Anda di halaman 1dari 38

Rian Priambodo

1.Komunikasi Terapeutik dan Komunikasi dengan klien

a. Definisi : Komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan klien
yang dilakukan secara sadar ketika perawat dan klien saling memengaruhi dan memperoleh
pengalaman bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah klien serta
memperbaiki pengalaman emosional klien yang pada akhirnya mencapai kesembuhan klien.
b. Tujuan:
1. Membantu mengatasi masalah klien untuk mengurangi beban perasaan dan pikiran.
2. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk klien/pasien.
3. Memperbaiki pengalaman emosional klien.
4. Mencapai tingkat kesembuhan yang diharapkan.
c. Kegunaan:

1. Merupakan sarana terbina hubungan yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.
2. Mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau pasien.
3. Mengetahui keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan.
4. Sebagai tolok ukur kepuasan pasien.
5. Sebagai tolok ukur komplain tindakan dan rehabilitasi.
d. Komunikasi sebagai Elemen Terapi :

komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah mempunyai tujuan terapi atau memberikan efek
penyembuhan buat klien.
Cara komunikasi:
1. Senyum perawat
2. Kesabaran
3. Kelembutan
4. kata-kata yang tegas dan menyejukkan atau kata-kata yang disampaikan dengan jelas

e. Perbedaan Komunikasi Terapeutik dan Komunikasi Sosial:

f. Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik:

1. Spesifikasi tujuan komunikasi


2. Lingkungan nyaman
3. Privasi
4. Percaya diri
5. Berfokus kepada klien
6. Stimulus yang optimal
7. Mempertahankan jarak personal, Jarak untuk terjalinnya komunikasi terapeutik adalah
satu lengan (± 40 cm).
d. Penggunaan Diri secara Terapeutik dan Analisis diri Perawat:
- Cara menggunakan diri secara terapeutik

1. mengembangkan kesadaran diri (developing self awareness)


2. mengembangkan kepercayaan (developing trust)
3. menghindari pengulangan (avoiding stereotypes)
4. tidak menghakimi (becoming nonjudgmental)

-cara menganalisis diri perawat:


1. Kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan diri
2. Klarifikasi nilai (clarification of value )
3. Eksplorasi perasaan (feeling exploration)
4. Perawat sebagai model peran (nurses as role model)
5. Berorientasi untuk kepentingan orang lain (altruism)
6. Ethic dan responsibility

F. Tahapan (Fase) Hubungan dan Komunikasi Terapeutik Perawat-Klien:


a. Fase prainteraksi

Fase ini merupakan fase persiapan yang dapat dilakukan perawat sebelum berinteraksi dan
berkomunikasi dengan klien. Pada fase ini, perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan sendiri, serta menganalisis kekuatan dan kelemahan profesional diri. Perawat juga
mendapatkan data tentang klien dan jika memungkinkan merencanakan pertemuan pertama
dengan klien. Perawat dapat bertanya kepada dirinya untuk mengukur kesiapan berinteraksi dan
berkomunikasi dengan klien.
Contoh pertanyaan perawat kepada diri sendiri sebagai berikut.
Apa yang akan saya tanyakan saat bertemu nanti?
Bagaimana respons saya selanjutnya?
Adakah pengalaman interaksi yang tidak menyenangkan?
Bagaimana tingkat kecemasan saya?
b. Fase orientasi/introduksi

Fase ini adalah fase awal interaksi antara perawat dan klien yang bertujuan untuk merencanakan
apa yang akan dilakukan pada fase selanjutnya. Pada fase ini, perawat dapat
1) memulai hubungan dan membina hubungan saling percaya. Kegiatan ini mengindikasi
kesiapan perawat untuk membantu klien;
2) memperjelas keluhan, masalah, atau kebutuhan klien dengan mengajukan pertanyaan tentang
perasaan klien; serta
3) merencanakan kontrak/kesepakatan yang meliputi lokasi, kapan, dan lama pertemuan;
bahan/materi yang akan diperbincangkan; dan mengakhir hubungan sementara.
-Tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase orientasi ini sebagai berikut.
1) Memberikan salam terapeutik

Contoh: “Assalamualaikum, selamat pagi”, dan sebagainya.


2) Evaluasi dan validasi perasaan klien
Contoh: “Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Ibu tampak segar hari ini”.

3) Melakukan kontrak hubungan dengan klien meliputi kontrak tujuan interaksi, kontrak waktu,
dan kontrak tempat. Contoh: “Tujuan saya datang ke sini adalah membantu Ibu menemukan
masalah yang membuat Ibu selalu merasa tidak nyaman selama ini”, “Menurut Ibu, berapa lama
waktu yang akan kita butuhkan untuk tujuan ini? Bagaimana kalau 15 menit?”, “Untuk tempat di
dalam ruang ini saja atau di taman belakang?”
c. Fase kerja

Fase ini adalah fase terpenting karena menyangkut kualitas hubungan perawatklien dalam asuhan
keperawatan. Selama berlangsungnya fase kerja ini, perawat tidak hanya mencapai tujuan yang
telah diinginkan bersama, tetapi yang lebih bermakna adalah bertujuan untuk memandirikan
klien. Pada fase ini, perawat menggunakan teknik-teknik komunikasi dalam berkomunikasi
dengan klien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (sesuai kontrak).
Contoh: “Saya akan memasukkan jarum infus ini ke pembuluh darah di tangan ibu”, “Ibu akan
merasakan sakit sedikit dan tidak perlu khawatir”.
d. Fase terminasi

Pada fase ini, perawat memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan keberhasilan
dirinya dalam mencapai tujuan terapi dan ungkapan perasaannya. Selanjutnya perawat
merencanakan tindak lanjut pertemuan dan membuat kontrak pertemuan selanjutnya bersama
klien. Ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase terminasi ini, yaitu
Evaluasi subjektif dan objektif
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita diskusi tentang masalah yang Ibu hadapi?”
“Coba sebutkan masalah yang Ibu hadapi terkait dengan keluarga Ibu!
Rencana tindak lanjut
”Baik, Ibu, saya cukupkan pertemuan kita hari ini, tidak terasa bahwa waktu kita sudah
berlangsung 15 menit. Rencana selanjutnya setelah ini adalah menemukan alternatif
penyelesaian masalah yang Ibu hadapi dan pengambilan keputusan untuk solusi.”

Kontrak yang akan datang


“Terkait dengan rencana tersebut, saya akan datang lagi besok hari Selasa pukul 09.00, saya akan
datang di tempat ini lagi. Selamat istirahat dan assalamualaikum, selamat siang.”
2. Berduka/ Kehilangan

Penyelenggara pelayanan spiritual juga memberikan sumbangan bagi data pengkajian Anda.
Perawat diharapkan mampu mengkaji komponen-komponen di bawah ini:
a. faktor-faktor yang memengaruhi berduka;
b. reaksi Berduka;

c. harapan-harapan klien;
d. keputusan akhir kehidupan.
Istilah dalam kematian:
a. Rigor Mortis Rigor Mortis

adalah kekakuan tubuh yang terjadi kurang lebih 2 sampai 4 jam setelah mati.
b. Algor Mortis Algor Mortis

adalah menurunnya temperatur tubuh secara berkala setelah kematian.


c. Livor mortis
pucat dimulai ujung jari

- Dukungan Spiritual Dukungan spiritual adalah sangat penting bagi klien yang sedang menanti
ajal. walaupun tidak semua klien mengidentifikasinya dengan agama atau kepercayaan khusus,
sebagian besar membutuhkan arti dari kehidupannya, terutama sebagai pengalaman penyakit
terminal. Kategori kebutuhan spiritual klien yang sedang menanti ajal adalah:
1) mencari arti;
2) rasa untuk meminta maaf;

3) kebutuhan untuk cinta;


4) kebutuhan untuk harapan.

Perawat bertanggung jawab untuk meyakinkan bahwa kebutuhan spiritual klien terpenuhi, baik
melalui intervensi langsung atau melalui orang lain yang dapat memenuhi kebutuhan spiritual
klien, misal pemuka agama, sahabat dekat atau saudara klien. Perawat bertanggung jawab untuk
tidak memaksakan keyakinan ataupun nilai yang diyakininya kepada klien, tetapi merespons
klien sehubungan dengan latar belakang kebutuhan klien itu sendiri. Keterampilan komunikasi
sangat diperlukan untuk membantu klien untuk mengungkapkan kebutuhannya dan
mengembangkan kepedulian dan rasa percaya klien. Intervensi spesifik meliputi fasilitasi
ungkapan perasaan, berdoa, meditasi, membaca, dan diskusi dengan penasehat yang tepat.
Penting bagi Perawat untuk bekerja sama dengan orang yang mempunyai keahlian dalam hal
spiritual
1. Kehilangan

a. Pengertian Pengertian dari kematian sebenarnya masih belum jelas, sebagai respons emosional
atau respons tingkah laku terhadap kehilangan, dan dampak pada cinta seseorang (Sundeen,
Stuart, & Laraia, 2007).
Secara umum ada 3 istilah bila kita mendiskusikan tentang kehilangan, yaitu berduka, mourning
dan kematian.

