Anda di halaman 1dari 152

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/355391476

ARSITEKTUR LINGKUNGAN

Book · October 2021

CITATIONS READS
0 418

3 authors, including:

Laina hilma Sari


Syiah Kuala University
32 PUBLICATIONS   38 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

 A review of spatial comfort in shophouse in humid tropics View project

Arsitektur Lingkungan View project

All content following this page was uploaded by Laina hilma Sari on 19 October 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BUKU AJAR

ARSITEKTUR
LINGKUNGAN

LAINA HILMA SARI


ZAHRIAH
MUSLIMSYAH
ABDUL MUNIR

i
ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Copyright @ 2021, Penulis & Penerbit
Penulis: Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir

ISBN: 978-623-5669-01-4

Layout & Sampul: Laina Hilma Sari

Diterbitkan Oleh:
Bandar Publishing
Jl. Teungku Lamgugob, Syiah Kuala Banda Aceh Provinsi
Aceh. Hp. 08116880801 IG. bandar.publishing
TW. @bandarbuku FB. Bandar Publishing
Anggota IKAPI

Dicetak oleh:
Percetakan Bandar di Lamgugob Banda Aceh
(Isi diluar tanggung jawab percetakan)
Cetakan Pertama, 2021
Halaman: xi + 138 hlm. 18 x 25 cm

Undang-Undang No. 19 tahun 2002 | Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan


perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal (2) Ayat (1) atau pasal 49
Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing
paling singkat 1 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu
juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
dendapaling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,


mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran hak ciptaan atau hak terkait sebagai pada Ayat (1) dipidanan
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)

ii ARSITEKTUR LINGKUNGAN
PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, salawat dan salam
kepada rasulullah Muhammad SAW. hanya dengan kehendak Allah SWT
lah ‘Buku Ajar Arsitektur Lingkungan ‘ ini dapat disusun.
Buku ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang berjudul
‘Evaluasi dan Strategi Desain Rumah Tinggal sebagai Langkah
Pencegahan Pandemi Covid-19’. Penelitian ini dibiayai Universitas Syiah
Kuala, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset Dan Teknologi, sesuai
dengan surat perjanjian penugasan, pelaksanaan penelitian lektor tahun
anggaran 202, nomor: 172/UN11/SPK/PNBP/2021 tanggal 22 februari
2021.
Buku ajar ini ditulis untuk menjadi buku pegangan mata kuliah
Arsitektur Lingkungan. Arsitektur Lingkungan bertujuan agar bangunan
atau lingkungan terbina menjadi ramah lingkungan, tanggap terhadap
bencana dan hemat energi. Buku ini ditulis dengan merujuk berbagai
sumber terkait yang mencakup bagaimana awal dari munculnya
Arsitektur Lingkungan; serta bagaimana Manajemen mengatur
Keseimbangan Ekologi dengan memperhatikan material dan konstruksi
bangunan yang berkelanjutan. Buku ini juga menyajikan teknik dan
strategi desain bangunan yang tanggap terhadap gempa bumi dan banjir
serta bagaimana menghadirkan pendekatan arsitektur di daerah paska
bencana. Arsitektur yang hemat energi juga menjadi tujuan dari buku ini
yang dihadirkan dalam bentuk metode penilaian dan contoh-contoh
bangunan dengan kategori berkelanjutan.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada tim yang telah
ikut membantu serta Asri Mulia yang telah membantu di dalam
pengumpulan bahan dan proses editing. Semoga Allah memberikan
balasan kebaikan untuk semua kontribusi tersebut.
Buku ini juga tidak lepas dari banyak kekurangan baik dari segi
penulisan, pemaparan dan isi. Oleh karna itu penulis berharap masukan
yang konstruktif dari para pembaca. Akhir kata, semoga buku ini berguna
dan bermanfaat untuk akdemisi, mahasiswa dan semua pembaca.

Banda Aceh. September 2021


Laina Hilma Sari

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir iii


DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL....................................................................................................... viii

1. PENGANTAR ARSITEKTUR LINGKUNGAN..............................................1


2. SEJARAH, KONSEP, DAN KARAKTER ARSITEKTUR LINGKUNGAN ........6
2.1 SEJARAH ARSITEKTUR LINGKUNGAN ........................................ 7
2.2 KONSEP ARSITEKTUR LINGKUNGAN ......................................... 10
2.3 KARAKTER ARSITEKTUR LINGKUNGAN ..................................... 11
3. MANAJEMEN KESEIMBANGAN EKOLOGI DAN LINGKUNGAN ...............16
3.1 PENGERTIAN KESEIMBANGAN EKOLOGI .................................. 16
3.2 UPAYA MENJAGA KESEIMBANGAN LINGKUNGAN .................... 18
3.3 ARSITEKTUR DAN KESEIMBANGAN LINGKUNGAN ................... 18
4. PERUBAHAN IKLIM ( CLIMATE CHANGE ) DAN KETERKAITANNYA DENGAN
ARSITEKTUR LINGKUNGAN...................................................................22
4.1 MACAM-MACAM IKLIM................................................................ 23
4.2 FAKTOR-FAKTOR PENGGERAK PERUBAHAN IKLIM .................. 24
4.3 PEMANASAN GLOBAL ................................................................. 25
4.4 EFEK RUMAH KACA..................................................................... 26
4.5 PENGARUH IKLIM TERHADAP BENTUK ARSITEKTUR ............... 29
4.6 PERUBAHAN IKLIM DAN PERAN ARSITEK ................................. 31
4.7 DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP LINGKUNGAN GLOBAL
..................................................................................................... 34
5. MATERIAL BANGUNAN YANG BERKELANJUTAN ...................................36
5.1 MATERIAL BERKELANJUTAN ...................................................... 36
5.2 BAMBU SEBAGAI BAHAN MATERIAL BERKELANJUTAN ............ 36
5.3 PLASTIK DAUR ULANG SEBAGAI BAHAN MATERIAL

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir v


BERKELANJUTAN ........................................................................ 38
5.4 KAYU DAUR ULANG SEBAGAI BAHAN MATERIAL BERKELANJUTAN
..................................................................................................... 40
5.5 ISOLASI WOL SEBAGAI BAHAN MATERIAL BERKELANJUTAN
..................................................................................................... 41
5.6 RAMMED EARTH SEBAGAI BAHAN MATERIAL BERKELANJUTAN
..................................................................................................... 41
5.7 BIO-PRODUK SEBAGAI BAHAN MATERIAL BERKELANJUTAN
..................................................................................................... 42
6. KONSTRUKSI DAN TEKNOLOGI BERKELANJUTAN ................................44
6.1 PENGERTIAN KONSTRUKSI BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE
CONSTRUCTION) ......................................................................... 44
6.2 KONSTRUKSI BERKELANJUTAN ................................................. 53
6.3 STRATEGI DAN HAMBATAN DARI PENERAPAN KONSTRUKSI
BERKELANJUTAN ........................................................................ 55
7. ARSITEKTUR DAN ENERGI ....................................................................56
7.1 ENERGI ALTERNATIF ................................................................... 56
7.2 ARSITEKTUR HEMAT ENERGI ..................................................... 65
8. TEKNIK DAN STRATEGI DESAIN BANGUNAN HEMAT ENERGI ..............69
8.1 RANCANGAN PASIF DAERAH TROPIS BASAH ............................ 70
8.2 RANCANGAN PASIF PADA DAERAH SUBTROPIS........................ 71
8.3 RANCANGAN PASIF DAERAH BERIKLIM SEDANG ..................... 72
9. PENDEKATAN ARSITEKTUR PADA DAERAH RAWAN GEMPA.................74
9.1 PRINSIP DASAR BANGUNAN TAHAN GEMPA ................................... 76
10. PENDEKATAN ARSITEKTUR PADA DAERAH RAWAN BANJIR .................86
10.1 ALTERNATIF DESAIN UNTUK KAWASAN RAWAN BANJIR.......... 89
11. ARSITEKTUR BERKELANJUTAN PADA DAERAH PASKA BENCANA ........93
11.1 PEMBANGUNAN KEMBALI RUMAH PASKA BENCANA .............. 96
11.2 KRITERIA PENANGANAN PASKA BENCANA ............................... 94
11.3 METODE REKONSTRUKSI KAWASAN PASKA BENCANA ........ ..96

vi ARSITEKTUR LINGKUNGAN
12. RUMAH SEHAT VS SICK BUILDING SYNDROME ................................ 104
12.1 DEFINISI RUMAH DAN FUNGSINYA ......................................... 104
12.2 SYARAT RUMAH SEHAT............................................................ 105
12.3 CONTOH RUMAH SEHAT .......................................................... 108
12.4 SICK BUILDING SYNDROME .................................................... 110
12.5 GEJALA SICK BUILDING SYNDROME ...................................... 111
12.6 PENYEBAB SICK BUILDING SYNDROME ................................. 111
12.7 PENCEGAHAN SICK BUILDING SYNDROME ........................... 114
13. METODE PENILAIAN BANGUNAN HIJAU ............................................. 117
13.1 LEED .......................................................................................... 117
13.2 CASBEE ..................................................................................... 118
13.3 GREENSTAR .............................................................................. 119
13.4 GREENSHIP ............................................................................... 120
14. CONTOH – CONTOH BANGUNAN BERKELANJUTAN ........................... 123
14.1 ECO- HOUSE, OXFORD, INGGRIS ............................................. 123
14.2 BULLIT CENTER DI WASHINGTON, USA .................................. 127
14.3 GREEN SCHOOL, BALI, INDONESIA ......................................... 131

KESIMPULAN ……………………………………………………………………………….. 136


DAFTAR PENULIS …………………………………………………………………... 137

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir vii


DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 KOMPLEKS CANDI ANGKOR .............................................................7

GAMBAR 2.2 BATA DARI JAMUR KARYA MYCOTECH BANDUNG ........................ 12

GAMBAR 2.3 VENTILASI ALAMI PADA RUMAH MELAYU SELANGOR, MALAYSIA

........................................................................................................ 13

GAMBAR 3.1 PENERAPAN ARSITEKTUR HIJAU ................................................... 19

GAMBAR 3.2 PENAMBANGAN DI GUNUNG SIRNALANGGENG KARAWANG ...... 20

GAMBAR 4.1. PEMBAGIAN IKLIM BERDASARKAN MAP KOPPEN-GELGER 1980-


2016 ............................................................................................... 24

GAMBAR 4.2 EFEK GAS RUMAH KACA ................................................................ 27

GAMBAR 4.3 DESAIN ADAPTIF TERHADAP IKLIM TROPIS .................................. 30

GAMBAR 4.4 RUMAH TRADISIONAL SUKU DANI DI TANAH PAPUA ................... 32

GAMBAR 4.5 PENGHIJAUAN UNTUK MENCIPTAKAN IKLIM MIKRO YANG SEJUK


........................................................................................................ 33

GAMBAR 5.1 KONSTRUKSI BANGUNAN DENGAN MATERIAL BAMBOO ............ 38

GAMBAR 5.2 DINDING DENGAN MATERIAL PLASTIK DAUR ULANG .................. 39

GAMBAR 5.3 PLASTIK DAUR ULANG YANG DIOLAH SEBAGAI PAVING BLOK .... 40

GAMBAR 5. 4 DINDING BANGUNAN DENGAN MENGGUNAKAN PINTU BEKAS

........................................................................................................ 40

GAMBAR 5.5 INSULASI DINDING DAN PLAFON DENGAN MENGGUNAKAN WOOL


........................................................................................................ 41

GAMBAR 5.6 DINDING BANGUNAN DENGAN BAHAN PENGISI TANAH.............. 42

viii ARSITEKTUR LINGKUNGAN


GAMBAR 5.7 MATERIAL PENUTUP DINDING DARI LIMBAH KULIT JERUK DAN
MATERIAL BIOLOGIS LAINNYA....................................................... 42

GAMBAR 6.1 PROSES PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN ................................. 46

GAMBAR 6.2 PROSES KONSTRUKSI BERKELANJUTAN ..................................... 56

GAMBAR 7.1 PROPORSI PENGGUNAAN SUMBER ENERGI DUNIA .................... 58

GAMBAR 7. 2 PERANGKAT SOLAR PANEL ........................................................... 59

GAMBAR 7.3 ENERGI GEO THERMAL .................................................................. 60

GAMBAR 7.4 ENERGI ANGIN ................................................................................ 60

GAMBAR 7.5 ENERGI AIR .................................................................................... 61

GAMBAR 7.6 PROSES PENGOLAHAN BIOMASSA ............................................... 61

GAMBAR 7.7 ENERGI GELOMBANG ..................................................................... 62

GAMBAR 7.8 PROSES PEMBUATAN ETANOL ...................................................... 62

GAMBAR 7.9 PROSES ENERGI NUKLIR MENJADI ENERGI LISTRIK ................... 63

GAMBAR 7.10 PROSES ENERGI HIDROGEN ....................................................... 63

GAMBAR 7.11 PROSES ENERGI PIEZOELEKTRIK ............................................... 64

GAMBAR 7.12 PROSES ENERGI ALTERNATIF BIODIESEL .................................. 64

GAMBAR 7.13 ENERGI MATAHARI PADA BANGUNAN SEBAGAI PENCAHAYAAN


DAN PEMANAS ALAMI ................................................................. 66

GAMBAR 8.1 SIKLUS PERGERAKAN SUHU UDARA DARI KHATULISTIWA


(EQUATOR) HINGGA KUTUB ........................................................... 69

GAMBAR 8.2 GAYA DAN KONSEP RUMAH TROPIS ............................................. 71

GAMBAR 8.3 RUMAH TRADISIONAL ACEH DAN JOGLO DENGAN PENAUNGAN


YANG DALAM .................................................................................. 71

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir ix


GAMBAR 8.4 RUMAH-RUMAH DI DAERAH SUB TROPIS ..................................... 72

GAMBAR 8. 5 BUKAAN PADA BANGUNAN MENGIKUTI ORIENTASI MATAHARI

........................................................................................................ 72

GAMBAR 9.1 DESAIN PONDASI YANG DIGABUNGKAN ....................................... 78

GAMBAR 9.2 DESAIN GEDUNG DENGAN KOLOM MENERUS ............................ 79

GAMBAR 9.3 DENAH BANGUNAN YANG DIBUAT TERPISAH ............................... 80

GAMBAR 9.4. KONSTRUKSI BALOK KORBEL ...................................................... 81

GAMBAR 9.5 KONSTRUKSI BANGUNAN DENGAN KAYU .................................... 81

GAMBAR 9.6 KONSTRUKSI BANGUNAN DENGAN PENGAKU (BRACING) ......... 82

GAMBAR 9.7 KONSTRUKSI BANGUNAN DENGAN CAPASITY DESIGN.............. 83

GAMBAR 9.8 KASUS KONSTRUKSI BANGUNAN KARENA SOFT STORY ............ 83

GAMBAR 9.9 KASUS KONSTRUKSI BANGUNAN KARENA SOFT STORY (DESAIN


KOLOM YANG TERLALU KECIL) ..................................................... 84

GAMBAR 9.10 KASUS BANGUNAN YANG MENGALAMI SOFT STORY ................ 84

GAMBAR 10.1 PENGARUH BANJIR TERHADAP BANGUNAN............................... 86

GAMBAR 10.2 PENERAPAN SISTEM PANGGUNG SEBAGAI ANTISIPASI BANJIR


........................................................................................................ 87

GAMBAR 10.3 PAVING BLOCK SISTEM GRASS BLOCK ...................................... 88

GAMBAR 10.4 DESAIN RUMAH ANTI BANJIR ...................................................... 91

GAMBAR 11.1 PARTISIPASI MASYARAKAT- BPBD SOSIALISASIKAN SIAGA


BENCANA .................................................................................. ..97

GAMBAR 11.2 PERUMAHAN BANTUAN UNTUK KORBAN TSUNAMI DARI YAYASAN


BUDHA TSUCHI ......................................................................... 100

x ARSITEKTUR LINGKUNGAN
GAMBAR 11.3 RUMAH DOME UNTUK KORBAN GEMPA DI NGLEPEN,
YOGYAKARTA ............................................................................ 106

GAMBAR 12.1 SYARAT RUMAH SEHAT ............................................................. 108

GAMBAR 12.2 CONTOH RUMAH SEHAT MILIK LEE ANNE............................... 109

GAMBAR 12.3 SICK HOUSE SYNDROME.......................................................... 112

GAMBAR 13.1 GREEN RATING SYSTEM DI DUNIA........................................... 117

GAMBAR 13.2 LEED-LEADERSHIP IN ENERGY AND ENVIRONMENTAL DESIGN


................................................................................................... 118

GAMBAR 13.3 CASBEE COMPREHENSIVE ASSESSMENT SYSTEM FOR BUILT


ENVIRONMENT EFFICIENCY .................................................... 118

GAMBAR 13.4 GREENSTAR ............................................................................... 119

GAMBAR 13.5 GREENSHIP ............................................................................... 120

GAMBAR 14.1 ECO HOUSE- OXFORD, UK......................................................... 123

GAMBAR 14.2 KARAKTERISTIK ECO-HOUSE.................................................... 125

GAMBAR 14.3 POTONGAN ECO-HOUSE ........................................................... 126

GAMBAR 14.4 GEDUNG BULLIT CENTER ......................................................... 127

GAMBAR 14.5 INTERIOR GEDUNG BULLIT CENTER ........................................ 128

GAMBAR 14.6 SISTEM TERINTEGRASI PADA BANGUNAN BULLIT CENTER ... 129

GAMBAR 14.7 FITUR HEMAT ENERGI PADA BANGUNAN BULLIT CENTER ..... 130

GAMBAR 14.8 GREEN SCHOOL, BALI ............................................................... 131

GAMBAR 14.9 EXTERIOR DAN INTERIOR GREEN SCHOOL BALI ..................... 132

GAMBAR 14.10 TEMPAT PENGOLAHAN LIMBAH DI GREEN SCHOOL ............ 133

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir xi


DAFTAR TABEL
TABEL 1.1 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) DARI MATA KULIAH
ARSITEKTUR LINGKUNGAN .................................................................3

TABEL 4.1 FAKTOR PENGGERAK PERUBAHAN IKLIM ........................................ 24

TABEL 12.1 KATEGORI RUMAH SEHAT ............................................................. 106

TABEL 13.1 LINGKUP PENILAIAN GREENSHIP................................................. 121

xii ARSITEKTUR LINGKUNGAN


1. PENGANTAR ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Arsitektur lingkungan memiliki peran yang pentig untuk menjaga
bumi ini agar tidak rusak. Kenapa Arsitektur? Karena arsitek
menggunakan sumber daya alam untuk proses pembangunan rumah,
kantor dan berbagai infrastruktur dengan sangat berlebihan. Hal ini
menjadikan bencana alam menjadi hal yang selalu mengintai yang
merusak bangunan yang sudah terbangun, lingkungan alam, bahkan
manusia nya sendiri. Tidak arifnya kita terhadap lingkungan juga
menyebabkan perubahan iklim global, bahkan munculnya wabah
penyakit. Oleh karena itu Arsitektur Lingkungan menjadi penting untuk
dipelajari di program studi Arsitektur.
Materi-materi di dalam Arsitektur Lingkungan dituang di dalam
buku ajar Arsitektur Lingkungan ini. Buku ini memaparkan teori dan
aplikasi pemahaman dari Arsitektur Lingkungan yang bertujuan untuk
menyelamatkan lingkungan dengan kehadiran bangunan yang ramah
lingkungan dan tanggap terhadap iklim dan hemat energi. Penulisan buku
ini ditulis dalam dua belas bagian:
1. Pendahuluan,
Bab 1 memberi informasi tentang latar belakang penulisan buku, isi
dan pembagian bab dalam buku ajar.
2. Sejarah, konsep, dan karakter arsitektur lingkungan
Bab 2 berisikan sejarah munculnya kepedulian arsitek terhadap
lingkungan, serta ulasan teori dan karakteristik dari arsitektur
lingkungan
3. Manajemen keseimbangan ekologi dan lingkungan
Bab 3 mengulas pentingnya menjaga keseimbangan ekologi dan
lingkungan, serta mempertimbangkan fakator dan upaya di dalam
menjaga keseimbangan lingkungan
4. Bangunan sehat vs sick building syndrome
Bab 4 berisikan karakter dari bangunan sehat dan upaya pencegahan
Sick Building Syndromme
5. Material bangunan yang berkelanjutan
Bab 5 memuat karakter dari material yang berkelanjutan serta cntoh-
contohnya
6. Konstruksi dan teknologi berkelanjutan

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 1


Bab 6 berisikan aspek-aspek yang harus diperhatikan di dalam
konstruksi dan teknologu berkelanjutan.
7. Arsitektur dan energi
Bab 7 berisikan pemanfaatan energi alternatif sebagai cara untuk
meyelamatkan dunia.
8. Teknik dan strategi desain bangunan hemat energi
peran Arsitek di dalam merancangan bangunan yang hemat energi.
Bab 8 banyak memuat contoh-contoh bangunan tradisioanl
9. Pendekatan arsitektur pada daerah rawan gempa
Pada bab 9 ini dijelaskan konsep dan strategi desain bangunan
dengan memperhatikan konsep struktur yang tahan terhadap gempa
10. Pendekatan arsitektur pada daerah rawan banjir
Bab 10 menjelaskan strategi desain bangunan terbina di daerah yang
rawan banjir.
11. Arsitektur Berkelanjutan Pada Daerah Paska Bencana
Bab 11 menjelaskan kriteria penanganan paska bencana, serta
metode rekonstruksi kawasan paska bencana.
12. Rumah Sehat VS Sick Building Syndrom
Bab 12 ini menjelsakan tentang defenisi dan syarat rumah sehat, serta
penyebab serta gejala sick building syndrome
13. Metode Penilaian Bangunan Hijau
Bab 13 ini menjelaskan metode dan parameter penilaian bangunan
hijau di beberapa negara juga Indonesia.
14. Contoh-contoh Bangunan Berkelanjutan
Bab 14 ini memaparkan contoh -contah bangunan berkelanjutan di
Inggris, Amerika dan Indonesia.
Perkuliahan mata kuliah Arsitektur LingkunganRencana Pembelajaran
semester (RPS) dari mata kuliah Arsitektur Lingkungan diuraikan sebagai
berikut:

2 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Strategi Waktu Kriteria
Kemampuan Akhir Yang Bahan Kajian
No Pembelaj Belajar Penilai-an
Diharapkan (Materi Pelajaran)
ar-an (menit) (Indika-tor)

1. Mahasiswa memahami • Penjelasan kuliah, ceramah, 90 Tes lisan


system perkuliahan dan materi dan tanya
pengertian dari penilaian. jawab,
arsitektur lingkungan • Penjelasa tentang
Pengertian dan
skup arsitektur
lingkungan.

2. Mahasiswa memahami Sejarah, Konsep, ceramah, 90 Tugas


kondisi sejarah, konsep Dan Karakter Presentas presentasi
arsitektur lingkungan Arsitektur si dan
dan unsur-unsur Lingkungan Diskusi
pembentuk dan yang
mempengaruhinya

3. Mahasiswa dapat Manajemen ceramah, 90 Tugas


mengenal konsep dan Keseimbangan Presentas presentasi
aplikasi manajemen Ekologi Dan si dan
ekologi dan ruang Lingkungan Diskusi
lingkup permasalahan di
dalamnya

4. Mahasiwa mampu Perubahan Iklim ( ceramah, 90 Tugas


memahami Perubahan Climate Change ) Dan Presentas presentasi
Iklim ( Climate Change ) Keterkaitannya si dan
Dan Keterkaitannya Dengan Arsitektur Diskusi
Dengan Arsitektur Lingkungan
Lingkungan

5 Mahasiwa mampu Material bangunan ceramah, 90 Tugas


memahami karakter dan yang berkelanjutan Presentas presentasi
mengetahui contoh dari si dan
material bangunan yang Diskusi
berkelanjutan

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 3


Strategi Waktu Kriteria
Kemampuan Akhir Yang Bahan Kajian
No Pembelaj Belajar Penilai-an
Diharapkan (Materi Pelajaran)
ar-an (menit) (Indika-tor)

6 Mahasiwa mampu Konstruksi dan ceramah, 90 Tugas


memahami karakter teknologi Presentas presentasi
konstruksi bangunan berkelanjutan si dan
yang berkelanjutan, Diskusi
beserta tantangan dan
peluang
mengimplemetasikannya

7 Mahasiwa mampu Arsitektur dan energi ceramah, 90 Tugas


memahami keterkaitan Presentas presentasi
anatar Arsitektur dan si dan
penggunaan energu Diskusi
laternatif

8. Ujian Tengah Semester (UTS) 90 Tes tulis

9 Mahasiswa mampu Teknik dan strategi ceramah, 90 Tugas


meemahami teknik desain bangunan Presentassi presentasi
dan strategi desain hemat energi dan Diskusi
bangunan hemat
energi

10 Mahasiswa mampu Pendekatan ceramah, 90 Tugas


memahami konsep arsitektur pada Presentassi presentasi
pencegahan banjir dan daerah rawan gempa dan Diskusi
desain arsitektur
tahan gempa

11 Mahasiswa mampu Pendekatan ceramah, 90 Tugas


memahami konsep arsitektur pada Presentassi presentasi
pencegahan banjir dan daerah rawan banjir dan Diskusi
desain arsitektur anti
banjir

4 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Strategi Waktu Kriteria
Kemampuan Akhir Yang Bahan Kajian
No Pembelaj Belajar Penilai-an
Diharapkan (Materi Pelajaran)
ar-an (menit) (Indika-tor)

12 Mahasiswa ampu Arsitektur ceramah, 90 Tugas


memahami eko- Berkelanjutan Pada Presentassi presentasi
arsitektur/arsitektur Daerah Paska dan Diskusi
berkelanjutan dalam Bencana
pembangunan kembali
daerah paska bencana
secara konseptual

13 Mahasiswa meahami Rumah Sehat VS Sick ceramah, 90 Tugas


karakter rumah sehat Building Syndrom Presentassi presentasi
dan rumah yang dapat dan Diskusi
menimbulkan Sick
Building Syndome
(SBS) beserta
solusinya

14 Mahasiswa mampu Metode Penilaian ceramah, 90 Tugas


memahami penilaian Bangunan Hijau Presentassi presentasi
bangunan dengan dan Diskusi
kriteria ramah
lingkungan dan
berkelanjutan

15 Mahasiswa Contoh-contoh Presentassi 90 Tugas


memahami bagaimana Bangunan dan Diskusi presentasi
wujud bangunan yang Berkelanjutan
ramah lingkungan

16 FINAL 90 Tes tulis

Tabel 1.1 Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Dari Mata Kuliah


Arsitektur Lingkungan

Metode perkuliahan dilakukan dengan mengkombinasikan sesi


presentasi mahasiswa tentang materi yang sudah ditetapkan selama
masa perkuliahan, dengan sesi ceramah dari dosen yang bertujuan
melengkapi kekurangan dari yang sudah disampaikan oleh mahasiswa.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 5


2. SEJARAH, KONSEP, DAN KARAKTER ARSITEKTUR
LINGKUNGAN
Konsep Arsitektur Lingkungan berkaitan dengan berbagai elemen
perencanaan dan perancangan meliputi perencanaan tata kota,
landscape planning, urban design, interior maupun eksterior serta
struktur konstruksi bangunan yang memperhatikan kondisi fisik alam yang
meliputi air, tanah, udara, iklim, cahaya, bunyi dan kelembapan. Arsitektur
lingkungan sangat berkaitan erat dengan arsitektur hijau (green
architecture) karena sama – sama berhubungan dengan sumber daya
alam. Arsitektur lingkungan juga merupakan wujud bagian dari berbagai
karakter desain arsitektur berkelanjutan yang berupaya meminimalkan
dampak negatif lingkungan dari bangunan dengan efisiensi dan moderasi
dalam penggunaan bahan, energi, ruang pengembangan, dan ekosistem
secara luas. Arsitektur berkelanjutan menggunakan pendekatan sadar
untuk energi dan konservasi ekologi dalam desain lingkungan binaan.
Istilah ‘ekologi’ pertama kali di perkenalkan oleh Ernst Haeckel,
ahli ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi antara segala
jenis makhluk hidup dan lingkungannya (Egerton, 2019), Jadi Ekologi dapat
di defenisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dan lingkungannya. Sedangkan Arsitektur
lingkungan atau yang dikenal dengan eco-house muncul di tahun 1970 di
saat harga bahan bakar minyak tinggi Eko-arsitektur melihat bangunan
sebagai bagian dari ekologi yang lebih besar dari planet bumi ini, dan
bangunan sebagai bagian dari habitat hidup. Hal ini bertentangan dengan
gagasan yang lebih umum dari banyak arsitek, yang melihat sebuah
bangunan sebagai sebuah karya seni (Roaf, 2001).
Persoalan tentang wawasan lingkungan pada masa kini
memperkembangkan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan dan
mendorong kedudukan ekologi dari segi akademis menjadi perhatian
umum. Hal ini mengakibatkan Ekologi di samping menjadi bagian
kelimuan juga ilmu lingkungan yang megandung pengetahuan dan
pengalaman kebutuhan masyarakat di bidang ekonomi dan politik.

