Anda di halaman 1dari 17

Telaah JurnaL

“KLASIFIKASI/IDENTIFIKASI MIKROBA”

Disusun untuk Memenuhi Tugas ujian akhir semester Mata kuliah Mikrobiologi yang
Diampuh Oleh ibu Dr. Yuliana Retnowati M.Si

Oleh :

SRI AMELIA A SIDIKI

NIM : 433420019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

TAHUN 2021
TUGAS RESENSI JURNAL INTERNASIONAL 1 MIKROBIOLOGI

Arranged by :

Sri Amelia A Sidiki_433420019_Semester 3_Unversitas Negeri Gorontalo

JOURNAL IDENTITY

Journal title : Identification Of The Co-Exist Microbial With Ascidian


Lissoclinum Patella By Using 16S Rrna Gene Sequences

Identifikasi Mikroba Yang Koeksis Dengan Ascidia


Lissoclinum Patella Menggunakan Sekuens Gen 16s Rrna

Journal Name and Volume : Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 2

Authors : Patricia Untu, Inneke F. M. Rumengan, Elvy L.


Ginting.
Publisher : Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Sam Ratulangi, Manado

Publication Year : 2015

Page : 12, 1-12

Keywords : Identification, Co-exist, Ascidian, 16S rRNA gene,


Lissoclinum patella
ANALISIS RESULT ( SYNOPSIS/JOURNAL CONTENT)

1. Pendahuluan

Organisme yang dijumpai di dalam lautan memiliki bentuk yang sangat bervariasi.
Selain bentuk yang bervariasi, didapati juga adanya interaksi atau hubungan yang terjadi
diantara organisme dengan spesies yang berbeda di dalam lautan. Hubungan antar
organisme tersebut nampaknya tidak saling merugikan satu dengan yang lain, bahkan
berguna untuk satu atau keduanya (Nybakken, 1992). Contoh hubungan yang terjalin antar
organisme di dalam lingkungan laut adalah ascidia dan mikroba. Hubungan tersebut
memberikan keuntungan bagi keduanya (Hirose & Maruyama, 2004; Donia et al., 2011)
Ascidia adalah golongan tunikata laut yang termasuk dalam organisme invertebrata
laut (Schimdt et al., 2005). Lissoclinum patella adalah salah satu spesies ascidia yang
mempunyai mikroba di dalam tubuhnya. Penelitian Lewin and Cheng (1989) memberikan
informasi awal terhadap keberadaan mikroba di dalam ascidia L. patella yakni prokariot
fotosintetik yang dinamakan Prochloron. Keadaan lingkungan dalam tubuh ascidia yang
unik (Behrendt et al., 2012) memungkinkan tidak hanya satu mikroba saja yang dapat
hidup dan tinggal di dalamnya.

Fakta bahwa mikroba yang hidup dalam ascidia L. patella dapat bermanfaat bagi
kehidupan, membuat penelitian untuk mengeksplorasinya perlu untuk dilakukan. Namun,
hingga saat ini masih sedikit penelitian yang dilakukan untuk mengeksplorasi keberadaan
mikroba dari ascidia L. patella khususnya yang berada di perairan Sulawesi Utara melalui
penelitian skala DNA atau skala molekuler.