3. Konsultasi keperawatan dan kolaborasi dengan dokter


1. Komunikasi S B A R
Komunikasi S B A R dilakukan pada - saat serah terima Pasien (antar shift keperawatan,
perpindahan pasien antar unit kerja)
- Saat Petugas melaporkan kondisi pasien kepada Dokter penanggung jawab Pasien (DPJP).
Melaparkan:
 kondisi pasien yang kritis

 pemeriksaan penunjang dengan hasil nilai kritis

 kondisi pasien yang mendapat pengobatan dan memerlukan pengawasan khusus

 kondisi pasien yang memerlukan monitoring


ketat Isi laporan SBAR:

- S (Situation)  melaporkan situasi pasien, meliputi: nama pasien, umur, lokasi, masalah yang
ingin disampaikan, tanda-tanda vital pasien, kekhawatiran petugas terhadap kondisi pasien.

- B (Background)  menyampaikan latar belakang atau masalah pasien sebelumnya

- A (Assessment)  menyampaikan penilaian terhadap kondisi pasien dengan menyampaikan


masalah saat ini

- R Recommendation)  menyampaikan rekomendasi berupa saran, pemeriksaan tambahan, atau


perubahan tatalaksana jika diperlukan.
2. Komunikasi TBAK ( tulis, baca,
konfirmasi) Komunikasi TBAK dilakukan,
pada saat:
- Saat petugas menerima instruksi verbal pertelepon/ lisan dari DPJP
- Saat petugas menerima laporan hasil tes kritis/ critical test/ pemeriksaan cito.

Prosedur komunikasi TBAK dilakukan sebagai berikut:


a. Penerima pesan menuliskan pesan lengkap yang disampaikan pengirim di Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT), meliputi:

 Tanggal dan jam pesan diterima

 Isi pesan secara lengkap

 Nama pemberi instruksi dalam kotak stempel KONFIRMASI (penerima pesan


membubuhkan stempel KONFIRMASI di sebelah kanan/bawah catatan instruksi)

 Nama penerima pesan

b. Penerima pesan Membacakan kembali instruksi lengkap tersebut kepada pemberi pesan

c. Pemberi pesan mengkonfirmasi isi pesan dengan jawaban “Ya benar”


d. Pemberi pesan/ instruksi menanda tangani dan menulis tanggal dan jam penandatanganan
dalam kotak stempel KONFIRMASI dalam catatan perkembangan terintegrasi, dalam waktu 1 x
24 jam
4. Komunitas dll
a. strategi intervensi dalam keperawatan komunitas meliputi:
1. Dalam menggerakan masyarakat. Pembentukan kelompok dilakukan oleh masyarakat bersama
perawat. misalnya posbindu, kelompok tani lanjut usia, karang werdha.
2. Pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah aktivitas yang dengan sengaja dirancang
untuk meningkatkan kesehatan atau mempelajari suatu masalah kesehatan.
3. Kemitraan (partnership). Konsep kemitraan bersifat terbuka, fleksibel dan mengutamakan
negosiasi serta menjadi bagian yang penting untuk difahami oleh setiap komponen yang
bekerjasama saling menguntungkan dalam bentuk kemitraan. Kemitraan dengan pihak lain
(Puskesmas, Dinas kesehatan, dan Balai pengobatan swasta,) serta sektor lain seperti Dinas
pertanian, Dinas sosial dan Pemerintah Kota. Kemitraan ini harus dapat meningkatkan partisipasi
aktif masyarakat dan mendukung keberhasilan program pembinaan kesehatan komunitas. Proses
kemitraan sebagai berikut: (1) Mencari mitra yang potensial dan diharapkan dapat terlibat dalam
masyarakat; (2) Mengundang mitra untuk mendiskusikan tugas, tanggungjawab, serta
kemungkinan risiko yang terjadi; (3) Pelaksanaan kemitraan, meliputi inisiasi untuk melakukan
tindakan bersama partner, bekerja sama dengan partner serta mengevaluasi bentuk kerja sama
secara keseluruhan.
4. Pemberdayaan masyarakat (empowerment). Strategi pemberdayaan merupakan strategi
penting yang harus digunakan karena berjalannya dan berkelanjutannya kegiatan
penanggulangan masalah kesehatan bila masyarakat berdaya atau mampu melakukannya secara
mandiri. Pemberdayaan harus diawali dengan pendidikan kesehatan tentang masalah kesehatan
yang ada di daerah tersebut. Terdapat tiga model pengorganisasian masyarakat yaitu model
pengembangan masyarakat (locality development), model perencanaan sosial (social planning),
dan model aksi sosial (social action).
b. Pada kegiatan praktik keperawatan komunitas anda juga harus berfokus pada tingkat
pencegahan, yaitu:
1. Pencegahan primer yaitu pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada populasi sehat,
mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum serta perlindungan khusus terhadap penyakit,
contoh: imunisasi, penyuluhan gizi, simulasi dan bimbingan dini dalam kesehatan keluarga.

2. Pencegahan sekunder yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya perubahan derajat
kesehatan masyarakat clan ditemukan masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan
pada diagnosa dini dan tindakan untuk mnghambat proses penyakit, Contoh: Mengkaji
keter¬belakangan tumbuh kembang anak, memotivasi keluarga untuk melakukan penieriksaan
kesehatan seperti mata, gigi, telinga, dll.
3. Pencegahan tertier yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian individu pada tingkat
berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga, Contoh: Membantu keluarga yang
mempunyai anak dengan resiko gangguan kurang gizi untuk melakukan pemeriksaan secara
teratur ke Posyandu.
c. Prioritas masalah dilakukan dengan mempertimbangkan empat kriteria yaitu;
1. Sifat masalah. diagnosa keperawatan keluarga dikategorikan menjadi diagnosa keperawatan
potensial diberi skor 1, diagnosa keperawatan resiko diberi skor 2 dan diagnosa keperawatan
aktual diberi skor 3.

2. Kemungkinan masalah dapat diubah, Pemberian skor pada kriteria ini dilakukan dengan
ketentuan bila kemungkinan masalah dapat diubah 3, sebagian maka diberi skor 2, sedangkan
bila kemungkinan masalah tidak dapat diubah, maka diberi skor 0.
3. Potensi masalah dapat dicegah, Pemberian skor dari kriteria ini yaitu skor 3 diberikan bila
potensi masalah untuk dicegah “tinggi”, skor 2 diberikan bila potensi masalah untuk dicegah
“cukup” dan skor 1 diberikan bila potensi masalah untuk dicegah “rendah”.

4. Menonjolnya masalah, Skor 2 diberikan bila masalah menonjol dan segera diatasi, skor 1
diberikan bila tidak perlu segera diatasi dan skor 0 diberikan bila masalah tidak dirasakan
keluarga.

5. Perawatan Luka
a. prinsip-prinsip perawatan luka:
1. Pembersihan & pencucian luka
a. Luka kering (tidak mengeluarkan cairan) dibersihkan dengan teknik swabbing, yaitu
ditekan & digosok pelan2 menggunakan kasa steril atau kasa bersih yang dibasahi
dengan air steril atau NaCl 0,9%.
b. Luka basah (mudah berdarah) dibersihkan dengan teknik irigasi, yaitu di semprot
lembut dengan air steril atau NaCl.
2. Memilih pembalut Pembalut luka merupakan sarana vital untuk mengatur kelembaban kulit,
menyerap cairan yang berlebih, mencegah infeksi & membuang jaringan mati. Pembalut yang
dipakai disesuaikan dengan kondisi/keadaan luka. Contoh pembalut diantaranya:
a. Pembalut yang mengandung calsium alginate: berbahan rumput laut, menjadi gel jika
bercampur cairan luka, menyerap cairan luka, merangsang proses pembekuan darah,
mencegah kontaminasi bakteri pseudomonas. Hydarioactive gel dapat membantu proses
pelepasan jaringan mati
b. Hydariocoloid: mempertahankan kelembaban luka, menyerap cairan, menghindari
infeksi, bengkak atau mengalami infeksi
3. Tidak boleh membuat sebuah luka menjadi luka baru. Hindari tindakan menggaruk luka atau
kulit di sekitar luka.
4. Luka baru