6 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
2.1 SEJARAH ARSITEKTUR LINGKUNGAN
BANGUNAN TUA DENGAN KONSEP EKOLOGI
Banyak orang melihat arsitektur ekologi sebagai sebuah konsep
baru, tetapi sebenarnya sudah ada sejak lama. Arsitektur hijau telah ada
sejak tahun 1960-an (Tabb and Deviren, 2014), dan terus berkembang
untuk mengakomodasi cara baru kita membangun. Arsitektur telah ada
sejak ribuan tahun yang lalu. Contoh yang terkenal adalah Candi Angkor
Wat. Kompleks candi Kamboja yang dibangun pada abad ke-12 M yang
masih berdiri hingga saat ini.
Candi Angkor Wat telah menunjukkan penerapan konsep arsitektur
lingkungan dengan menggunakan sistem irigasi yang kompleks dan mesin
hidrolik untuk memberi daya pada banyak aspek kompleks, termasuk
menyimpan air selama bulan-bulan kemarau, menyiram tanaman, serta
area pemanas dan pendingin sesuai kebutuhan. Candi Angkor Wat juga
menggunakan bahan yang bersumber secara alami yang bersumber
secara lokal di seluruh strukturnya, yang berarti memiliki jejak karbon yang
lebih rendah daripada struktur tempat bahan tersebut diangkut ke situs
dari seluruh dunia.

Gambar 2.1 Kompleks Candi Angkor


Sumber: https://www.britannica.com/place/Angkor

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 7


Arsitektur ekologi yang kita kenal sekarang tumbuh dari gelombang
advokasi lingkungan yang populer di Amerika Serikat pada tahun 1960-
an. Gerakan ini menggabungkan sejumlah faktor seperti penghormatan
terhadap cara penduduk asli Amerika hidup dengan alam, dan
penentangan terhadap penyebaran perkotaan dan pinggiran kota yang
berkembang pesat di seluruh AS.
Para aktivis lingkungan ini bereksperimen dengan struktur
kehidupan dan bagaimana kehidupan mereka berinteraksi dengan
ekosistem lokal. Pada tahun 1969, Ian McHarg, seorang arsitek lanskap,
menerbitkan "Design With Nature"; sebuah buku tentang arsitektur
ekologi yang mempromosikan ide-ide yang telah dieksplorasi selama
dekade terakhir. Sejak itu, arsitektur ekologi terus berkembang, baik
secara teknologi maupun popularitas. Pada abad ke-21, arsitektur hijau
menjadi topik penting, seiring dengan semakin pentingnya ruang hijau di
lingkungan perkotaan.
ARSITEKTUR HIJAU DI ABAD KE-21
Arsitektur ekologi kontemporer bertujuan untuk memerangi gaya
arsitektur lazim yang merusak bumi. Menurut The Encyclopaedia
Britannica, bangunan bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan alam
karena menghabiskan lebih dari setengah sumber daya dunia pada awal
abad ke-21. Ini termasuk: - 16% dari sumber daya air tawar - 30-40% dari
semua pasokan energi - 50% dari semua bahan mentah yang diambil dari
permukaan bumi (menurut beratnya) - 40-50% dari TPA - 20-30% gas
emisi rumah kaca.
Saat ini, hubungan antara lingkungan dan arsitektur berada dalam
kondisi yang mengkhawatirkan. Banyaknya terjadi bencana alam speperti
banjir, gempa adalah tanda bahwa alam ini sudah tidak seimbang. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya bangunan pencakar langit, hilangnya area
hijau dan area peresapan air yang menjadi berbagai jenis bangunan
termasuk rumah tinggal dan perkembangan kota yang sangat pesat. Hal
ini menjadi alasan munculnya Arsitektur ekologi di abad 21 ini yang
bertujuan untuk mengahdirkan desain perkotaan dan bangunan dengan
konsep ekologi untuk menciptakan bangunan yang bekerja dengan
lingkungan, bukan menentangnya.
Arsitektur lingkungan (Arsitektur ekologi atau echo Architecture)
merujuk pada penggunaan kembali material, penggunaan sumber energi
alternatif, konservasi energi, dan penentuan tapak yang cermat.

8 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Menerapkan semua struktur ini saat merancang dan membangun akan
menghasilkan arsitektur yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dampak dari berkembangnya Arsitektur lingkungan adalah
semakin banyak pemahaman tentang efek perubahan iklim dan semakin
banyak orang beralih ke arsitektur ramah lingkungan untuk memerangi
kerusakan yang telah terjadi dan meminimalkan kerusakan konstruksi di
masa depan. Kota-kota di seluruh dunia menggunakan Indeks atau
penilaian bangunan hijau untuk mengukur tingkat keramahan bangunan
terhadap lingkungan.
Kota-kota menggunakan standar penilaian bangunan hijau untuk
melakukan pengukuran tingkat ekologi bangunan-bangunan di setiap
tahunnya. Karakter hijau yang sering tampil pada bangunan hijau yang
ramah lingkungan adalah dengan penerapan atap hijau (Green Roof),
tanaman pada dinding (vertical garden). Hal ini cukup baik karena dapat
mengurangi jejak karbon serta membantu mengurangi naiknya suhu
lingkungan.
Di tahun 1960-an telah terjadi peningkatan besar pada bangunan
beton yang konstruksinya menghabiskan banyak air dan bahan bakar
fosil. Namun gaya seperti itu yang dikenal dengan arsitektur brutalist dan
modernis tidak lagi sepopuler antara tahun 1960-an dan 1980-an, Saat
ini masyarakat lebih sadar untuk bisa hidup berdampingan dengan alam
secara harmonis. Namun pengembangan kota secara drastic saat ini
menjadi tantangan. Perubahan iklim dapat dirasakan dimana-dimana.
Sehingga desain bangunan yang memperhatikan lingkungan saat ini
adalah alternatif yang sangat berharga.
Ketika gerakan arsitektur ekologi kontemporer dimulai, begitu pula
gerakan arsitektur yang menentangnya dalam segala hal. Sejak tahun
1960-an dan seterusnya, telah terjadi peningkatan besar pada bangunan
beton yang konstruksinya menghabiskan banyak air dan bahan bakar
fosil. Gaya seperti arsitektur brutalist dan modernis tidak lagi sepopuler
antara tahun 1960-an dan 1980-an, dan fitur hijau memungkinkan gaya
yang kasar untuk ditutup-tutupi dan diubah.
Desain perkotaan dan ekologi selalu berubah, tetapi arsitektur
ekologi menyatukannya, melindungi dan meningkatkannya. Arsitektur
ekologi telah berubah secara drastis sejak permulaannya dengan kota-
kota pertama, dan bahkan sejak permulaannya yang kontemporer di
tahun 1960-an.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 9


Hubungan antara lingkungan dan arsitektur kini sedang diuji
dengan memperluas kota dan meningkatkan ancaman perubahan iklim.
Arsitektur arus utama di abad ke-21 sedang menghancurkan bumi
sedemikian rupa sehingga arsitektur ekologi kontemporer sekarang
sangat berharga sebagai alternatif. Untungnya, kota-kota di seluruh dunia
menganut arsitektur ekologi, baik melalui pedoman perencanaan kota
dan fitur implementasi seperti dinding hidup dan atap hijau.Masa depan
arsitektur ekologi diharapkan mencakup peningkatan popularitas lebih
lanjut, serta efek positif pada ekosistem perkotaan (UMA, 2020).

2.2 KONSEP ARSITEKTUR LINGKUNGAN


Arsitektur lingkungan sangat berkaitan erat dengan arsitektur hijau
(green architecture) karena sama – sama berhubungan dengan sumber
daya alam. Konsep dari bangunan dengan karakter bangunan hijau
adalah sebagai berikut:
• Sustainable (Berkelanjutan)
Berkelanjutan yang berarti bangunan tetap bertahan dan berfungsi
seiring zaman, konsisten terhadap konsepnya yang menyatu dengan
alam tanpa adanya perubahan – perubuhan yang signifikan tanpa
merusak alam sekitar.
• Earthfriendly (Ramah Lingkungan)
Bangunan harus ramah terhadap lingkungan yang berarti tidak
merusak lingkungan. Perusakan lingkungan bisa disebabkan
penggunaan/ eksploitasi material alam secaa berlebihan;
penggunaan energi pada bangunan secara berlebihan.
• High Performance Building (Bangunan dengan Performa yang Baik)
Bangunan yang ramah lingkungan harus memiliki sifat High
Performance Building yang berfungsi untuk mengurangi penggunaan
energi dengan memanfaatkan energi yang berasal dari alam.
Contohnya dengan penggunaan panel surya (solar cell) yang
mengubah cahaya matahari menjadi sumber energi yang dapat
ditempatkan pada bangunan sebagai pembangkit tenaga listrik.
Contoh lainnya adalah dengan penggunaan material yang dapat di
daur ulang. Hal ini dapat membantu di dalam memgurangi limbah/
sampah sehingga menjaga lingkungan.

10 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Pola perencanaan eko-arsitektur berorientasi pada alam yang secara
holistik disarikan sebagai berikut:
• Penyesuaian pada lingkungan alam setempat.
• Menghemat energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit
penggunaan energi.
• Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara).
• Memelihara dan memperbaiki peredaran alam dengan penggunaan
material yang masih dapat digunakan di masa depan.
• Mengurangi ketergantungan pada pusat sistem energi (listrik, air) dan
limbah (air limbah, sampah).
• Penghuni ikut secara aktif dalam perencanaan pembangunan dan
pemeliharaan perumahan.
• Kedekatan dan kemudahan akses dari dan ke bangunan.
• Kemungkinan penghuni menghasilkan sendiri kebutuhan sehari-
harinya.
• Menggunakan teknologi sederhana (intermediate technology),
teknologi alternatif atau teknologi lunak.

2.3 KARAKTER ARSITEKTUR LINGKUNGAN


Arsitektur lingkungan yang merupakan wujud dari arsitektur
berkelanjutan memiliki konsep dan karakter yang menyatu dengan alam
tanpa adanya perubahan-perubahan tanpa merusak alam. Arsitektur
berkarakter lingkungan meliputi aspek – aspek berikut:
1. Material Organik
Material yang di maksud secara ekologi adalah material yang
ramah lingkungan, dan mudah di dapat, sebenarnya tidak larangan
jika harus menggunakan bahan – bahan modern yang ada, hanya
saja volume penggunaan yang harus ada kesepakatan, di samping
bahan konvensional secara umum dan moderen, material Ekologis
secara spisifikasi dapat kita bedakan sebagai berikut:
• Pondasi, dapat menggunakan material : batu kali, batu gunung,
kayu / bamboo sebagai pasak bumi
• Dinding, dapat menggunakan bahan bamboo, batu bata, kayu,
tanah liat,bahan daur ulang dari kertas

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 11


• Jendela, dapat menggunakan kayu, bamboo, kertas, ( secara
teknis dapat kita gunakan sebagai tiraiatap, dapat
menggunakan daun – daunan, bamboo,kayu, dan lainnya.

Gambar 2.2 Bata dari Jamur karya Mycotech Bandung

Karakter ini secara umum dapat kita lihat pada desain


bangunan tradisional yang terbuat dari material alam yang ada di
sekitarnya.
Saat ini banyak inovasi baru dalam penggunaan material
alam sperti yang dikembangkan oleh produk bata organik menjadi
materi bernama mycotech yang kemudian menjadi nama sebuah
perusahaan. Sebuah produk materi yang diklaim mampu
menggantikan batu bata, kayu dan papan. Materi tersebut
nantinya dapat digunakan untuk pembangunan bangunan dan
bahkan untuk furnitur interior ruangan.

2. Sirkulasi Udara

Bangunan Ekologi secara umum memaksimalkan sirkulasi


udara secara alami dan memminimalkan penggunaan udra buatan
seprti AC, Kipas angin, Exhause, dll. Jendela serta ventelasi yang di
terapkan pada bangunan harus juga di sesuai dengan arah angin,
penerapan atap bangunan tradisional adalah salah satu solusi
untuk memberikan kenyamanan dalam ruang,atap yang tinggi juga
membuat udara dapat mengatur pola sirkulasinya, Angin juga
berlaku dapat kasar terhadap lingkungan serta fisik bangunan,jadi
12 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
perlu di adakan antisipasi terhadap pengaruh negative angin,
seperti, pembuatan ventilasi / bukaan secara maksimal,
pemasangan tirai – tirai, penaman pohon – pohon atau tanaman
yang sesuai dengan kondisi lingkungan.

Gambar 2.3 Ventilasi alami pada rumah Melayu Selangor, Malaysia


Sumber: (Ramli , 2012)

3. Bentuk Masa Bangunan

Bentuk masa bangunan secara ekologi, yaitu pengadopsian


bentuk – bentuk yang ramah lingkungan, seperti: Bentuk Arsitektur
Tradisional local, Bentuk masa bangunan lebih terbuka sehingga
ada keterikatan antara lingkungan dan bangunan atau sebaliknya,
di mensi bangunan di olah semaksimal mungkin sehingga tidak
terjadinya perbedaan yang mencolok terhadap bangunan
penduduk local, bentuk bangunan juga di sesuaikan dengan
material yang di gunakan
4. Penghijauan (Vegetasi)

Penghijauan sangatlah penting untuk tetap terjaganya


kualitas lingkungan yang berkelanjutan, penerapan bangunan di
daerah – daerah lingkungan hutan yang terjaga dan di lindungi
dapat menimbulkan resiko yang berpotensi terhadap kerusakan
lingkungan, seperti yang telah kita bahas di atas, bahwa
perencanaan bangunan harus di melalui studi lingkungan terlebi
dahulu.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 13


Arsitektur Lingkungan selain dari pada bentuk masa
bangunan, material, tata ruang atau pun nilai kearifan lokal yang
ada, juga adalah kepedulian kita sendiri terhadap bangunan
tersebut, bagaimana kita mengartikan fungsi dari pada bangunan
tersebut bagaimana kita mengelolanya, dan bagaimana kita
merawatnya.
Karakter arsitektur lingkungan tersebut menganut prinsip-
prinsip berikut ini:
a. Flutuation, Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didisain
dan dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan
hubungan proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan
hubungan proses alami yang terjadi di lokasi dan lebih dari pada
itu membiarkan suatu proses dianggap sebagai proses dan bukan
sebagai penyajian dari proses, lebihnya lagi akan berhasil dalam
menghubungkan orang-orang dengan kenyataan pada lokasi
tersebut.
b. Stratification, Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi
bangunan seharusnya muncul keluar dari interaksi perbedaan
bagian-bagian dan tingkat-tingkat. Semacam organisasi yang
membiarkan kompleksitas untuk diatur secara terpadu.
c. Interdependence (saling ketergantungan), Menyatakan bahwa
hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah hubungan
timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya
lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling
ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya
berkelanjutan sepanjang umur bangunan.

14 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
REFERENSI
Egertonm F.N. (2019), History of Ecological Sciences, Department of
History, University of Wisconsin-Parkside, Kenosha, Wisconsin 53141
McHarg, Ian L 1969Design with nature, Garden City, N.Y., Published for
the American Museum of Natural History, the Natural History Press

Ramli, N.H (2012), Re-adaptation of Malay House Thermal Comfort Design


Elements into Modern Building Elements – Case Study of Selangor
Traditional Malay House & Low Energy Building in Malaysia Iranica Journal
of Energy & Environment 3 (Special Issue on Environmental Technology):
19-23, ISSN 2079-2115 IJEE, DOI: 10.5829/idosi.ijee.2012.03.05.04

Ramdhan, B (2016), Material Bangunan Organik Karya Bandung ini


Hebohkan Sosial Media.
(https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/06/07/material-

Tab, P, J; Deviren, A, S (2014), The Greening of Architecture, A Critical


History and Survey of Contemporary Sustainable Architecture and Urban
Design, By Phillip James Tabb, A. Senem Deviren, ISBN 9781409447399,
Published January 24, 2014 by Routledge, 216 Pages
UMA (2020), History and Development of Ecological Architecture,
Universitas Medan Area,
https://arsitektur.uma.ac.id/2020/11/01/sejarah-dan-perkembangan-
arsitektur-ekologi/bangunan-organik-karya-bandung-ini-hebohkan-sosial-
media).

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 15


3. MANAJEMEN KESEIMBANGAN EKOLOGI DAN
LINGKUNGAN
3.1 PENGERTIAN KESEIMBANGAN EKOLOGI
Keseimbangan ekologi dan lingkungan adalah suatu kondisi
dimana interaksi antara komponen-komponen di dalamnya berlangsung
secara harmonis dan seimbang. Keseimbangan tersebut yang juga
disebut sebagai keseimbangan ekosistem memberikan dampak signifikan
pada keselarasan serta kesejahteraan hidup manusia dan mahluk hidup
lainnya. Namun, saat ini terjadi perubahan keseimbangan lingkungan
secara besar-besaran. Hal ini secara tidak langsung memberikan
pengaruh buruk terhadap kehidupan manusia.
Keseimbangan lingkungan merupakan keseimbangan yang
dinamis, artinya keseimbangan yang dapat mengalami perubahan. Tetapi
perubahan ini bersifat menjaga keseimbangan komponen lain, bukan
berarti menghilangkankomponen yang lainnya. Karena perubahan
komponen yang bersifat drastis akan mempengaruhi perubahan
komponen lainnya. Sebagai contoh hilangnya/musnahnya salah satu
komponen (tingkatan trofi) pada piramida ekologi atau rantai makanan
maka menyebabkan dampak perubahan pada komponen sebelumnya
maupun sesudahnya. Hal inilah yang mengakibatkan lingkungan tersebut
menjadi tidak stabil.
Lingkungan dikatakan seimbang (equilibrium) apabila memiliki ciri-
ciri antara lain:
• Lingkungan yang didalamnya terdapat pola-pola interaksi, meliputi
: arus energi, daur materi, rantai makanan, jaring-jaring makanan,
piramida ekologi, daur biogeokimia, dan produktivitas. Melalui
pola- pola interaksi tersebut, pertumbuhan dan perkembangan
organisme berlangsung secara alami, sehingga tidak ada
organisme yang mendominasi terhadap organisme lainnya.
• Lingkungan yang homeostatis, yaitu lingkungan yang mampu
mempertahankan terhadap gangguan alam, baik gangguan secara
alami maupun buatan.
• Lingkungan yang memiliki daya dukung lingkungan, yaitu
lingkungan yang mampu mendukung semua kehidupan

16 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
organisme, karena dalam lingkungan terdapat berbagai sumber
daya alam (hayati dan non hayati).
• Terbentuknya lingkungan yang klimaks, yaitu lingkungan yang
banyak ditumbuhi pohon-pohon (terbentuknya hutan).

Keseimbangan lingkungan akan tercipta bila interaksi


antarkomponen biotik dan abiotik berjalan dengan sesuai dan
berkesinambungan. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, air, intensitas
cahaya, kelembapan, salinitas, dan perubahan kondisi lingkungan juga
dapat mengancam keseimbangan lingkungan.

Faktor penyebab gangguan keseimbangan alam :


a. Faktor alami
Faktor alami yang menyebabkan perubahan keseimbangan komponen
biotik dan abiotik, diantaranya letusan gunung berapi, banjir, tanah
longsor, rusaknya pantai, hilangnya terumbu karang dan tumbuhan
alga, kebakaran hutan, badai, bahkan tsunami dapat menyebabkan
terputusnya rantai makanan, yang menunjukkan bahwa
keseimbangan lingkungan sudah terganggu.
b. Faktor manusia
Dibanding komponen biotik lainnya, manusia merupakan komponen
biotik yang mempunyai pengaruh ekologi terkuat di biosfer bumi ini.
Dengan kemampuannya untuk mengembangkan ilmu dan teknologi,
manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar baik pengaruh yang
memusnahkan ekosistem maupun yang meningkatkan ekosistem.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya manusia mampu
mengubah lingkungan sesuai dengan yang diinginkan, Misalnya -
mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) tanpa memikirkan
dampaknya. -Pembabatan dan pembakaran hutan menyebabkan
dampak yang sangat luas yang berakibat hilangnya humus tanah,
ketandusan tanah, berkurangnya sumber air, dan rusaknya tatanan
ekosistem. - pencemaran sampah organik, penebangan hutan,
penggunaan pestisida berlebihan, pembangunan permukiman, dan
limbah industri. Rusaknya tatanan ekosistem akan berakibat migrasi
hewan-hewan buas dari hutan ke desa-desa untuk memangsa hewan
ternak bahkan manusia. Gajah, babi hutan, dan hewan herbivora
lainnya tidak akan dapat mempertahankan hidup di hutan yang rusak
hewan-hewan tersebut bermigrasi ke perkampungan penduduk
dengan merusak tanaman budidaya manusia.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 17


3.2 UPAYA MENJAGA KESEIMBANGAN LINGKUNGAN
Untuk mewujudkan keseimbangan ekologi atau lingkungan, maka
diperlukan peran yang sangat besar dari manusia sebagai makhluk yang
Tuhan berikan segala potensi yang ada di bumi ini. Upaya tersebut
diantaranya:
• Mengurangi penggunaan kertas dan mendaur ulangnya
• Mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia dalam rumah tangga
karena dapat mencemari lingkungan
• Tidak boros dalam penggunaan air dan membangun daerah
resapan air di halaman rumah
• Mengurangi produksi sampah, memisahkan sampah, dan
mendaur ulangnya
• Menghemat penggunaan bahan bakar
• Menghentikan jual-beli berbagai spesies hewan langka
• Tidak membakar hutan untuk membuka lahan
• Menerapkan sistem bercocok tanam yang memperhatikan
lingkungan, yaitu dengan mengendalikan hama secara alami
dengan metode biological control (menggunakan musuh alami dari
hama). Upaya ini untuk mencegah munculnya populasi hama yang
resisten terhadap pestisida.
• Pengawasan ketat oleh pemerintah terhadap berbagai produk
impor. Upaya ini untuk mencegah masuknya spesies asing ke
dalam negeri
• Reboisasi hutan

3.3 ARSITEKTUR DAN KESEIMBANGAN LINGKUNGAN


Arsitektur memiliki kontribusi di dalam memberikan dampak positif
dan negatif ternadap lingkungan. Kontribusi positif hadir dengan melihat
konsep dan hakikat dari arsitektur seperti yang dicetuskan oleh Marcus
Pollio Vitruvius (1486) yang mendefinisikan arsitektur sebagai kesatuan
dari kekuatan/kekokohan (firmitas), keindahan (venustas), dan
kegunaan/fungsi (utilitas). Amos Rappoport (1981) mendefinisikan
arsitektur sebagai ruang tempat hidup manusia, yang lebih dari sekedar
fisik, tapi juga menyangkut pranata-pranata budaya dasar. Pranata ini

18 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
meliputi: tata atur kehidupan sosial dan budaya masyarkat, yang diwadahi
dan sekaligus mempengaruhi arsitektur. Bila memahami konsep ini, maka
kehadiran arsitektur akan memberikan dampak positif terhadap
lingkungan.
Dampak Positif:
• Memberikan tempat perlindungan untuk manusia
• Memberikan tempat bagi manusia untuk tumbuh dan
mengembangkan potensi diri.
• Dapat memberikan pemecahan masalah pada tata letak bangunan
atau kota.
• Memberikan semangat hidup melalui estetika visual pada keindahan
bangunan dan lingkungan terbina lainnya
• Membeberikan kenyamanan uilitas (penghawaan, pencahayaan,
penataan air bersih, kotor dan kotoran) demi keberlangsungan
lingkungan binaan
• Arsitektur yang tanggap iklim seperti melalui pemakaian material lokal,
atap hijau (green roof), kebun vertical (vertical garden) akan
memberikan tanggung jawab pada keseimbangan ekologi bagi mahluk
hidup lainnya

Gambar 3.1 Penerapan Arsitektur Hijau


Sumber: http://www.no9.ca/wp-content/uploads/2017/11/GreenHouse.jpg

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 19


Namun bila Arsitek tidak mengatur penggunaan material secara
bijaksana dan merancang bangunan tanpa mempertimbangkan iklim
lokal, maka dampak negative akan ditimbulkan.
Dampak Negatif:
• Kerusakan tanah yang terjadi akibat eksplorasi lahan yang tidak
terkontrol dan kurang memperhatikan unsur lingkungan guna
mendukung jalannya pembangunan.
• Seringnya terjadinya banjir, dikarenakan penggunaan pohon
sebagai material kayu pada bangunan tanpa tanggung jawab untuk
menanamnya Kembali. Banjir juga muncul sebagai akibat dari
berkurangnya area peresapan air, karena telah di dominansi oleh
bangunan.
• Seringnya terjadinya gempa dikarenakan eksploitasi penggunaan
batu gunung sebagai material bangunan. Gunung yang dikenal
sebagai pasak bumi, diciptakan tuhan sebagai penguat bumi. Di
dalam Alqur’an Allah SWT berfirman:
“Dan dia menancapkan gunung di bumi agar bumi itu tidak
goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan
jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk. “(QS. An-Nahl:15).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan Allah swt memerintahkan
gunung-gunung yang berada di bumi untuk tetap diam agar
makhluk hidup yang berada di atasnya khususnya manusia dapat
menjalankan hidupnya dengan aman dan tenang.

Gambar 3.2 Penambangan di Gunung Sirnalanggeng Karawang


Sumber: https://pbs.twimg.com/media/DcmZsKbUQAAc3Ja.jpg

20 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
• Meningkatnya suhu iklim global sehingga meyebabkan terjadinya
perubahan iklim (climate change).
• Hiilangnya habitat beberapa hewan, karena banyaknya perluasan
lahan ke gunung-gunung dan hutan. Hal ini menyebabkan
banyaknya hewan liar turun ke desa-desa dan ke jalan-jalan

Dari dampak-dampak tersebut, maka Arsitek harus memberikan


desain bangunan yang peka terhadap lingkungan sehingga keseimbangn
ekologi dan lingkungan tetap terjaga.