2. Metode Penelitian

Sampel ascidia L. patella diambil dengan cara menyelam menggunakan alat selam
SCUBA, di perairan Malalayang, Sulawesi Utara. Lokasi pengambilan sampel ascidia
ditunjukkan pada Gambar 1. Sampel ascidia diambil dengan menggunakan pisau karena
ascidia hidup menempel pada karang (Bak et al., 1981 dan Littler, 1995 dalam Donia et al.,
2011). Sampel ascidia selanjutnya diletakkan dalam plastik sampel yang berisi air laut.
Pengambilan sampel mikroba dilakukan di lapangan dengan cara menekan tubuh ascidia
(Lewin and Cheng, t.t). Perlakuan ini dilakukan secara aseptik dengan menggunakan lampu
spritus. Erlenmeyer yang berisi sampel mikroba selanjutnya dikocok. Sampel tersebut
kemudian dibawa ke Laboratorium Biologi Molekuler dan Farmakologi Kelautan untuk
proses menumbuhkan mikroba. Proses menumbuhkan mikroba dalam media berlangsung
selama ± 1 minggu. Sampel mikroba yang telah ditumbuhkan selanjutnya dibawa ke
Laboratorium Divisi Bioteknologi, FMIPA, UNSRAT untuk diisolasi DNAnya. Metode
yang digunakan untuk isolasi DNA adalah dengan menggunakan Genomic DNA Mini Kit
(Geneaid). Bahan yang digunakan dalam isolasi DNA adalah 1000 µl sampel mikroba
yang diisolasi pada media hirata, serta kit isolasi DNA sampel (Geneaid). Proses
berikutnya setelah isolasi DNA adalah proses PCR. Kit PCR yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 2X Top Taq PCR Master Mix (Qiagen) sedangkan untuk bahan-bahan
yang digunakan adalah primer forward 27F (5’- AGAGTTTGATCMTGGCTCAG-3'),
primer reverse 1492R (5’- GGTTACCTTGTTACGACTT-3'), 2 µl DNA template (DNA
cetakan), 11 µl ddH2O, dan 4 µl coral load. Proses PCR dimulai dari tahap denaturasi awal
pada suhu 95oC selama 3 menit kemudian dilanjutkan 35 siklus, tahap denaturasi pada suhu
95oC selama 30 detik, tahap annealing pada suhu 50oC selama 30 detik, tahap extension
pada suhu 72oC selama 1,5 menit dan tahap pemanjangan akhir dengan suhu 70oC selama 1
menit.

3. Hasil dan Pembahasan

Kesuksesan suatu reaksi PCR terlihat melalui band atau pita yang dihasilkan ketika hasil
amplifikasi divisualisasikan melalui alat UV- transiluminator (Lamboy, 1994). Gambar 3
memperlihatkan hasil reaksi PCR dari gen 16S rRNA sampel mikroba yang telah
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator. Pita (band) sampel mikroba yang
dihasilkan memiliki ciri-ciri berupa pita tunggal dan tebal. Pita tersebut berukuran
mendekati marker 1,5 kbp. DNA target untuk amplifikasi melalui PCR kurang lebih
berukuran 1,4 kbp sehingga targetnya tercapai. Pita sampel mikroba bahkan terlihat lebih
tebal daripada pita marker (konsentrasi DNA ladder = 0,1 µg/µl pada volume yang sama.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa konsentrasi hasil PCR sampel mikroba lebih tinggi
sehingga dianggap cukup untuk diproses ke tahap sekuensing.
Sekuens DNA yang diperoleh dalam bentuk kromatogram disunting menggunakan
software Geneious v5.6 (Drummond et al., 2012 dalam Kolondam, 2015). Semua data
sekuens yang ada (sampel mikroba, primer forward dan reverse) disejajarkan dengan
menggunakan program MUSCLE (Multiple Sequence Alignment) yang terintegrasi dalam
program Geneious v5.6 (Edgar, 2004 dalam Kolondam, 2015). Penjajaran (alignment) ini
merupakan jenis penjajaran bi-direksional (dua arah). Metode bi-direksional ini memiliki
keuntungan yaitu dapat saling mencakup sekuens yang tidak bisa dibaca sekuens
pasangannya. Keuntungan lainnya yaitu apabila terdapat kesalahan pada pembacaan
sekuens DNA maka bisa dikoreksi oleh sekuens komplementernya.

Kromatogram yang bersih dan bisa digunakan sebagai hasil sekuensing memiliki
panjang 819 bp. Kromatogram hasil sekuensing fragmen DNA ini juga menunjukkan
adanya puncak-puncak dengan 4 warna yang berbeda. Warna-yang berbeda tersebut
masing-masing mewakili basa pirimidin dan basa purin tertentu. Basa pirimidin terdiri dari
timin yang disimbolkan dengan huruf T dan sitosin yang disimbolkan dengan huruf C
sedangkan basa purin terdiri dari adenin yang disimbolkan dengan huruf A dan guanin
yang disimbolkan dengan huruf G (Dale & Park, 2010).Keberadaan puncak- punca yang
bervariasi pada kromatogram sampel mikroba menunjukkan adanya bagian yang tidak baik
dan bagian yang baik.

