Anda di halaman 1dari 6

Berlakunya Undang-Undang Pidana menurut tempat

Mengenai berlakunya Undang-Undang Pidana menurut tempat (locus deliciti) ini, dalam
KUHP tidak ada ketentuan apa-apa. Lain misalnya dengan KUHP di Jerman, dimana dalam
pasal 3 ditentukan bahwa tenpat perbuatan pidana adalaha tempat dimana tempat terdakwa
berbuat, diaman seharusnya terjadi.
Menurut teori, biasanya tentang locus deliciti ini ada dua aliran, yaitu :
a.       Aliran yang menentukan di satu tempat, yaitu tempat dimana terdakwa berbuat.
b.      Aliran yang menentukan beberapa tempat, yaitu mungkin tempat kelakuan, mungkin tempat
akibat.
Sebagai contoh dari aliran yang pertama adalah Arrest HR di Netherland tahun 1889 tentang
“penipuan”.1[2] Duduk perkaranya adaalah sebagai berikut;
Terdakwa dari Amsterdam minta kepada perusahaan di Perancis supaya dikirim barang-
barang atas tanggungannya kepada alamat tertentu di Amsterdam. Surat pemesanan itu dibuat
sedemikian rupa seakan-akan pemesanan tersebut mewakili perusahaan ekspor secara besar-
besaran dan yang mewakili kreditwaarding (dapat dipercaya utang).setelah barang-barang
dikirim dan kemudian ternyata tidak dibayar, maka dibikin perkara di Amsterdam tadi dengan
tuduhan penipuan. Perkara itu maju di pengadilan Amsterdam. Jawab terdakwa: “penipuan itu
terjadi pada saat barang itu diberikan oleh orang yang kena tipu. Barang-barang itu diberikan di
Perancis, untk seterusnya disampaikan kepada alamatnya di Amsterdam. Maka dari itu penipuan
terjadi diperancis dan bukan di Amsterdam sehingga pengadilan Amsterdam tidak berhak
memriksanya, sebab dalam hal ini berlaku hukum Perancis. Pendirian HR: tempat kejadian
bukanlah ditentukan oleh tempat dimana akibat dari kelakuan terdakawa itu terjadi, tetapi
ditentukan oleh tempat dimana terdakwa itu berbuat. Sejauh apa yang dari pihaknya yang
diperlakukan bagi kejahatan tersebut.
Teori tentang tempat dimana kelakuan terjadi diluaskan dengan tempat diman alat yang
dipakai oleh terdakwa untuk bekerja, manakala terdakwa dalam melakukan perbuatan pidana
menggunakan suatu alat. Umpamanya membunuh dengan menggunakan mwmasang bom waktu,
locus deliciti adalah tempat dimana tempat korban di umumkan.
Menurut aliran yang kedua, locus deliciti adalah pilih antara tempat diman perbuatan dimulai
dengan kwlakuan terdakwa hingga perbuatan selesai dengan timbulnya akibat.
Berlakunya Undang-Undang Pidana menurut tempat
1
Mengenai berlakunya Undang-Undang Pidana menurut tempat (locus deliciti) ini, dalam
KUHP tidak ada ketentuan apa-apa. Lain misalnya dengan KUHP di Jerman, dimana dalam
pasal 3 ditentukan bahwa tenpat perbuatan pidana adalaha tempat dimana tempat terdakwa
berbuat, diaman seharusnya terjadi.
Menurut teori, biasanya tentang locus deliciti ini ada dua aliran, yaitu :
a.       Aliran yang menentukan di satu tempat, yaitu tempat dimana terdakwa berbuat.
b.      Aliran yang menentukan beberapa tempat, yaitu mungkin tempat kelakuan, mungkin tempat
akibat.
Menurut aliran yang kedua, locus deliciti adalah pilih antara tempat diman perbuatan dimulai
dengan kwlakuan terdakwa hingga perbuatan selesai dengan timbulnya akibat.