REFERENSI
(https://id.scribd.com/doc/217741076/Keseimbangan-Ekologi)
https://pbs.twimg.com/media/DcmZsKbUQAAc3Ja.jpg
https://i0.wp.com/rimbakita.com/wp-
content/uploads/2018/10/penebangan-hutan.jpg
http://www.no9.ca/wp-content/uploads/2017/11/GreenHouse.jpg
https://www.slideshare.net/NadhiAshter/keseimbangan-lingkungan-
74855201

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 21


4. PERUBAHAN IKLIM ( CLIMATE CHANGE ) DAN
KETERKAITANNYA DENGAN ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Iklim adalah kebiasaan dan karakter cuaca yang terjadi di suatu
tempat atau daerah. Kurun waktu yang menjadi acuan penentuan iklim
rata-rata berdurasi 30 tahun. Unsur penyusun iklim sama dengan cuaca.
Pembentukan iklim di suatu tempat dipengaruhi oleh letak garis lintang,
lereng, ketinggian, jarak dari perairan, serta kondisi arus air laut. Setiap
daerah memiliki iklim yang berbeda. Jenis iklim pada tiap daerah sangat
dipengaruhi oleh garis lintang. Karakteristik dari pola iklim global dipelajari
melalui klimatologi. Iklim juga didasarkan pada karakteristik cuaca yang
mempertimbangkan kondisi hujan, suhu, dan angin atau penguapan.
Berdasarkan garis lintangnya, iklim di permukaan Bumi dapat dibedakan
menjadi iklim kutub, iklim sedang, iklim subtropis, iklim tropis, dan iklim
khatulistiwa. Iklim juga dapat dibedakan berdasarkan kondisi kawasan,
yaitu iklim benua, iklim bahari, iklim tundra, dan iklim gunung. Kondisi
iklim dikendalikan terutama oleh atmosfer yang dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Jenis faktor lingkungan yang mempengaruhi atmosfer yaitu
bentuk rupa Bumi, tutupan Bumi, dan posisi pencampuran udara di
lapisan atmosfer. Atmosfer memberi pengaruh terhadap cuaca yang
kemudian menjadi pembentuk iklim.
Climate (iklim) berasal dari bahasa Yunani, klima yang berdasarkan
kamus Oxford berarti region (daerah) dengan kondisi tertentu dari suhu
dryness (kekeringan), angin, cahaya dan sebagainya. Dalam pengertian
ilmiah, iklim adalah integrasi pada suatu waktu (integration in time) dari
kondisi fisik lingkungan atmosfir, yang menjadi karakteristik kondisi
geografis kawasan tertentu”. Sedangkan cuaca adalah “kondisi
sementara lingkungan atmosfer pada suatu kawasan tertentu”. Secara
keseluruhan, iklim diartikan sebagai “integrasi dalam suatu waktu
mengenai keadaan cuaca” (Koenigsberger, 1975). Atmosfer adalah mesin
pemanas raksasa berbahan bakar matahari. Karena atmosfer transparan
terhadap energi surya, pemanasan udara terutama terjadi di permukaan
bumi (Norbert Lechner, 2007).
Matahari adalah satu-satunya sumber energi bagi bumi. Bumi
mempunyai sistem selubung tersendiri (atmosfer) yang tebalnya ratusan
kilometer di atas permukaan bumi dan yang menciptakan kondisi yang
menunjang kehidupan habitat bumi. Terdiri dari lima lapisan yakni:
troposfer, stratosfer, mesofer, termosfer dan eksosfer, lapisan ini
22 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
berperan sebagai filter radiasi matahari dengan berbagai panjang
gelombang. Makhluk hidup berada di lapisan troposfer (biosfer), dimana
terjadi ekosistem yang terjalin erat satu dengan yang lain dan merupakan
siklus berkelanjutan yang membentuk basis untuk kehidupan (Jimmy
Priatman, 2000).
Bangunan yang memanfaatkan matahari dan iklim sebagai
sumber energi primer haruslah dirancang untuk mengakomodasi
perubahan iklim sebagai konsekwensi siklus iklim secara harian,
musiman maupun tahunan dan mengalami versi cuaca yang berbeda
sesuai dengan keberadaannya pada suatu garis lintang geografis tertentu
di permukaan bumi ini (Kalamang, 2013). Iklim adalah keadaan hawa
(suhu, kelembapan, awan, hujan, dan sinar matahari) dalam jangka waktu
yang agak lama (30 tahun) di suatu daerah.

4.1 MACAM-MACAM IKLIM


Secara garis besar iklim dibagi atas 2 (dua) jenis, yakni iklim makro
dan iklim mikro. Iklim makro adalah suatu kondisi iklim pada suatu tempat
tertentu yang memiliki area cakupan yang luas dengan kata lain
berhubungan dengan atmosfer. Iklim makro dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) skala dengan berdasarkan ukuran wilayah tersebut, yaitu: skala
global dengan luas daerah ribuan kilometer, skala regional dengan luas
daerah ratusan kilometer dan skala global dengan luas daerah 10
kilometer. Sedangkan iklim mikro adalah suatu kondisi iklim pada satu
tempat tertentu yang memiliki area cakupan lebih kecil dengan kata lain
lapisan udara yang berada di atas permukaan bumi dalam lingkup yang
terbatas. Oleh karena itu, iklim mikro sangat dibutuhkan dalam ranah
arsitektur. Wilayah pembagian iklim yang ada di muka bumi berdasarkan
klasifikasi iklim Koppen (Kalamang, 2013).

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 23


Gambar 4.1. Pembagian Iklim berdasarkan Map Koppen-Gelger 1980-
2016
(Sumber: Beck, 2018)

4.2 FAKTOR-FAKTOR PENGGERAK PERUBAHAN IKLIM


Bahan bakar fosil adalah faktor utama perubahan iklim di mata
kebanyakan orang. Namun, sebenarnya ada 6 faktor yang sejauh ini
diperhitungkan sebagai penyebab perubahan iklim, yaitu: perubahan
radiasi matahari, letusan gunung berapi, gas-gas rumah kaca termasuk
CO2 dan uap air, Aerosol, tutupan permukaan lahan, dan contrails.
Dari beberapa penggerak perubahan iklim ini, kita dapat bagi
menjadi dua yaitu faktor alami dan faktor manusia seperti pada Tabel di
bawah ini.

Tabel 4.1. Faktor Penggerak Perubahan Iklim


(Sumber: https://veantiworld.com/faktor-penyebab-perubahan-iklim-lengkap)

24 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
4.3 PEMANASAN GLOBAL
Pemanasan global (bahasa Inggris: Global warming) (juga
disebut Darurat iklim atau Krisis iklim) adalah suatu proses
meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74
± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun
terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global
sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas
manusia" melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah
dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk
semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih
terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan
suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu
disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai
emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model
sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian
terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air
laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun
walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan
besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan
perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut,
meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan
jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain
adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya
berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah
mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa
depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang
terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain.
Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 25


mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi
atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi
terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar
pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan
meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-
gas rumah kaca.
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya
perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat
mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga
mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di
atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung
es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut.
Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air
laut sehingga berakibat kepada beberapa pulau kecil tenggelam di
negara kepulauan, yang membawa dampak perubahan yang sangat
besar.

4.4 EFEK RUMAH KACA


Efek rumah kaca adalah kemampuan atmosfer untuk
mempertahankan suhu udara panas yang nyaman dalam perubahan nilai
yang kecil. Unsur pembentuk efek rumah kaca ialah gas rumah kaca yang
menahan panas keluar dari Bumi. Peran utama adanya efek rumah kaca
adalah suhu udara di bumi dapat berada pada nilai yang nyaman bagi
makhluk hidup. Tanpa efek rumah kaca, Bumi akan memiliki suhu rata-
rata yang sangat dingin serta dapat membahayakan keberlangsungan
hidup dari makhluk hidup.
Efek rumah kaca pada Bumi dapat terpisah untuk menunjuk pada
dua hal yang berbeda:
• Efek Rumah Kaca Alami yang terjadi secara alami di bumi

• Efek Rumah Kaca Ditingkatkan (meningkat) yang terjadi akibat


kegiatan manusia seiring dengan pemanasan global.

26 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Gambar 4.2 Efek Gas Rumah Kaca (sumber:
https://slideplayer.com/slide/7881813/)
Bumi menerima energi dari matahari dalam bentuk sinar ultraviolet
(cahaya) dan melepaskan sebagian energi ini kembali ke ruang angkasa
sebagai sinar inframerah (panas). Gas dapat menyerap sebagian energi
keluar ini dan memancarkannya kembali sebagai panas. Gas-gas ini –
yang meliputi, karbon dioksida, metana, nitrogen oksida dan lain-lain –
disebut gas ‘rumah kaca’. Mereka bertindak seperti selimut yang
mengelilingi Bumi dan membuatnya lebih hangat daripada yang
seharusnya, sama seperti panel kaca dari rumah kaca memungkinkan
energi matahari masuk tetapi mencegah sebagian panas keluar. Tanpa
proses alami ini, yang dikenal sebagai efek rumah kaca, planet kita akan
menjadi rata-rata sekitar 30 derajat Celcius lebih dingin, sehingga efek
rumah kaca yang terjadi secara alami sangat penting. Tetapi terlalu
banyak efek akan menciptakan masalah. Kegiatan manusia dari generasi-
generasi terakhir telah secara artifisial meningkatkan konsentrasi gas
rumah kaca di atmosfer dan para ilmuwan menyimpulkan bahwa inilah
mengapa planet ini menghangat dalam sejarah. Tapi, karena gas rumah
kaca bisa bertahan di atmosfer untuk waktu yang lama, bahkan jika
semua emisi di seluruh dunia berhenti hari ini, iklim akan terus berubah.
Efek rumah kaca disebabkan karena meningkatnya konsentrasi
gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Meningkatnya
konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh banyaknya pembakaran bahan
bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melebihi
kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 27


Energi yang masuk ke Bumi:
• 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer
• 25% diserap awan
• 45% diserap permukaan bumi
• 10% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi

Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi


inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar
inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan
gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan
normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca
perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh
berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah
belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO 2)
serta beberapa senyawa organik seperti gas metana
dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan
penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah
meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan
peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan
peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030.
Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan
semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan
bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan
bumi menjadi meningkat.
Sejauh ini telah disepakati oleh banyak ilmuwan dari berbagai
negara, bahwa efek rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim
global adalah emisi gas rumah kaca (GRK) yang berasal baik dari alam
maupun kegiatan manusia (anthropogenic). Adapaun GRK yang
disepakati hingga 2012 ada 6 (enam) jenis yakni karbon dioksida (CO2),
dinitroksida (N2O), metana (CH4), sulfurheksafluorida (SF6),
perfluorkarbon (PFC5), dan hidrofluorokarbon (HFC5). Berdasarkan data
yang terangkum dalam laporan IPCC tahun 2007, keseluruhan GRK terus
mengalami peningkatan konsentrasi di atmosfer.

28 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Perubahan iklim telah secara ilmiah dan banyak bukti adalah
diakibatkan oleh apa yang dikenal dengan pemanasan global (global
warming) sebagai akibat terjadinya efek rumah kaca pada atmosfer kita.
Efek rumah kaca terjadi akibat adanya gas-gas rumah kaca (GRK) yang
memerangkap panas radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke
angkasa oleh permukaan bumi. Pada dasarnya GRK ini dapat bersumber
dari alam itu sendiri maupun dari aktivitas manusia. Namun berbagai data
yang ada menunjukkan bahwa emisi GRK berasal juga dari aktivitas
manusialah yang meningkatkan konsentrasinya di atmosfer.

4.5 PENGARUH IKLIM TERHADAP BENTUK ARSITEKTUR


Suatu bentuk arsitektur dipengaruhi oleh faktor iklim yang terjadi
di daerah tersebut hal itu dikarenakan aktivitas manusia yang bervariasi
memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula. Untuk
melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan
kondisi visual yang serta mampu menahan bangunan dari cuaca buruk
dan angin kencang. Strategi secara arsitektur bangunan dalam
mengatasi/ mengantisipasi iklim tropis lembab adalah dengan melakukan
beberapa tindakan, yaitu:
1. Menghalangi radiasi matahari langsung dengan penggunaan sunscreen
dan atau sun shading
2. Isolasi radiasi panas dengan ruang udara (pada atap atau penggunaan
bahan bangunan yang berpori)
3. Mengoptimalkan kenyamanan termis pada manusia
4. Penggunaan bahan bangunan yang memiliki berat jenis yang kecil, time
lag rendah, kapasitas panas kecil, dimensi kecil, mampu mengikuti kadar
kelembaban udara sekitar dan konduktivitas panas matahari.
Iklim sangat berpengaruh bagi arsitektur suatu bangunan, oleh
karena itu perencanaan suatu bangunan juga harus sinergis dan koheren
terhadap iklim yang ada di wilayah tersebut. Oleh karenanya, setiap
bangunan yang memiliki karakteristik/ ciri khas arsitektur tidaklah sama
antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya yang dibatasi oleh wilayah
pembagian empat iklim tersebut. Ini adalah suatu bukti terjadinya
interaksi antara alam terkhususnya iklim dengan pola hidup manusia yang
ada di wilayah tersebut, sehingga muncul beraneka ragam karakteristik

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 29


arsitektural bangunan sesuai dengan pembagian iklim yang ada di muka
bumi ini (Baca bab 7).

Gambar 4.3 Desain adaptif terhadap iklim tropis


(Sumber: Troppo Architects, 2016)

Iklim sangat berpengaruh bagi arsitektur suatu bangunan, salah


satunya adalah pengaruh iklim terhadap bentuk arsitektur suatu
bangunan ataupun suatu rancangan lingkungan binaan. Bentuk
bangunan di tiap-tiap wilayah sangat bergantung dari beberapa faktor,
diantaranya adalah:
• Aktivitas / karakter manusia
• Lokasi / wilayah
• Orientasi bangunan terhadap cuaca / iklim
• Posisi pergerakan matahari
• Arah pergerakan angin / udara
• Orientasi bangunan terhadap alam
• Posisi lahan / ketinggian lahan
• Kemajuan teknologi
• Kenyamanan thermal
• Perubahan era kehidupan manusia

Oleh karenanya, bentuk arsitektur suatu bangunan di suatu


wilayah tidak akan sama sekalipun bangunan tersebut berada di dalam

30 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
satu kawasan pembagian iklim. Jika ditinjau secara klimatik, bentuk
arsitektur suatu bangunan akan sama prinsipnya untuk satu kawasan
pembagian iklim (Kalamang, 2013).

4.6 PERUBAHAN IKLIM DAN PERAN ARSITEK


Pada dasarnya, setiap pembangunan pasti akan mengubah
keseimbangan lingkungan alami dan mengubahnya menjadi lingkungan
binaan (built environment). Dalam perancangan bangunan, arsitek
didukung oleh beberapa disiplin lainnya. Peran arsitek dan disiplin lainnya
sangat penting dalam merancang bangunan yang dapat beradaptasi
dengan perubahan iklim tersebut. Pengoperasian bangunan gedung
bertingkat tinggi memerlukan energi yang besar untuk penerangan dan
pendinginan udara, sistem penyediaan air bersih, pembuangan air dan
sampah. Pengaruh perubahan iklim ini terhadap dunia arsitektur juga
ternyata berkaitan juga dengan pengaruh dunia arsitektur terhadap
perubahan iklim. Seperti kasus penggunaan AC dan pohon dimana
dipengaruhi iklim global tetapi juga pendekatan tersebut berpengaruh
balik kepada perubahan iklim global. Ada bangunan yang merespon
dengan baik sehingga akan menjadikan hasil yang lebih baik. Pengaruh
Iklim terhadap arsitektur dan pengaruh balik arsitektur terhadap
perubahan iklim harus dilihat secara bijaksana.
Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah
karena kondisi alam iklim tempat manusia berada tidak selalu baik
menunjang aktivitas yang dilakukannya. Karena cukup banyak aktivitas
manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat ketidaksesuaian
kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan.
Dengan bangunan, diharapkan iklim luar yang tidak menunjang
aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah menjadi iklim dalam
(bangunan) yang lebih sesuai. Usaha manusia untuk mengubah kondisi
iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai
seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia di
daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di
dalam bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan
justru seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap
mereka lebih memilih berada di luar bangunan.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 31


Gambar 4.4 Rumah Tradisional Suku Dani di Tanah Papua
Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi
persoalan iklim dalam bangunan yang dirancangnya, ia secara benar
mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk memodifikasi iklim. Iklim
luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas
manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang
sesuai. Arsitek di daerah subtropis tentu berbeda dalam pendekatan
perancangan terhadap bangunan di daerahnya, dengan pendekatan
dinding dua lapis,atap dapat datar,dll. Di Indonesia, sudah ada ratusan
tahun yang lalu rumah-rumah “tradisional” yang terbukti sampai sekarang
baik dalam hal beradaptasi terhadap iklim di Indonesia dan juga
perubahan Iklim.
Arsitek dalam merancang lingkungan binaan salah satunya
bangunan menyadari perubahan iklima dalah sesuatu yang berpengaruh
terhadap bangunan yang akan dibuatnya. Banyak cara untuk pendekatan
terhadap perubahan iklim dan juga iklim setempat di berbagai daerah.
Contoh diatas dengan menggunakan Menciptakan iklim mikro (dalam
dearah tertentu) dengan menanam pohon pelindung dengan tajuk lebar
akan mengurangi suhu cukup signifikan dalam daerah yang
terlindungi/teduh. Ruang terbuka (hijau) juga penting, selain sebagai
penyerap karbon, juga merupakan ruang interaksi sosial bagi pengguna
bangunan. Penghawaan dan pencahayaan alami dapat mengurangi
beban pengoperasian bangunan. Selain itu, penyinaran panas yang
berlebihan juga harus dihindari untuk mengurangi beban pendinginan
udara.

32 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Gambar 4. 5 Penghijauan untuk menciptakan iklim mikro yang sejuk
Hal ini dapat dilakukan dengan merancang sirip-sirip atau kanopi
di jendela-jendela bangunan. Air hujan yang terjadi di Indonesia
dimanfaatkan secara baik untuk memenuhi kebutuhan air penghuni
bangunan. Jika iklim mikro ini diterapkan disetiap rumah ,dapat
dibayangkan bagaimana hasilnya. Indonesia, sebagai negara tropis,
mendapatkan sinar matahari, sepanjang tahun. Hal ini dapat
dimanfaatkan oleh perancang dengan memasang solar panel untuk
menyimpan energi surya yang dapat memenuhi sebagian kebutuhan
energi bangunan Indonesia, dengan teknologi rendah dan harga yang
terjangkau. Ada beberapa teknologi lainnya yang dapat dimanfaatkan
seperti mikro hidro (untuk komunitas) dan tenaga angin (di daerah dengan
kecepatan angin tertentu).
Adaptasi dan pendekatan terhadap perubahan iklim global dapat
dilakukan dengan mengadopsi kearifan lokal dalam perancangan. Pada
zaman dahulu di Indonesia para perancang rumah –rumah yang disebut
“Arsitektur Tradisiona” sudah menerapkan rancangan yang terbukti
bertahan dalam menghadapi iklim di Indonesia. Pada tahun 1980 an para
arsitek Indonesia bergelut dengan topik “Arsitektur Tropis” yang bertujuan
memanfaatkan sebesar mungkin keuntungan geografis Indonesia di
daerah tropis guna mengurangi pemakaian energi di dalam
bangunan.Sekarang yang dibicarakan menjadi “Green Architecture”
ataupun “Sustainable Architecture” yang sebenarnya merupakan
penyempurnaan dari prinsip-prinsip dasar yang terbahas dalam
“Arsitektur Tropis” dengan memanfaatkan kemajuan teknologi (yang baik)
dalam pergerakan arsitektur global.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 33


4.7 DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP LINGKUNGAN GLOBAL
Jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19, berbagai negara di
dunia telah dihadapkan pada permasalahan lingkungan global, yakni
perubahan iklim. Penanganan perubahan iklim merupakan salah satu dari
17 tujuan global yang tersusun dalam Agenda Pembangunan
Berkelanjutan 2030. Pandemi Covid-19 telah berdampak pada capaian
tujuan global tersebut. Tulisan ini bertujuan mengkaji dampak pandemi
Covid-19 pada lingkungan global. Parameter lingkungan yang cenderung
membaik saat pandemi antara lain penurunan emisi CO2 dan NO2,
peningkatan kualitas udara perkotaan, serta terjaganya keanekaragaman
hayati. Sedangkan parameter persampahan dan kehutanan menunjukkan
adanya penurunan. Membaiknya beberapa parameter lingkungan
tersebut dikhawatirkan hanya bersifat sementara dan akan kembali
memburuk jika aktivitas masyarakat serta ekonomi berjalan normal
kembali. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi harus tetap diiringi
upaya pengurangan emisi. DPR RI perlu terus mengawasi agar berbagai
kebijakan dan strategi yang dilakukan pemerintah sejalan dengan upaya
mitigasi, adaptasi, maupun pengurangan dampak dari perubahan iklim.

34 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
REFERENSI
https://sdip.dpr.go.id/search/detail/category/Info%20Singkat/id/1083
https://dinlh.slemankab.go.id/pengertian-dan-penyebab-efek-rumah-
kaca/
https://sdip.dpr.go.id/search/detail/category/Info%20Singkat/id/1083
M. Imran Daud Kalamang., 2013., RADIAL – Jurnal peradaban sains,
rekayasa dan teknologi
https://id.wikipedia.org/wiki/Efek_rumah_kaca
https://slideplayer.com/slide/7881813/
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global
https://veantiworld.com/faktor-penyebab-perubahan-iklim-lengkap

Beck et al. Present and future Koppen-Gelger climate


classification maps at 3 km resolution, Scientific Data, 2018
Beck et al. Present and future Koppen-Gelger climate
classification maps at 3 km resolution, Scientific Data, 2018
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/iklim
https://id.wikipedia.org/wiki/Iklim
Sumber: M. Imran Daud Kalamang., 2013., RADIAL – Jurnal peradaban
sains, rekayasa dan teknologi
Sumber: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/iklim
Sumber: M. Imran Daud Kalamang., 2013., RADIAL – Jurnal peradaban
sains, rekayasa dan teknologi
Beck et al. Present and future Koppen-Gelger climate
classification maps at 3 km resolution, Scientific Data, 2018

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 35


5. MATERIAL BANGUNAN YANG BERKELANJUTAN
5.1 MATERIAL BERKELANJUTAN
Dewasa ini, perkembangan teknologi material di bidang
konstruksi berkembang sangat cepat dan sebagian besar material
konstruksi bersumber dari alam. Oleh karena itu, konsep material
keberlanjutan adalah sangat penting sebagi upaya untuk menjaga
keberadaan material agar tetap terjamin ketersediaannya di masa akan
datang. Sebagai contoh, konsep reuse material bangunan dan recycle
limbah konstruksi dan bongkaran bangunan adalah langkah yang perlu
diterapkan untuk menjamin ketersediaan material di alam. Langkah
penting lainnya adalah potensi pengurangan limbah dan penggunaan
material alami di area sekitar tapak, penggunaan material daur ulang
dan konsumsi energi selama proses transportasi.
Material alami seperti kayu merupakan material yang banyak
digunakan dalam bangunan di Indonesia meskipun persediannya
semakin terbatas dengan harga yang semakin mahal. Untuk
menggantikannya, salah satu alternatif material berkelanjutan yang
banyak ditemukan di Indonesia adalah bambu. Bambu telah dikenal
sebagai bahan berkelanjutan, tetapi hanya digunakan dalam skala kecil
misalnya untuk furnitur. Namun, meskipun merupakan sumber daya
berkelanjutan, banyak orang menganggap bambu sebagai bahan
buangan. Terbukti, penggunaan bambu sering digunakan untuk
membuat alat sederhana dengan desain tradisional untuk kehidupan
sehari-hari. Tradisi menggunakan bambu tidak dieksplorasi lebih lanjut
sehubungan dengan pengembangan berkelanjutan dari desain dan
fungsi kreatif di era teknologi modern saat ini (Sofiana, dkk.
2018)(Rahmat, Prianto, dan Sasongko, 2018).

5.2 BAMBU SEBAGAI BAHAN MATERIAL BERKELANJUTAN

Bambu adalah tanaman serba guna yang telah digunakan sejak


zaman kuno untuk berbagai keperluan. Dalam dunia konstruksi baja,
beton dan plastik saat ini, bambu tetap memiliki fungsi penting,
diantaranya sebagai bahan material bangunan yang berkelanjutan

36 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
(sustainable). Satuan alami, batang bambu memiliki panjang dan bentuk
yang serupa (berbuku-buku) sehingga mudah dikelola & disimpan.
Batangnya memiliki karakteristik struktur fisik dengan ketahanan tinggi
terhadap beratnya. Bentuk penampangnya yang bulat dan berongga
didalamnya bisa dipasang secara strategis untuk menghindari kerusakan
saat menekuk. Buku pada batang bambu menjadikannya mudah dipotong
menjadi potongan pendek atau dibelah-belah. Permukaan alami bambu
banyak yang bersih, keras dan halus, dengan warna yang menarik. Bambu
memiliki sedikit limbah dan tidak ada kulit kayu yang harus dihilangkan.
Pada konstruksi bangunan, elemen struktural dari batang bambu
dipasang pada tiang, dan bila dibangun dengan baik maka bisa bertahan
dari gempa tektonik.

Berbagai macam kegunaan / kelebihan bambu sebagai bahan


material bangunan, yaitu:
• Sifat: ringan, fleksibel; dapat digunakan dalam berbagai macam
konstruksi.
• Biaya: biaya rendah.
• Kekuatan tarik: sangat tinggi (lebih tinggi dari baja stainless).
• Pelatihan yang dibutuhkan: tenaga kerja tradisional untuk konstruksi
bambu.
• Peralatan yang dibutuhkan: alat untuk memotong dan membelah
bambu.
• Resistensi seismik: bagus

Sedangkan kekurangan bambu yaitu:

• Ketahanan terhadap badai: rendah


• Ketahanan terhadap hujan: rendah
• Ketahanan terhadap serangga: rendah
• Kesesuaian iklim: iklim hangat dan lembab.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 37


Gambar 5.1 Konstruksi bangunan dengan material bambu
Pertimbangan penggunaan bambu untuk bahan material bangunan:

• Bambu umumnya tumbuh di daerah yang beriklim hangat dan


lembab, sehingga cocok untuk desain rumah yang memiliki dinding
dengan kapasitas termal rendah & ventilasi silang.
• Fleksibilitas dan ketahanan yang tinggi terhadap tegangan membuat
dinding bambu sangat tahan terhadap gempa, dan jika runtuh,
strukturnya yang ringan menyebabkan lebih sedikit kerusakan, dan
proses rekonstruksi bisa cepat dan mudah.
• Tenaga kerja khusus diperlukan untuk mengerjakan bambu, dan
biasanya terkonsentrasi di daerah tempat bambu tumbuh.
• Kerugian terbesar adalah karena daya tahannya yang relatif rendah
(hama), dan ketahanan yang rendah terhadap angin topan dan api,
sehingga beberapa tindakan perlindungan sangat penting.

Selain bamboo, ada banyak material daur ulang lainnya yanga


dapat dijadikan sebagai material berkelanjutan seperti yang dipaparkan
dibawah ini (Tulan, 2021)

5.3 PLASTIK DAUR ULANG SEBAGAI BAHAN MATERIAL BERKELANJUTAN


Lebih dari 300 juta ton plastik diproduksi setiap tahun, dan sekitar
50% di antaranya untuk sekali pakai. Data juga menunjukkan bahwa 91%
plastik yang diproduksi setiap tahun tidak didaur ulang. Plastik
membutuhkan 1000 tahun untuk terurai, sehingga merupakan kandidat
utama untuk didaur ulang. Salah satu penggunaan utama plastik adalah
di pasar bahan konstruksi berkelanjutan yang sedang berkembang. Kami

38 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
sekarang dapat membuat jenis beton plastik. Ini membantu mengurangi
emisi gas rumah kaca dan polusi kantong plastik. Plastik juga dapat didaur
ulang menjadi benda lain seperti pipa air, jendela PVC, atau bahan lantai
yang berkelanjutan, seperti insulasi busa plastik.

