misalnya lupus eritematosus sistemik , poli arteritisnodosa, sklerosis
sistemik progresif, gangguan kongenital dan heriditer, misalnya penyakit ginjal
polikistik . asidosis tubulur ginjal, penyakit metabolit misalnya: DM, Goat,
Hiperparatiroidisme, amyloidosis, batu saluran kencing yang menyebabkan
hidrolityasis, infeksi yang disebabkan oleh beberapa jenis baketri E-coli.
Hasil pengkajian Tn. M dengan diagnosa CKD pasien mengatakan pasien
mengeluh sesak napas, kadang-kadang cegukan. Pasien mengatakan ingin minum
dan merasa haus, diet cair 200 ml/hari, IWL 600 ml/24 jam, balance cairan 590
ml. Terdapat oedema di kaki Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data: keadaan
umum pasien lemah, kesadaran compos mentis dengan vital sign Tekanan darah:
123/70 mmHg. HR: 81x/mnt, RR: 26x/mnt, S: 36,8°C, SPO2: 97%, BB pasien 60
kg, Nilai CPOR: 5. Pasien mengunakan otot bantu pernapasan, diberikan oksigen
nasal kanul 3 liter.
Berdasarkan data yang ada secara spesifik tidak ada kesenjangan yang
signifikan anatara kasus Ny. M dengan teori yang telah dikemukakan oleh
beberapa ahli.
Hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada tanggal 30 Januari 2022
didapatkan hasil, Hemoglobin 6,5 g/dl, Ureum 95 mg/dl, Kreatinin 2,9 mg/dl.

B. Analisis Diagnosa Keperawatan (Nursing Diagnose Analyse)


Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok. Perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunka, membatasi,
mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).
Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan teori yaitu
Hipervolemia b.d kelebihan volume cairan dan ureum kreatinin d.d edema pada
ekstremitas bawah dextra. Nilai ureum : 95 mg/dL, kreatinin 2,9 mg/dL. Pola
nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d pasien mengeluh sesak, RR : 26
x/menit, SPO2 : 97%. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi
hemoglobin d.d CRT > 3 detik, akral dingin, Hb : 6,5 g/dL. Gangguan Integritas
Kulit b.d kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas kulit/jaringan d.d terdapat CDL dan luka di femoral ± 1 cm. Risiko
Infeksi b.d kerusakan integritas kulit d.d Leukosit 11.710/uL. semantara itu
berdasarkan hasil pengkajian yang didapat, penulis menegakan 5 (lima) diagnosa
keperawatan sebagai berikut:
Hipovolemia b.d kelebihan volume cairan dan ureum kreatinin d.d
edema pada ekstremitas bawah dextra. Nilai ureum : 95 mg/dL.
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI),
(2016). Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial, dan intraseluler.
Adapun batasan karakteristik dari diagnosis hipovolemia dengan diagnosa
tersebut ditegakan bila ada data mayor yang mendukung yaitu: data objektif :
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah meningkat, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urine
menurun, dan hematokrit menigkat. Data minor yang mendukung yaitu : data
subjektif yaitu merasa lemah, mengeluh haus. Data gejala minor objektif yaitu,
pengisian vena menurun, status mental berubah, suhu tubuh meningkat,
konsentrasi urine meningkat, berat badan turun tiba-tiba.
Diagnosa yang pertama yang penulis ambil adalah penurunan curah
jantung, alasan penulis menegakan diagnosa ini adalah karena sangat mendukung.
Menurut SDKI (2017) dalam menegakan diagnose perlu adanya 80% data mayor
agar diagnosa dapat ditegakan. Berdasarkan data di atas yang ditemukan pada
pasien data subjektif mengeluh haus. Data objektif terdapat udem, ureum 95
mg/dl, kreatinin 2,9 mg/dl.
Oleh karena itu kelompok kami mengambil diagnosa penurunan curah
jantung menjadi diagnosa prioritas karena jika hipovolemia teratasi maka suplai
oksigen dalam sirkulasi darah terpenuhi dan keluhan sesak nafas pasien dapat
teratasi.
Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d frekuensi napas
26x/menit, hb menurun, SPO2 97% (terpasang nasal kanul 4 lpm)
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), (2016).
Pola nafas tidak efektif adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat. Adapun batasan karakteristik dari diagnosis pola nafas tidak
efektif dengan data mayor yang mendukung yaitu dipsnea, penggunaan otot bantu
pernapasan, fase ekspirasi yang panjang dan pola napas abnormal (mis. takipnea,
bradypnea, hiperventilasi, kusmaul, cheynesyokes. Sedangkan data minor yang
mendukung yaitu ortopnea, pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung,
tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun.
Diagnosa yang kedua yang penulis ambil adalah pola nafas tidak efektif
alasan penulis menegakan diagnose ini adalah karena sangat mendukung. Menurut
SDKI (2017) dalam menegakan diagnose perlu adanya 80% data mayor agar
diagnose dapat ditegakan. Diagnosa ini ditegakan karena ditemukan data subjektif
pasien mengeluh sesak. Sedangkan data objektif yaitu SpO2 97%, terdapat
retraksi dinding dada, pasien mengeluh sesak nafas, RR 26 x/menit.
Menurut Dongoes (2010) pasien dengan CKD memiliki tanda dan
gejala seperti sesak nafas disebabkankan oleh penumpukan cairan pada rongga
intertitial dan alveoli, cairan tersebut akan menghambat pengembangan paru-paru
sehingga mengalami kesulitan bernafas. Sehingga penulis mengangkat diagnosa
pola nafas tidak efektif sebagai diagnosa kedua.
Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d
CRT > 3 detik, akral dingin, Hb : 6,5 g/dL.
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), (2016)
penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat engganggu metbolisme
tubuh. Adapun batasan karakteristik dari diagnosis ada data mayor yaitu,
pengisian kapiler kurang dari 3 detik, nadi perifer menurun, atau tidak teraba,
akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun. Sedangkan data
minor yaitu, parastesia, nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten), edema,
penyembuhan luka lambat, indeks ankle brachial lebih dari 0,90, bruit femoral.
Diagnosa ini ditegakan karena sangat mendukung dengan ditemukannya
data subjektif pasien mengatakan lemas, CRT> 3 detik, akral teraba dingin,
terdapat oedema di kaki kanan, dan warna kulit pucat, Hb 6,5 g/dl.
Gangguan integritas kulit b.d kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas kulit/jaringan d.d terdapat CDL dan luka di
femoral ± 1 cm.
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), (2016)
gangguan integritas kulit adalah kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis) atau
jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul
sendi dan atau ligamen. Adapun batasan karakteristik dari diagnosis ada data
mayor yaitu, kerusakan jaringan dan atau lapisn kulit. Sedangkan data minor
yaitu, nyeri, perdarahan, kemerahan, dan hematoma.
Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit d.d Leukosit 11.710/uL Menurut
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), (2016) resiko infeksi adalah
beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.