B.       Locus Delicti


1.      Definisi dan Urgensi
Locus Delicti, Locus (inggris) yang berarti lokasi atau tempat, secara istilah  yaitu
berlakunya hukum pidana yang dilihat dari segi lokasi terjadinya perbuatan pidana.
Locus delicti perlu diketahui untuk:
a.       Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap perbuatan pidana tersebut atau
tidak. Ini berhubung dengan pasal 2-8 KUHP.
b.      Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus perkaranya. Ini berhubung
dengan kompetensi relatif.[2] Pasal 84 (1) KUHAP yang memuat prinsip dasar tentang
kompetensi relatif, Yakni pengadilan Negeri berwenang mengadili segala perkara tindak pidana
yang dilakukan di dalam daerah hukumnya.
c.       Sebagai salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaan.
Mengenai locus delicti ini, dalam KUHP tidak ada ketentuan apa-apa. Lain misalnya
dengan KUHP jerman di mana dalam pasal 5 ditentukan bahwa tempat perbuatan pidana adalah
tempat dimana terdakwa berbuat atau dalam hal kelakuan negatif, dimana seharusnya terjadi.[3]
Secara umum, biasanya tentang locus delicti ini ada dua aliran yaitu:
1.      Aliran yang menentukan di satu tempat, yaitu tempat di mana terdakwa berbuat.
2.      Aliran yang menentukan di beberapa tempat, yaitu mungkin tempat kelakuan, dan mungkin pula
tempat kelakuan.
2.      Teori
Ada empat teori  untuk menentukan tempat terjadinya peristiwa pidana atau locus delicti
atau tempat kejadian perkara.
a.       De leer van de lichamelijke daad
Teori yang didasarkan kepada perbuatan secara fisik. Itulah sebabnya teori ini menegaskan
bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana/locus delicti adalah tempat
dimana perbuatan tersebut dilakukan.
b.      De leer van het instrument
Teori yang didasarkan kepada berfungsinya suatu alat yang digunakan dalam perbuatan pidana.
Jadi teori ini menegaskan bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana adalah
tempat dimana alat yang digunakan dalam tindak pidana bereaksi.
c.       De leer van het gevolg
Teori ini didasarkan kepada akibat dari suatu tindak pidana. Menurut teori ini bahwa yang
dianggap sebagai locus delicti adalah tempat dimana akibat dari pada tindak pidana tersebut
timbul.
d.      De leer van de meervoudige pleets
Menegaskan bahwa yang diaanggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana yaitu tempat-tempat
di mana perbuatan tersebut secara fisik terjadi tempat dimana alat yang digunakan bereaksi, dan
tempat dimana akibat dari tindak pidana tersebut timbul.
Contoh kasus
Terjadi perkelahian antara A dan B di terminal Rawamangun . B terkapar karena luka-
luka ditikam A dengan sebilah pisau. Oleh keluarganya B dilarikan dilarikan kerumah sakit
persahabatan. Karena terlalu parah akhirnya pihak rumah sakit mengirim B ke rumah sakit cito,
kurang lebih 2 jam dirawat B meninggal. Karena luka yang dideritanya.
 Pertanyaan yang muncul atas kejadian ini, pengadilan mana yang berwenang
mengadilinya?
jawab
1.      Menurut teori de leer van delichamelijke daad, bahwa secara fisik perbuatan atau tindak pidana
(perkelahian antara A dan B) terjadi dan berlangsung di terminal rawamangun. Oleh karena itu
yang berwenang mengadili kasus ini adalah pengadilan negeri Jakarta timur. ( karena
eawamangun berada di wilayah jakarta timur).
2.      Menurut teori de leer van het instrument, bahwa alat yang digunakan A (benda tajam) dalam
perkelahiannya dengan B bereaksi/ berfungsi/bekerja ditempat perkelahian (tempat bus
rawamangun) dengan demikian maka yang berwenang mengadili kasus ini adalah pengadilan
negeri jakarta timur.
3.      Menurut teori de leer van het gevolg, bahwa akibat dari perkelahia tersebut adalah tewasnya B di
rscm. Dengan demikian pengadilan yang berwenang mengadili kasus ini adalah pengadilan
negeri jakarta pusat. Karena timbulnya akibat matinya B di rscm yang letaknya di wilayah
jakarta pusat.
4.      Sedangkan menurut teori de leer van de meeervoudige plaats, bahwa karena secara fisik tindak
pidana tersebut terjadi di terminal rawamangun demikian pula alat yang digunakan dalam
perkelahian tersebut bekerja/ berfungsi di tempat perkelahian (terminal bus rawamangun) maka
atas dasar itu pengadilan negeri jakarta timur yang berwenang mengadilinya. Atau dapat juga
kasus ini diadili di pengadilan negeri jakarta pusat, karena akibat yang timbul yakni matinya B
terjadi di rscm jakarta pusat.
3.      Asas
Dalam hal mengenai berlakunya hukum pidana menurut tempat dan orang ini dikenal ada
4 macam asas, yaitu :
a.       Asas teritorialiteit ( territorialiteits-beginsel) atau asas wilayah negara;
b.      Asas personaliteit (personaliteits-beginsel), disebut juga dengan asas kebangsaan, asas
nasionalitet aktif atau asas subyektif (subjektions-prinsip);
c.       Asas perlindungan (beschermings-beginsel), atau disebut juga dengan asas nasional pasif;
d.      Asas universaliteit (universaliteit-beginsel), atau asas persamaan.
Asas Teriorialiteit
Berpegang pada prinsip bahwa setiap negara berhak mengatur dan mengikat segala hal
menegenai dirinya sendiri dan tidak dapat mengikat kedalam negara lain.
Dalam ketentuan mengenai asas teritorialiteit tersebut diatas, yang menjadi dasar
berlakunya hukum adalah tempat atau wilayah hukum negara, tanpa memperhatikan dan tanpa
mempersoalkan siapa, atau apa kualitasnya atau kewarganegaraannya, siapapun yang melakukan
tindak pidana didalam wilayah hukum Indonesia, hukum pidana indonesia berlaku terhadap
orang itu.
Asas personaliteit
Berlakunya hukum pidana menurut asas personaliteit adalah bergantung atau mengikuti
atau mengikuti subyek hukum atau orangnya, yakni warga negara maupun dimanapun
keberadaannya.
Asas perlindungan
Asas perlindungan atau nasionaliteit pasif, adalah asas berlakunya hukum pidana menurut
atau berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi dari suatu negara yang dilanggar diluar
wilayah indonesia.
Asas Universaliteit
Asas Universaliteit berlakunya hukum pidana tidak dibatasi oleh tempat atau wilayah
tertentu dan bagi orang-orang tertentu, melainkan berlaku dimanapun dan terhadap siapapun.
Adanya asas ini berlatar belakang pada kepentingan hukum dunia, negara maupun diberi hak dan
wewenang mengikat dan membatasi tingkah laku setiap orang dimanapun keberadaanya
sepanjang perlu untuk menjaga ketertiban dan keamanan dan kenyamanan warga negara negara-
negara dunia.

Anda mungkin juga menyukai