Gambar 5.2 Dinding dengan material plastic daur ulang


Sumber: https://br.pinterest.com/pin/100486635415123236/visual-
search/?x=10&y=10&w=544&h=305&cropSource=6

Terdapat dua tipe plastik. Tipe pertama adalah thermoset, yaitu


plastik yang polimer penyusunnya terikat secara permanen, sehingga
tidak dapat berubah saat sudah terbentuk / mengeras saat suhu dingin.
Dengan kata lain, Thermoset tidak dapat mencair maupun didaur ulang.
Sedangkan tipe kedua adalah thermoplastic, yaitu plastik polimer yang
mengeras saat suhu rendah dan mencair saat suhu tinggi. Dengan
demikian, plastik yang dapat didaur ulang adalah plastik tipe
thermoplastic.

Plastik daur ulang dapat diolah menjadi paving blok yang dikenal
dengan Eco Pavings. Paving blok ini membutuhkan sampah plastik yang
cukup besar. Setiap satu Eco Pavings membutuhkan sekitar 1/2 kg
sampah kantong plastik. Jika dalam 1 meter persegi digunakan 40 Eco
Pavings, produk tersebut telah menyingkirkan 20kg sampah plastik dari
lingkungan.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 39


Gambar 5.3 Plastik daur ulang yang diolah sebagai paving blok
Sumber: https://mediaindonesia.com/weekend/211521/mengubah-limbah-plastik-
menjadi-paving-block

5.4 KAYU DAUR ULANG SEBAGAI BAHAN MATERIAL BERKELANJUTAN


Kayu adalah salah satu bahan bangunan terbarukan yang paling
umum untuk rumah dan furnitur dan merupakan pilihan tepat dalam hal
alternatif lantai murah dan bahan desain interior yang berkelanjutan.

Sayangnya, furnitur lama biasanya dibuang, dan hal yang sama


terjadi pada bangunan yang dihancurkan – tetapi kita harus
menggunakannya kembali. Kayu menahan karbon tanpa batas, dan
bahan yang dapat menahan karbon, bertahan lebih lama. Inilah
sebabnya mengapa kayu dapat terus didaur ulang bahkan setelah
puluhan tahun digunakan.

Gambar 5. 4 Dinding bangunan dengan menggunakan pintu bekas

Gambar menunjukkan dinding bangunan yang terbuat dari pintu-


pintu bekas. Selain membantu mengurangi limbah kayu, penggunaan
elemen bangunan bekas seperti pintu juga memberikan kesan unik dan
estetika.

40 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
5.5 ISOLASI WOL SEBAGAI BAHAN MATERIAL BERKELANJUTAN

Wol perlahan muncul sebagai bahan isolasi yang berkelanjutan.


Tidak seperti bahan lain yang digunakan untuk isolasi, wol tidak cepat
rusak. Pembuatannya juga lebih mudah dan cepat. Insulasi ini mahal
saat ini, tetapi diperkirakan akan turun seiring transisi dunia menuju
kehidupan yang berkelanjutan.

Insulasi wol domba juga digunakan untuk tujuan insulasi kedap


suara. Dinding kedap suara terus meningkat dalam permintaan,
terutama di daerah yang sangat urban.

Gambar 5.5 Insulasi dinding dan plafon dengan menggunakan wool


Sumber: https://www.constructionspecifier.com/smart-natural-wool-insulation-
healthy-buildings/

5.6 RAMMED EARTH SEBAGAI BAHAN MATERIAL BERKELANJUTAN


Rammed Earth biasanya digunakan untuk membuat dinding
interior. Ini diproduksi dengan menekan bahan mentah seperti kayu dan
tanah dengan erat. Hal ini sering dipasangkan dengan rebar untuk
kekuatan tambahan. Dinding Rammed Earth sangat tahan lama dan
bagus untuk tujuan struktural. Kapasitas termal bahan ini juga
membuatnya cocok untuk lantai berinsulasi agar rumah Anda tetap
hangat.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 41


Gambar 5.6 Dinding bangunan dengan bahan pengisi tanah

5.7 BIO-PRODUK SEBAGAI BAHAN MATERIAL BERKELANJUTAN


Bioproduk (juga disebut produk biotek) adalah produk yang
berasal dari hewan, jamur, bakteri, atau tumbuhan. Seiring kemajuan
teknologi, menjadi mungkin untuk memproduksi bahan konstruksi dari
hal-hal ini – beberapa di antaranya telah kami bahas dalam daftar ini.
Di Inggris terdapat perusahaan yang benama Biohm yang fokus
menciptakan bahan bangunan rumah yang inovatif dan praktis dari
sumber limbah bahan hayati. Misalnya, mereka mengumpulkan lebih
dari tiga ton kulit jeruk dari kafetaria kantor perusahaan teknologi lokal.
Kulit jeruk ini kemudian digunakan untuk membuat papan kulit jeruk
seperti gabus yang digunakan untuk panel dinding, ubin lantai, dan
anak tangga. Mereka juga mengumpulkan puluhan ton potongan
rumput dari bandara London setiap minggu sebagai sumber biologis
mentah lainnya untuk bahan bangunan rumah berbasis bio mereka.
Contoh lain adalah produksi bioplastik sebagai alternatif pengganti
plastik biasa. Bioplastik, seperti bioproduk lainnya pada umumnya,
mudah diproduksi, memiliki kualitas lebih tinggi, dan tidak merusak
lingkungan.

Gambar 5.7 Material penutup dinding dari limbah kulit jeruk dan
material biologis lainnya
Sumber: https://www.buildwithrise.com/stories/benefits-of-bio-based-building-materials

42 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
REFERENSI

http://ejournal.upi.edu/index.php/jaz - e-mail: jurnal.zonasi@gmail.com


dan jurnal_zonasi@upi.edu doi.org/10.17509/jaz.v2i3.19492

https://www.arginuring.com/blog/2020/09/14/bambu-sebagai-bahan-
material-berkelanjutan/

Heinrich Tulan, 2021,15 of the Best Sustainable Materials for Building,


https://www.survivalfitnessplan.com/best-sustainable-materials-
building/

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 43


6. KONSTRUKSI DAN TEKNOLOGI BERKELANJUTAN
6.1 PENGERTIAN KONSTRUKSI BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE
CONSTRUCTION)
Konstruksi berkelanjutan tidak dapat lepas dari pembangunan
berkelanjutan. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya
pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan pun menjadi isu
global sehingga menuntut para pelaksananya yang datang dari berbagai
sektor untuk lebih memperhatikan lingkungan, termasuk juga di sektor
konstruksi. Segala aspek dalam sektor industri ini dituntut untuk
menerapkan pendekatan yang lebih ramah lingkungan, mulai dari
persiapan, teknologi yang diterapkan, teknis pelaksanaan, produk yang
dihasilkan hingga proses akhirnya.
Definisi pembangunan berkelanjutan yang paling sering dikutip
adalah dari Brutland Report. Menurut versi ini, pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan
generasi masa kini tanpa mengorbankan generasi masa mendatang.
Sementara itu, pengertian konstruksi berkelanjutan adalah implementasi
konsep pembangunan ramah lingkungan (Green construction) oleh para
pelaku konstruksi dalam rangka memenuhi tantangan pembangunan
yang berkelanjutan.

CAKUPAN KONSTRUKSI BERKELANJUTAN

Konstruksi berkelanjutan di dalam konteks pembangunan


berkelanjutan, penerapannya mencakup tiga hal berikut, yaitu
berkelanjutan sosial, berkelanjutan ekonomi, dan berkelanjutan ekologi.

1. Berkelanjutan Sosial

Dari sudut pandang sosial, konstruksi berkelanjutan


diimplementasikan dengan bangunan yang mampu merespon kebutuhan
sosial, emosional, dan psikologis penggunanya. Sudah menjadi fitrah
manusia untuk memiliki kebutuhan sosial, seperti berkomunikasi dengan
sesama, kebutuhan akan Pendidikan, dan kegiatan bersama lainnya.
Untuk kepentingan itu, setiap bangunan hendaknya juga menyediakan
lingkungan yang inklusif yang dapat menjadi wadah interaksi
penggunanya dengan lingkungan sekitar.

44 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Faktor kenyamanan bangunan juga merupakan hal yang perlu
diperhatikan karena dapat mempengaruhi kondisi emosional dan
psikologis penghuninya. Kenyamanan tersebut tidak hanya dari segi
desain, tetapi juga dari segi fasilitas, ruang publik, akses menuju lokasi
bangunan, dan kemudahan lainnya yang dapat meningkatkan kualitas
hidup dan efektivitas penggunanya dalam beraktivitas.

2. Berkelanjutan Ekonomi

Sektor konstruksi berperan sebagai indikator pesat atau tidaknya


kemajuan pembangunan suatu negara. Peran sektor ini dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi di antaranya adalah sebagai penyedia
lapangan pekerjaan bagi masyarakat (terutama masyarakat yang tinggal
di sekitar lokasi bangunan), juga sebagai pengguna material konstruksi
yang merupakan material lokal dan diproduksi dari sumber daya lokal
pula.

Dalam konteks berkelanjutan secara ekonomi, maka metode


konstruksi berkelanjutan bisa diterapkan melalui beberapa hal, seperti
efisiensi dalam desain, efisiensi dalam material agar tidak menimbulkan
sisa material yang berlebihan, fleksibilitas atau kemampuan bangunan
untuk beradaptasi dengan berbagai kebutuhan atau fungsi sehingga di
masa datang bangunan bisa bertumbuh tanpa harus dibongkar secara
total, serta efisiensi biaya operasional.

Selain itu, harus diperhitungkan bahwa setelah bangunan selesai


hendaknya memiliki nilai kebermanfaatan bagi lingkungan agar dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Dengan demikian
proyek bangunan yang dihasilkan tidak hanya memiliki nilai investasi
jangka panjang, tetapi juga memiliki nilai berkelanjutan dengan
merangsang pertumbuhan ekonomi lokal.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 45


3. Berkelanjutan Ekologi

Seperti yang diketahui


bersama bahwa kondisi
ekosistem global saat ini
sudah rusak karena
eksploitasi secara
berlebihan di berbagai
sektor. Tak dapat
dipungkiri, sektor
konstruksi selaku
pengguna material dan
energi terbesar, memberi
Gambar 6.1 Proses Pembangunan
peran besar dalam
Berkelanjutan
Sumber: https://www.pond5.com/stock- penurunan kualitas
footage/tag/construction-timelapse/
lingkungan. Untuk itu diperlukan tindakan nyata dalam melestarikan dan
mengembalikan kualitas ekologi tersebut.
Dari sisi konstruksi berkelanjutan, tindakan yang bisa dilakukan,
antara lain dengan memanfaatkan peralatan, material, dan produk
konstruksi lainnya yang hemat energi dan ramah lingkungan. Di samping
itu, penanganan limbah harus menjadi prioritas dalam proyek konstruksi
dengan membuat instalasi pengelolaan limbah agar tidak meracuni
lingkungan dan makhluk hidup di lokasi proyek.

MANFAAT KONSTRUKSI BERKELANJUTAN

Dari sisi masalah lingkungan, mengadopsi metode konstruksi


berkelanjutan tentunya akan mengurangi dampak negatif proyek
konstruksi terhadap lingkungan. Namun di luar masalah lingkungan,
terdapat manfaat yang lebih nyata dari penerapan konstruksi
berkelanjutan ini.

Bangunan ramah lingkungan (Green building) memiliki biaya


operasional yang lebih rendah. Penelitian juga menunjukkan bahwa
penggunaan teknologi berkelanjutan yang terbaru dalam proses
konstruksi, berpotensi menghasilkan penghematan dalam setahunnya.
Dengan mengurangi limbah, terjadi penghematan secara langsung pada
proyek konstruksi dalam kaitannya dengan pengurangan biaya yang

46 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
dikeluarkan untuk perusahaan pengelola limbah proyek. Di samping itu,
melalui penggunaan kendaraan proyek dengan lebih efisien, maka akan
menghemat biaya bahan bakar. Ada satu hal lagi yang juga bisa
memberikan keuntungan bagi perusahaan konstruksi yang menerapkan
konstruksi berkelanjutan, yaitu dapat meningkatkan reputasi perusahaan
dengan menunjukkan rasa tanggung jawab sosial perusahaan tersebut.

Diharapkan konstruksi berkelanjutan melalui desain bangunan


yang harmonis dengan alam pada akhirnya dapat mendukung dan
menjaga ekosistem lingkungan agar tidak punah. Hal itu selaras dengan
prinsip utama dalam pembangunan berkelanjutan, yaitu menjaga bumi
dalam kondisi yang tetap dapat mendukung kehidupan di masa
mendatang.

Konstruksi berkelanjutan tidak dapat lepas dari pembangunan


berkelanjutan. Sebagai konsep, pembangunan berkelanjutan mencakup
dari semua segi kehidupan, mulai dari kebijakan politik pemerintah,
strategi bisnis, hingga gaya hidup. Mencakup tidak hanya permulaan tapi
mencakup juga mengenai hasil akhir. Realisasinya pembangunan
berkelanjutan bersifat kompleks dan harus menerapkan sistem
indisipliner.

Definisi berkelanjutan muncul pertama kali pada tahun 1987 dari


“Brutland Report”, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan
untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan
generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhannya dimasa
mendatang. Dalam konteks pembangunan di masa mendatang,
pembangunan berkelanjutan mencakup 3 hal, yakni berkelanjutan sosial,
berkelanjutan ekonomi, dan berkelanjutan ekologi.
Kemajuan Sosial
Setiap konstruksi berkelanjutan wajib menyokong standar etika
sosial tertinggi dan mendukung kesetaraan sosial di setiap tingkat atau
tahapan konstruksi, mulai dari tahap perencanaan, pembangunan, hingga
proses penggunaan bangunan tersebut. Dilihat dari kacamata sosial,
pembangunan berkelanjutan berarti bangunan mampu merespon
kebutuhan emosional dan psikologis manusia dengan memberikan
stimulasi positif terhadap lingkungan, meningkatkan kesadaran terhadap
nilai nilai penting kehidupan, memberi inspirasi bagi jiwa manusia, dan
mempererat hubungan sosial, komunitas serta lingkungan. Kondisi

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 47


psikologis penggunan bangunan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal,
salah satunya adalah kenyamanan. Hendaknya bangunan juga
menyediakan lingkungan yang inklusif, dimana bangunan menjadi wadah
interaksi pengguna bangunan dengan konteks lingkungan disekitarnya.

Untuk bangunan publik, kemudahan juga harus didukung dengan


ketersediaan informasi di luar maupun didalam bangunan. Kesempatan
semua pihak untuk berpartisipasi dan mengontrol konstruksi merupakan
indikator berikutnya. Dalam proses desain lebih baik jika pengguna
dilibatkan. Realitanya, banyak proyek berkelanjutan yang dikembangkan
secara bersama-sama oleh tim dengan pendekatan kolektif. Jadi, dari sisi
pemegang modal dan pengguna terlibat dalam proses desain.

Pertumbuhan Ekonomi
Sektor konstruksi merupakan sektor yang berpengaruh terhaap
kondisi perekonomian suatu negara secara signifikan. Sektor ini juga
berperan sebagai indikator pesat-tidaknya dalam menentukan kemajuan
suatu negara. Dilain pihak, sektor konstruksi juga sebagai pihak dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi, baik sebagai wadah dalam kegiatan
interaksi ekonomi maupun sebagai media dalam penyediaan pekerjaan
bagi masyarakat. Dalam penyediaan lapangan pekerjaan ttersebut,
konstruksi berperan sebagai media pemberdayaan, masyarakat yang
tinggal di lokasi pembangunan dapat dilibatkan langsung sebagai tukang
maupun teknisi tertentu sesuai dengan keahliannya. Selain itu, material
yang digunakan dalam proses konstruksi dapat disediakan melalui metrial
lokal yang merupakan hasil sumberdaya lingkungan tersebut.

Kualitas ekonomi dalam konstruksi berkelanjutan bisa dicapai


melalui banyak hal, sseperti efisiensi desain, dengan jalan
memperhitungkan volume secara seksama. Efisiensi material juga harus
dilakukan agar tidak menimbulkan sisa material tang berlebihan.
Kemampuan bangunan untuk beradaptasi dengan berbagai kebutuhan
atau fungsi juga menjadi indikator kualitas keberlanjutan suatu
lingkungan buatan. Hal ini berkaitan dengan seberapa fleksibel ruang
tersebut dapat digunakan untuk berabagai keperluan. Sebagai patokan,
bangunan berdesain modular memiliki tingkat adaptasi yang lebih besar
terhadap perubahan inetrnal bangunan.

48 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Biaya tahapan awal hngga bangunan beroerasi merupakan
indikator ekonomi yang lain. Setelah bangunan tersebut selesai, penilaian
juga dilakukan mengenai nilai kebermanfaatan bangunan tersebut bagi
lingkungan sekitar, apakah banngunan tersebut emningkatkan
kesejahteraan atau tidak. Dengan memperhatikan kepentingan
ekonomi lokal, efisiensi, kualitas adaptasi, biaya operasional, dan
kebijakan modal, proyek yang dihasilkan tidak hanya menjadi investasi
jangka panjang, namun juga memiliki nilai keberlanjutan dengan
merangsang pertumbuhan bahkan meningkatkan standar ekonomi lokal.

Selain itu, masalah limbah juga harus mendapatkan perhatian


ekstra. Penanganan masalah limbah seharusnya mejadi prioritas utama
karena limbah meracuni lingkungan dan makhluk hidup. Instalasi
pengelolaan limbah sebaiknya diterapkan diberbagai lokasi, mulai dari
instalasi sederhana yang diaplikasikan dalam skala rumah tangga hingga
instalasi besar dalam skala perkotaan. Lokasi pembangunan limbah juga
patut diperhatikan. Keberadaan vegetasi sampai usaha menciptakan
bangunan yang tidak merugikan banguna lain merupakan usaha untuk
menciptakan konstruksi berkelanjutan (Akmal, 2007).

Penerapan Konstruksi Berkelanjutan pada Pembangunan Infrastruktur

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang


memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (WCED,
1987). Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan
pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan (Elkington, 1997; Stead
dkk., 2004), serta pemanfaatan lingkungan untuk pembangunan manusia
(Byrch dkk., 2007), guna meningkatkan kualitas hidup manusia.
Sementara itu, konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ belum tereksplorasi
secara komprehensif di Indonesia, yang ditopang oleh konsep konstruksi
berkelanjutan (sustainable construction).

Konstruksi berkelanjutan merupakan cara bagi industri konstruksi


menuju tercapainya pembangunan berkelanjutan dengan
mempertimbangkan isu-isu sosial, ekonomi, lingkungan dan budaya
(Majdalani dkk., 2016). Sementar itu, di Indonesia, dimana sektor
konstruksi telah menjadi salah satu indikator utama pertumbuhan

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 49


ekonomi nasional, tidak dapat dielakkan konstruksi berkelanjutan
mendesak untuk diterapkan. Pemerintah telah mengatur implementasi
konstruksi berkelanjutan pada penyelenggaraan infrastruktur bidang
Pekerjaan Umum dan Permukiman Rakyat melalui Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Nomor 05/PRT/M/2015. Namun,
masih terdapat kendala (gap) antara peraturan yang telah diterbitkan
dengan penerapannya pada penyelenggaraan proyek-proyek infrastruktur.
Hal ini disebabkan antara lain, belum tersedianya panduan teknis bagi
para organisasi penyelenggara infrastruktur berkelanjutan untuk
menerapkan peraturan tersebut.

Konstruksi berwawasan lingkungan (green construction) menurut


Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak
adalah konstruksi yang dapat mengurangi biaya-biaya yang disebabkan
bencana yang ditimbulkan karena kerusakan alam. Contohnya saat
membangun jalan terkadang membelah aliran sungai agar tidak putus
maka harus dibuatkan saluran gorong-gorong yang memadai agar saat
hujan tidak meluap ke jalan. Kemudian dalam membangun jalan
menggunakan bahan-bahan yang dapat diperbarui (renewable), bobotnya
lebih ringan dan kuat untuk menghemat biaya angkut, serta yang panti
harus dapat didaur ulang. Sementara dari segi lingkungan setidaknya
untuk jalan karena merupakan fasilitas umum harus menyediakan 30
persen sebagai ruang terbuka hijau yang ditempatkan disisi kanan dan kiri
jalan, jelasnya.

Standar ramah lingkungan ini jika ditransformasikan ke dalam


ukuran maupun sistem baku meliputi beberapa aspek detil lainnya
seperti resource consumption and energy balance system, life cycle
analysis, eco-efficiency standard, eco-scarcity and eco-toxicology dan
sebagainya.

Konsep Strategi Desain sebagai bagian dari konstruksi dan


teknologi berkelanjutaan adalah sebagai berikut:
1. Dimulai dengan tahap awal pekerjaan proyek yang melibatkan
seluruh pihak: klien, desainer, insinyur, pemerintah, kontraktor,
pemilik, pengguna, dan komunitas;

50 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
2. Analisa dan Manajemen seluruhnya dari Daur Hidup Bangunan,
yaitu mengintegrasikan semua aspek dalam konstruksi dan
penggunaan dimasa depan;
3. Optimalisasi desain yang efisien, energi terbarukan, teknologi
modern dan ramah lingkungan harus menjadi satu kesatuan;
4. Kesadaran bahwa proyek arsitektur dan konstruksi tersebut
merupakan sistem interaktif yang kompleks dan terkait pada
lingkungan sekitar yang lebih luas yang bisa mencakup warisan
sejarah, kebudayaan, dan sosial masyarakat;
5. Penerapan “material bangunan yang sehat”, yaitu untuk
menciptakan bangunan yang sehat, tata guna lahan yang
seimbang, kesan estetik dan inspiratif, serta memberikan
keyakinan ke masyarakat;
6. Upaya untuk mengurangi “carbon imprint”, mengurangi
penggunaan material berbahaya yang berdampak terhadap
aktivitas pengguna;
7. Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup, kesetaraan baik lokal
maupun global, memajukan kesejahteraan ekonomi, serta
menyediakan kesempatan-kesempatan untuk kegiatan bersama
masyarakat;
8. Populasi urban tergantung pada sistem desa-kota yang
terintergrasi, saling terkait untuk keberlangsungan hidup seperti
fasilitas publik (air, udara, rumah, pendidikan, kesehatan,
kebudayaan, dll;
9. Mendukung pernyataan UNESCO mengenai keberagaman budaya
umat manusia sebagai sumber pertukaran, penemuan, kreativitas
yang sangat diperlukan oleh manusia.
Selanjutnya, konsep-konsep di atas dapat diterjemahkan bahwa
pendekatan “Sustainable Architecture” perlu diterapkan secara
menyeluruh dengan melihat seluruh daur hidup dari bangunan tersebut.
Dan penerapannya harus secara komprehensif dari maerial, dan
penghijauan lingkungan.
Konstruksi Berkelanjutan, menurut UNEP (United Nations
Environment Programme) adalah cara industri konstruksi untuk
berkembang mencapai kualitas pembangunan berkelanjutan dengan
memperhitungkan pelestarian lingkungan, sosial ekonomi, dan isu

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 51


budaya. Secara spesifik hal ini melibatkan isu seperti desain, manajemen
bangunan, material, kualitas operasional bangunan, konsumsi energi, dan
sumber daya alam.
Tindakan-Tindakan Untuk Mendukung Konstruksi Berkelanjutan
(Ahadi, 2011):
1. Dari mana dan bagaimana produsen mengambilbahan dasar
material
2. Transportasi bahan dasar material
3. Limbah produksi
4. Dapatkah sumber daya yang diambil diperbaharui
5. Perlakuan terhadap pekerja setempat
6. Transportasi dari sumber ke lahan konstruksi
7. Mengoptimalkan penggunaan material termasuk sisanya.
8. Re-use dan Re-cycle
9. Gunakan lahan sesedikit mungkin, secukup mungkin
Terdapat tujuh prinsip lainnya yang menjadi dasar dari penerapan
konstruksi berkelanjutan (Charles J. Kibert, 2005), yaitu:
1. Mengurangi konsumsi sumber daya (reduce)
2. Menggunakan sumber daya yang dapat digunakan kembali (reuse)
3. Menggunakan sumber daya yang dapat didaur ulang (recycle)
4. Menghilangkan Racun (eliminate toxic)
5. Menjaga kelestarian alam (nature)
6. Menerapkan life-cycle costing (economic)
7. Fokus pada kualitas

Karakter tambahan lainnya (Newman,2002):


1. Manajemen sampah konstruksi dan demolisi
2. Konservasi air
3. Efesiensi energi
4. Menerapkan bangunan sehat

52 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Dalam menselaraskan material bangunan baru, maka yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut (Nazarul, 2015):
• Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya
matahari dan air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk
rumah tangga dan bangunan lain secara independen.
• Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara
global dapat membuka kesempatan menggunakan material
terbarukan yang cepat diproduksi, murah dan terbuka terhadap
inovasi, misalnya bambu.

6.2 KONSTRUKSI BERKELANJUTAN


Konstruksi Berkelanjutan menjadi konsep yang sesuai untuk
mencegah kerusakan lingkungan terus berlanjut dan memutuskan mata
rantai eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang tidak terbarukan. Dengan
menerapkan pembangunan yang ramah lingkungan atau konstruksi yang
berkelanjutan dapat meminimalisasi penumpukan limbah sisa
pembangunan dan mampu mereduksi pemakaian sumber daya alam yang
jumlahnya kian waktu semakin berkurang. Dari konsep green construction
ini limbah – limbah sisa pembangunan yang masih bagus dapat
digunakan secara berkelanjutan dari proyek satu ke proyek yang lainnya
yang secara tidak langsung sudah menghemat pemakain sumber daya
alam, dalam hal ini manajer proyek sebagai orang berwenang mengatur ,
mengawasi dan pembuat keputusan sangat berpengaruh dalam
penghematan sumber daya alam yang dipakai.
Mengingat akan konstruksi berkelanjutan dapat tercipta jika
pembangunan tersebut dapat memenuhi tiga tujuan sekaligus, yaitu
aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Proses pembangunan konstruksi
memiliki nilai penghasil limbah dengan jumlah yang cukup besar, hampir
sekitar seperlima dari semua limbah yang berkaitan dengan kegiatan
industri adalah milik industri konstruksi. Limbah ini dihasilkan pada setiap
tahap dalam proyek konstruksi yang normal, dari pemilihan bahan dan
material, pengolahannya, pengemasan, transportasi, penggunaannya di
lapangan, kegiatan perbaikan hingga pembuangannya (V.Darsono ,1995).
Konstruksi berkelanjutan membutuhkan pemikiran yang
mendalam, dibutuhkan sinergi antara berbagai metode dan pendekatan

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 53


dengan eksplorasi teknologi engineering, perencanaan dan berbagai
strategi yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
Prinsip mendasar dari pembangunan konstruksi berkelanjutan
adalah untuk menjaga bumi dalam kondisi yang mendukung kehidupan
bagi generasi yang akan datang. Konstruksi berkelanjutan pada
lanjutannya adalah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan,
yaitu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini
tanpa mengorbankan generasi masa depan dalam memenuhi
kebutuhannya di masa datang. Oleh karena itu dalam konteks global
pembangunan berkelanjutan harus dilihat dari setidaknya 3 aspek utama
:
1. Kemajuan Sosial
2. Pertumbuhan Ekonomi
3. Keseimbangan Ekologi.