a. Luka baru yang kotor dibersihkan dengan air & sabun & dikeringkan dengan kain
bersih atau kasa steril.
b. Bila luka dangkal & terdengan di bagian yang tidak bergerak dibiarkan terbuka agar
proses penyembuhan cepat
c. Bila luka bersih tidak usah pakai antiseptik atau salep antibiotik. Bila luka kotor
sebaiknya ditutup dengan kasa steril
d. Untuk mempercepat penyembuhan, luka operasi harus dijaga agar tidak terkena air
5. Luka Basah
a. Menghilangkan pus Membuka luka serta mengalirkan nanah. Untuk mengurangi
pembentukan nanah luka harus dibersihkan dengan cairan fisiologis dan apabila luka
basah bisa diganti balutan beberapa kali
b. Menjaga kelembaban luka
Mengganti balutan
e. Bebet aha pei i ibet six i yang di r esepkar › dijadik.are sa Lu pada buLul
semprot. Semprotkan luka untu k membersihkan debris.
15) Berikan balutan
a. Balutan Kering
Pakai sarung tangan steril.
Inspeksi penampilan, drain, drainase dan integritas pada ku lit.
— Bersihlkan luka dengan larutan fbersihkan dari area yang
terkontaminasi sed ikit ke area yang paling terkontaminasi).
Keringkan area dengan kasa.
Berikan balutan kering steril yang menutupi
luka. Berikan penutup balutan jika d iinstruksi
kan.
b. Balutan Basah
Pasang sarung tangan steril
Kaji penampilan area sekitar luka.
— Bersihkan dasar luka dengan normal saline atau pembersih lu
ka lainnya. Kaji dasar
— Lembabkkan kasa dengan kasa yang diinstruksikan. Peras
kelebihan larutan.
— Letakkan satu lapis kasa langsung di atas permukaan luka.
Ji ka luka dalam, masukkan balutan ke dasar luka dengan
tangan atau forceps hingga semua permu kaan luka kontak
dengan kasa. Ji ka ada lorong luka, gunakan apli kator
berujung kapas untu k meletakkan kasa pada area yang
berlorong. P astikan kasa tidak menyentuh kulit di sekitarnya.
16) — Tutupi dengan kasa kering yang steril dan penuutup balutan.
Fiksasi bal utan
a. Gunakan plester non alergi untuk memfiksasi balutan.
b. Gunakan teknik ikatan Montgomery:
Paparkan permukaan plester pada masing-masing
ikatan. Letakkan ikatan berlawanan dari balutan.
Letakkan plester tepat di atas kulit, atau gunakan barrier
kulit. Fiksasi balutan dengan meletakkan tali di atasnya.
c. Untuk balutaan pada ekstremitas, fiksasi balutan dengan kasa gulung
1 7) atau jarring elastis.
Buka sarung tangan dan buang ke kantung. Lepaskan masker dan pelindung
18) mata.
Cat at tanggal dan waktu penggantian balutan menggunakan tinta
19) (bukan spidol) pada plester.
20) Rapikan semua alat dan cuci tangan.
Bantu klien ke posisi yang nyaman.
Irigasi luka: menggunakan syringe 35 ml atau ukuran 19
13) Pasang sarung tangan steril.
14) Irigasi luka dengan pembukaan lebar:
a) Menglsl syrlnge 35 ml dengan laturan IrIgasI.
b) Pasang jarum 19 gauge atau angiokateter.
c) Pegang ujung syringe 2,5 cm (1 inchi) di atas ujung luka yang pa
ling atas dan disekitar luka yang telah dibersihkan.
d) Memberikan tekkanan secara ter us meneru, bilas luka. Ulangi
langkah 14 a, b, c hingga larutan drainase masuk ke dalam
isJ wadah bersih.
Untuk mengirigasi luka dengan pembukaan yang sangat kecil:
a) Pasang angiokateter yang halus untuk mengisi syringe irigasi.
b) Lumasi ujung kateter dengan larutan irigasi. Dengan hati-hati,
masukkan ujung kateter dan tarik se kitar 1 cm (O,5 inch).
c) Gunakan tekanan yang pelandan ter us menerus, bilas luka.
d) Menjepit kateter di bawah syringe sambil menjaga kateter tetap
di tempatnya.
e) Angkat dan isi kembali syringe. Hubungkan kembali dengan kateter,
dan ulangi hingga larutan drainase yang mengalir ke dalam wadah
16) telihat bersih.
Ambil kultur jika diperlukan, setelah membefslhkan larutan gram
nonbakteriostatik.

17) Keringkan tepian luka dengan kasa.


18) Laku kan tindakan penggantian balutan dengan tepat.
19) Lepas sarung tangan, masker, kaca mata dan gown.
2D) Buang peralatan sekali pakaidan persediaan yang terlihat kator.
21) Cuci tangan.
22) Bantu klien mengambil posisi yang nyaman.
23) Kaji tipe jaringan pada dasar luka.
24) Periksa ba luutan secara berkala.
25) Evaluasi integritas kulit.
26) Amati klienakan tanda-tanda ketidaknyamanan.
27) Amati adanya sisadari zat-zat yang mengirigasi.
d. Tahap termi nasi
1) E1'filLLlsl hasil .' rcspun klicn
2) Dukumcnlasikan hasilnya
3 Lilktlk an kunlrak unttlk kegiatan selanjutnya
4) Akhiri kept U(fiD F12c fl3 c ñkUll ti lil$-1ll U$

5) Cuci tangan
Mengangkat Jahitan:

6. Hospitalisasi

Atraumatic care atau asuhan atraumatik adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam
lingkungan oleh seseorang (personal) dengan melalui penggunaan intervensi yang
menghilangkan atau memperkecil distres psikologis dan fisik yang dialami oleh anak-anak
dan keluarga mereka dalam sistem pelayanan kesehatan
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.
Dampak perpisahan dari keluarga maka anak mengalami gangguan psikologis
seperti kecemasan, ketakutan, kurang kasih sayang sehingga gangguan ini akan
menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak.
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak, diharapkan anak
mandiri dalam kehidupannya, anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan
aktivitas sehari- hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal, serta pendidikan
terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak.
c. Mencegah dan mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis).
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering kali tidak bisa dihilangkan
secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi,
relaksasi, imaginary.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak.
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat
berarti dalam kehidupan anak
e. Modifikasi lingkungan.
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga
anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya.

7. Case Finding
Pencarian kasus secara aktif ini ada dua macam :
a. Backward tracing (telusur kebelakang)
Tujuan utamanya adalah mencari sumber penularan. disini dikumpulkan data
tentang orang – orang yang pernah berhubungan dengan penderita sebelum penderita
tersebut jatuh sakit. Dengan memanfaatkan pengetahuan tentang reservoir penyakit,
masa inkubasi penyakit, cara penularan penyakit, riwayat alamiah perjalanan penyakit
serta gejala – gejala khas penyakit yang sedang mewabah, dapat ditentukan sumber
penularan penyakit tersebut.
b. Forward tracing (telusur ke depan)
Tujuan utamanya mencari kasus baru. Disini dikulpulkan data tentang orang
– orang yang pernah berhubungan dengan penderita setelah penderita tersebut
terserang penyakit. Dengan memanfaatkan pengetahuan tentang masa inkubasi
penyakit, cara penularan penyakit, riwayat alamiah perjalanan penyakit serta gejala –
gejala khas penyakit yang sedang mewabah, dapat ditemukan kasus – kasus baru
penyakit tersebut.
c. Pasive Case Finding
Pada pencarian kasus yang pasif, pengumpulan data tentang masalah
kesehatan tidak dilakukan secara aktif, melainkan hanya menunggu penderita yang
dating berobat kesatu fasilitas kesehatan saja. Pencarian data hanya mengandalkan
laporan yang ada. Contoh : Penjaringan tersangka TB paru dilaksanakan hanya pada
penderita yang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan terutama Puskesmas sehingga
penderita yang tidak datang masih menjadi sumber penularan yang potensial.

8. Pertumbuhan dan perkembangan anak

a. Masa prenatal atau masa intra uterin. Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
1) Masa zigot/mudigah, yaitu sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu.
2) Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Sel telur/ovum yang telah
dibuahi suatu organism, terbentuk sistem organ dalam tubuh.
3) Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir kehamilan. Masa janin ini
terdiri dari 2 periode yaitu:

 Masa fetus dini, yaitu sejak umur kehamilan 9 minggu sampai trimester ke 2
kehidupan intra uterin. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, alat tubuh telah
terbentuk dan mulai berfungsi.
 Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini pertumbuhan
berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi organ. Pada masa ini pertumbuhan otak
janin sangat peka terhadap lingkungan sekitarnya.

b. Masa bayi (infancy) umur 0-11 bulan. Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
1) Masa neonatal, umur 0-28 hari. Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi
perubahan sirkulasi darah serta mulai berfungsinya organ-organ. Masa neonatal dibagi menjadi
dua periode:

 Masa neonatal dini, umur 0-7 hari.


 Mas neonatal lanjut, umur 8-28 hari.

2) Masa post neonatal, umur 29 hari sampai 11 bulan. Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang
pesat dan proses pematangan berlangsung secara terus-menerus terutama meningkatnya fungsi
sistem saraf.
c. Masa anak toddler (umur 1-3 tahun). Pada periode ini kecepatan pertumbuhan mulai menurun
dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik kasar dan motorik halus serta fungsi
ekskresi. Perkembangan moral dan dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini.

d. Masa anak pra sekolah (umur 3-6 tahun). Pada masa ini pertumbuhan berlangsung stabil.
Aktivitas jasmani bertambah seiring dengan meningkatnya keterampilan dan proses berfikir.
Pada masa ini selain lingkungan di dalam rumah, anak mulai diperkenalkan pada lingkungan di
luar rumah.
e. Masa anak sekolah (6-12 tahun) Pada masa ini pertumbuhan dan pertambahan berat badan
mulai melambat. Tinggi badan bertambah sedikitnya 5 cm per tahun. Anak mulai masuk sekolah
dan mempunyai teman yang lebih banyak sehingga sosialisasinya lebih luas. Menunjukkan
kesukaan dalam berteman dan berkelompok dan bermain dalam kelompok dengan jenis kelamin
yang sama tetapi mulai bercampur.

f. Masa anak usia remaja (12-18 tahun) Pada remaja awal pertumbuhan meningkat cepat dan
mencapai puncaknya. Karakteristik sekunder mulai tampak seperti perubahan suara pada anak
laki-laki dan pertumbuhan payudara pada anak perempuan. Pada usia remaja tengah,
pertumbuhan melambat pada anak perempuan. Pada usia ini identitas diri sangat penting
termasuk didalamnya citra diri dan citra tubuh. Mereka mulai menjalin hubungan dengan lawan
jenis dan status emosi biasanya lebih stabil terutama pada usia remaja lanjut.