Bangol dkk. (2014) mengemukakan bahwa hasil sekuensing yang baik ditunjukkan
oleh grafik dengan puncak yang tinggi dan saling terpisah satu sama lain. Hasil sekuensing
yang tidak baik ditunjukkan dengan puncak yang landai dan tidak saling terpisah satu sama
lain atau terdapat puncak ganda pada kromatogram.Hal yang sama terjadi pada basa
nukleotida nomor 710-819 namun perbedaan pembacaan basa terdapat pada bagian
FWD
H1_F1.ab1. Puncak- puncak yang ada dikategorikan ke dalam hasil yang tidak baik
karena puncak yang ada tersebut tidak saling terpisah satu dengan yang lain dan saling
tumpang tindih. Hal berbeda terlihat pada puncak-puncak yang dihasilkan pada bagian
REV
H1_B1.ab1. Puncak-puncak yang ada menunjukkan hasil yang jelas dengan ciri-ciri
yaitu, memiliki puncak yang tinggi dan saling terpisah satu dengan yang lain.
FWD
Hal ini membuat pembacaan yang kurang baik oleh bagian H1_F1.ab1 dicakup
REV
dengan pembacaan yang baik oleh bagian H1_B1.ab1.Sekuens 16S rRNA sampel
mikroba yang diperoleh dari hasil sekuensing. Sekuens tersebut dibuat dalam bentuk
format FASTA untuk memudahkan pemindahan text antar- platform penyunting sekuens
DNA ke pencari sekuens database GenBank. Sekuens DNA dalam format FASTA
dimasukkan sebagai query dalam BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) pada
GenBank NCBI yang bertujuan untuk mengetahui data mikroba apa saja yang memiliki
kesamaan tertinggi dengan sampel mikroba.
4. Kesimpulan

Data DNA mikroba dalam GenBank yang mirip dengan sampel isolat mikroba dari ascidia
L. patella menunjukkan letak kemiripan dan persentase tingkat kemiripan. Tingkat
kemiripan tertinggi antara sekuens mikroba dalam GenBank dan sampel isolat mikroba
berada pada nilai 99 %.Identifikasi menggunakan sekuens gen 16S rRNA menunjukkan
bahwa mikroba yang koeksis dengan ascidia L. patella di perairan Malalayang berasal dari
golongan Sianobakteri jenis cyanobacterium enrichment culture clone CAWBG121.

REVIEW JOURNAL (ATTACHED FILE)

Bangol, I., L. I. Momuat., dan M. Kumaunang. 2014. Barcode DNA Tumbuhan Pangi
(Pangium edule). Berdasarkan Gen matK. Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE, 3 (2):
113-119.

Behrendt, L., A. W. D. Larkum., E.


Trampe., A. Norman., S. J. Sorensen, and M. Kuhl. 2012. Microbial Diversity of
Biofilm Communities in Microniches Associated with The Didemnid Ascidian
Lissoclinum patella. The ISME Journal, 6: 1222-1237.

Bioteknologi LIPI. (t.t). Diagnostik Molekuler: Potensi dalam Jasa dan Penelitian
Kesehatan. Diunggah 5 Maret 2015, dari http://www.biotek.lipi.go.id/.
TUGAS RESENSI JURNAL INTERNASIONAL 2 MIKROBIOLOGI

Arranged by :

Sri Amelia A Sidiki_433420019_Semester 3_Unversitas Negeri Gorontalo

JOURNAL IDENTITY

Journal Title : Pengaruh Konsentrat Campuran Kohay Dan Dedak


Terfermentasi Dosis Rhizopus Oligosporus Terhadap Kadar
Protein Kasar,Serat Kasar, Dan Lemak Kasar

Journal Name and Volume : Pemanfaatan KOHAY sebagai bahan pakan yang kohay, 2.