Pada awalnya, pemahaman akan sustainabilitas dalam


pembangunan konstruksi hanya menekankan bagaimana mengatasi
permasalahan yang tidak lebih dari terbatasnya sumber daya yang ada,
yang hingga saat ini tetap menjadi dasar sebuah proyek pembangunan
konstruksi, yaitu keterbatasan akan biaya, waktu dan mutu. Kemudian
pemahaman tersebut berkembang, dengan menekankan lebih kepada
permasalahan teknis dalam konstruksi, seperti material, komponen
bangunan, teknologi konstruksi dan pelestarian energi yang berkaitan
dengan konsep desain.
Sedangkan saat ini, pemahaman akan sustainabilitas dalam dunia
konstruksi semakin jauh berkembang, dan lebih menekankan kepada
permasalahan non-teknis, dan ini sangat penting untuk mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan, aspek-aspek non-teknis ini antara lain
seperi aspek ekonomi, aspek sosial, aspek kebudayaan, warisan-warisan
budaya dan lainnya. Hal ini mengingat bahwa pembangunan
berkelanjutan merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan salah satu hal yang dapat
menjadi pemicu dan pendorongnya adalah kegiatan jasa konstruksi, dan
terutama penerapan akan konsep konstruksi berkelanjutan didalamnya
(CIB,1999).
Konstruksi Berkelanjutan (sustainable construction) adalah
sebuah pendekatan yang berawal pada kesadaran sektor konstruksi

54 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
terhadap pentingnya penerapan konsep pembangunan berkelanjutan
pada sektor konstruksi dalam menciptakan infrastruktur yang
diselenggarakannya.

6.3 STRATEGI DAN HAMBATAN DARI PENERAPAN KONSTRUKSI


BERKELANJUTAN
Permasalahan akan resource-conscious design (kesadaran akan
keterbatasan sumber daya) adalah pusat untuk penerapan konstruksi
berkelanjutan, dimana tujuan utamanya adalah meminimalisasi konsumsi
sumber daya alam dan dampaknya terhadap sistem ekologi. Konstruksi
berkelanjutan mempertimbangkan peran dan potensi antar ekosistem
untuk meyediakan pelayanan yang sinergis antara pembangunan dan
lingkungan.
Hambatan dari Penerapan Konstruksi Berkelanjutan
Dari pemaparan yang ada, dapat diketahui bahwa sedikit banyak
penerapan dari konstruksi berkelanjutan akan mempengaruhi terhadap
kualitas lingkungannya, dan jelas pengaruh yang diberikannya adalah
pengaruh positif terhadap lingkungan. Ini merupakan salah satu
keuntungan yang didapat dengan menerapkan konstruksi berkelanjutan,
akan tetapi jika hanya ini yang menjadi dasar keuntungannya,
kemungkinan penerapan dari konstruksi berkelanjutan hanya akan
dilakukan pada pembangunan infrastruktur Negara atau fasilitas umum,
karena jelas ini merupakan investasi yang harus dilakukan oleh Negara
untuk kepentingan masa depannya.
Akan tetapi jika kita lihat dari sisi swasta, kecil kemungkinan para
investor ingin menerapkan konstruksi berkelanjutan pada investasi
mereka, karena keuntungan yang kurang jelas bagi apa yang mereka
investasikan. Maka dari itu perlu nominal yang jelas akan keuntungan dari
menerapkan konstruksi berkelanjutan, sehingga konsep ini tidak hanya
menciptakan bangunan-bangunan dengan proses dan hasil yang ramah
lingkungan tetapi juga dapat dijadikan sebagai konsep dalam bisnis yang
menjanjikan, sehingga penerapannya akan menjadi menarik dan dapat
menjual, yang dalam pandangan investor adalah meraih keuntungan
(Prambudi, 2018).

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 55


Melalui teknologi kita dapat menghemat atau melestarikan energi
dan memenuhi kebutuhan pembangunan yang berkelanjutan,enam logika
dalam pendekatan yaitu eko-teknik; eko-sentris; eko-kebudayaan; eko-
social; eko-medis dan eko - estetik ( Guy dan Farmer ), Dua pendekatan
yang paling erat hubungannya dengan teknologi dan kesehatan material
yaitu eko-teknik dan ekomedis (Sylvie. 2011).
Eko – teknik mengandung pemahaman bahwa apa saja yang
menyangkut masalah lingkungan hidup dapat diatasi oleh teknologi.
Energi dapat diperoleh dari daur ulang panas matahari,emisi karbon dan
polusi dapat diatasi dengan teknologi tinggi, sejauh penyelesaiannya
bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan dan memerhatikan
konstruksi yang berkelanjutan (continuous and green construction).
Eko-medis mengandung pemahaman kesehatan lingkungan
secara menyeluruh, dimana penggunaan material konstruksi semakin
alami semakin ramah lingkungan akan baik untuk kesehatan masyarakat,
karena itu pemanfaatan bahan bangunan alami dan unsur-unsur
kesehatan dari alam seperti orientasi matahari,aliran udara segar sangat
dianjurkan, dengan teknologi yang inovatif dapat memanfaatkan
unsurunsur alami untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh
penghuni bangunan, itulah yang dipahami bahwa dalam lingkungan dan
bangunan yang sehat terdapat lingkungan berkelanjutan.

Gambar 6.2 Proses Konstruksi Berkelanjutan


Sumber: https://stock.adobe.com/id/search?k=rebar%20texture
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada dasarnya industri konstruksi
merupakan salah satu pengguna sumber daya alam terbesar. Akan tetapi,
sifat terbatas dari sumber daya alam dan perubahan iklim yang terjadi
beberapa dekade terakhir ini telah meningkatkan keprihatinan berbagai
pihak yang pada akhirnya mendorong perusahaan konstruksi untuk
mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan. Hal tersebut
56 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
menjadi landasan dilakukannya pembangunan sektor konstruksi
berkelanjutan (sustainable construction).

REFERENSI
Willar, Debby. 2019. Penerapan konstruksi berkelanjutan pada
pembangunan infrastruktur. Sulut: Polimdo press.
http://repository.polimdo.ac.id/1975/1/Penerapan_konstruksi_berkelan
jutan.pdf
Ahadi. 2011. Konstruksi Berkelanjutan.
(https://www.ilmusipil.com/konstruksi-berkelanjutan)
Nazarul. 2015. Arsitektur Berkelanjutan
(https://nazarul14.wordpress.com/2015/11/19/arsitektur-
berkelanjutan/)
Newman, P (2002), Sustainability and Housing: More than a roof over
head
Novianto Prambudi. 2018. Faktor-faktor penghambat dalam Penerapan
Konstruksi Berkelanjutan pada Proyek Konstruksi Indonesia. Makassar:
Universitas Hasanuddin
Wirawati, Sylvie. 2011. Penggunaan Teknologi Bahan Inovatif Pada
Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Universitas Tarumanegara
(Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3, ISBN : 979-587-395-4)
Seri Rumah Ide “Sustainable Construction” 2007 Studio Imelda Akmal
Architecture Writer. https://www.caritra.org/2016/11/21/konsep-
konstruksi-berkelanjutan-dalam-lingkup-pembangunan-berkelanjutan/

Adianto,Anton. Membangun Sektor Konstruksi Berkelanjutan.


https://www.constructionplusasia.com/id/membangun-sektor-
konstruksi-yang-berkelanjutan/

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 57


7. ARSITEKTUR DAN ENERGI
7.1 ENERGI ALTERNATIF
Konsumsi energi dunia berjalan dengan sangat pesat dalam
beberapa dekade terakhir ini. Peningkatan ini terjadi bukan saja pada
sektor industri dan transportasi, tetapi juga pada sektor bangunan.
Kesemuanya ini disebabkan oleh perkembangan pesat teknologi modern
yang umumnya konsumtif terhadap pemakaian energi. Sejumlah studi
memperlihatkan data penggunaan energi dalam bangunan dari tahun ke
tahun naik rata-rata 5 s/d 10 prosen. Kenaikan yang paling drastis terjadi
di Amerika Serikat sebagai negara pemakai energi terbesar dunia, yakni
sekitar tiga kali lipat dalam kurun antara 1950 - 1973 dibanding masa-
masa sebelumnya (Flavin, 1980).
Konsumsi energi dalam bangunan (penerangan, AC, lift, dsb.)
tercatat hampir seperempat dari suplai tahunan energi dunia pada akhir
tahun 80-an (Flavin, 1980). Celakanya hampir dua pertiganya disuplai dari
bahan bakar minyak dan gas yang usia cadangannya tidak lebih dari 100
tahun (30 tahun untuk Indonesia) (World Energy, 1991). Keadaan ini
semakin memburuk terjadi di negara-negara berkembang terutama di
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena tingginya laju perkembangan
ekonomi, mendorong negara-negara ini menggunakan produk teknologi
maju secara besar-besaran tanpa memikirkan resiko pengurasan sumber
energi tidak terbarukan dari minyak bumi.

Gambar 7.1 Proporsi Penggunaan Sumber Energi Dunia

Oleh karena itu energi alternatif selain dengan bahan bakar fosil
menjadi pilihan. Energi alternatif (energi terbarukan) adalah semua

58 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
sumber energi yang bertujuan menggantikan bahan bakar konvensional.
Tujuannya untuk mengurangi penggunaan bahan bakar hidrokarbon yang
mengakibatkan kerusakan lingkungan akibat emisi karbon dioksida yang
tinggi sehingga berkontribusi besar terhadap pemanasan global.
Manfaat dari energi alternatif adalah sebagai berikut:
• Mengurangi dampak pemanasan global
• Sumber energi yang tidak pernah habis
• Meningkatkan kesehatan masyarakat secara drastis
• Menghemat sumber daya dan uang
• Menciptakan peluang dan lapangan pekerjaan

Jenis dan contoh energi alternatif adalah sebagai berikut:


a. Panas matahari
Energi alternatif matahari bisa diubah menjadi energi listrik dengan
bantuan panel surya. Panel surya memiliki rangkaian sel photovoltaic yang
diartikan sebagai ‘cahaya-listrik’. Energi alternatif yang dipasang pada
rumah tinggal dapat menjalankan peralatan rumah tinggal seperti lampu,
kipas angin dan lainnya. Hanya saja penggunaan panel surya masih
terbatas karena biaya per wattnya masih relatif tinggi bisa sepuluh kali
lipat dari bahan bakar fosil, tergantung keadaan.

Gambar 7. 2 Perangkat solar panel

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 59


b. Geothermal
Selain panas matahari, panas bumi menjadi contoh energi
alternatif lainnya. Panas bumi (Geothermal) berasal dari dalam bumi yang
berasal dari aktivitas vulkanik gunung berapi seperti air panas, uap alam,
dan bebatuan kering. Penelitian di Islandia sudah menemukan kekuatan
baru dari energi ini sehingga mampu melipatgandakan jumlah listrik
hingga sepuluh kali lipat.

Gambar 7.3 Energi Geo thermal


c. Angin
Angin yang setiap hari kita rasakan juga masuk daftar energi
alternatif. Energi angin rupanya bisa diubah dari energi kinetik menjadi
energi mekanik yang dihubungkan ke mesin generator sehingga
menghasilkan energi listrik. Penggunaan energi angin dimanfaatkan
dengan baik di Belanda yang memiliki kincir angin besar untuk memompa
air irigasi ke pertanian dan penghasil listrik.

Gambar 7.4 Energi Angin

60 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
d. Hydropower
Hydropower yang dibuat dengan cara membendung air sungai lalu
mengarahkan pipa air menuju turbin. Energi yang didapat berdasarkan
proses jatuhnya air ke turbin dan banyaknya jumlah air yang mengalir.
Tentunya pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) amat membutuhkan
sumber air yang sangat besar dan pembangunan tempat yang besar untuk
menampung air layaknya danau atau waduk alami.

Gambar 7.5 Energi air


e. Biomassa
Biomassa berasal dari sisa pembuangan kotoran manusia atau
hewan. Energi ini diubah dengan cara dibakar terlebih dahulu atau
dicampur dengan bahan lain yang ditampung ke dalam tangki. Nantinya
akan disalurkan melalui pipa instalasi atau yang disebut dengan biogas.
Contoh penggunaan energi alternatif biomassa ini bisa menggantikan
pemakaian gas tabung untuk memasak.

Gambar 7.6 Proses pengolahan biomassa

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 61


f. Tidal
Seperti namanya, energi tidal berasal dari pasang surut air laut.
Salah satu kelemahan energi ini terdapat pada alat konversi yang bisa
bertahan di air laut supaya terhindar dari korosi dan arus laut. Prinsip kerja
energi ini terletak pada besarnya volume air yang terjadi saat pasang air
laut.

Gambar 7.7 Energi gelombang


g. Etanol
Contoh energi alternatif lainnya ada etanol yaitu etil alkohol yang
berasal dari alcohol dari proses fermentasi pada tumbuhan tertentu
misalnya tumbuhan jagung dan gandum. Brazil menjadi negara yang
berhasil mengembangkan energi ini sehingga tidak bergantung dengan
bahan bakar minyak (BBM).

Gambar 7.8 Proses Pembuatan Etanol

62 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
h. Nuklir atau Uranium
Nuklir mampu menghasilkan energi listrik yang sangat besar.
Buktinya, hasil ukuran 1 gr zat radioaktif bisa menghasilkan energi listrik
sebanyak 50 ribu kwh per jam. Manfaat lain dari energi nuklir yakni tidak
menghasilkan efek rumah kaca sehingga bisa mencegah pemanasan
global. Jepang menjadi negara yang sukses mencoba energi ini dan
beberapa wilayah di sana sudah menggunakannya.

Gambar 7.9 Proses Energi Nuklir menjadi Energi Listrik


i. Hidrogen
Kabarnya hidrogen diklaim lebih baik dibandingkan BBM karena
tidak menghasilkan polusi berbahaya bagi lingkungan. Proses pembuatan
energi ini melalui air yang dibakar oleh listrik dan panas layaknya bensin.
Selanjutnya hidrogen dihasilkan melalui proses penyimpanan yang
dicampur dengan oksigen dari atmosfer sampai terjadi reaksi kimia.
Adanya reaksi itu membentuk energi yang dikonversi menjadi listrik
hampir 100% dan sisanya ialah panas. Hanya saja penggunaan energi
hidrogen membutuhkan banyak energi dan proses yang cukup lama.

Gambar 7.10 Proses Energi Hidrogen

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 63


j. Piezoelektrik

Piezoelektrik adalah contoh energi alternatif yang dihasilkan


dengan mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Prinsip kerja
energi ini dengan banyaknya tekanan dari orang-orang yang berada di
suatu tempat lalu dikonversi menjadi energi listrik. Contoh
pemanfaatan energi alternatif pembangkit listrik tenaga manusia ini
adalah negara Jepang yang memanfaatkan lalu lalang para
penumpang di stasiun Tokyo. Mereka meletakkan perangkat
lempengan Piezoelektrik di lantai gerbang tiket atau arena lain di
stasiun. Energi yang dihasilkan berdasarkan gerakan, massa suatu
kendaraan dan getaran yang dihasilkan, dan perubahan temperatur.
Hanya saja material Piezoelektrik masih tergolong mahal untuk
dipasang di rumah.

Gambar 7.11 Proses Energi Piezoelektrik


k. Biodiesel
Biodiesel merupakan energi alternatif pengganti energi fosil.
Energi ini sudah lama dikenal khususnya di negara-negara maju. Malah
sudah ada beberapa negara yang mulai menggunakan biodiesel
sebagai bahan bakar utama. Energi ini bisa diperoleh dari lemak
binatang dan tumbuhan sehingga ramah lingkungan dan renewable.

Gambar 7.12 Proses Energi Alternatif Biodiesel

64 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
7.2 ARSITEKTUR HEMAT ENERGI

Perwujudan dari desain arsitektur yang sadar energi dan


berwawasan lingkungan merupakan bagian dari arsitektur berkelanjutan
(sustainable architecture). Disini arsitek mempunyai peran yang amat
sangat penting dalam penghematan energi. Disain hemat energi diartikan
sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan penggunaan energi
tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau
produktivitas penghuninya. Untuk mencapai tujuan itu, karya desain
arsitektur yang sadar akan hemat energi harus mulai dirintis dari
sekarang. Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah
pada penghematan listrik baik dari segi pendinginan udara, penerangan
buatan maupun peralatan listrik rumah tangga. Dengan strategi
perancangan tertentu, bangunan dapat didesain dengan memodifikasi
iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa
banyak mengkonsumsi energi. Penerapan konsep hemat energi pada
bangunan akan mendukung kebutuhan energi perkapita secara
nasional.(Smith, 2005).
Banyak torbosan pada bangunan saat ini yang menerapkan
asitektur energi.rancangan bangunan baru atau bangunan yang selesai
dibangun di Denmark, Norwegia, dan Inggris disajikan dalam konferensi
tersebut. Gedung Brundtland (Brundtand Centre Denmark) yang dibangun
tahun 1994 dengan luas lantai 1800 m2 hanya menggunakan 40% dari
energi bangunan-bangunan semacamnya yang tidak dirancang dengan
konsep ini. Sementara Gedung Baru Parlemen Inggris (The New
Parliamentary Building) yang akan di bangun di Westminster dan
dirancang dengan konsep ini diperkirakan akan dapat menekan
penggunaan energi sekitar 40%.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 65


Gambar 7.13 Energi Matahari pada Bangunan sebagai Pencahayaan dan
Pemanas Alami
Desain sadar energi (energy conscious design) merupakan salah
satu paradigma arsitektur yang menekankan pada konservasi lingkungan
global alami khususnya pelestarian energi yang bersumber dari bahan
bakar tidak terbarukan (non renewable energy) dan yang mendorong
pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy). Dalam desain sadar
energi mutlak diperlukan pemahaman kondisi dan potensi iklim setempat
untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan desain yang akan
berdampak pada konsumsi energi baik pada tahap pembangunan
maupun pada tahap operasional bangunan
Pada skala lingkungan mikro, fenomena radiasi matahari ini
mempengaruhi laju peningkatan suhu lingkungan. Kondisi demikian
mempengaruhi aktivitas manusia di luar ruangan, untuk mengatasi
fenomena ini ada tiga hal yang bisa dikendalikan yaitu durasi penyinaran
matahari, intensitas matahari, dan sudut jatuh matahari (Satwiko, 2003).
Aplikasi Hemat Energi dalam Desain dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a) Efisiensi Penggunaan Energi
Arsitektur dapat menjadi media yang paling berpengaruh dengan
implementasi arsitektur berkelanjutan, karena dampaknya secara
langsung terhadap lahan. Konsep desain yang dapat meminimalkan
penggunaan energi listrik, misalnya, dapat digolongkan
sebagaikonsep sustainable dalam energi, yang dapat diintegrasikan
dengan konsep penggunaan sumber cahaya matahari secara
maksimal untuk penerangan, penghawaan alami, pemanasan air
untuk kebutuhan domestik, dan sebagainya.

66 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
• Memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan alamisecara
maksimal pada siang hari, untuk mengurangi penggunaan energi
listrik.
• Memanfaatkan penghawaan alami sebagai ganti pengkondisian udara
buatan (air conditioner). Menggunakan ventilasi danbukaan,
penghawaan silang, dan cara-cara inovatif lainnya.
• Memanfaatkan air hujan dalam cara-cara inovatif untuk menampung
dan mengolah air hujan untuk keperluan domestik.
• Konsep efisiensi penggunaan energi seperti pencahayaan dan
penghawaan alami merupakan konsep spesifik untuk wilayah dengan
iklim tropis.

b) Dalam Efisiensi Penggunaan Lahan


Lahan yang semakin sempit, mahal dan berharga tidak harus
digunakan seluruhnya untuk bangunan, karena sebaiknya selalu ada
lahan hijau dan penunjang keberlanjutan potensi lahan.
• Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus
dijadikan bangunan, atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan
demikian lahan yang ada tidak memiliki cukup lahan hijau dan taman.
Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.
• Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikanatau
dimaksimalkan dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap
diatas bangunan (taman atap), taman gantung (denganmenggantung
pot-pot tanaman pada sekitar bangunan), pagar tanaman atau yang
dapat diisi dengan tanaman, dinding dengan taman pada dinding
(seperti yang didesain Adi Purnomo dalam beberapa rumah), dan
sebagainya.
• Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak
mudah menebang pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat
menjadi bagian untuk berbagi dengan bangunan.
• Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman (sesuai
dengan fleksibilitas buka-tutup yang direncanakan sebelumnya) dapat
menjadi inovasi untuk mengintegrasikan luar dan dalam bangunan,
memberikan fleksibilitas ruang yang lebih besar.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 67


c) Dalam Efisiensi Penggunaan Material
• Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam
pembangunan, sehingga tidak membuang material, misalnya kayu
sisa bekisting dapat digunakan untuk bagian lain bangunan
• Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang
masih bisa digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama.
• Menggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang
ditemui dengan sebaik-baiknya, terutama untuk material yang
semakin jarang seperti kayu.
• Dalam penggunaan teknologi dan material baru
• Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya
matahari dan air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk
rumah tangga dan bangunan lain secara independen
• Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara
global dapat membuka kesempatan menggunakan material
terbarukan yang cepat diproduksi, murah dan terbuka terhadap
inovasi, misalnya bambu.

d) Dalam Manajemen Limbah


• Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor (black
water, grey water) yang mandiri dan tidak membebanisistem aliran air
kota.
• Cara-cara inovatif yang patut dicoba seperti membuat sistem
dekomposisi limbah organik agar terurai secara alami dalam lahan,
membuat benda-benda yang biasa menjadilimbah atau sampah
domestik dari bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau dapat
dengan mudah terdekomposisi secara alami.

REFERENSI
Heryanto, Sani. 2004. Arsitektur Bangunan Hemat Energi. Jurnal Ilmiah
Arsitektur UPH. https://studylibid.com/doc/137427/arsitektur-
bangunan-hemat-energi.

68 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
8. TEKNIK DAN STRATEGI DESAIN BANGUNAN HEMAT
ENERGI
Suatu rancangan bangunan dikatakan hemat energi apabila dalam
mencapai kenyamanan ruang (termal dan visual) bangunan tersebut
hanya menggunakan energi (primer) dalam jumlah yang relatif rendah.
Pengertian bangunan hemat energi juga merujuk pada penghematan
energi yang tidak terbarukan. Perancangan arsitektur hemat energi dapat
dilakukan dengan dua cara: secara pasif dan aktif. Perancangan pasif
merupakan salah satu cara penghematan penggunaan energi melalui
pemanfaatan energi matahari secara pasif - tanpa mengkonversikan
energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih
mengandalkan kemampuan arsitek, bagaimana agar rancangan
bangunan mampu dengan sendirinya ‘memodifikasi’ kondisi iklim luar
yang tidak nyaman menjadi ruang di dalam bangunan yang nyaman.
Sedangkan perancangan secara aktif adalah dengan melakukan
penghematan didalam menggunakan alat-alat mekanis untuk
memberikan kenyamanan pengguna.
Dalam penghematan energi, desain bangunan harus
mempertimbangkan iklim setempat. Iklim matahari yang berdasarkan
garis lintang membagi iklim sebagai berikut:
• Iklim tropis (00-23.50 LU/LS)
• Iklim sub tropis (23.50-400 LU/LS)
• Iklim sedang (400-66.50 LU/LS)
• Iklim dingin (60.50-900 LU/LS)

IKLIM DINGIN IKLIM SEDANG IKLIM SUB TROPIS IKLIM TROPIS

TROPIS TROPIS

Gambar 8.1 Siklus pergerakan suhu udara dari kahatulistiwa (equator)


hingga kutub
Daerah tropis memiliki suhu panas. Panas tersebut tidak
digunakan untuk meningkatkan suhu, tetapi untuk menguapakan air. Hal
ini menyebabkan daerah-daerah ini mengalami hujan hampir setiap hari

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 69


dan dengan demikian menyebabkan bagian-bagian ini memiliki hutan
hujan yang rimbun. Hal ini juga mengakibatkan suhu di daerah tropis
menjadi hangat. Udara hangat dari khatulistiwa naik dan kemudian
bergerak di atas daerah tropis. Dari kahatulistiwa udara turun kezona
tropis dan ke daerah subtropic. Di Sub tropis, udara turun pada garis
lintang 30° (disebut sebagai “Lintang Kuda”), udara menjadi lebih kering
karena kehilangan kelembapan ke atmosfer. Akibatnya suhu udara kering
di permukaan bumi di dekat garis lintang 30° berubah menjadi sekitar
42°C (Gambar 8.1).

8.1 RANCANGAN PASIF DAERAH TROPIS BASAH


Strategi perancangan pasif di wilayah tropis basah seperti
Indonesia mempertimbangkan radiasi matahari yang tinggi. Radiasi
matahari yang masuk kedalam bangunan harus dikurangi tanpa
mengorbankan kebutuhan penerangan alami. Komponen sinar matahari
yang terdiri atas cahaya dan panas hanya dimanfaatkan komponen
'cahaya' nya dan menepis panasnya. Untuk mengurangi radiasi panas dari
factor- ini menyebabkan pentingnya penaungan di daerah tropis lembab
yang juga berguna untuk menghindari tempias air hujan yang cukup tinggi
intensitasnya. Daerah tropis basah yang tinggi dengan kelembaban
membutuhkan aliran udara yang cukup untuk dapat menurukan
kelembaban sehingga memberikan rasa nyaman. Aliran udara dapat
bergerak secara maksimal dengan adanya ventilasi siang sebagai akses
masuk dan keluar udara.
Bangunan tradisonal di daerah tropis memberikan contoh yang
baik di dalam mengurangi penggunaan energi baik pencahayaan maupun
keyamanan termal. Konsep rumah tradisional Indonesia biasanya kaya
dengan penaungan dan jumlah bukaan yang optimal sehingga
mengurangi panas yang masuk ke dalam bangunan secara berlebihan.

70 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Gambar 8.2 Gaya Dan Konsep Rumah Tropis

Gambar 8.3 Rumah Tradisional Aceh dan Joglo dengan Penaungan yang
Dalam

8.2 RANCANGAN PASIF PADA DAERAH SUBTROPIS


Daerah subtropis memiliki iklim kering akibat dari tingkat
penguapan yang tinggi dibandingkan curah hujan.Ketika cuaca dingin
mendera iklim sub tropis maka dapat mencapai suhu 18,3o C. Ada dua
tipe wilayahnya, yakni iklim stepa (Bs) dan iklim padang pasir. Suhu panas
dan kering di daerah tropis diantisipasi dengan susunan bangunan yang
berjajar, berbentuk blok-blok yang gunanya untuk mencipatakan aliran
udara yang tidak deras serta memberikan penaungan. Jendela dibuat

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 71


kecil-kecil untuk mengurasi radiasi panas yang tinggi serta mencegah
masuknya debu.

Gambar 8.4 Rumah-rumah di daerah sub tropis

8.3 RANCANGAN PASIF DAERAH BERIKLIM SEDANG


Strategi perancangan pasif di daerah beriklim dingin diarahkan
untuk mengambil panas matahari sebanyak mungkin bagi pemanasan
bangunan saat musim dingin, Bidang-bidang transparan (kaca) di arahkan
pada sisi datangnya sinar matahari. Untuk kawasan di utara katulistiwa
(Eropa, Amerika Utara, dsb.), dinding transparan dirahkan ke sisi selatan,
sementara untuk kawasan di selatan katulistiwa (Australia, New Zealand)
dinding transparan diarahkan ke sisi utara. Masuknya cahaya langsung
matahari ke dalam bangunan akan membantu menaikkan suhu ruangan
(akibat efek rumah kaca) dan menaikan intensitas penerangan ruang.

Gambar 8. 5 Bukaan pada Bangunan mengikuti Orientasi Matahari

72 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Gambar 8.5 menunjukkan bahwa Arsitektur tua telah memiliki
kepiawaiannya didalam beradapatasi dengan iklim dan lintasan matahari.
Hunian di bukit atau pegunungan memiliki bukaan hanya mengahadap
arah lintasan matahari. Hal ini juga di kembangkan oleh arsitektur masa
kini dengan hanya menempatkan bukaan pada jalur lintasan matahari.