 Kebutuhan Dasar Anak untuk Tumbuh Kembang Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh
dan berkembang secara umum digolongkan menjadi 3, yaitu:
a. Kebutuhan Fisik-Biomedik (asuh). Meliputi:

1) Pangan/gizi, yang merupakan kebutuhan terpenting.


2) Perawatan kesehatan dasar, antara lain imunisasi, pemberian ASI, penimbangan
bayi/anak secara teratur, pengobatan apabila sakit, dan sebagainya.
3) Papan/pemukiman yang layak.
4) Hygiene perorangan, sanitasi lingkungan.
5) Sandang.
6) Kesegaran jasmani, rekreasi.

b. Kebutuhan emosi/kasih sayang (asih). Pada tahun-tahun pertama kehidupannya, hubungan


yang erat antara ibu/pengganti ibu dengan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin
tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental, maupun psikososial. Kasih sayang dari orang
tua akan menciptakan ikatan yang erat (bonding) dan kepercayaan dasar (basic trust).
c. Kebutuhan Stimulasi Mental (asah). Stimulasi mental merupakan cikal-bakal dalam proses
belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental akan memupuk perkembangan
mental psikososial anak dalam hal kecerdasan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian,
moral-etika, produktivitas dan sebagainya.
9. HAIs
1. Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital acquired infections (HAIs) ” apabila
memenuhi batasan/ kriteria sebagai berikut:
• Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang
dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
• Merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya, setelah dirawat 3 x 24 jam. Sebelum dirawat, pasien tidak memiliki gejala
tersebut dan tidak dalam masa inkubasi.
• Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok
yang paling berisiko terjadinya HAIs
• HAIs adalah suatu infeksi yang tidak terinkubasi dan terjadi ketika pasien masuk ke
rumah sakit atau akibat dari fasilitas kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit.
• HAIs adalah suatu infeksi yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan yang berasal
dari alatalat medis, prosedur medis atau pemberian terapi.
2. Penyebab
Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (WHO, 2002):
a. Conventional pathogens Penyebab penyakit pada orang sehat, karena tidak adanya
kekebalan terhadap kuman tersebut, misalnyaStaphylococcus aureus, streptococcus,
salmonella, shigella, virus influenza, virus hepatitis.
b. Conditional pathogens Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan daya
tahan tubuh terhadap kuman langsung masuk dalam jaringan tubuh yang tidak steril,
misalnyapseudomonas, proteus, klebsiella, serratia, dan enterobacter.
c. Opportunistic pathogens Penyebab penyakit menyeluruh pada penderita dengan
daya tahan tubuh sangat menurun, misalnya mycobacteria, nocardia, pneumocytis.
3. Jenis Risiko Infeksi Terkait Layanan Kesehatan “ Healthcare associaterd infections
(HAIs) Semua penderita rawat inap di rumah sakit berisiko untuk mendapatkan infeksi
dari pengobatan atau tindakan operatif yang diterimanya.
1) Ventilator associated pneumonia (VAP)
2) Infeksi aliran darah (IAD)
3) Infeksi saluran kemih (ISK)
4) Infeksi Daerah Operasi (IDO)

4. Faktor risiko HAIs


1) Umur: neonatus dan lansia lebih rentan.

2) Status imun yang rendah/terganggu (immuno-compromised): penderita dengan penyakit


kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obat imunosupresan.
3) Gangguan/Interupsi barier anatomis:
• Kateter urine: meningkatkan infeksi saluran kemih (ISK)
• Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah operasi (IDO) “Surgical Site
Infection” (SSI)
• Intubasi dan pemakaian ventilator: meningkatkan kejadian “Ventilator associated
Pneumonia” (VAP)
• Kanula vena dan arteri: Plebitis
• Luka bakar dan trauma
4) Implantasi benda asing

• Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung


• “cerebrospinal fluid shunts”
• “valvular / vascular prostheses”
5) Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapat menyebabkan
pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri resisten terhadap berbagai antimikroba.
5. Enam komponen rantai penularan infeksi
a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada manusia,
agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada
agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: patogenitas, virulensi dan
jumlah (dosis, atau “load”).
b. Reservoir adalah wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang-
biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan penelitian, reservoir
terbanyakadalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air,
lingkungan dan bahan-bahan organik lainnya.
c. Tempat keluar (Port of exit) adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme)
meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih serta
transplasenta.
d. Cara penularan (Mode of transmision) adalah metode transport mikroorganisme dari
wadah/reservoir ke pejamu yang rentan. Ada beberapa metode penularan yaitu: (1)
kontak: langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui vehikulum
(makanan, air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya serangga dan binatang
pengerat). Secara langsung misalnya; darah/cairan tubuh, dan hubungan kelamin, dan
secara tidak langsung melalui manusia, binatang, benda-benda mati, dan udara.
e. Portal masuk (Port of entry) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang rentan
dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau melalui kulit
yang tidak utuh.
f. Penjamu Rentan (host susceptibility) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun
sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi
kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, lukabakar yang
luas, trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan imunosupresan.

6. Cara penularan infeksi (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010)


a. Penularan secara kontak
Penularan dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet.
Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu.
Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya
benda mati).
b. Penularan melalui common vehicle. Penularan ini melalui benda mati yang telah
terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu.
Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-
obatan, cairan antiseptik, dan sebagainya.
c. Penularan melalui udara dan inhalasi Penularan terjadi, karena mikroorganisme
mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak
yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan.
d. Penularan dengan perantara vektor Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun
internal. Disebut penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara
mekanis dari mikroorganime yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan
salmonella oleh lalat. Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk kedalam
tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan biologik, misalnya parasit malaria dalam
nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologik.
e. Penularan melalui makanan dan minuman Penyebaran mikroba patogen dapat melalui
makanan atau minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut
menyertainya sehingga menimbulkan gejala baik ringan maupun berat.

7. Dampak Infeksi Nosokomial/HAIs

Infeksi nosokomial/HAIs memberikan dampak sebagai berikut:


1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang
permanen serta kematian
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.

3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan meningkatkan
lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal dan penggunaan pelayanan
lainnya, serta tuntutan hukum.
10. Kewaspadaan Standard

1. KEBERSIHAN TANGAN Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan


menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs)bila tangan tidak tampak kotor.
Cuci tangan dilakukan pada saat: sabun (40-60 detik), alcohol (20-30 detik)

a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan tubuh
sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai sarung tangan.
b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih, walaupun
pada pasien yang sama.
 Indikasi kebersihan tangan:
- Sebelum kontak pasien;

- Sebelum tindakan aseptik;


- Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
- Setelah kontak pasien;

- Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien


 Kriteria memilih antiseptik:
- Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas
- Efektifitas

- Kecepatan efektifitas awal


- Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan

- Tidak menyebabkan iritasi kulit


- Tidak menyebabkan alergi

2. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


a) UMUM

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam APD sebagai berikut:


1) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai petugas untuk
memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius.
2) APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung mata (goggle),
perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup
(Sepatu Boot).

3) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari resiko pajanan
darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke
petugas dan sebaliknya.
4) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh atau
membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien
terkontaminasi dari petugas.
5) Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.

6) Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung tangan sambil menulis dan
menyentuh permukaan lingkungan.
b) JENIS-JENIS APD
1) Sarung tangan Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu:

⁻ Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan.
⁻ Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi petugas pemberi pelayanan
kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin
⁻ Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan
terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
2) Masker Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut dari cipratan
darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan udara yang kotor dan melindungi
pasien atau permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau bersin.

 Terdapat tiga jenis masker, yaitu:


⁻ Masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah penularan melalui droplet.

⁻ Masker respiratorik, untuk mencegah penularan melalui airborne. <5 mikron


⁻ Masker rumah tangga, digunakan di bagian gizi atau dapur.

 Cara memakai masker:


⁻ Memegang pada bagian tali (kaitkan pada telinga jika menggunakan kaitan tali karet atau
simpulkan tali di belakang kepala jika menggunakan tali lepas).
⁻ Eratkan tali kedua pada bagian tengah kepala atau leher.

⁻ Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang hidung dengan kedua ujung jari tengah
atau telunjuk.
⁻ Membetulkan agar masker melekat erat pada wajah dan di bawah dagu dengan baik.
⁻ Periksa ulang untuk memastikan bahwa masker telah melekat dengan benar.
 Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan fit test :

• Ukuran respirator perlu disesuaikan dengan ukuran wajah.


• Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat adanya cacat atau lapisan
yang tidak utuh.
• Memastikan tali masker tersambung dan menempel dengan baik di semua titik sambungan.