C. Analisis Tindakan Keperawatan (Nursing Implementation


Analyse)
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatannya yang lebih
baik dengan menggambarkan kriteria hasil sesuai yang diharapkan (Potter &
Perry, 2005). Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis berkolaborasi
dengan tim medis lain serta melibatkan keluarga untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Tindakan keperawatan utama pada diagnosa keperawatan
Hipervolemia yang dilakukan pada pasien Tn. M dengan CKD diantaranya adalah
memeriksa tanda dan gejala hypervolemia, membatasi asupan cairan dan gara,
menganjurkan cara membatasi cairan dan Kolaborasi pemberian diuretic
(Furosemid (IV) 1x1 40 mg, Nefrosteril (Inf) 1x1 10ml/jam)
Tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan pola nafas tidak
efektif yang dilakukan pada pasien Tn. M dengan CKD diantaranya adalah
memonitor pola nafas (menggunakan otot bantu pernafasan, RR : 25 x/menit,
SPO2 : 97%), memposisikan semi fowler/fowler, memberikan oksigen (diberikan
terapi O2 dengan Nasal kanul 3L) dan kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan perfusi perifer tidak
efektif yang dilakukan pada pasien Tn. M dengan CKD diantaranya adalah
memeriksa sirkulasi perifer CRT >3 detik, akral dingin, TD : 140/98 mmHg,
menghindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea keterbatasan
perfusi terpasang infus Nefrosteril di tangan kanan 10 ml/jam, menganjurkan
minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur Candestan 6mg (P.O) 1xOxO
dan kolaborasi pemberian farmakologi As.folat (P.O) 1x1 untuk anemia,
As.Tranexamat (IV) 3x1 untuk mengurangi perdarahan, Vit.K (IV) 3x10mg untuk
pembentukan sel darah merah
Tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan Gangguan Integritas
Kulit yang dilakukan pada pasien Tn. M dengan CKD diantaranya adalah
memonitor tanda-tanda infeksi terdapat kemerahan di sekitar luka luka femoral,
Leukosit 11.710/uL, melakukan perawatan luka CDL 1 kali dalam 3 hari, dan
dilakukan perawatan luka femoral 1x1 dengan chlorhexidine untuk mencegah
terjadinya infeksi, menjelaskan tanda dan gejala infeksi dan kolaborasi pemberian
antibiotic ceftriaxone 2x1gr (IV).
Tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan Risiko Infeksi yang
dilakukan pada pasien Tn. M dengan CKD diantaranya adalah memonitor tanda
dan gejala infeksi lokal dan sistemik terdapat kemerahan pada luka femoral,
Leukosit 11.710/uL, mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien, memberikan perawatan kulit pada area edema Pasien di
berikan minyak zaitun di kaki kanan yang terdapat edema Dan kolaborasi
pemberian antibiotic Ceftriaxone (IV) 2x1gr.

Anda mungkin juga menyukai