REFERENSI
https://zdocs.tips/doc/energi-dan-perawatan-bangunan-kel-1docx-
q182ve7edg1v
https://www.researchgate.net/publication/305187552_BANGUNAN_HE
MAT_ENERGI_STRATEGI_PENGHEMATAN_ENERGI_BANGUNAN_DI_KAWA
SAN_SUB_TROPIS_DAN_TROPIS_BASAH

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 73


9. PENDEKATAN ARSITEKTUR PADA DAERAH RAWAN
GEMPA
Indonesia terletak di area Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire)
yang dipenuhi gunung dan merupakan tempat pertemuan lempeng-
lempeng tekntonik. Tiga tumbukan lempeng benua, yaitu Indo-Australia,
Eurasia, dan Pasifik. Lempeng-lempeng aktif tersebut terus bergerak yang
dapat mengakibatkan gempa ketika terjadi tumbukan. Dengan kondisi
geografis tersebut, Indonesia menjadi negara yang wilayahnya rawan
terhadap bencana seperti gempa bumi, gunung meletus dan tsunami
(Chubb, 2021).
Atas pertimbangan ini, maka masyarakat yang tinggal diwilayah
rawan bencana perlu memiliki pemahaman dan kemampuan di dalam
menghadapi bencana. Hal ini menjadi bagian dari mitigasi bencana yang
harus didukung oleh pemerintah dan terintegrasi di dalam masyarakat.
Empat hal penting yang perlu diperhatikan dalam mitigasi bencana
adalah:
1. Tersedianya informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk
tiap kategori bencana,
2. sosialisasi dalam meningkatkan pemahaman serta kesadaran
masyarakat dalam menghadapi bencana,
3. mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari serta cara
penyelamatan diri jika bencana terjadi sewaktu-waktu dan
4. pengaturan, penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi
ancaman bencana.

Di Indonesia, dalam menyusun Program Mitigasi (khususnya di


Indonesia) hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
• Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses
pembangunan
• Fokusnya bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga
pendidikan, pangan, tenaga kerja, perumahan bahkan kebutuhan
dasar lainnya.

74 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
• Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi setempat
• Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan
kapasitas masyarakat untuk membuat keputusan, menolong diri
sendiri dan membangun sendiri.
• Menggunakan sumber daya lokal (sesuai dengan prinsip
desentralisasi)
• Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi
golongan masyarakat kurang mampu, serta pilihan subsidi biaya
tambahan dalam membangun rumah.
• Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.

Berkaitan dengan bangunan tahan gempa, maka tujuan utama yang


diinginkan adalah:

• Menghindari terjadinya korban jiwa manusia.


• Membatasi kerusakan, sehingga struktur masih dapat diperbaiki.
• Membatasi ketidaknyamanan penghunian.
• Mempertahankan setiap layanan vital dari fungsi gedung.
Konsep bangunan tahan gempa pada dasarnya adalah upaya
untuk membuat bangunan menjadi satu kesatuan yang utuh, yang tidak
lepas akibat gempa. Penerapan konsep ini salah satunya adalah
membuat ikatan yang baik dan kuat antar elemen-elemen bangunan,
pemilihan bahan bangunan yang tepat, dan pelaksanaan yang baik dan
sesuai standar.
Menurut pedoman bangunan tahan gempa Heinz Frick (2006)
bahwa tujuan membangun bangunan tahan gempa itu adalah;
(1). Pada gempa dengan intensitas kecil (di bawah MMI 8.0) yang terjadi
beberapa kali dalam masa daya tahan sebuah gedung, tidak boleh terjadi
retak dan kerusakan struktural,
(2). Pada gempa dengan intensitas kuat (di atas MMI 8.0) tidak boleh
terjadi kerusakan pada gedung yang membahayakan nyawa penghuni.
Tujuan tersebut dapat dicapai apabila pada saat membangun
didahului dengan menentukan model struktur bangunan yang
memperhatikan kekakuan, stabilitas, dan elastisitas pada struktur
Gedung (Nuryanto dan Mardiana, 2013).

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 75


9.1 PRINSIP DASAR BANGUNAN TAHAN GEMPA
Dalam membangun rumah tahan gempa, perlu menerapkan
perencanaan denah, pondasi, dan struktur bangunan. Adapun prinsip-
prinsip bangunan tahan gempa adalah sebagai berikut ini (Pinhome.
2019):

• Perencanaan gedung tanggap gempa tentu saja harus sederhana dan


kompak. Struktur bangunan tahan gempa harus dapat menerima beban
dan bagian bangunan yang tidak menerima beban harus dianggap
sebagai satu kesatuan yang saling mempengaruhi.
• Bangunan tahan gempa harus memiliki volume yang ringan. Makin
berat bangunan maka makin besar daya massa jika terjadi gempa bumi.
Makin tinggi gedung yang dibangun, maka harus makin ringan.
Kontruksi atap yang berat dapat membahayakan struktur yang berada
di bawahnya.
• Struktur bangunan tahan gempa yang direncanakan haruslah
sesederhana mungkin, sehingga jalur gaya vertikal maupun horizontal
dapat dimengerti dengan sangat mudah. Struktur yang sederhana akan
membuat bangunan tahan pada kondisi gempa yang keras.
• Denah bangunan tahan gempa sebaiknya adalah simetris dengan
bentuk segi empat atau lingkaran.
• Struktur vertikal harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat
menerima beban vertikal paling besar. Makin besar gaya vertikal maka
makin tahan terhadap gaya gempa (seismik horizontal) dan momen
puntiran.
• Tinggi bangunan tahan gempa sebaiknya tidak melebihi empat kali
lebar bangunan.
• Struktur bangunan sebaiknya bersifat monolit, berarti seluruh struktur
bangunan dikonstruksikan dengan bahan bangunan yang sama karena
pada saat gempa terjadi bahan bangunan akan berbeda saat menerima
reaksi dari gempa
• Ketebalan plat dan ketinggian dinding balok sebaiknya lebih besar dari
biasanya sehingga dapat menghindari getaran vertikal sejauh mungkin.

76 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Balok tidak boleh dibuat dengan lebih lebar dari tiang yang ada pada
tumpuan agar tidak terjadi tegangan hambatan.
• Ringbalk horizontal pada setiap tingkatan dengan batang tarik diagonal
dapat meningkatkan kestabilan gedung.
• Pondasi yang dimiliki haruslah yang sederhana dan sekuat mungkin
tidak akan patah pada saat gempa bumi. Sebaiknya Anda memilih pelat
lantai beton bertulang atau pondasi lajur kali dengan sloof beton
bertulang.
• Reaksi bangunan pada saat gempa terjadi bergantung pada cara
pembangunan dan bukan pada tahap perencanaan. Maka sangatlah
penting bagi Anda untuk memanajemen pembangunan rumah tahan
gempa dan menjamin setiap bahan bangunan yang dipakai adalah
berkualitas baik.

Yang harus diperhatikan dalam membangun rumah tahan gempa


adalah detail penempatan dan pembuatan Sengkang (ring pada balok)
yang benar, hal tersebu dapat mencegah rumah roboh dan hancur saat
gempa. Jarak kerapatan sengkang satu sama lain dapat sekitar 5 cm.
Namun patokan yang benar, batu untuk campuran beton yang
dipergunakan harus tak bisa lolos. Jika ukuran kerikil batu sebesar 2 cm,
maka kerapatan sengkang tak lebih dari 2 cm.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk memastikan


bangunan rumah tahan gempa, adalah sebagai berikut (Chubb, 2021):

1. Kualitas tanah
Karakteristik tanah dengan kepadatan yang tepat, cenderung keras,
dan tidak mudah longsor, serta memiliki tekstur kerikil berpasir atau
pasir tanah liat, mendukung konstruksi bangunan rumah tinggal yang
tahan gempa. Ketika terjadi getaran di permukaan bumi, fondasi
bangunan rumah tinggal tidak mudah hancur atau bergeser.

2. Kualitas material konstruksi


Menurut buku panduan Persyaratan Pokok Rumah yang Lebih Aman
yang disusun oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum dan Japan International Cooperation Agency,
material konstruksi yang disarankan adalah sebagai berikut:

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 77


• Campuran beton terdiri atas semen, pasir, kerikil, dan air.
Kerikil yang digunakan pun sebaiknya memiliki ukuran
maksimum 2 milimeter.
• Mortar yang terbuat dari semen, pasir, serta air.
• Fondasi terbuat dari batu kerikil atau batu kali yang keras.
• Kayu yang digunakan harus berkualitas baik, keras, berwarna
gelap, tidak ada keretakan, dan lurus.

3. Kedalaman fondasi
Selain kualitas tanah dan material konstruksi, kedalaman fondasi pun
perlu diperhatikan. Untuk mendukung konstruksi bangunan rumah
yang tahan gempa, fondasi dengan minimum kedalaman 60-75cm
adalah salah satu syarat yang penting agar beban bangunan pada
tanah pijakan tersebar dengan baik.

4. Seluruh elemen struktur utama tersambung dengan baik dan memiliki


bentuk simetris
Pastikan seluruh elemen struktur utama bangunan tersambung
dengan baik satu dengan yang lainnya, agar konstruksi bangunan
menjadi lebih kokoh dan beban bangunan tersalurkan secara lebih
merata. Selain itu, bentuk rumah yang sederhana dan simetris juga
lebih mampu menahan efek torsi gempa.

Prinsip-prinsip yang dapat di pakai dalam perencanaan bangunan


tahan gempa :

1. Pondasi :

Gambar 9.1 Desain Pondasi yang Digabungkan

78 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Membangun pondasi memang sederhana, tapi pondasi yang kuat
memerlukan pengetahuan yang cukup. Sehingga fondasi bangunan yang
baik haruslah kokoh dalam menyokong beban dan tahan terhadap
perubahan termasuk getaran. Penempatan fondasi juga perlu
diperhatikan kondisi batuan dasarnya.Pada dasarnya fondasi yang baik
adalah seimbang atau simetris. Dan untuk pondasi yang berdekatan harus
dipisah, untuk mencegah terjadinya keruntuhan local (Local Shear).
2. Desain Kolom

Gambar 9.2 Desain Gedung dengan Kolom Menerus


Kolom harus menggunakan kolom menerus (ukuran yang
mengerucut/ semakin mengecil dari lantai ke lantai). Dan untuk
meningkatkan kemampuan bangunan terhadap gaya lateral akibat
gempa, pada bangunan tinggi (high rise building) acapkali unsur vertikal
struktur menggunakan gabungan antara kolom dengan dinding geser
(shear wall).

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 79


3. Denah Bangunan

Gambar 9.3 Denah Bangunan yang Dibuat Terpisah


Bentuk Denah bangunan sebaiknya sederhana, simetris, dan
dipisahkan (pemisahan struktur). Untuk menghindari adanya dilatasi
(perputaran atau pergerakan) bangunan saat gempa. Namun dilatasi ini
pun menimbulkan masalah pada bangunan yaitu :
• 2 atau beberapa gedung yang dilatasi akan mempunyai waktu
getar alami yang berbeda, sehingga akan menyebabkan benturan
antar gedung,
• Ketidak efektifan dalam pemasangan interior, seperti : plafond,
keramik, dll
• Perlunya konstruksi khusus (balok korbel).

Konstruksi Balok Korbel untuk dilatasi struktur adalah sebagai


berikut.

80 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Gambar 9.4. Konstruksi Balok Korbel

4. Bahan Bangunan Harus Seringan Mungkin

Gambar 9.5 Konstruksi Bangunan dengan Kayu


Berat bahan bangunan adalah sebanding dengan beban inersia
gempa. Sebagai contoh penutup atap GENTENG menghasilkan beban
gempa horisontal sebesar 3X beban gempa yang dihasilkan oleh penutup
atap SENG. Sama halnya dengan pasangan dinding BATA menghasiIkan
beban gempa sebesar 15X beban gempa yang dihasilkan oleh dinding
KAYU.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 81


5. Struktur Atap
Jika tidak terdapat batang pengaku (bracing) pada struktur atap
yang menahan beban gempa dalam arah horizontal, maka keruntuhan
akan terjadi seperti, diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 9.6. Konstruksi Bangunan dengan Pengaku (Bracing)

6. Konsep Desain Kapasitas (Capasity Design)


Konsep Desain Kapasitas adalah dengan meningkatkan daktalitas
elemen- elemen struktur dan perlindungan elemen- elemen struktur lain
yang diharapkan dapat berperilaku elastik. Salah satunya adalah dengan
konsep “strong column weak beam”. Dengan metode ini, bila suatu saat
terjadi goncangan yang besar akibat gempa, kolom bangunan di desain
akan tetap bertahan, sehingga orang- orang yang berada dalam Gedung
masing mempunyai waktu untuk menyelamatka diri sebelum Bangunan
roboh seketika. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendesain kolom
yang kuat antara lain :
• Pengaturan jarak antar sengkang,
• Peningkatan mutu beton, dan
• Perbesaran penampang.

82 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
• Serta untuk struktur bangunan dengan baja, bisa dimodifkasi
sambungan hubungan antara balok dengan kolom.
Berikut ini adalah ilustrasi pembentukan sendi plastis dalam
perencanaan bangunan tahan gempa.

Gambar 9.7 Konstruksi Bangunan dengan Capasity Design

Tiap Negara mempunyai desain sendiri dalam merencanakan tingkat


daktilitas untuk keamanan bangunan yang mereka bangun, hal ini
tergantung dari letak geologi negara masing- masing. Misalnya Jepang
yang menerapkan tingkat daktilitas 1. Dengan desain ini, bangunan di
desain benar- benar kaku (full elastic).

Berikut ini contoh kegagalan bangunan akibat kolom yang lemah


(soft story) :

Gambar 9.8 Kasus Konstruksi Bangunan karena Soft Story.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 83


Gambar 9.9 Kasus Konstruksi Bangunan karena Soft Story (Desain
kolom yang terlalu kecil)

Gambar 9.10. Kasus Bangunan yang Mengalami Soft Story

84 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
REFERENSI

Sumber: Riza, Muhammad Miftakhur. 2011. Perencanaan Bangunan


Tahan Gempa. Dilihat pada
http://www.perencanaanstruktur.com/2010/07/perencanaan-
bangunan-tahan-gempa.html
Sumber: Nuryanto, Irawan R, Mardiana Riskha. 2013. Pengembangan
Model Desain Rumah Tinggal Ramah Gempa Pada Daerah Rawan
Bencana Di Kab. Tasikmalaya-Provinsi Jawa Barat Berbasiskan Arsitektur
Tradisional Sunda. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumber: Pinhome. 2019. Prinsip Dasar Bangunan Tahan Gempa. Jakarta.


Dilihat pada https://www.pinhome.id/berita-properti/prinsip-dasar-
bangunan-tahan-gempa/

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 85


10. PENDEKATAN ARSITEKTUR PADA DAERAH RAWAN
BANJIR

Iklim tropis hangat lembab di Indonesia memiliki karakteristik yaitu


kelembaban dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun.
Permasalahan lingkungan yang selalu terjadi tiap tahunnya terutama di
perkotaan besar seperti di Indonesia seperti saat ini adalah banjir.
Banjir adalah kondisi yang
mengakibatkan sungai ataupun tempat penampungan air sudah tidak
mampu lagi menampung jumlah air ataupun karena terhambatnya aliran
air dalam saluran penampungan air, sehingga air meluap dan
naik melebihi batas permukaan normal, yang terjadi di musim
penghujan (Nuryanto, 2016).
Ada banyak dampak negatif banjir terhadap bangunan.
Diantaranya kerusakan bangunan yang berakibat terhadap berkurangnya
kelayakan bangunan dan mempengaruhi usia pakai bangunan. Seperti
rapuhnya bangunan dengan material kayu, korosi pada bagian engsel
pintu maupun pagar, tumbuhnya jamur di beberapa bagian bangunan dan
adanya perubahan terhadap komponen struktur dan non-struktural
lainnya. Banjir juga berdampak terhadap fungsionalitas infrastruktur,
terutama dampak intangible dalam bentuk biaya sosial yang sangat besar
(Setiadi, 2013).

Gambar 10.1 Pengaruh Banjir Terhadap Bangunan


Ada dua hal utama untuk mengatasi hal tersebut. Yang pertama
penyebab utama banjir harus diselesaikan dalam skala kota dengan
memperbaiki sistem tata kota dan mempersiapkan mitigasi atau
penanggulangan bencana banjir. Dan yang kedua, bangunan yang berada

86 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
di daerah rawan banjir memang harus bisa mencegah, tanggap dan
beradaptasi terhadap banjir. Untuk itu, salah satu solusi yang bisa
dilakukan sebagai tanggapan atas kondisi tersebut adalah bangunan
harus bisa menghindari banjir dengan meninggikan dasar bangunan
seperti membuat rumah panggung.
Jika melihat kondisi daerah yang sering banjir yaitu di kawasan
Jakarta, rata-rata ketinggian banjir dalam 3 tahun terakhir yaitu 70 cm
sehingga paling tidak, diperlukan ketinggian bangunan dari dasar tanah
adalah 1 meter (Lotulung, 2017). Rumah panggung tradisional asli di
Jakarta sendiri sudah terlihat tanggap banjir tampak dari rumah panggung
tersebut memiliki ketinggian 0,5 m hingga 1 m, bahkan ada yang memiliki
tinggi 3 meter dari tanah. Hal ini tentu saja bisa diaplikasikan dalam
desain masa kini. Namun, jika kondisi lapangan tidak memungkinkan
untuk penerapan rumah panggung atau modifikasi bangunan secara
vertikal, maka solusi yang lain adalah melakukan modifikasi horizontal di
area lahan.

Gambar 10.2 Penerapan Sistem Panggung sebagai antisipasi Banjir


Tujuan utama modifikasi horizontal di area lahan adalah agar air
dapat terserap ke dalam tanah secara maksimal. Ada dua cara, yang
pertama membuat sumur resapan pada tiap rumah dan
memasang paving khusus. Sumur resapan mudah dibuat. Bahkan
program satu rumah, satu sumur resapan sudah digalakkan oleh walikota
Bandung. Warga disosialisasikan untuk membuat sumur resapan dari
drum bekas yang sudah dilubangi bagian atasnya, lalu ditanam di tanah
dan diisi dengan pecahan batu, batu-bata, ijuk dan kemudian bisa ditutup
dengan urugan tanah. Cukup dengan begitu saja, potensi banjir bisa
dikurangi sekaligus dapat menyimpan cadangan air tanah.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 87


Pemasangan paving yang biasa belum tentu dapat menyerap air ke
dalam tanah. Bahkan sering kita temui air menggenang di jalan yang
dipasangi paving block. Hal tersebut terjadi karena kebanyakan yang
terjadi di Indonesia paving block harus dipasang di tanah yang datar dan
padat. Setelah selesai dipasangpun, paving block harus dipadatkan
kembali dengan menggunakan baby roller atau stampler kodok
agar paving saling mengunci dan tidak bergeser. Untuk mengatasi banjir
maka paving yang sesuai adalah dengan menggunakan permeable
pavement ataupun grass block.

Gambar 10.3 Paving Block Sistem Grass Block


Untuk grass block, pada dasarnya proses pemasangan awalnya
akan sama dengan paving block yaitu di tanah padat yang datar, maka
penyerapan air oleh grass block tidak begitu maksimal dan hanya mampu
menyerap air sebanyak 30%. Namun alternatif paving lainnya
yaitu permeable pavement atau paving berpori atau dengan istilah lain
yaitu paving polieliten merupakan paving yang paling baik karena memiliki
kemampuan menyerap air sebesar 90% dan dapat diaplikasikan di
berbagai elemen seperti lahan parkir karena mampu menahan beban
berat seperti mobil (truegridpaver.com, 2017). Penggunaan porous
concrete atau beton porus sebagai bahan pengganti paving yang sudah
dikembangkan oleh PT. Semen Indonesia juga bisa menjadi alternatif
dalam menangani banjir.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa arsitektur rumah
tanggap banjir dapat diciptakan dari kombinasi modifikasi desain secara
vertikal dan horizontal. Penggunaan paving berpori yang tepat dan sumur
resapan akan mencegah terjadinya banjir. Sedangkan penggunaan desain
rumah panggung akan menanggulangi saat keadaan banjir. Karena banjir
merupakan permasalahan masal, banjir akan dapat diatasi secara efektif
jika setiap rumah mampu mengaplikasikan arsitektur tanggap banjir.

88 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
10.1 ALTERNATIF DESAIN UNTUK KAWASAN RAWAN BANJIR
1. Tinggikan rumah seperti konsep rumah panggung
Konsep rumah seperti ini sudah diterapkan sejak lama oleh nenek
moyang kita. Bagaikan rumah tradisional, Anda dapat membuat desain
rumah menyerupai rumah panggung namun dimodifikasi sehingga terlihat
lebih modern dan kekinian. Alih-alih kayu, Anda dapat menggunakan
beton sebagai tonggak sehingga lebih kokoh dan tahan lama. Dengan
adanya beberapa tonggak beton yang berfungsi sebagai kolom-kolom
penguat, maka air bah saat banjir dapat melewati bagian bawah rumah
dengan mudah tanpa adanya penghalang seperti dinding, furnitur dan lain
sebagainya. Bagian bawah rumah dengan desain seperti ini juga dapat
dimanfaatkan sebagai taman, kolam maupun parkir kendaraan.
2. Manfaatkan permainan levelling.
Solusi lainnya untuk desain rumah anti-banjir adalah dengan
memanfaatkan permainan levelling. Dengan adanya levelling, maka lantai
bawah dapat dikorbankan untuk dilewati dan dialiri air saat banjir
sedangkan lantai atas dapat dimanfaatkan sebagai tempat tinggal Anda
yang nyaman dan aman dari banjir. Untuk itu, konstruksi dinding pada
lantai bawah haruslah dibuat sekuat mungkin sehingga dapat digunakan
sebagai penyangga bagian atas rumah. Tak hanya itu, bagian lantai bawah
rumah haruslah memiliki sesedikit mungkin ruangan dengan banyak
bukaan dan disarankan hanya berisi fungsi/ruang pendukung (bukan
bagian vital dari rumah). Jika memungkinkan, akan lebih baik bila hanya
terdapat 2-3 ruangan yang los dan lapang dan terdapat banyak bukaan
serta terhubung langsung ke halaman belakang yang terbuka. Dengan
demikian, saat bencana banjir melanda, maka air dapat memasuki dan
melewati lantai bawah rumah dengan mudah tanpa banyak hambatan
seperti dinding ruangan dan furniture, yang nantinya justru menambah
pembebanan. Tak hanya itu, adanya banyak bukaan yang langsung
mengarah ke bagian belakang yang terbuka menjadikan lantai bawah
mudah dilewati air, sehingga genangan air serta lumpur tidak tertampung
di bagian dalam rumah.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 89


90 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Gambar 10.4 Desain Rumah Anti Banjir
Sumber: http://indonesiabaik.id/infografis/7-desain-rumah-anti-banjir-di-indonesia

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 91


REFERENSI
Nuryanto. 2016. Konsep Perencanaan Dan Perancangan Rumah Ramah
Banjir Di Bantaran Sungai Citarum Kabupaten Bandung-Jawa Barat
Dengan Pendekatan Arsitektur Sunda. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia
Kompasiana. 2019. Arsitektur Rumah Tanggap Banjir. Dilihat pada
https://www.kompasiana.com/afifz/5dfd931ad541df39376fd1f2/arsite
ktur-rumah-tanggap-banjir?page=all
Nurrahmawati, Fairus Rizki. 2020. Desain Rumah Anti Banjir. Dilihat pada
https://www.emporioarchitect.com/blog/desain-rumah-anti-banjir-cocok-
untuk-anda-yang-tinggal-di-daerah-rawan-banjir

92 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
11. ARSITEKTUR BERKELANJUTAN PADA DAERAH PASKA
BENCANA
Arsitektur berkelanjutan adalah bagian terintegrasi dari
pembangunan berkelanjutan, yang merupakan perhatian penting saat ini.
Pembangunan berkelanjutan memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup
tanpa mengorbankan kondisi dan sumber daya untuk orang-orang di
generasi mendatang. Desain berkelanjutan dapat meningkatkan kualitas
hidup dengan menghilangkan kebutuhan energi yang tidak terbarukan.
Hal ini juga berlaku untuk pembangunan Kembali daerah paska bencana.
Arsitektur berkelanjutan pada daerah paska bencana dapat dilakukan
dengan cara memahami dan menghubungkan desain dan perencanaan
dengan lokasi dan kondisi lingkungan setempat (Studio Arsitektur, 2020).

11.1 PEMBANGUNAN KEMBALI RUMAH PASKA BENCANA


Pembangunan kembali rumah-rumah bagi warga korban bencana
gempa bumi bukan hanya sekadar untuk membangun rumah dan
kawasan permukiman dari segi fisiknya saja, namun pada sisi lain yang
tak kalah pentingnya adalah membangun manfaat untuk kebersamaan
dalam kepentingan bermasyarakat. Dengan mengoptimalkan
pemberdayaan masyarakat dalam proses rekonstruksi, dapat membantu
menyembuhkan adanya trauma bencana, tekanan psikis, depresi dan
ketiadaan harapan yang diderita oleh para korban bencana sehingga
dapat memacu mereka untuk bangkit kembali dari keterpurukan.
Dibandingkan dengan strategi rehabilitasi dan rekonstruksi yang
berbasiskan sistem kontraktor (ditentukan melalui proses pelaksanaan
secara proses hirarkis dari atas ke bawah/vertikal), sistem pemberdayaan
masyarakat yang dilaksanakan akan lebih banyak memberikan dampak
yang positif bagi masyarakat karena dilakukan sendiri oleh yang
bersangkutan/horizontal/gotong royong. Perencanaan Desain dan
pengembangannya merupakan titik awal bagi suatu konsep
pengembangan yang berkelanjutan (sustainable development). Hal ini
akan memberikan dampak positif bagi para warga apabila mereka
dilibatkan sepenuhnya dalam proses perencanaan (karena mereka lebih
tahu akan apa yang menjadi kebutuhan keruangannya masing-masing)
dan juga dalam proses pembangunan serta pengembangannya timbul

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 93


rasa memiliki yang dalam sehingga pembangunannya tidak setengah-
setengah (Setyonugroho, 2013).

11.2 KRITERIA PENANGANAN PASKA BENCANA


Penanganan pasca-bencana menjadi tahapan penting bagi para
penyintas. Untuk mengembalikan kehidupan normal mereka (build back),
atau bahkan menjadi lebih aman (build back safe). Pemulihan tempat
tinggal sendiri harus menekankan konsep aman, nyaman, sehat dan
berfungsi sebagai pemulihan psikis para penyintas. Penanganan
pascabencana ini memerlukan kajian yang terintegrasi dan multidisiplin
dengan menempatkan ilmu pengetahuan sosial sejajar dengan ilmu
pengetahuan alam. Kajian tersebut bertujuan untuk mengetahui
penanganan yang tepat untuk kebutuhan fisik (hunian) dan psikis para
penyintas, khususnya mengenai hunian pasca-bencana. Dengan
menggunakan pendekatan people-centered, yang diharapkan mampu
mempertimbangkan kebutuhan penduduk dan optimalisasi potensi lokal
yang ada untuk proses pemulihan pasca-bencana (Humas LIPI, 2019).
Pendekatan Resilience (ketahanan) diartikan sebagai kemampuan
sistem untuk kembali ke keseimbangan atau kondisi yang tenang setelah
terjadinya gangguan. Ketahanan teknis lebih berfokus pada pencapaian
keseimbangan, kondisi equilibrirum atau stabilitas dalam sistem
ketahanan setelah terjadinya suatu gangguan. Adapun secara ekologis,
ketahanan didefinisikan sebagai besarnya gangguan yang dapat diserap
sebelum terjadinya perubahan pada struktur system (The University of
Sheffield, 2015).
Dalam hal perancangan kawasan ketahanan (resilience) saja
masih belum dapat memenuhi target dari membangun kembali lebih
aman (build back safe). Sehingga bangunan yang pada umumnya, menjadi
hunian manusia di daerah rawan bencana ini, haruslah sesuai dengan
kaidah-kaidah yang telah diatur berdasarkan teori atau pengalaman
ketahanan bangunan terhadap bencana gempa bumi itu sendiri. Karena
wilayahnya yang rawan, bangunan khususnya rumah harus mengikuti
standar yang ada. Kementerian PUPR sebenarnya sudah memiliki
pedoman khusus yang mengatur pembangunan rumah sesuai standar
yakni: Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa
Direktorat Jenderal Cipta Karya - Departemen Pekerjaan Umum.