• Memastikan klip hidung yang terbuat dari logam dapat disesuaikan bentuk hidung
petugas. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan masker tidak efektif, yaitu:
• Adanya janggut dan jambang
• Adanya gagang kacamata

• Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi yang dapat mempengaruhi perlekatan bagian
wajah masker.
3) Gaun Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan atau
percikan darah atau cairan tubuh, sekresi, ekskresi atau melindungi pasien dari paparan pakaian
petugas pada tindakan steril.

 Jenis-jenis gaun pelindung:


⁻ Gaun pelindung tidak kedap air

⁻ Gaun pelindung kedap air


⁻ Gaun steril
⁻ Gaun non steril

 Indikasi penggunaan gaun pelindung


Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran atau kontaminasi pada pakaian
petugas, seperti:
⁻ Membersihkan luka

⁻ Tindakan drainase
⁻ Menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan atau WC/toilet

⁻ Menangani pasien perdarahan masif


⁻ Tindakan bedah

⁻ Perawatan gigi
Segera ganti gaun atau pakaian kerja jika terkontaminasi cairan tubuh pasien (darah).

 Cara memakai gaun pelindung:


Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan tangan dan
selubungkan ke belakang punggung. Ikat di bagian belakang leher dan pinggang
4) Goggle dan perisai wajah Harus terpasang dengan baik dan benar agar dapat melindungi
wajah dan mata.
 Indikasi:
Pada saat tindakan operasi, pertolongan persalinan dan tindakan persalinan, tindakan perawatan
gigi dan mulut, pencampuran B3 cair, pemulasaraan jenazah, penanganan linen terkontaminasidi
laundry, di ruang dekontaminasi CSSD.

5) Sepatu pelindung
Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindung kaki petugas dari tumpahan/percikan
darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau
kejatuhan alat kesehatan, sepatu tidak boleh berlubang agar berfungsi optimal.

 Jenis sepatu pelindung seperti sepatu boot atau sepatu yang menutup seluruh permukaan
kaki
 Indikasi pemakaian sepatu pelindung:
- Penanganan pemulasaraan jenazah

- Penanganan limbah
- Tindakan operasi

- Pertolongan dan Tindakan persalinan


- Penanganan linen

- Pencucian peralatan di ruang gizi


- Ruang dekontaminasi CSSD

6) Topi pelindung Tujuan


pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut
dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga
sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari percikan darah atau cairan tubuh dari
pasien.
 Indikasi pemakaian topi pelindung:
- Tindakan operasi

- Pertolongan dan tindakan persalinan


- Tindakan insersi CVL

- Intubasi Trachea
- Penghisapan lendir massive
- Pembersihan peralatan kesehatan
7) PELEPASAN APD

 Langkah-langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut:


⁻ Lepaskan sepasang sarung tangan

⁻ Lakukan kebersihan tangan


⁻ Lepaskan apron

⁻ Lepaskan perisai wajah (goggle)


⁻ Lepaskan gaun bagian luar

⁻ Lepaskan penutup kepala


⁻ Lepaskan masker
⁻ Lepaskan pelindung kaki
⁻ Lakukan kebersihan tangan

11. Deteksi dini


TB Paru

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien,
yaitu:
1) Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).

3) Pengobatan setelah putus berobat (Default)


Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4) Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan yang memiliki register TB
lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Lain-lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk
Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan. TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami
kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus
dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis
spesialistik.

 Tahap awal (intensif)


Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap
Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
Kekambuhan

 Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


• WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)
merekomendasikan
paduan OAT standar, yaitu :
Kategori 1 :
o 2HRZE/4H3R3
o 2HRZE/4HR
o 2HRZE/6HE

Kategori 2 :
o 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
o 2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori 3 :

o 2HRZ/4H3R3
o 2HRZ/4HR
o 2HRZ/6HE

 Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia:


Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.
Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.
 Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE dan OAT Anak :
2HRZ/4HR
1. TB paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.


b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
TB.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.

2. TB paru BTA negatif


Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

12. TAK
Terapi Aktifitas Kelompok Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang diberikan kepada
sekelompok pasien dilakukan dengan cara berdiskusi antar sesama pasien dan dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.

a. Manfaat TAK Secara umum terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat:


1) Meningkatkan kemampuan menilai dan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
2) Meningkatkan kemampuan sosialisasi pasien
3) Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya hubungan antara reaksi emosional diri sendiri
dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
4) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.
 Secara khusus tujuan terapi aktifitas kelompok adalah
1) Meningkatkan identitas diripasien .

2) Menyalurkan emosipasien secara konstruktif.


3) Meningkatkan keterampilan hubungan sosial yang akan membantu pasien didalam kehidupan
sehari-hari.
4) Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial,
kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah
kehidupan dan pemecahannya.

b. Jenis Terapi Aktifitas Kelompok


1) TAK: Stimulasi Persepsi

a) Definisi: Terapi aktivitas kelompok (TAK): Stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan akivitas sebagai stimulus yang terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan
untuk didiskusikan dalam kelompok.
b) Tujuan TAK stimulasi persepsi Tujuan umum : pasien memiliki kemampuan dalam
menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus yang diterimanya Tujuan
khususnya:

(1) Pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat.
(2) Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami.

c) Aktivitas dalam TAK terbagi dalam empat bagian


(1) Mempersepsikan stimulus nyata sehari-hari yaitu: Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Stimulasi Persepsi yang dilakukan adalah: menonton televisi. membaca majalah/koran/artikel
dan melihat gambar.
(2) Stimulus nyata dan respons yang dialami dalam kehidupan

Untuk TAK ini pasien yang mengikuti adalah pasien dengan halusinasi, dan pasien menarik diri
yang telah mengikuti TAKS, dan pasien dengan perilaku kekerasan.
Aktivitas ini dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :
• Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi : mengenal kekerasan yang bisa dilakukan
materi terapi ini meliputi penyebab, tAnda dan gejala, perilaku kekerasan; akibat perilaku
kekerasan.
• Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi : mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan
fisik
• Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi : mencegah perilaku kekerasan melalui interaksi
sosial asertif;
• Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi : mencegah perilaku kekerasan melalui
kepatuhan minum obat;
• Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi : mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan
ibadah.
(3) Stimulus yang tidak nyata dan respons yang dialami dalam kehidupan Aktivitas dibagi dalam
beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu: Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi :
mengenal halusinasi

2) Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi


Tujuan umum dari terapi aktifitas kelompok sosialisasi adalah meningkatkan kemampuan
sosialisasi pada pasien dengan isolasi sosial. Sedangkan tujuan khususnya adalah:
a) Meningkatkan kemampuan komunikasi verbal pasien
b) Pasien dapat meningkatkan kemampuan komunikasi non verbal

c) Pasien dapat berlatih mematuhi peraturan


d) Pasien dapat meningkatkan interaksi dengan klien lain

e) Pasien dapat meningkatkan partisipasi dalam kelompok


f) Pasien dapat mengungkapkan pengalamannya yang menyenangkan

g) Pasien dapat menyatakan perasaan tentang terapi aktifitas kelompok sosialisasi


 Kriteria pasien yang dapat mengikuti terapi aktifitas kelompok sosialisasi adalah
a) Pasien menarik diri yang cukup kooperatif
b) Klien yang sulit mengungkapkan perasaannya melalui komunikasi verbal
c) Klien dengan gangguan menarik diri yang telah dapat berinteraksi dengan orang lain
d) Klien dengan kondisi fisik yang dalam keadaan sehat
e) Klien halusinasi yang sudah dapat mengontrol halusinasinya
f) Klien dengan riwayat marah/amuk yang sudah tenang

 Tahapan terapi aktifitas kelompok (TAK) Terapi aktifitas kelompok terdiri dari 4 fase
yaitu:
1) Fase Prakelompok: Fase ini dimulai dengan membuat tujuan terapi, menentukan leader,
jumlah anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan serta media yang digunakan.
Jumlah anggota pada terapi kelompok biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan
maksimum 10. Kriteria anggota yang da mengikuti terapi aktifitas kelompok adalah: sudah
terdiagnosa baik medis maupun keperawatan, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, serta tidak
terdiagnosa dengan waham.
2) Fase Awal Kelompok

Fase ini ditAndai dengan timbulnya ansietas karena masuknya anggota kelompok, dan peran
baru. fase ini terbagi atas tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif.
a) Tahap orientasi Pada fase ini anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial
masingmasing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
b) Tahap konflik Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi
ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab
konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak produktif
c) Tahap kohesif Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih
intim satu sama lain
3) Fase Kerja Kelompok

Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis. Pada akhir
fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai
percaya diri dan kemandirian
4) Fase Terminasi

Fase ini ditAndai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara
individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir.
RPK
SP 1 Fisik 1 (Nfs dalam) Fisik 2 (Pkl
bantal)
SP 2 : Minum obat
SP 3 : Verbal (bicara baik
baik) SP 4 : Spiritual

PK
SP 1: Identifikasi+Fisik 1 (Nafas dalam)
SP 2: Fis!k 2 (pukul bantal)
SP 3. Verbal
SP 4: Spiritual
SP5: Minum obat

Halusinasi
SP 1 : ldentifikasi halusinasi +
Menghard k
SP 2 : Minum Obat
SP 3 : Bercakap cakap
SP 4 : Aktifitas terjadwal/Kegiatan
harian