Authors : Muhammad Juraid Wattiheluw


Publisher : Universitas Patimura Ambon
Publication Year : 2012
Page : 10, 1-10

Keywoards : Kohay, bran, Rhizopus oligosporus, crude protein, crude


fiber, crude fat.
ANALISIS RESULT ( SYNOPSIS/JOURNAL CONTENT)

1. Pendahuluan
Hewani yang dipelihara secara khusus untuk menghasilkan dan memerlukan pendekatan
aplikasi bioteknologi untuk diambil telur. Populasi ayam petelur di Indonesia meningkatkan
kualitas gizi dari bahan ini. Bioteknologi mengalami peningkatan dari Tahun 2010 sebesar
yang paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu 105.210.062 ekor/tahun dan Tahun 2011
sebesar dengan cara fermentasi dengan bantuan jamur 110.300.426 ekor/tahun
(Departemen Pertanian, Rhizopus oligosporus. R.oligosporus bersifat proteolitik 2011).
Dalam pemeliharaan ayam petelur akan dan lipolitik, proteolitik menghasilkan enzim
protease menghasilkan limbah dan salah satu limbah yang yang merombak rantai polimer
yang panjang dari mempunyai nilai nutrisi cukup tinggi yaitu kotoran protein menjadi
asam-asam amino dan peptida ayam (KOHAY). Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi
pengaruh konsestrat campuran KOHAY dengan dedak, dan dosis inokolum R.oligosporus
terhadap kadar protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar produk terfermentasi.

2. Metode

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ternak Unggas Non Ruminansia dan Industri
Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas padjadjaran bandung. Analisis kadar
proteoin kasar, seat kasar, dan lemak kasar hasil fermentasi konsentrat campuran KOHAY
dengan dedak dilakukan dilaboratorium nutrisi ternak ruminansia dan kimia makanan
ternak fakultas padjadjaran bandung. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen
dengan rancangan acak lengkapmpola factorial ( 3x 3) dan setiap kombinasi perlakuan
diulang 3 kali, bila ada interaksi dilanjutkan pengujian dengan menggunakan uji Duncan
(steel dan torrie, 1995). Factor pertama adalah 3 tahap konsentrat campuran KOHAY dan
dedak ©, yaitu C1 (90% KOHAY DAN 10% dedak), C2 (80% KOHAY dan 20%dedak),
C3 (70% KOHAY dan 30% dedak) sedangkan factor kedua adalah 3 tahap inokolum
R.oligosporus (D), Yaitu d1 (0,5% inokolum), d3(0,7% inokolum).
3. Hasil dan pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh konsentrat campuran KOHAY


dengan dedak, dan dosis inokolum R.oligosporus terhadap kadar protein kasar, serat kasar,
dan lemak kasar produk terfermentasi Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Kasar
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Produk Fermentasi KOHAY dan
Dedak Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistic sidik ragam ternyata dapat dilihat
bahwa kadar protein kasar yang dihasilkan dari produk fermentasi dengan konsentrat
campuran KOHAY dan dedak menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) dan dan dosis
inokolum yg digunakan menunjukan pengaruh nyata (P<0,05). Pengkajian lebih lanjut
untuk mengetahui pengaruh interaksi antara konsentrat campuran KOHAY dan dedak
dengan dosis inokulum terhadap kadar protein kasar produk fermentasi, maka dilakukan uji
jarak berganda Duncan.

Hasil menunjukan bahwa kadar protein kasar produk fermentasi signifikan lebih tinggi
pada konsentrat campuran KOHAY 90% dan dedak 10% dengan dosis inokulum 0,6%
(C1D2) yaitu 34,427 persen. Artinya pengaruh konsentrat campuran KOHAY dan dedak
terhadap peningkatan kadar protein kasar hasil fermentasi tergantung dosis inokulum
R.oligos- porus. Selain itu, kadar protein kasar bahan konsentrat campuran sebelum
difermentasi lebih tinggi serta dosis inokulum yang digunakan merupakan dosis yang
optimal sehingga akhir proses fermentasi menghasil- kan kadar protein kasar yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Tanuwidjadja (1975) bahwa jumlah mikroba yang terlalu
banyak dapat menyebabkan sporulasi yang terlalu cepat sehingga sebagian energi tidak
digunakan untuk memperbanyak sel, begitu pula sebaliknya, jumlah mikroba yang terlalu
sedikit mengakibatkan pertumbuhannya tidak optimal.