94 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Aspek lain yang harus di cermati dalam hal rekonstruksi dan
rehabilitasi salah satunya ialah pemulihan psikis para penyintas, maka
dari itu aspek lokalitas (budaya), kebutuhan sehari-hari masyarakat
setempat, dan lingkungan aman harus di hadirkan untuk mencapai
konsep Resilience itu sendiri.
Tersedianya ruang publik adalah salah satu poin dari konsep
resilience dalam hal permukiman rawan bencana ini, ruang public juga
bisa dimanfaatkan sebagai area evakuasi, baik sementara atau jangka
panjang. Tersedianya ruang publik atau sekedar ruang terbuka ini berada
dekat dengan area housing atau fasisiltas sosial lainnya. Agar
masyarakat/pengguna mampu memanfaatkan ruang ini dengan sebaik-
baiknya.
Konsep pembangunan hunian pasca-bencana ini menggunakan
partisipasi dari masyarakat. Maka yang pertama ialah membangun hunian
sementara pasca-bencana, setelah masyarakat di relokasi setidaknya
mampu menampung kebutuhan sehari-hari masyarakat, seperti makan-
tidur-mck. Setidaknya membutuhkan luasan -+ 30 m2, dan cukup untuk
menampung 2 keluarga sekaligus.
Selain kebutuhan hunian, lokasi baru ini juga membutuhkan
fasilitas sosial berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, No. 11 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana. Salah satunya ialah Pusat
Pelayanan Kesehatan, dan Kantor Pemerintahan yang menggunakan
sitsem struktur RISHA (Rumah Induk Sederhana Sehat). Penggunaan
system struktur RISHA ini dimaksudkan untuk pengerjaan yang efisien,
juga memiliki ketahanan terhadap gempa bumi yang baik. Selain faisilitas
kesehatan dan fasilitas kantor pemerintahan, pedoman rehabilitasi dan
rekonstruksi juga menganjurkan untuk mengadakan fasilitas sosial
seperti Fasilitas Perekonomian (pasar rakyat), Fasilitas Pendidikan
(sekolah terpadu), dan Fasilitas Peribadatan. Sistem struktur yang akan
digunakan pada ketiga fasilitas sosial ini ialah Sistem pondasi pedestal
dan kolom-balok dari baja. Dimana ini akan memudahkan serta efisiensi
waktu pengerjaan, mengingat perencanaan permukiman pasca-bencana
harus cepat dan tanggap juga menghindari resiko yang akan datang
kedepannya (Adrianto, 2020).

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 95


11.3 METODE REKONSTRUKSI KAWASAN PASKA BENCANA
Uraian pada subbab ini disarikan dari hasil tulisan Sagala, Saut A
dkk, tentang Manajemen Rekonstruksi Perumahan Pasca Bencana
Gempa Bumi, Jawa Barat, Bandung (Sagala, 2013). Dalm kajiannya diulas
bahwa rekonstruksi merupakan bagian dari proses pemulihan pasca
bencana. Aktivitas pada fase ini lebih menitikberatkan kepada
pembangunan kembali dalam jangka panjang di berbagai aspek dimana
kegiatan yang berlangsung membutuhkan koordinasi dan perencanaan
yang signifikan serta saling terintegrasi dengan perencanaan
pembangunan secara utuh (Coppola, 2006; Phillips, 2009). Menurut
Phillips (2009).
Rekonstruksi pasca bencana melingkupi beberapa aspek yang
menjadi fokus pemulihan, yaitu perumahan, ekonomi, lingkungan,
infrastruktur, sosial-psikologi dan pelayanan publik. Kegaitan ini
mencakup partisipasi masyarakat, sumber daya manusia, aspek finansial
serta proses rekonstruksi yang bersifat berkelanjutan.
a. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat korban bencana
pada proses rekonstruksi merupakan hal yang penting dan krusial karena
masyarakat dianggap aktor yang paling mengetahui dan memahami
kondisi kependudukan di lokasi bencana. Selain itu, partisipasi
masyarakat pun berfungsi untuk memfasilitasi diskusi antara masyarakat
dengan pihak eksternal agar tercapai persamaan persepsi dan tujuan
(Olshansky et al., 2006; Phillips, 2009) sehingga partisipasi masyarakat
ini dapat menjadi wadah yang dapat mewujudkan kerjasama antara
masyarakat dan pemerintah.
Terjalinnya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat lokal
pada proses rekonstruksi perumahan pasca bencana gempa bumi, dapat
mempermudah kinerja pemerintah dalam menilai dan mendata
kerusakan dan kerugian yang dialami oleh masyarakat. Apabila
pelaksanaan rekonstruksi dilakukan dengan basis pelibatan masyarakat
lokal, maka dampak positif yang dapat dirasakan salah satunya adalah
kelancaran dalam pengalokasian dana bantuan pemerintah kepada
masyarakat korban bencana. Adanya partisipasi masyarakat, dapat
memperbaiki hubungan antara pemerintah dan masyarakat karena

96 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
timbulnya kerjasama dalam hal pemulihan sosial-ekonomi,
pendistribusian bantuan, dan lainnya.

Gambar 11.1 Partisipasi Masyarakat- BPBD Sosialisasikan Siaga


Bencana
Hubungan yang terjalin antara masyarakat dan pemerintah dalam
proses ini menunjukkan bahwa pemerintah sebenarnya tidak dapat berdiri
tanpa bantuan masyarakat karena adanya keterbatasan pemerintah
dalam mengakomodasi berbagai kepentingan maupun sumber daya yang
dimiliki oleh pemerintah (Ozden, 2006). Keefektifan dari partisipasi
tersebut dapat ditingkatkan dengan motivasi dan dilaksanakan secara
kontinu (Paton dan Johnston, 2006). Proses partisipasi ini diharapkan
dapat mencapai hasil yang kosensus dan mencapai kesepakatan
bersama (Phillips, 2009). Adanya peran serta masyarakat dalam
pelaksanaan program pemerintah dapat menumbuhkan rasa memiliki
dan tanggung jawab di masyarakat (Paton dan Johnston, 2006) serta
mencerdaskan masyakat lokal dalam menangani suatu masalah,
terutama dalam hal kebencanaan

b. Sumber Daya Manusia


Pengalokasian sumber daya manusia pada proses rekonstruksi
perumahan pasca bencana gempa bumi diperlukan untuk mempercepat
proses rekonstruksi. Masing-masing aktor -pemerintah, lembaga
nonpemerintah maupun masyarakat lokal- memiliki porsinya masing-
masing. Tokoh masyarakat memiliki peran untuk membantu masyarakat
Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 97
dilingkungannya, baik dalam bentuk membantu penyaluran bantuan
maupun memberikan pemahaman maupun arahan kepada masyarakat
disekitarnya karena merasa memiliki rasa kepemilikan dan tanggung
jawab terhadap lingkungannya. Adanya tokoh masyarakat yang
mengayomi warga sekitarnya dapat dipandang sebagai kesempatan
untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menangani kondisi
bencana.
Dilain sisi, pemerintah memiliki wewenang dalam menangani
proses rekonstruksi pasca bencana. Pemerintah memiliki badan ahli yang
berfungsi khusus untuk menanggulangi bencana, yaitu Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pusat dan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat daerah. Pemerintah
pusat berperan dalam merumuskan rencana dan strategi pemulihan
pasca bencana dalam bentuk program kerja dan bertanggung jawab atas
keberlangsung program-program tersebut.
c. Sumber Daya Finansial
Sumber-sumber bantuan pendanaan untuk rekonstruksi pasca
bencana dapat berasal dari anggaran pemerintah, asuransi, yayasan,
investor, simpanan pribadi korban bencana maupun bantuan
internasional (Phillips, 2009).
Secara teori, bantuan finansial dalam rekonstruksi perumahan
pasca bencana dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian (Barakat, 2003;
Yasaditama dan Sagala, 2012), diantaranya:
• Pemberian sekaligus dimana korban bencana diberikan rumah
secara gratis;
• Kontribusi parsial, yaitu korban bencana mendapatkan bantuan
material bangunan, panduan teknis dan/atau jaminan khusus,
namun mereka membangun rumah secara mandiri;
• Pemberian pinjaman dalam jangka panjang. Bantuan finansial ini
biasanya dikelola oleh pemerintah pusat, provinsi atau kabupaten
dimana nantinya akan disalurkan kepada pemerintah lokal untuk
dikelola dan disalurkan kepada masyarakat korban bencana.
Minimnya alokasi dana bantuan pemerintah untuk rekonstruksi
rumah masyarakat menjadi persoalan di masyarakat korban bencana.
Biaya bahan material yang semakin tinggi karena keterbatasan

98 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
ketersediaan barang material dan permintaan yang tinggi (Yasaditama
dan Sagala, 2012) mengakibatkan masyarakat korban bencana kesulitan
untuk membangun kembali rumah mereka.
d. Keberlanjutan
Untuk mencapai proses rekonstruksi perumahan yang
berkelanjutan, selain faktor partisipasi masyarakat, alokasi sumber daya
manusia dan aspek finansial, aspek keberlanjutan dalam rekonstruksi
menjadi hal yang patut diperhatikan. Menurut (Barakat, 2003), terdapat
beberapa aspek keberlanjutan dalam proses rekonstruksi meliputi:
keberlanjutan lingkungan, teknologi dan organisasi. Dalam konteks
kebencanaan, teknologi yang dapat dikembangkan salah satunya adalah
konstruksi bangunan tahan gempa.
Keberlanjutan Untuk mencapai proses rekonstruksi perumahan
yang berkelanjutan, selain faktor partisipasi masyarakat, alokasi sumber
daya manusia dan aspek finansial, aspek keberlanjutan dalam
rekonstruksi menjadi hal yang patut diperhatikan. Menurut (Barakat,
2003), terdapat beberapa aspek keberlanjutan dalam proses rekonstruksi
meliputi: keberlanjutan lingkungan, teknologi dan organisasi. Dalam
konteks kebencanaan, teknologi yang dapat dikembangkan salah satunya
adalah konstruksi bangunan tahan gempa.
Pelaksanaan rekonstruksi perumahan pasca bencana memanglah
bukan hal yang mudah. Oleh karena itu untuk mewujudkan suatu proses
rekonstruksi yang sinergis dan berkelanjutan dibutuhkan kesiapan dan
kapasitas baik dari seluruh stakeholder untuk mempersiapkan elemen-
elemen yang harus dipenuhi baik pada kondisi pra, ketika maupun pasca
bencana.
CONTOH STUDI KASUS DAERAH PASCA BENCANA DI ACEH
Perkembangan kota pasca bencana tsunami mengalami
perubahan yang cukup signifikan, hal ini dapat dilihat pada struktur ruang
kota Banda Aceh pasca tsunami yang tidak terpusat pada kawasan masjid
raya Baiturrahman dan sekitarnnya, namun perkembangan struktur
ruangnya memadukan antara bentuk Multi Center dan Linier Growth
dengan sub pusat pelayanannya.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 99


Gambar 11.2 Perumahan bantuan untuk korban tsunami dari Yayasan
Budha TsuChi
Beberapa indikasi dari arah perkembangan kawasan permukiman
pasca bencana tsunami di Kota Banda Aceh adalah (Akbar dkk, 2014):
• Perubahan struktur Kota yang dipengaruhi oleh kecenderungan
migrasi penduduk untuk bertempat tinggal menjauh dari kawasan
utara atau kawasan pantai kota Banda Aceh yang diikuti pula dengan
pergeseran aktivitas pembangunan dan utilitas kota menuju ke arah
selatan dan timur kota Banda Aceh.
• Perluasan fisik, yaitu perkembangan kota Banda Aceh tidak terfokus
lagi pada pembangunan di sekitar kawasan masjid raya Baiturrahman
dan Pasar Aceh, melainkan pembangunanya menyebar ke pinggiran
kota dan menjauh pada kawasan utara kota.
• Adanya regulasi terkait dengan perencanaan tata ruang yang
diarahkan ke selatan dan timur kota Banda Aceh, hal ini berguna untuk
meminimalisir kerugian dan korban jiwa jika terjadinya bencana
tsunami dikemudian hari.
CONTOH STUDI KASUS DAERAH PASCA BENCANA DI YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu daerah di Indonesia
yang pernah terkena bencana Gempa tepatnya pada tahun 2006. Pasca
bencana tersebut, banyak orang yang mencoba mengaplikasikan teknologi
bangunan tahan gempa yang lebih baik. Di Nglepen, DIY rumah bantuan
terhadap korban gempa dibuat dengan model kubah. Keunggulan dari
bangunan tahan gempa berbentuk kubah ini adalah tidak adanya

100 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


sambungan yang merupakan titik lemah dari bangunan ketika diguncang
gempa. Selain dapat menahan gempa, hunian dengan material
bangunan tahan gempa ini juga mampu menahan terpaan angin hingga
berkecepatan 450km/jam (Dekoruma, 2018).

Gambar 11.3 Rumah dome untuk korban gempa di Nglepen, Yogyakarta


Kunci bangunan tahan gempa ada pada konstruksi yang kokoh dan
memakai bahan-bahan ringan. Pondasi, kolom, dan kuda-kuda atap harus
dibangun dengan konstruksi yang kuat. Semua komponen rumah juga
harus menyatu dengan sempurna. Atap dan dinding sebaiknya memakai
bahan-bahan yang ringan. Saat diguncang gempa, momentum bahan-
bahan yang ringan saat berayun tidak begitu besar. Benda-benda berat
berayun dengan kencang saat diguncang gempa, berisiko tinggi untuk
jatuh atau roboh. Bangunan tahan gempa harus mengikuti standar dalam
membangun, mulai dari mengaduk adonan semen, mendirikan kolom,
dan lain-lain. Semua harus sesuai standar. Semua komponen harus
terikat erat satu dengan yang lain, baik komponen struktural maupun
komponen non-struktural. Saat membangun atau membeli rumah, perlu
dipertimbangkan ketahanan bangunan terhadap gempa.
Pastikan pengembang yang membangun rumah kita mengikuti standar-
standar yang ada, mengingat hampir seluruh wilayah Indonesia rentan
dengan risiko gempa (ikons, 2017).
Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu terjadilah
perkembangan pada kompleks rumah dome ini. Seiring berjalannya
waktu, rumah dome ini mengalami transformasi. Mayoritas transformasi
yang terjadi yaitu berupa penambahan ruang-ruang diluar rumah asli,
sedangkan pada rumah asli sama sekali tidak terjadi perubahan atau
penambahan.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 101


Berdasarkan dugaan awal, berkembangnya rumah dome ini
didasari oleh meningkatnya keadaan ekonomi warga yang diikuti oleh
sosial, budaya, dan iklim, sehingga jika diperhatikan pada transformasi
yang terjadi, terdapat beberapa persamaan elemen perubahan terutama
pada ruang di luar bangunan rumah dome. Selain itu, hal yang menarik
lainnya adalah jika diperhatikan pola penambahan ruang berdasarkan
tahun, hampir seluruh rumah melakukan penambahan ruang di tahun
yang sama dan bahkan hingga ruang-ruang tambahan yang sama pada
tahun yang sama.
Selain itu, kualitas pengerjaan bangunan buruk. Air hujan
merembes masuk melalui celah-celah lantai. Bagian luar pintu dan
jendela langsung terkena air hujan karena tidak ada pelindungnya. Airpun
mengalir ke dalam ruang-ruang melalui celah-celah sambungan kosen
dan rangka pintu jendela dengan badan dome yang beton bertulang itu.
Di bagian sisi barat kompleks rumah dome, air hujan tergenang di
pekarangan atau sekitar rumah dome, karena tanah pada sisi barat relatif
lebih rendah dari pada tanah pada sisi timur. Jadi air mengalir dari jalan
ke pekarangan rumah-rumah dome. Sampai sejauh ini tidak ada
kepedulian dari semua instansi atau lembaga yang ikut terlibat dalam
pembangunan rumah dome mengenai kesulitan penghuni saat hujan ini.
Jadi benar bahwa rumah dome sangat tidak sesuai untuk kondisi budaya
dan iklim di Jawa, bahkan di Indonesia. Hal ini menjadi bukti bahwa di
dalam pembangunan kembali daerah bencana sangat memerlukan
ketelibatan masyarakan dengan memperhatikan budaya lokal sangat
penting agar dapat bertahan dan berkelanjutan (Pratama, 2018).

102 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


REFERENSI
Studio, Arsitur. 2020. Sustainable Architecture. Dilihat pada
https://www.arsitur.com/2019/08/sustainable-architecture-adalah.html

Pratama, Dandri Raviandaru. 2018. Tipologi Transformasi Ruang


Bangunan Rumah Dome Pasca Bencana Gempa di Yogyakarta. Temu
Ilmiah Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 7,B 001-008

Setyonugroho, Gregorius Agung. 2013. Pembangunan Berkelanjutan


Dalam Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa Yogyakarta 2006 Di Dusun
Ngibikan, Bantul. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Pada Jurnal Arsitektur
Komposisi, Volume 10, Nomor 3
Adrianto, Bagas. 2020. Perancangan Permukiman Pasca-Bencana
Lombok Di Dusun Selengen Dengan Penekanan Konsep Resilience.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
http://eprints.ums.ac.id/81619/10/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
Sagala, Saut A, Dian Lutfiana Dan Ramanditya Wimbardana. 2013.
Manajemen Rekonstruksi Perumahan Pasca Bencana Gempa Bumi Jawa
Barat. Bandung: Intitut Teknologi Bandung.
Akbar, Arief dan Samsul Ma’rif. 2014. Arah Perkembangan Kawasan
Perumahan Pasca Bencana Tsunami Di Kota Banda Aceh. Semarang:
Universitas Diponegoro.
https://www.ikons.id/desain-konstruksi-rumah-yang-tahan-gempa/
(2017)

Dekoruma, kania. 2018. Desain Bangunan Tahan Gempa, Dome House.


Dilihat pada https://www.dekoruma.com/artikel/77603/desain-bangunan-
tahan-gempa-dome-house

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 103


12. RUMAH SEHAT VS SICK BUILDING SYNDROME
Kesehatan merupakan salah satu aspek yang diperlukan untuk
mendukung kegiatan kehidupan dan penghidupan manusia. Manusia
yang sehat akan mampu menjalankan kegiatan kehidupannya lebih
produktif, sehingga dapat melakukan kegiatan yang lebih baik dan lebih
kreatif
Kesehatan fisik rumah sangat erat hubungannya dengan kondisi
fisik rumah agar penghuni merasa aman, nyaman dan mudah dalam
menjalankan kegiatannya. Rasa aman diwujudkan dengan struktur rumah
yang kokoh, atap tidak bocor, dinding tidak lembab, lantai tidak licin dan
lembab. Rasa nyaman diwujudkan dengan kecukupan pencahayaan,
pengaliran udara ruang yang mampu memenuhi kebutuhan oksigen, dan
kelembaban di dalam ruang yang sesuai dengan suhu tubuh bagi
penghuninya, serta kebutuhan ruang gerak yang cukup
Untuk mendapatkan rasa nyaman, aman, dan bahagia maka
ukurannya ditentukan oleh kualitas pengaturan pemanfaatan ruang, yang
telah dipertimbangkan terhadap kriteria persyaratan ruang untuk pribadi
dan ruang untuk kegiatan bersama/publik dari penghuninya. Kualitas
ruang tersebut sangat dipengaruhi oleh posisi/tempat dimana penghuni
berada: meliputi aspek geografis (wilayah, budaya, jarak); dan aspek
waktu. Rasa nyaman, aman,dan bahagia sangat dipengaruhi pula oleh
kelengkapan data kepemilikan rumah dan tanah/ kapling (rumah Sehat,
2011)

12.1 DEFINISI RUMAH DAN FUNGSINYA


Rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat
berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan
rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan
individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Menurut Turner (1972:164-167), terdapat tiga fungsi yang
terkandung dalam rumah:
a. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan dalam
kualitas hunian atau perlindungan yang diberian rumah. Kebutuhan

104 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni mempunyai tempat tinggal
atau berteduh secukupnya untuk melindungi keluarga dari iklim setempat.
b. Rumah sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang
dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi atau fungsi pengembangan
keluarga. Fungsi ini diwudkan dalam lokasi tempat rumah itu didirikan.
Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan
sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber
penghasilan.
c. Rumah sebagai penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya
kehidupan keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah, jaminan
keamanan lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan
keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan.
d. Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, perwujudannya bervariasi
menurut siapa penghuni atau pemiliknya. Berdasarkan hierarchy of
need (Maslow, 1954:10), kebutuhan akan rumah dapat didekati sebagai :
i. Physiological needs (kebutuhan akan makan dan minum),
merupakan kebutuhan biologis yang hampir sama untuk setiap
orang, yang juga merupakan kebuthan terpenting selain rumah,
sandang, dan pangan juga termasuk dalam tahap ini.
ii. Safety or security needs (kebutuhan akan keamanan),
merupakan tempat berlindung bagi penghuni dari gangguan
manusia dan lingkungan yang tidak diinginkan.
iii. Social or afiliation needs (kebutuhan berinteraksi), sebagai
tempat untuk berinteraksi dengan keluarga dan teman.
iv. Self actualiztion needs (kebutuhan akan ekspresi diri), rumah
bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi menjadi tempat untuk
mengaktualisasikan diri.

12.2 SYARAT RUMAH SEHAT


Persyaratan kesehatan rumah tinggal telah ditentukan
oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 829/Menkes/SK/VII/1999
yaitu melakukan penilaian terhadap bahan bangunan, komponen dan
pena taan ruang rumah, pencahayaan, kualitas udara, ventilasi, binatang

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 105


penular penyakit, air, makanan, limbah, dan kepadatan hunian ruang tidur
(Tabel 12.1).

Tabel 12.1 Kategori Rumah Sehat berdasarkan Keputusan Menteri


Kesehatan RI Nomor: 829/Menkes/SK/VII/1999

No Katagori Rumah Sehat


Tidak terbuat dari bahan yang dapat mengeluarkan zat yang dapat
1 membahayakan kesehatan.
Tidak terbuat dari bahan yang dapat menyebabkan tumbuh dan
2 berkembangnya mikroorganisme patogen.
3 Lantainya tahan air dan mudah dibersihkan.
4 Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
5 Ruang di rumah berfungsi dengan baik
6 Ruang dapur harus dilengkapi dengan knalpot asap.
7 Ruangan cukup terang dengan pencahayaan alami.
8 Suhu udara yang nyaman berkisar antara 18°C - 30°C
9 Kelembaban udara berkisar antara 40%-70%
10 Ventilasi yang baik di seluruh rumah
11 Tidak ada hewan yang menularkan penyakit
12 Tersedia fasilitas air bersih.
13 Tersedia fasilitas penyimpanan makanan yang aman.
14 Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air.
15 Sampah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau.
Luas kamar tidur minimum adalah 8 meter persegi. Namun, tidak
16 dianjurkan, kecuali untuk anak di bawah 5 tahun.
17 Kamar pasangan ini berukuran 9,6 meter persegi.
18 Kamar tidur untuk dua remaja berukuran 9,6 meter persegi.
19 Kamar tidur untuk 1 remaja adalah 9 meter persegi.
20 Menggunakan bahan tahan air di keempat sisi dinding
21 Menggunakan bahan tahan air untuk pintu dan mudah dibersihkan
22 Mengatur aliran udara panas dari dapur keluar gedung.

Kementerian Pekerjaan Umum Badan Penelitian dan


Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman telah
menerbitkan Modul Rumah Sehat (B01) yang dapat dijadikan panduan
dalam membangun rumah yang mendasarkan perancangannya terhadap
aspek Kesehatan, keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan.
Sedangkan dari UK Green Builiding Council, syarat rumah sehat
meliputi parameter berikut ini :

106 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


• Materials: Adanya ventilasi yang di desain dengan baik untuk
menciptakan kualitas udara yang baik
• Resilience: Ketangguhan rumah di dalam beradaptasi dengan
perubahan penghuni dan perubahan iklim
• Comfort: Rumah memiiki perancangan pasif untuk dapat
mencegah masuknya pana yang berlebihan, atau hilangnya panas
yg berlebihan dari rumah
• Colour: Rumah dipasang sensor yang dapat memonitor suhu ruang
luar, pencahayaan alami dan lain-lain sehingga dapat mengatur
kondisi pencahayaan, penghawaan dalam rumah dengan baik
• Warna: Rumah dicat dengan warna yang dapat memberikan
sensasi Bahagia, erta terhincar dari stress dan rasa takut.
• System: Rumah memiliki system penghawaan dan pencahayaan
yang hemat energi.
• Security: Lingkungan rumah yang aman
• Storage: Rumah memiliki ruang yang mewadahi seluruh kegiatan
keluarga
• Flourishing: Rumah dapat memberikan kebahagian terhadap fisik,
mental dan spiritual dari penghuninya
• Laundry: Rumah menyediakan area cuci yang tidak menghasilkan
pengupan, yang dapat menyebabkan tumbuhnya jamur
• Kitchen: Mendukung teciptanya ruang interakasi antar keluarga
• Quite Space: Adanya ruang yang nyaman dengan privasi tuntuk
bekerja, sehingga memberikan sensasi rileks
• Window: Memberikan keluasaan pandangan dan system ventilasi
alami
• Living space: Memebrikan kemudahan penghuni rumah untuk
bersosialisasi dengan tetangga
• Connected: Terhubung dengan trasportasi umum, pedestrian dan
fasilitas umum lainnya
• Light: Pencahayaan alami di optimalkan dengan penggunaan
ventilasi alami
• Sound Insulation: Dilengkapi dengan kaca dobel untuk mencegah
masuknya kebisisngan dari luar

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 107


Gambar 12.1 Syarat Rumah Sehat

12.3 CONTOH RUMAH SEHAT


Salah satu rumah sehat yang dapat kita pelajari adalah milik Lee Anne
dan Lee Stevens yang berada di Queensland. Rumah memakai kayu keras solid
untuk rangka, kasau, sambungan dan papan lantai, serta menggunakan cat E0
MDF dan VOC rendah yang tidak beracun.