Isolasi sosial
SP1: gali untung rugi puny temen +
ajar berkenalan dgn perawat
SP2: Berkenalan dgn 2-3 org + kegiatan
harian
SP3: Berkenalan dgn 4-5 org +
kegiatan harian
SP4: Berkenalan + kegiatan sosial
(mis.ke pasar, ke kantin dII)

Defisit Perawatan Diri


SP1: Ajarkan alat n cara kebersihan
diri SP2: Berdandan (Pr sisir Lk
brcukur) SP3: Minum-makan
SP4: BAB-BAK

HDR
SPI: ident aspek posit!f+bikin daftarny
yg bs dilakukan di RS+piIih salah satu
untk hari itu
SP2: lakukan kegiatan Iain sesuai
daftar SPD: kegiatan lain
SP4: kegiatan Iain

RBD
SP1: !dentif penyebab, ident n
amankan benda bahaya + kaji
kemamp n aspek positif + sugestikan
px dgn aspek positif dirinya
SP2: Kaji n sugestikan aspek pstif
keluarga/lingkungan
SP3: rancang harapan n masa depan
+ ajarkan tahapan mencapai cita2
tsbt
SP4: ajarkan tahap lanjutan untk
gapai cita2

WAHAM
SPI: ident penyeb+orientasikan
pd reaIita+penuhi kebut dasar yg
blm terpenuhi
SP2: Minum obat
SP3. Kegiatan yg disukai
(Hobby) SP4: Kegiatan yg
disukai (Hobby)
13. Manajemen
10. Pengorganisasian pelaksanaan pelayanan keperawatan
Secara umum struktur organisasi dibagi menjadi tiga macam yaitu
:
1. Organisasi Lini

Bentuk organisasi lini merupakan yang tertua di dunia, organisasi lini mencirikan bahwa
pembagian tugas dan wewenang terdapat perbedaan yang nyata antara satuan organisasi
pimpinan dan satuan organisasi pelaksana. Peran pimpinan sangat dominan, segala kendali ada
di tangan pimpinan, dan dalam melaksanakan kegiatan yang diutamakan adalah wewenang dan
perintah. Organisasi lini lebih cocok digunakan untuk organisasi dengan jumlah karyawan
sedikit, sarana dan prasarana terbatas, serta tujuan dan kegiatan organisasi yang sederhana.
Bentuk organisasi lini
mempunyai keuntungan pengambilan keputusan dapat dilaksanakan dengan cepat, kesatuan arah
dan perintah lebih terjamin, serta koordinasi dan pengawasan lebih mudah. Kelemahannya
adalah keputusan sering kurang sempurna, dibutuhkan pemimpin yang benar benar dapat
memegang kendali dan berwibawa, dan unsur manusiawi sering terabaikan.
2. Organisasi staf Organisasi staf merupakan pengembangan dari organisasi lini.
Organisasi staf dicirikan bahwa dalam organisasi dikembangkan satuan organisasi sataf yang
berperan sebagai pembantu pimpinan. Orang yang duduk dalam organisasi staf adalah individu
ahli sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pimpinan membutuhkan orang yang mampu membantu
memecahkan masalah organisasi. Pengambilan keputusan berada di tangan pimpinan.
Keuntungannya adalah pengambilan keputusan akan lebih baik, kerugiannya pengambilan
keputusan membutuhkan waktu yang lebih lama.

3. Organisasi lini dan staf Merupakan pengembangan dari organisasi staf.

Pada bentuk organisasi ini, staf tidak hanya diberi job sebagai penasiaht, tetapi staf juga
diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan nasihat tersebut. Organisasi lini staf diterapkan
jika permasalahan organisasi sangat kompleks sehingga staf tidak hanya memberikan ide tetapi
juga harus melaksanakan. Keuntungan organisasi lini staf adalah pengambilan keputusan telah
dipikirkan oleh sejumlah orang, tanggung jawab pimpinan berkurang karena pimpinan dapat
lebih memusatkan perhatian pada masalah yang lebih penting serta pengembangan bakat dan
kemampuan dapat dilakukan sehingga mendorong tanggung jawab kerja yang baik.
Kelemahannya adalah pengambilan keputusan memakan waktu lebih lama, dapat menimbulkan
kebingungan pelaksana jika staf tidak mengetahui batas batas wewenangnya.
 Beberapa kegiatan pengorganisasian dalam manajemen keperawatan yang biasa dilakukan
oleh manajer keperawatan adalah seperti berikut ini:
1. Mengelompokkan dan membangi kegiatan yang harus dilakukan oleh staf dibagi habis
sesuai kompetensi dan tanggung jawabnya
2. Menentukan jalinan hubungan kerja antar tenaga kesehatan, agar komunikasi baik dan
mendukung kegiatan srhari hari
3. Menentukan penugasan yang kondusif, semua tugas dikerjakan secara sukarela dan
optimal tanpa ada rasa curiga antar perawat
 Berikut ini akan diuraikan tentang tujuan pengorganisasian dalam manajemen
keperawatan sebagai berikut:
1. Pencapaian tujuan organisasi
2. Pengorganisasian sumber daya secara efektif dan efisien

3. Melakukan pembagian tugas dan pertanggungjawaban yang efektif antara perorangan dan
kelompok.
4. Menentukan jalur komunikasi dan koordinasi yang efektif melaui penyusunan struktur
organisasi yang baik
5. Melakukan pengambilan keputusan secara tepat
6. Melakukan pengawasan kegiatan-kegiatan organisasi secara efektif melalui supervisi.

7. Melakukan antisipasi terhadap berbagai perubahan yang mungkin terjadi dengan melalui
penyesuaian-penyesuaian yang penting.
2. Prinsip manajemen keperawatan

1. Pembagian kerja dimaksudkan bahwa semua pekerjaan dibagi habis kepada semua staf.
Setiap staf memiliki tugas yang jelas untuk mengerjakan pekerjaan tertentu. Untuk
menghindari kesalahan maka manajer perawat hendaknya mengerti karakteristik tugas,
tanggung jawab dan wewenang stafnya.
2. Pendelegasian, Pendelegasian tugas merupakan pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab kepada staf untuk melakukan tindakan dengan batas kewenangan tertentu, Dalam
pendelegasian mengandung unsur mentoring dan regenerasi yang baik atau alami serta
memiliki nilai bagaimana mengelola sumber daya yang efektif dan efisien dengan
kemampuan terbatas
3. Koordinasi, adalah suatu kegiatan melakukan komunikasi dan hubungan dengan pihak
yang terlibat dalam melancarkan kegiatan agar terjadi nada atau irama yang sama sehingga
terjadi keselarasan tindakan, usaha, sikap dan penyesuaian antar tenaga yang ada di tempat
kerja. Koordinasi efektif bisa dilakukan dengan cara :
1) membangun komunikasi dua arah baik dengan atasan maupun bawahan,

2) membiasakan melakukan rapat formal ( rapat resmi, pre dan post conferent),
3) melakukan pelaporan dan pencatatan yang teratur dan berkelanjutan,

4) membuat pembakuan formulir–formulir yang dipakai dalam semua kegiatan sebagai bukti
tanggung jawab dan tanggung gugat
4. Manajemen waktu biasanya digunakan oleh setiap orang untuk melakukan aktivitas apa
saja. Kemampuan mengelola waktu merupakan capaian keberhasilan seseorang. pemanfaatan
waktu yang efektif dengan cara :
1) Analisa waktu yang dipakai dengan membuat jadwal dan kategori kegiatan,
2) memeriksa kembali tiap porsi kategori sesuai waktu yang ada,

3) menentukan prioritas pekerjaan menurut kegawatan, mendesak, dan tidak mendesak/rutin,


4) mendelegasikan kepada bawahan, sesuai dengan sifat pekerjaan.

 prinsip-prinsip manajemen tersebut.


1. Perencanaan (Planning). Perencanaan adalah suatu proses berpikir atau proses mental untuk
membuat keputusan dan peramalan (forecasting). Perencanaan harus berorientasi ke masa depan
dan memastikan kemungkinan hasil yang diharapkan .Dalam perencanaan, salah satu hal penting
yang menjadi pusat perhatian adalah rencana pengaturan sumber daya manusia (SDM) dan
sumber daya yang lain yang relevan.

2. Penggunaan Waktu Efektif (Effective utilization of time). Penggunaan waktu efektif


berhubungan dengan pola pengaturan dan pemanfaatan waktu yang tepat dan memungkinkan
berjalannya roda organisasi dan tercapaianya tujuan organisasi. Waktu pelayanan dihitung, dan
kegiatan perawat dikendalikan.
3. Pengambilan keputusan (Decision making). Pengambilan keputusan adalah suatu hasil atau
keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan di antara beberapa
alternatif yang tersedia yang dilakukan oleh seorang pembuat keputusan
4. Pengelola/Pemimpin (Manager/leader). Manajer yang bertugas mengatur manajemen
memerlukan keahlian dan tindakan nyata agar para anggota menjalankan tugas dan wewenang
dengan baik.