Berdasarkan dosis inokulum pada semua konsentrat campuran KOHAY dan dedak terlihat
bahwa dosis inokulum 0,5% pada konsentrat campuran KOHAY 90% dan dedak 10%
menghasilkan kadar serat kasar 10,407% lebih rendah dan signifikan dibandingkan dosis
inokulum 0,6% (10,993%) maupun
dosis inokulum 0,7% (11,583%). Artinya tingginya kadar serat kasar pada dosis inokulum
0,6% dan 0,7% disebabkan kuantitas jamur R.oligosporus lebih banyak sehingga pada
waktu pertumbuhan R.oligosporus akan terbentuk myselium yang berimpilaksi pada
meningkatnya serat kasar. Sejalan dengan Shurtleff dan Aoyagi (1979) bahwa serat kasar
bertambah karena berkembang mycelium jamur dan hilangnya zat padat selama proses
fermentasi.

Berdasarkan dosis inokulum pada semua konsentrat campuran KOHAY dan dedak terlihat
bahwa dosis inokulum 0,6% pada konsentrat campuran KOHAY 90% dan dedak 10%
menghasilkan kadar lemak kasar 2,710% lebih rendah dan signifikan dibandingkan dosis
inokulum 0,5% (2,837%) maupun dosis inokulum 0,7% (3,040%). Artinya tingginya kadar
lemak kasar pada dosis inokulum 0,5% sebab jumlah jamur R.oligosporus lebih sedikit
yang implikasinya terhadap rendahnya aktivitas metabolisme sedangkan dosis 0,7%
menyebabkan kuantitas jamur R.oligosporus lebih banyak sehingga pada waktu
pertumbuhan R.oligosporus tidak optimal memanfaatkan zat makanan seperti lemak
substrat.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa salah satu limbah
peternakan ayam petelur berupa KOHAY dapat dimanfaatkan dan ditingkatkan menjadi
bermanfaat dan bernilai guna melalui pendekatan penerapan proses fermentasi dengan
menggunakan jamur Rhizopus oligosporus Konsentrat campuran KOHAY 90% dan dedak
10% terfementasi dengan inokulum R.oligosporus 0,6% (C1D6) memberikan sumbangan
yang positif terhadap peningkatan nilai nutrien dan daya cerna yang lebih baik daripada
bahan asal. Konsentrat campuran KOHAY 90% dan dedak 10% terfermentasi dengan
inokulum R.oligosporus 0,6% (C1D6) meningkatkan kandungan protein kasar (34,43%)
dan menurunkan serat kasar (10,99%), serta lemak Kasar (2,71%) Disarankan bahwa
produk konsentrat campuran KOHAY 90% dan dedak 10% terfermentasi dengan inokulum
R.oligosporus 0,6% (C1D6) dapat dijadikan bahan pakan ternak yang berkualitas.
REVIEW JOURNAL (ATTACHED FILE)
Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan. 2011. Statistical Broiler Meat
Production by Province, 2008–2010. Melalui http://www.deptan.go.id.

Farnworth, R.Edward. 2008. Handbook of Fermented Functional Foods. Second Ed. CRC
Press. Taylor and Francis Group. The United States of America.

Murata, et al. 1967. Studies on The Nutritional Value Of Tempeh. In J.Food Sci, 32:580.

Nahas, E. 1988. Control of Lipase Production by Rhizopus oligosporus Under Various


Growth Conditions. J. General Microbiology, 134, 227-233.

North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. New York:
Van Nostrand Reinhold.

Prawirokusumo, S. 1990. Biokimia Nutrisi Vitamin. Yogyakarta: Penerbit BPFE-


Yogyakarta.

Priatni, S and Iskandar, M.Y. 2007. Influences Of Tempe Inoculums Rhizopus oligosporus
and Incubation Temperature To The Quality Of Soybean Tempe. Teknologi Indonesia:
30(1) 2007:55-60.