5. Tujuan sosial (Social goal). Manajemen yang baik harus memiliki tujuan yang jelas dan
ditetapkan dalam bentuk visi, misi dan tujuan organisasi.
6. Pengorganisasian (Organizing). Pengorganisasian adalah pengelompokan sejumlah aktivitas
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Penugasan pada masing-masing kelompok dilakukan
berdasarkan supervisi, ada koordinasi dengan unit lain baik secara horizontal maupun secara
vertikal
7. Perubahan (Change) adalah proses penggantian dari suatu hal dengan yang lainnya yang
berbeda dari sebelumnya. Perubahan, di dalam manajemen keperawatan perubahan dijadikan
prinsip karena sifat layanan yang dinamis mengikuti karakteristik pasien yang akan Anda layani
2. Metode asuhan keperawatan:
1. Model Asuhan Keperawatan Fungsional
Yaitu pengorganisasian tugas keperawatan yang didasarkan kepada pembagian tugas menurut
jenis pekerjaan yang dilakukan. Seorang perawat dapat melakukan dua jenis atau lebih untuk
semua klien yang ada di unit tersebut. Metode ini berkembang ketika perang dunia II, akibat
kurangnya perawat profesional, maka banyak direkrut tenaga pembantu perawat. Mereka dilatih
minimal cara merawat, diajarkan tugas yang sederhana dan berulang seperti menyuntik, ukur
tekanan darah, mengukur suhu, merawat luka dan sebagainya. Awalnya hal tersebut bersifat
sementara, karena keterbatasan tenaga perawat yang ada, namun dalam kenyataannya hal
tersebut tetap bertahan sampai saat ini , khususnya di Indonesia. Contoh: Perawat A tugasnya
menyuntik, dan perawat B melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital serta penyuapi pasien.dan
Perawat C bertugas untuk merawat luka dan sebagainya.

2. Model Asuhan Keperawatan Tim

Yaitu pengorganisasian pelayanan keperawatan oleh sekelompok perawat kepada sekelompok


klien yang dipimpin oleh perawat teregistrasi dan berpengalaman serta memiliki pengetahuan
dalam bidangnya. Pembagian tugas dalam kelompok dilakukan oleh pimpinan kelompok/Ketua
Tim. Selain itu Ketua Tim bertanggung jawab dalam mengarahkan anggotanya sebelum tugas
dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim
dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan.
3. Model Asuhan Keperawatan Alokasi Klien
Yaitu pengorganisasian pelayanan/asuhan keperawatan untuk satu atau beberapa klien oleh satu
perawat pada saat tugas/jaga selama periode waktu tertentu sampai klien pulang. Kepala ruangan
bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima laporan tentang pelayanan
keperawatan klien.

4. Model Asuhan Keperawatan Primer


Keperawatan primer adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana perawat
profesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan pasien
selama 24 jam/hari. Metode ini dikembangkan sejak tahun 1970'an. Tanggung jawab meliputi
pengkajian pasien, perencanaan, Implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan dari sejak
pasien masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang, ini merupakan tugas utama perawat
primer yang dibantu oleh perawat asosiet. Keperawatan primer ini akan menciptakan kesempatan
untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, dimana asuhan keperawatan
berorientasi kepada pasien. Pengkajian dan menyusun rencana asuhan keperawatan pasien
dibawah tanggung jawab perawat primer, dan perawat assosiet yang akan melaksanakan rencana
asuhan keperawatan dalam tindakan keperawatan.

5. Model Asuhan Keperawatan Moduler (Gabungan model asuhan keperawatan primar dan
Tim)
Yaitu pengorganisasian pelayanan atau asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat
profesional dan non profesional (perawat trampil) untuk sekelompok klien dari mulai masuk
rumah sakit sampai pulang, disebut tanggung jawab total atau keseluruhan. Untuk metode ini
diperlukan perawat yang berpengetahuan, trampil dan memiliki kemampuan memimpin.
Idealnya 2 - 3 perawat untuk 8 - 12 klien.

3. Supervisi
supervisi adalah kegiatan kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktifitas bimbingan,
pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau
tugas sehari-hari. Supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan, pengarahan, observasi dan
pemberian morivasi serta evaluasi terhadap pendokumentasian tiap-tiap tahap proses
keperawatan. Kelengkapan dan kesesuaian dengan standar merupakan variable yang harus
disupervisi.
a. Tujuan Supervisi

Tujuan supervisi adalah diarahkan pada kegiatan untuk mengorientasikan staf dan pelaksana
keperawatan, melatih staf dan pelaksana keperawatan, memberikan arahan dalam pelaksanaan
kegiatan sebagai upaya untuk menimbulkan kesadaran dan mengerti peran dan fungsinya sebagai
staf, dan difokuskan kepada pemberian pelayanan kemampuan staf dan pelaksana keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan. Tujuan supervisi kinerja perawat dalam
pendokumentasian adalah meningkatkan ketrampilan dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan. Hasil akhir yang dicapai adalah meningkatnya kepuasan kerja perawat dan kualitas
layanan.
b. Fungsi Supervisi
Supervisi berfungsi untuk mengatur dan mengorganisasir kegiatan yang terjadwal yang
menjamin bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan standar kerja . Selain
itu supervisi juga berfungsi untuk membimbing, memberikan contoh, mengarahkan dan menilai
atau mengevaluasi. kompetensi seperti berikut ini :
1) Mampu menumbuhkan dan meningkatkan motivasi staf dalam bekerja
 Supervisor dapat menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dengan selalu
mengingatkan pada perawat pelaksana untuk melengkapi dokumentasi asuhan
keperawatan setiap operan.
2) Mengembangkan rasa percaya dan keterbukaan staf

 Supervisor secara terbuka menjelaskan tujuan supervisi bukan untuk mencari kesalahan
dan siap memberikan masukan dan arahan pada kegiatan supervisi pendokumentasian
asuhan keperawatan

 Memberikan kesempatan pada staf mengungkapkan ide-ide dan permasalahan yang


dihadapi dalam pendokumentasian
3) Manggunakan teknik wawancara agar terjalin komunikasi dua arah
 Supervisor melakukan supervisi dengan mengedepankan teknik diskusi. Artinya
supervisor siap memberikan arahan dan siap mendengarkan umpan balik dari staf yang
disupervisi
4) Mengumpulkana data secara terbuka dan obyektif (berdasarkan standar)
 Supervisor menjelaskan setiap kegiatan supervisi pendokumentasian yang dilakukan
dan menggunakan format yang baku sehingga lebih obyektif
5) Menilai secara obyektif
6)  Supervisor memberikan penilaian hasil supervisi berdasarkan format yang sudah
disosialisasikan dan memberikan kesempatan pada staf yang disupervisi memberikan
umpan balik terhadap hasil penilaian.
c. Tugas dan Tanggung jawab Supervisor
tugas penting yang harus dilakukan sebelum melakukan supervisi adalah

1. Merencanakan tugas sehari-hari


1) Pembagian tugas kerja

2) Perincian pengunaan waktu dam batas wewenang


2. Menggunakan wewenang dengan tepat

1) Bertindak efektif dan efisien dan mampu menganalisa masalah berkaitan dengan
kinerja pendokumentasian
2) Memimpin kelompok dengan kegiatan dan tujuan tertentu
3) Transformasi informasi baik dari atasan ke bawahan maupun dari bawahan keatasan
yang meliputi : melaksanakan petunjuk, menyaring dan menyampaikan informasi bawahan
keatasan, merumuskan informasi atasan, mengusahakan hasil kerja maksimal sehingga kegiatan
pendokumentasian asuhan keperawatan meningkat.
e. Kompetensi Supervisor Untuk menjadi supervisor yang baik diperlukan kompetensi yang
harus dimiliki dalam melaksanakan supervisi:
1. Knowledge Competencies, adalah kemampuan pengetahuan yang merupakan pintu masuk
seseorang untuk bekerja dengan baik. Seorang manager akan lebih sukses apabila dilandasi
dengan ilmu pengetahuan yang cukup.

2. Enterpreneurial Competencies, adalah kompetensi yang meliputi 2 bagian yaitu orientasi


efisiensi dan produktivitas. Orientasi efisiensi adalah keinginan untuk mendapatkan dan
melakukan pekerjaan yang lebih baik dengan menggunakan dan menggabungkan semua sumber
daya yang ada. Produktif artinya memiliki inisiatif, menuliskan laporan, menyapa atau
menghubungi klien, memulai melakukan sesuatu.
3. Intelectual Competencies, meliputi 3 bagian penting yaitu: berfikir logis dengan mencari
penyebab dari suatu kejadian; konseptual yaitu mampu untuk mengumpulkan informasi dan
dapat membedakan hal-hal di luar konsep; keterampilan mendiagnosis yaitu mampu untuk
mengaplikasikan konsep dan teori ke dalam situasi dan kondisi kehidupan yang nyata.
4. Sosio-emotional Competencies. Kompetensi ini meliputi 5 bagian penting yaitu: kepercayaan
diri, pengembangan, persepsi objektif, pengkajian diri akurat dan adaptasi stamina.
5. Interpersonal Competencies meliputi delapan bagian yaitu selain memiliki kepercayaan diri
yang kuat dan pengembangan lain, juga memiliki perhatian kepada dampak, kekuasaan satu sisi,
kekuasaan sosial, berpandangan positif dan mengelola proses kelompok.
 LANGKAH SUPERVISI

1. Pra-supervisi
a. Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi

b. Supervisor menetapkan tujuan


2. Pelaksanaan Supervisi

a. Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau instrumen yang telah disiapkan.
b. Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.

c. Supervisor memanggil Katim dan PA untuk mengadakan pembinaan dan klarifikasi


permasalahan.
d. Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, wawancara, dan memvalidasi data sekunder:
- Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada

- Supervisor melakukan tanya jawab dengan perawat


3. Pasca-Supervisi

a. Supervisor memberikan penilaian supervisi (F-Fair)


b. Supervisor memberikan Feedback dan klarifikasi.

c. Supervisor memberikan reinforcement dan follow up perbaikan.