Rusdi, D. Udju. 1992. Fermentasi Konsentrat Campuran Bungkil Biji Kapok dan Onggok
serta Implikasi Efeknya Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler. Disertasi. Universitas
Padjadjaran. Bandung.
TUGAS RESENSI JURNAL INTERNASIONAL 3 MIKROBIOLOGI

Arranged by :

Sri Amelia A Sidiki_433420019_Semester 3_Unversitas Negeri Gorontalo

JOURNAL IDENTITY

Journal title : Identifikasi Mikroba Asal Ekstrak Buah Yang


Diaplikasikan Pada Pertanaman Jeruk Organik Di
Kabupaten Pangkep

Journal Name and Volume : Pertanaman Jeruk Organik, 5

Authors : Dian Ekawati Sari

Publisher : Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian


STIP Muhammadiyah Sinjai

Publication Year : 1 Februari 2017

Page : 7,1-7

Keywoards : Jeruk organik, mol, bakteri, cendawa


ANALISIS RESULT ( SYNOPSIS/JOURNAL CONTENT)

1. Pendahuluan

Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura penting yang permintaannya cukup
besar dari tahun ke tahun dan paling menguntungkan untuk diusahakan. Jeruk besar (Citrus
grandis L.) salah satu komoditas unggulan Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan dengan
luas pertanaman pada tahun 2005 sekitar 436 ha dengan produksi 4.571 ton dan terjadi
peningkatan luas pertanaman pada tahun 2006 sekitar 496 ha dengan produksi 5.296 ton
(Ishak et al., 2005). Produksi jeruk di Indonesia pada tahun 2001 mencapai 744.052
ton/tahun. Bila kebutuhan konsumsi buah jeruk segar diasumsikan 3,26 kg/kapita/tahun
atau 30 buah/kapita/tahun, maka dengan perhitungan jumlah penduduk 204,4 juta jiwa
memerlukan ketersediaan buah jeruk segar sebanyak 866.247 ton. Data tahun 2001
menunjukkan bahwa Indonesia mengimpor jeruk sebesar 73.304 ton, sehingga total
ketersediaan mencapai jumlah 817.356 ton (Dirjenhorti, 2002). Kebutuhan tersebut masih
harus ditambah untuk memenuhi kebutuhan ekspor dan industry pengolahan. Prospek dan
potensi pasar jeruk sangat besar baik di dalam maupun diluar negeri, maka pengusahaan
jeruk di Indonesia memerlukan peningkatan baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.
Produksi jeruk Indonesia sejak tahun 1995 sampai 1998 mengalami penurunan yaitu tahun
1995 produksi jeruk mencapai 1.004.631 ton turun menjadi 730.860 ton pada tahun 1996,
dan 696.422 ton pada tahun 1997 serta 613.759 pada tahun 1998 dan sampai sekarang
berkisar 8,6-15 ton/ha/tahun. Salah satu kendala dalam produksi jeruk nasional adalah
serangan OPT Menurut Sunarjono (2004), sejak tahun 1970 kondisi pertanaman jeruk di
Indonesia mengalami degradasi dan hampir mengalami kehancuran karena terserang
penyakit yang sangat membahayakan yakni Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) dan
hama seperti Lalat Buah, Kutu daun, pengorok daun, dan hama puru buah.

2. Bahan dan metode

Penelitian dilakukan di Desa Padanglampe, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep pada


pertanaman jeruk besar organik milik Ahmad Tabarak seluas 1,2 ha yang merupakan pusat
pembibitan jeruk besar organic kemudian identifikasi mikroba dilakukan di Laboratorium
Penyakit, Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin.

Mol yang diaplikasikan pada pertanaman jeruk organik dibawa ke Laboratorium untuk
dilakukan identifikasi mikroorganisme yang terkandung di dalamnya. Mol tersebut terbuat
dari buah-buahan manis yang dikumpulkan dari lapangan. Adapun identifikasi yang
dilakukan yaitu :

1. Identifikasi Bakteri Mol ditumbuhkan pada media NA. Dari hasil isolasi mol tersebut
didapatkan beberapa isolat bakteri. Isolat tersebut kemudian dipindahkan pada media NA
yang baru untuk mendapatkan biakan murni. Biakan murni yang telah didapatkan
kemudian diidentifikasi berdasarkan Schaad et al. (2001) sebagai berikut :

• Karakteristik morfologi Penentuan karakakteristik morfologi didasarkan pada bentuk


dan warna koloni pada media NA.

• Karakteristik fisiologi dan biokimia Metode pengujian yang dilakukan adalah reaksi
gram, pengujian ini dilakukan dengan cara koloni bakteri dari biakan murni diambil
dengan menggunakan jarum ose dan dioleskan pada gelas objek yang telah diberi dua tetes
larutan KOH 3% diaduk melingkar selam ± 5-10 detik. Koloni yang nampak berlendir
memperlihatkan reaksi positif (gram negative) sedangkan yang tidak berlendir atau
terlepas adalah negative (gram positif).

2. Identifikasi Cendawan Pada tahap identifikasi cendawan didapatkan isolat cendawan


sebanyak 3 isolat. adapun langkahlangkahnya, sebagai berikut : a. Isolasi cendawan Mol
ditumbuhkan dalam media PDA, kemudian cendawan yang tumbuh diidentifikasi dengan
cara cendawan dari biakan murni diambil dengan menggunakan jarum ose dan dioleskan
pada gelas objek dan ditetesi aquades sebanyak 1 tetes. Kemudian diamati dibawah
mikroskop. Identifikasi cendawan ini dilakukan berdasarkan buku identifikasi Illustrated
Genera of Imperfect Fungi.
3. Hasil Dan Pembahasan

1. Identifikasi Bakteri Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan maka diketahui genus
bakteri yang berasal dari MOL.

Tabel 1. Hasil identifikasi isolat-isolat bakteri yang berasal dari Mol berdasarkan
Schaad et al. (2001)
Isolat
Identifikasi
MOL I MOL 2 MOL 3 MOL 4
Warna Koloni pada NA Putih Putih Putih Putih
Reaksi Gram + + + +
Bacillus sp/ Streptomyces sp
Bakteri
Corneyform sp/Clostridium sp
Keterangan : + Bereaksi Positif
- Bereaksi Negatif

2. Identifikasi Cendawan

Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi cendawan yang terdapat pada mol
menunjukkan adanya keragaman jenis cendawan yaitu Penicillium sp dan Aspergillus sp
dari daun . Adapun karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel 2. Hasil identi fikasi isolat -isolat cendawan yang berasal dari Mol
Jenis Ciri Koloni
Isolat Pengamatan Mikroskopis
Cendawan Pada Media PDA
1. Penicillium sp. Koloni berwarna Konidiofor yang menjari
putih Terdapat 2 – 3 hifa percabang
Konidia bulat, agak lonjong
2 Aspregillus sp. Koloni berwarna Konidiofor halus Hifa tegak

putih, bercak hijau


Dua genus ini (Penicillium dan Aspergillus) merupakan cendawan yang bersifat
antagonisme yang mempunyai daya antibiotic yang berperan dalam ketahanan tanaman.
Genus Penicillium mengeluarkan substansi racun citrimun (CH13H14O5) berupa kristal dan
genus Aspergillus mengeluarkan aflatoksin (C12H12O6).

Pengamatan Mikroskopis diatas disesuaikan dengan deskripsi yang ada di buku


identifikasi Illustrated Genera of Imperect Fungi (Barnet, et al. 1972) yang menyatakan
bahwa Cendawan Penicillium sp secara mikroskopis memiliki bentuk konidiofor yang
khas. Konidiofor muncul tegak dan bercabang mendekati ujungnya. Penicillium sp
memiliki konidiofor bercabang secara melingkar baik tunggal maupun ganda dan
menyerupai bentuk percabangan semak-semak. Konidia dihasilkan di ujung dalam
rangkaian, bentuknya bulat. Konidiofor yang menjari dan terdapat 2 – 3 hifa percabangan.
Penicillium sp yang sangat berperan penting dalam lingkungan alam seperti pada produksi
makanan dan obat. Penicillium Ini menghasilkan penisilin yang digunakan sebagai
antibiotik, yang dapat membunuh atau menghentikan pertumbuhan beberapa jenis bakteri
di dalam tubuh.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil identifikasi didapatkan beberapa mikroba yang sangat bermanfaat dalam
pengendalian hama dan penyakit jeruk diantaranya dari golongan bakteri gram positif dan
golongan cendawan terdiri dari Aspergillus sp. dan Penicilium sp.

REVIEW JOURNAL (ATTACHED FILE)


Barnett, H. L., and Hunter, B.B., 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Burgess
Publishing Company, St. Paul, p 282.

Dirjenhorti. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2002.

Sunarjono, Hendro. 2004. Berkebun 21 jenis tanaman buah. Penebar Swadaya.


Bogor.

Anda mungkin juga menyukai