14. Kritis dan oksigenasi
 Tujuan pemberian terapi O2 adalah:

1. Mengatasi keadaan hipoksemia


2. Menurunkan kerja pernafasan

3. Menurunkan beban kerja otot Jantung (miokard)


 Indikasi pemberian terapi O2 adalah:

Kerusakan 02 jaringan yang diikuti gangguan metabolisme dan sebagai bentuk Hipoksemia,
secara umum pada:

 Kadar oksigen arteri (Pa 02) menurun

 Kerja pernafasan meningkat ( laju nafas meningkat, nafas dalam, bemafas dengan otot tambahan)

 Adanya peningkatan kerja otot jantung (miokard)

 Indikasi klinisnya:

 Henti jantung paru

 Gagal nafas

 Gagal jantung atau ami

 Syok

 Meningkatnya kebutuhan o2 (luka bakar, infeksi berat, multiple trauma)

 Keracunan co

 Post operasi, dll

 METODE PEMBERIAN OKSIGEN


I. Sistem Aliran Rendah

1. Kateter Nasal Oksigen : Aliran 1 - 6 liter/ menit menghasilkan oksigen dengan konsentrasi
24-44 % tergantung pola ventilasi pasien. Bahaya : Iritasi lambung, pengeringan mukosa
hidung, kemungkinan distensi lambung, epistaksis.
2. Kanula Nasal Oksigen : Aliran 1 - 6 liter / menit menghasilkan 02 dengan konsentrasi 24 -
44 % tergantung pada polaventilasi pasien. Bahaya : Iritasi hidung, pengeringan mukosa
hidung, nyeri sinus dan epitaksis

3. Sungkup muka sederhana Oksigen : Aliran 5-8 liter/ menit menghasilkan 0 2 dengan
konsentrasi 40 - 60 %. Bahaya : Aspirasi bila muntah, penumpukan C02 pada aliran 02
rendah, Empisema subcutan kedalam jaringan mata pada aliran 02 tinggi dan nekrose,
apabila sungkup muka dipasang terlalu ketat.
4. Sungkup muka" Rebreathing " dengan kantong 02 Oksigen : Aliran 8-12 l/menit
menghasilkan oksigen dnegan konsentrasi 60 - 80%. Bahaya : Terjadi aspirasi bila muntah,
empisema subkutan kedalam jaringan mata pada aliran 02 tinggi dan nekrose, apabila
sungkup muka dipasang terlalu ketat.
5. Sungkup muka" Non Rebreathing" dengan kantong 02 Oksigen : Aliran 8-12 l/menit
menghasilkan konsentrasi 02 90 %. Bahaya : Sama dengan sungkup muka "Rebreathing".
II. SistemAliran tinggi
1. Sungkup muka venturi (venturi mask) Oksigen : Aliran 4 -14 It / menit menghasilkan
konsentrasi 02 30 - 55 %. Bahaya : Terjadi aspirasi bila muntah dan nekrosis karena
pemasangan sungkup yang terialu ketat.

2. Sungkup muka Aerosol (Ambu Bag) Oksigen : Aliran lebih dan 10 V menit menghasilkan
konsentrasi 02 100 %. Bahaya : Penumpukan air pada aspirasi bila muntah serta nekrosis
karena pemasangan sungkup muka yang terialu ketat.
BAHAYA TERAPI OKSIGEN Keracunan 02 -> pada pemberian jangka lama dan
berlebihan dapat dihindari dengan pemantauan AGD dan Oksimetri:
1. Nekrose C02 ( pemberian dengan Fi02 tinggi) pada pasien dependent on Hypoxic drive
misal kronik bronchitis, depresi pemafasan berat dengan penurunan kesadaran . Jika terapi
oksigen diyakini merusak C02, terapi 02 diturunkan perlahan-lahan karena secara tiba-tiba
sangat berbahaya
2. Toxicitas paru, pada pemberian Fi02 tinggi ( mekanisme secara pasti tidak diketahui).
Terjadi penurunan secara progresif compliance paru karena perdarahan interstisiil dan
oedema intra alviolar 3. Retrolental fibroplasias. Pemberian dengan Fi02 tinggi pada bayi
premature pada bayi BB < 1200 gr. Kebutaan
4. Barotrauma ( Ruptur Alveoli dengan emfisema interstisiil dan mediastinum), jika 02
diberikan langsung pada jalan nafas dengan alat cylinder Pressure atau auflet dinding
langsung.
 Ventilator
 Indikasi:

• Gagal napas (respiratory failure)


– RR > 35 atau < 5 x/m

– SaO2 < 90% atau PaO2 < 60 mmHg (Hipoxemia)


– pCO2 > 55 mmHg (Hipercapnia)

– Penurunan kesadaran (GCS < 8)


– Tidal volume < 5 mL/kg

• Pasca operasi mayor


• Pasca henti jantung

 Fungsi
• Memperbaiki oksigenasi

• Membantu eliminasi carbondioksida


• Membantu kerja otot pernafasan

 Parameter

 Tidal volume (VT ): jumlah udara yang diberikan pada pasien tiap napas (satuan: mL)

 Respiratory rate/frequency (f): jumlah napas (pasien/mesin/keduanya) dalam 1 menit (satuan:


napas/menit)
 Minute ventilation (MVE): jumlah udara yang diberikan pada pasien dalam 1 menit (satuan:
L/menit). Merupakan hasil perkalian tidal volume dan respiratory rate.
MV = Vt x RR

• Bila diketahui: RR = 15 x/min dan Vt 400 mL, maka MV = 15 x/min x 400 mL = 6000 mL/min
= 6 L/min

• Bila diketahui: MV = 6 L/min dan RR = 12 x/m, maka Vt = 6000 mL/min : 12 x/min = 500 mL
• Catatan:
– Vt : 8-10 mL/kg (pada ARDS : 6 ml/kg)

– MV : 100 mL/kg/min  target pCO2  40 mmHg

 Mode Ventilator
 Volume Control

• Ventilator mengalirkan udara bila mendapat trigger dari mesin/pasien, dengan target
flow (volume), inspirasi berakhir bila volume tidal tercapai
• Klinisi mengatur: frekuensi napas (RR), volume tidal, Ti, FiO2, PEEP

• Pasien: akan bernapas minimal sesuai dengan RR yang diatur, setiap napas akan
memiliki Vt yang sama.
 Pressure control
• Ventilator mengalirkan udara bila mendapat trigger dari mesin/pasien, dengan target
tekanan (pressure), inspirasi berakhir bila waktu inspirasi (Ti) tercukupi.
• Klinisi mengatur: frekuensi napas (RR), tekanan inspirasi (Pi), Ti, FiO2, PEEP
• Pasien: akan bernapas minimal sesuai dengan RR yang diatur, setiap napas akan
memiliki Pi yang sama. Vt akan bervariasi tergantung resistance dan compliance

 Pressure Support
• Semua napas di-trigger oleh pasien
• Aliran udara diberikan dengan target tekanan
• Setiap inspirasi di-akhiri dengan nilai flow inspirasi (flow cycle-off)
• Vt, Ti, dan RR ditentukan oleh pasien
• Harus diyakinkan bahwa upaya napas cukup
• Risiko hipoventilasi atau apnea

 Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV)


• Ventilator mengalirkan udara bila mendapat trigger dari mesin/pasien seperti pada VC
atau PC
• Perbedaan dengan VC atau PC:
– Selain RR, harus ditetapkan pula breath cycle time
– Pasien memiliki kesempatan untuk bernapasan spontan (dengan atau tanpa PS) di
antara mandatory ventilation
• Pasien: akan bernapas minimal sesuai dengan RR yang diatur
 Alarm
• Pplateau < 30 cmH2O
• RR < 6 x/m > 30 x/m
• MV < 25 mL/kg > 125 mL/kg
• PEEP < 3 cmH20

 Indikasi Weaning
• Penyakit dasar telah diobati dan membaik
• Fungsi respirasi
– RR < 35 x/m – FiO2 < 0.5, SaO2 > 90%, PEEP 5ml/kg
– Minute volume < 10 l/min
• Kardiovaskular stabil
• Cairan dan elektrolit cukup
 Setting Dasar Ventilasi Mekanik
• Pressure : P Plateau < 30 mmHg
• Volume : 8 – 10 mL/kg
• Frekuensi : 10 – 16 x/m
• I:E ratio : 1 : 2 (Tinsp 1,0 – 1,5 detik)
• PEEP : 5 cmH2O (4 – 8 cmH2O)
• Trigger : -2 cmH2O

Anda mungkin juga menyukai