108 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


Gambar 12.2 Contoh rumah sehat milik Lee Anne dan Lee Stevens yang
terletak di queensland
(Sumber : https://www.homestolove.com.au/amp/healthy-family-home-19369)

Rumah ini didukung oleh sistem fotovoltaik 10kW dengan inverter yang
ditempatkan di gudang sehingga medan elektromagnetik yang dibuatnya
disimpan pada jarak yang aman. Salah satu aspek rumah yang paling
menyehatkan adalah hubungannya dengan lingkungan sekitarnya. Rumah ini
dilengkapi dan didekorasi dengan barang-barang buatan lokal dari bahan alami
yang baik dengan finishing non-toksik. Karena mereka membawa energi dan
kegembiraan tertentu ke dalam rumah.
Cahaya alami dan udara segar membanjiri kamar tidur. Tempat tidurnya memiliki
kasur lateks tidak beracun dan linen bersertifikat Global Organic Textile Standard
(GOTS) dari Elkie & Ark. Rumah yang berkelanjutan menjadi lebih utama, hidup
sehat bisa menjadi batas baru dalam pembangunan rumah dan bagian depan
renovasi.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 109


12.4 SICK BUILDING SYNDROME
Sick building syndrome merupakan istilah yang digunakan ketika
seseorang mengalami serangkaian keluhan saat beraktivitas di dalam sebuah
gedung. Semakin lama waktu yang dihabiskan di dalam gedung, umumnya
keluhan yang dirasakan juga semakin kuat. Segera setelah meninggalkan
gedung, keluhan-keluhan tersebut akan berkurang dan kemudian hilang sama
sekali.
Berdasarkan data dari World Health Organization, pada tahun 1984 saja
ada setidaknya 30 persen bangunan di dunia yang konstruksinya dapat
menyebabkan sick building syndrome ini. Salah satu kesalahan konstruksi
gedung yang cukup banyak dilakukan adalah kekeliruan dalam pembuatan
ventilasi udaranya.
Istilah "sick building syndrome" (SBS) digunakan untuk menggambarkan
situasi di mana penghuni gedung mengalami efek kesehatan dan kenyamanan
akut yang tampaknya terkait dengan waktu yang dihabiskan di gedung, tetapi
tidak ada penyakit atau penyebab spesifik yang dapat diidentifikasi. Keluhan
dapat dilokalisasi di ruangan atau zona tertentu, atau mungkin tersebar luas di
seluruh gedung. Sebaliknya, istilah "penyakit terkait bangunan" (BRI) digunakan
ketika gejala penyakit yang dapat didiagnosis diidentifikasi dan dapat dikaitkan
secara langsung dengan kontaminan bangunan di udara.
Indikator SBS meliputi:
• Penghuni gedung mengeluhkan gejala yang berhubungan dengan
ketidaknyamanan akut, misalnya sakit kepala; iritasi mata, hidung, atau
tenggorokan; batuk kering; kulit kering atau gatal; pusing dan mual; kesulitan
dalam berkonsentrasi; kelelahan; dan kepekaan terhadap bau.
• Penyebab gejala tidak diketahui.
• Sebagian besar pengadu melaporkan bantuan segera setelah
meninggalkan gedung.
Indikator BRI antara lain:
• Penghuni gedung mengeluhkan gejala seperti batuk; sesak dada;
demam, menggigil; dan nyeri otot.
• Gejala dapat didefinisikan secara klinis dan memiliki penyebab yang
dapat diidentifikasi dengan jelas.
• Pengadu mungkin memerlukan waktu pemulihan yang lama setelah
meninggalkan gedung

110 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


12.5 GEJALA SICK BUILDING SYNDROME
1.Lethari (perasaan tidak enak/nyaman),
2. Iritasi membran mukosa,
3. Sakit kepala dan iritasi mata,
4. Gangguan penglihatan dan kekeringan kulit
Menurut Tandra Yoga Adhitama (2002) efek yang bisa ditimbulkan
antara lain :

• Iritasi selaput lendir : iritasi pada mata, pedih merah, dan berair,
• Iritasi hidung, bersin, gatal,
• Gangguan neurotoksik : sakit kepala, lemas/mudah capek, sulit
berkonsentrasi
• Gangguan paru dan pernapasan,
• Gangguan kulit : kulit kering, kulit gatal,
• Gangguan saluran cerna : diare,
• Gangguan lainnya : gangguan perilaku, gangguan saluran kencing

12.6 PENYEBAB SICK BUILDING SYNDROME


Pengaruh kualitas udara dalam ruangan terhadap kesehatan telah
menarik banyak ahli untuk menelitinya lebih lanjut. Pada tahun 1979 WHO telah
membentuk suatu kelompok kerja untuk meneliti dan mengevaluasi aspek
kesehatan terkait dengan kualitas udara dalam ruangan. Diluar temuan
terhadap efek karsinogenik dari asbestos dan hidrogen, kelompok kerja ini juga
menemukan hubungan antara formaldehyde dan asap rokok dengan prevalensi
iritasi saluran pernafasan dan mata.
Pada dasarnya, masing-masing negara dan daerah memiliki aturan
sendiri dalam pembangunan gedung. Tujuan adanya regulasi atau aturan ini
salah satunya adalah mencegah terjadi sick building syndrome.
Beberapa kekurangan dalam penataan dan pemeliharaan gedung yang
dapat memicu sick building syndrome adalah:

• Ventilasi yang tidak memenuhi syarat


• Kontaminasi bahan kimia dari peralatan di dalam gedung, misalnya
karpet, cat dinding, hingga asap rokok.
• Polusi dari luar gedung, misalnya asap kendaraan, pencemaran di
saluran pembuangan air.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 111


• Kontaminasi biologis misalnya debu, tungau, bakteri.

Gambar 12.3 Sick House Syndrome


(Sumber : https://id.pinterest.com/pin/365143482295195023/)

Berikut adalah beberapa penyebab yang diduga sebagai sumber dari


SBS:
PENCEMAR KIMIA
Pencemar kimia dalam ruangan dapat berupa bahan adhesive (perekat), produk
kayu dengan finishing cat, cat tembok, mesin fotokopi, pembersih kimia,
insektisida, termasuk asap rokok yang sering dijumpai di Indonesia. Sedangkan
pencemar kimia yang berasal dari luar ruangan dapat berupa asap kendaraan
bermotor atau asap hasil pembakaran.
PENCEMAR BIOLOGI
Sumber pencemar biologi dapat berupa jamur, bakteri, atau virus. Pencemar
biologis ini dapat berupa jamur dan bakteri pada kayu lapuk, plafon yang lembab,
karpet, saluran air, dan kamar mandi. Sisa kotoran hewan peliharaan yang tidak
dibersihkan dengan baik pun dapat menjadi sumber pencemar biologis.
VENTILASI YANG BURUK
Ventilasi berguna untuk mengalirkan udara pada sebuah ruangan, jika sistem
ventilasi dalam sebuah ruangan buruk, maka pergantian udara akan sulit

112 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


berlangsung. Hal ini akan menimbulkan bau pada ruangan. Ventilasi dapat
dibuat secara natural menggunakan sistem aliran angin atau otomatis
menggunakan bantuan sistem HVAC.
PENCAHAYAN, AKUSTIK, DAN KELEMBABAN YANG BURUK
Beberapa orang memiliki sensitivitas terhadap cahaya dan suara yang tinggi.
Buruknya kontrol cahaya dan intensitas suara dapat menimbulkan gejala SBS.
RADIASI ELEKTROMAGNETIK
Pencemar tidak harus selalu kasat mata seperti radiasi elektromagnetik yang
tidak kasat mata. Semakin canggih zaman, akan semakin banyak alat elektronik
yang digunakan di suatu ruangan, akan makin banyak pula radiasi
elektromagnetik yang ditimbulkan. Gejala yang timbul dari radiasi ini biasanya
berupa pusing dan mual-mual. Bahkan beberapa pendapat, radiasi
elektromagnetik ini dapat menjadi katalis munculnya sel kanker.
FAKTOR PSIKOLOGI
Beberapa ahli berpendapat bahwa SBS hanyalah gejala psikosomatik (penyakit
fisik akibat gangguan pikiran, misalnya stres, cemas, phobia, dll). Sebuah studi
pernah menyimpulkan bahwa dalam sebuah ruangan dengan hubungan psiko-
sosial yang baik akan menciptakan individu-individu yang lebih sehat secara fisik
dibandingkan ruangan dengan hubungan psiko-sosial yang buruk. Studi ini
menyebutkan faktor psiko-sosial lebih dominan dibandingkan faktor lingkungan
dalam sebuah ruangan tertutup.
Berikut beberapa saran untuk mencegah dan menangani SBS.
1. Menghilangkan sumber polutan dalam ruangan. Bisa dengan perawatan rutin
sistem HVAC yang rutin, membersikan ruangan secara rutin, memberikan agen
penghilang bau (misal bubuk kopi), membuat peraturan dilarang merokok dalam
ruangan, dll.
2. Pengadaan ventilasi udara serta cahaya matahari yang baik. Aliran udara yang
baik dalam ruangan diperlukan untuk membuang polutan yang tinggi dari dalam
ruangan ke luar ruangan. Beberapa polutan dapat ditekan laju nya dengan
pencahayaan matahari yang baik.
3. Mengurangi penggunaan alat elektronik dengan radiasi elektromagnetik tinggi
dalam sebuah ruangan, termasuk penggunaan smartphone.
4. Ciptakan lingkungan psiko-sosial yang baik, terutama dalam keluarga.
Lakukan pola komunikasi yang baik antara anggota keluarga dalam rumah.
Rumah dengan pola komunikasi yang baik antara anggotanya akan lebih
menyenangkan dan sehat dibandingkan dengan rumah dengan pola komunikasi

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 113


seadanya. Hindari anekdot “mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang
dekat”.

12.7 PENCEGAHAN SICK BUILDING SYNDROME


• Salah satu yang bisa mencegah terjadinya sick building syndrome adalah
penerapan aturan dalam merancang suatu bangunan. Setelah
perancangan dan masa pembangunan

• Harus diperhatikan adalah pemeliharaan. Pemeliharaan gedung,


menjaganya tetap sehat untuk para pegawainya adalah kunci penting
dalam menghindari sick building syndrome.

• Memasang ionizer, yang berfungsi untuk memperbaiki kualitas udara

• Taruh vas atau pot bunga yang berisikan tanaman hidup, selain
meningkatkan kelembapan juga menghasilkan oksigen

• Jangan menggunakan lampu yang sinarnya terlalu terang dan


menyilaukan

• Menjaga ruang kerja supaya tetap bersih, debu yang berlebihan dapat
mengakibatkan alergi dan SBS

• Istirahat yang cukup setelah bekerja

KESIMPULAN
- Rumah sehat adalah rumah yang memberikan kenyamanan
pengguna bangunan.

- Sick building syndrome merupakan suatu kumpulan gejala yang


terjadi secara akut pada penghuni rumah atau pekerja pada
gedung kantor yang berupa gejala iritasi pada mata, hidung, kulit,
dan saluran nafas, serta pusing dan lemas.

- Gejala SBS disebabkan kerena kurangnya bukaan dan pajanan zat


kimia dari suatu bangunan terjadi saat pengguna bangunan
menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam bangunan dan

114 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


gejala tersebut hilang ketika mereka keluar dari bangunan
tersebut.

- Cara mengatasi sick building syndrome dengan memperbaiki


desain bangunan, menghilangkan atau memodifikasi sumber
polusi.

REFERENSI
https://www.keselamatankeluarga.com/mengenal-sick-building-
syndrome/

https://parenting.orami.co.id/magazine/mengenal-sick-building-
syndrome-penyakit-yang-sering-menyerang-pekerja-kantoran/

http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/166/jtptunimus-gdl-devitariat-
8253-3-6.babii.pdf

https://www.academia.edu/6959409/SICK_BUILDING_SYNDROME

https://www.slideshare.net/filemonlowhearts/sbs-sick-building-
syndrome-54256206

https://artikel.rumah123.com/10-kriteria-rumah-sehat-menurut-
kemenkes-pastikan-hunianmu-sudah-memenuhi-syarat-54467

https://www.homestolove.com.au/amp/healthy-family-home-19369

https://properti.kompas.com/read/2020/08/03/103733621/cegah-
penularan-covid-19-terapkan-desain-hunian-dengan-banyak-
bukaan?page=3&source=autonext

https://www.rumah.com/panduan-properti/12-tips-rumah-sehat-bebas-
penyakit-25131

Roaf, S., Fuentes, M., & Thomas-Rees, S. (2014). Ecohouse. Routledge.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 115


Modul Rumah Sehat B01, Kementerian Pekerjaan Umum Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Permukiman Tahun 2011

https://dpu.kulonprogokab.go.id/detil/52/rumah-perumahan-dan-
permukiman

116 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


13. METODE PENILAIAN BANGUNAN HIJAU
Konstruksi bangunan memiliki dampak lingkungan baik langsung
maupun tidak langsung. Akibatnya, sejumlah besar sistem peringkat
bangunan hijau telah dibentuk untuk membantu mengurangi dampak ini
melalui dorongan, pengukuran dan pengakuan kinerja bangunan yang
berkelanjutan. Sistem peringkat bangunan hijau pertama di dunia
diluncurkan pada tahun 1990 dan saat itu konsep desain berkelanjutan
mulai populer. Sistem pemeringkatan ini adalah Metode Penilaian
Lingkungan (BREEAM) dari Building Research Establishment, Inggris.
Setelah itu, banyak lagi yang mengikuti dan saat ini cukup banyak program
sertifikasi green building seperti LEED (US), Greenstar (Australia), CASBEE
(Jepang), GREENSHIP (Indonesia) dan masih banyak lainnya yang
diterapkan di banyak negara (Gambar 12.1).

Gambar 13.1 Green rating system di dunia

13.1 LEED
Pada tahun 2000, Dewan Bangunan Hijau Amerika Serikat
(USGBC) mengembangkan dan merilis pedoman untuk menerapkan solusi
bangunan hijau praktis melalui sistem peringkat Kepemimpinan dalam
Desain Energi dan Lingkungan (LEED-Leadership in Energy and
Environmental Design) untuk bangunan baru. Sejak rilis pertama itu, LEED
terus tumbuh menonjol dan memasukkan sistem peringkat untuk

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 117


bangunan yang ada dan seluruh lingkungan. Saat
ini, LEED adalah sistem sertifikasi bangunan hijau
yang diakui secara internasional yang
memberikan verifikasi pihak ketiga bahwa
bangunan atau kompleks tertentu dirancang dan
dibangun dengan memperhatikan
Gambar 13.2 LEED- parameter berikut:
Leadership in Energy and • Penghematan energi maksimum
Environmental Design • Penggunaan air yang efisien
• Mengurangi emisi gas rumah kaca
• Kualitas udara dalam ruangan yang lebih sehat
• Peningkatan penggunaan bahan daur ulang
• Pemanfaatan sumber daya secara optimal dan kepekaan terhadap
dampaknya
• Mengurangi biaya perawatan dan operasi

13.2 CASBEE

Gambar 13.3 CASBEE Comprehensive Assessment System for Built


Environment Efficiency

CASBEE (Comprehensive Assessment System for Built Environment


Efficiency) adalah metode untuk mengevaluasi dan menilai kinerja
lingkungan bangunan dan lingkungan binaan di Jepang. CASBEE

118 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


dikembangkan oleh komite penelitian yang dibentuk pada tahun 2001
melalui kolaborasi akademisi, industri dan pemerintah nasional dan lokal,
yang membentuk Konsorsium Bangunan Berkelanjutan Jepang (JSBC) di
bawah naungan Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi dan
Pariwisata (MLIT).
CASBEE telah dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat dan mengurangi penggunaan sumber daya siklus hidup dan
beban lingkungan yang terkait dengan lingkungan binaan, dari satu rumah
hingga seluruh kota. Akibatnya, berbagai skema CASBEE sekarang
dikerahkan di seluruh Jepang dan didukung oleh pemerintah nasional dan
lokal.

13.3 GREENSTAR

Gambar 13.4 Greenstar

Greenstar diluncurkan oleh Green Building Council of Australia


(GBCA) pada tahun 2003. Green Star adalah sistem penilaian
keberlanjutan sukarela dan holistik terbesar di Australia untuk bangunan,
perlengkapan, dan komunitas. Green Star bertujuan untuk:
• Mengubah lingkungan binaan dengan mengurangi dampak
perubahan iklim
• Meningkatkan kesehatan & kualitas hidup kita
• Memulihkan dan melindungi keanekaragaman hayati dan
ekosistem planet kita
• Mendorong hasil yang tangguh untuk bangunan, perlengkapan,
dan komunitas berkontribusi pada transformasi pasar dan
ekonomi yang berkelanjutan

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 119


13.4 GREENSHIP

Gambar 13.5 Greenship

Greenship adalah Sistem sertifikasi Indonesia yang menilai kinerja


bangunan dengan kriteria bangunan hemat energi dan menetralkan emisi
karbon tahunan dari operasi bangunan melalui penggunaan energi
terbarukan di lokasi, di luar lokasi, dan offset. Penilaian GREENSHIP net
zero (NZ) dapat berlaku untuk bangunan baru dan yang sudah ada, dan
untuk berbagai tipologi bangunan.

120 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


Tabel 13.1 Lingkup Penilaian Greenship

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 121


Tabel diatas adalah lingkup penilaian Greenship yang meliputi:
1. Terpenuhinya kualitas kenyamanan pada bangunan.
2. Intensitas penggunaan energi (EUI) suatu bangunan adalah efisien.
3. Tindakan untuk mengurangi emisi karbon, di luar penerapan energi
terbarukan.
GREENSHIP NZ disusun dalam bentuk ringkas yang terdiri dari
check-point per kriteria, sehingga metode penilaian bangunan NZ lebih
mudah dan sederhana. Parameter yang dievaluasi di Grennship adalah:
1. Pengembangan Situs yang Sesuai- Appropriate Site Development
(ASD)
2. Efisiensi dan Konservasi Energi- Energy Efficiency and
Conservation (EEC)
3. Konservasi Air -Water Conservation (WAC)
4. Sumber Daya dan Siklus Material- Material Resources and Cycle
(MRC) (MRC)
5. Kesehatan dan Kenyamanan Dalam Ruangan- Indoor Health and
Comfort (IHC)
6. Pengelolaan Bangunan dan Lingkungan- Building and
Environmental Management (BEM)

REFERENSI
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20704/1104
04005.pdf?sequence=1&isAllowed=y

122 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


14. CONTOH – CONTOH BANGUNAN BERKELANJUTAN
Contoh bangunan berkelanjutan yang akan ditampilkan pada buku
ini meliputi Eco-House di Oxford, Inggris; Bullit Center di Washington, USA;
Gedung Utama Kementrian PU di Jakarta, Indonesia dan Green School di
Bali, Indonesia.

14.1 ECO- HOUSE, OXFORD, INGGRIS


Eco-House Oxford adalah rumah hemat energi pertama di Inggris
dengan atap fotovoltaik terintegrasi dan merupakan salah satu rumah
energi terendah di Britania. Ini telah mengurangi emisi CO2 dari 6.500 kg
CO2 per tahun secara teratur rumah dengan ukuran yang sama hanya 148
kg CO2 per tahun untuk Eco-House Oxford. Dibangun secara tradisional
dengan bahan tradisional dan tidak mengeluarkan biaya apapun lebih dari
rumah lain seukurannya. Eco-House Oxford menggunakan berbagai
strategi untuk menyesuaikan teknologi energi rendah dengan iklim
sedang.

Gambar 14.1 Eco House- Oxford, UK

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 123


124 ARSITEKTUR LINGKUNGAN
Gambar 14.2 Karakteristik Eco-House
Rumah Eco-House ini memiliki 48 modul fotovoltaik yang disusun
dalam 4 baris vertikal yang dipasang pada bingkai aluminium built-up yang
disekrup di atap. Oxford hanya menerima sekitar 4,0 jam puncak matahari
di musim panas dan 0,6 jam di musim dingin. Selama bulan-bulan musim
panas di sana surplus, diperkirakan sekitar 12 Kwh per hari, yang diekspor
ke stasiun listrik setempat atau disimpan untuk digunakan pada malam
hari. Perusahaan membayar 0,02p untuk setiap KW. Kemudian di musim
dingin, ketika tidak ada energi yang cukup, listrik diimpor dari pembangkit
listrik dan pemilik dari rumah ini Prof. Susan Roaf membayar 0.6p untuk
ini. Di atap di samping fotovoltaik terdapat panel air panas tenaga surya
berukuran 5m² yang terhubung ke tangki 300liter untuk melengkapi
kebutuhan energi air panas.
Rumah ini juga memiliki tingkat isolasi yang tinggi dan massa
termal yang tinggi pada seluruh dinding, lantap dan atap. Hal ini berguna
untuk mencegah perolehan dan kehilangan panas, sehingga mengurangi
kebutuhan akan sistem pemanas dan pendingin dari luar. Jendela terbuat
tiga lapis (triple glazing) untuk mencegah perpindahan panas. Rumah Eco
House ini berorientasi timur-barat dengan menghadap ke selatan yang
memberikan akses surya dengan baik. Biaya pemanasan diminimalkan
melalui penggunaan panas matahari secara pasif.

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 125


Gambar 14.3 Potongan Eco-House

126 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


Bahan material bangunan sangat mempertimbangkan nilai
embodied energy, energi transportasi, daya tahan dan kemampuan
menyimpan panas dari material yang dipakai. Material yang digunakan
adalah bahan dengan Teknik konstruksi tradisional. Misalnya lantai yang
terbuat dari kayu apung. Isolasi lantai memakai polistiren dengan tebal
150mm diatas beton lantai

14.2 BULLIT CENTER DI WASHINGTON, USA


Bullitt Center adalah gedung perkantoran komersial di
persimpangan lingkungan Distrik Pusat, dan Capitol Hill, Seattle,
Washington. Secara resmi dibuka pada Hari Bumi, 22 April 2013 (Eric,
2013. Bullitt Center dirancang untuk menjadi bangunan komersial
terhijau di dunia, dan disertifikasi sebagai "Gedung Hidup" oleh
International Living Future Institute pada April 2015 (Bryn, 2011).
Bangunan ini adalah rumah bagi sejumlah penyewa kantor komersial yang
berhasil menjalankan bisnis mereka, sambil bekerja di lingkungan energi
bersih-positif. Pusat Bullitt bertujuan untuk memajukan kesadaran dan
adopsi bangunan berkinerja tinggi melalui upaya pendidikan
berkelanjutan, dan dengan menunjukkan bahwa desain berbasis kinerja
bekerja dalam proyek komersial tingkat pasar.

Gambar 14.4 Gedung Bullit Center

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 127


Gambar 14.5 Interior gedung Bullit Center
Bangunan Bullit Center ini didukung oleh array surya atap 244 kW
yang terdiri dari 575 panel PV. Semua air hujan yang jatuh di lokasi
dikumpulkan dalam tangki di ruang bawah tanah, diolah dengan standar
minum yang dapat diminum, dan memasok semua kebutuhan air
bangunan. Bangunan ini adalah struktur kayu berat tipe IV yang terbuat
dari balok glulam bersertifikat Forest Stewardship Council (FSC) dan kayu
dimensi. Bangunan itu berada di atas sistem pertukaran panas sumber
tanah yang terdiri dari 26 sumur, masing-masing mencapai kedalaman
400 kaki. Semua bahan yang digunakan dalam bangunan disaring untuk
memenuhi Daftar Merah Bahan untuk membatasi bahan kimia beracun.
Bullitt Center dirancang untuk memiliki umur 250 tahun (Leon,
2011) Pada 2016, Bullitt Center menghasilkan hampir 30 persen lebih
banyak energi daripada yang dibutuhkan untuk semua penggunaan, dari
panel surya di atapnya. Akibatnya bangunan ini menjadi bangunan dengan
energi "positif bersih" terbesar di dunia. Energi dihasilkan oleh susunan
panel surya di atap gedung, ditambah juga dengan langkah-langkah
konservasi energi berhasil memotong konsumsi energi gedung hingga
sekitar 15% dari gedung perkantoran biasa dengan ukuran yang sama
(Miguel, 2012). Meskipun bangunan terhubung ke jaringan listrik dan
kadang-kadang menarik lebih banyak daya daripada yang dihasilkannya
(terutama selama musim dingin berawan di Seattle), namun di lain waktu
bangunan ini menghasilkan energi surplus yang cukup untuk "membayar"
penarikan tersebut, dan menghasilkan energi positif bersih tahunan.
Fitur lain dari bangunan ini termasuk sistem air hujan ke air minum
di lokasi, yang akan menyaring air hujan yang terkumpul untuk semua
tujuan setelah disetujui oleh regulator. Ada juga sistem toilet
pengomposan di tempat, satu-satunya sistem 6 lantai di dunia dari
jenisnya (Eric, 2011). Fitur tambahan termasuk 26 sumur panas bumi

128 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


yang memanjang 400 kaki (120 m) ke dalam tanah, dengan suhu konstan
55 °F (13 °C). Sumur ini membantu memanaskan bangunan di musim
dingin dan mendinginkannya di musim panas (Miguel, 2012). Sebuah
struktur kayu berat, semua kayu bangunan disertifikasi dengan standar
yang ditetapkan oleh Forest Stewardship Council (Miguel, 2012) dan
merupakan bangunan komersial pertama di AS yang mendapatkan
Sertifikasi Proyek FSC (Brad, 2013). Selain itu, gedung ini tidak memiliki
tempat parkir—hanya rak sepeda (Miguel, 2012).
Lift bangunan sengaja dipasang di tempat yang tidak terlihat untuk
mendorong orang menggunakan tangga yang ditempatkan menonjol dari
fasad sehingga memungkinkan pemandangan yang bagus ke area
sekitarnya.

Gambar 14.6 Sistem terintegrasi pada bangunan Bullit Center

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 129


Gambar 14.7 Fitur hemat energi pada bangunan Bullit Center
Bangunan ini menggunakan energi geo termal. Di musim dingin,
sistem menghilangkan panas dari tanah dan disalurkan ke dalam
bangunan. Sedangkan di musim panas, sistem dapat dijalankan secara
terbalik, mengembalikan panas ini kembali ke tanah, sehingga bisa
menyejukkan bangunan. Dalam pengertian ini, tanah digunakan sebagai
"baterai" untuk panas. Lapangan sumur panas bumi berada di bawah sisi
barat bangunan, di area dengan lensa konstan air tanah yang bergerak
perlahan menuju Puget Sound. Akibatnya, setiap "polusi panas" dari
sumur menghilang dalam jarak sekitar 12 inci.
Bullitt Center beruntung berada di pusat jaringan transportasi
umum yang berkembang. Lebih dari 20 rute bus melintas dalam jarak

130 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


setengah mil dari gedung, menghubungkan ke lingkungan di seluruh
wilayah Seattle yang lebih luas. Menurut standar kota-kota AS, Bullitt
Center memiliki lokasi yang baik untuk mendorong bersepeda, dengan
jalur sepeda dan jalur sepeda baru di daerah tersebut. Dan dengan
beragam toko dan restoran, arsitektur menarik, akses dekat ke pusat kota
Seattle dan banyak fasilitas lainnya, lingkungan ini ideal untuk berjalan
kaki. Bangunan ini juga memiliki Onsite parkir sepeda, kamar mandi, dan
ruang ganti yang terintegrasi dengan toilet di setiap lantai mendukung
moda transportasi aktif.

14. 3 GREEN SCHOOL, BALI, INDONESIA


Green School adalah sekolah swasta yang berlokasi di Bali tengah
yang menampilkan desain yang ramah lingkungan. Semua struktur
bangunan sekolah terbuat dari bambu yang ditanam, dirawat, dan
diproduksi secara lokal. Sebagai gagasan desainer perhiasan yang
berbasis di Bali, John Hardy, sekolah ini menampilkan lebih dari 70
struktur bambu besar, termasuk jembatan di atas lembah Sungai Ayung
yang menghubungkan sekolah dengan pintu masuk utamanya.

Gambar 14. 8 Green School, Bali

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 131


Gambar 14. 9 Exterior dan Interior Green School Bali
Sustainable architecture atau arsitektur berkelanjutan adalah
arsitektur yang membantu mengurangi dampak negatif bangunan pada
lingkungan. Ini harus dilakukan dengan efisien menggunakan bahan dan
energi dan ekosistem dalam skala yang lebih besar. Istilah sustainable
juga dikenal sebagai arsitektur hijau.
Energi surya adalah komponen penting dan material dari energi
terbarukan dan strategi pengurangan emisi karbon Green School. Pada
tahun 2011,PV surya dan sistem manajemen energi microgrid dipasang
ke Green School. Sistem energi PV surya terdiri dari 118 panel PV surya,
bank baterai asam timbal berkapasitas 72 kWh, dan inverter. Kapasitas

132 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


optimal panel PV saat ini menyumbang 21 kWh untuk portofolio energi
terbarukan Green School.
Di Green School juga terdapat system penyaringan air Reverse
Osmosis (RO). Sumber air minum pada Grren School adalah sumur
sedalam 60 meter. Meskipun air sumur dapat diminum, namun dipasang
Sistem Biofiltrasi Reverse Osmosis untuk memastikan kemurnian dan
keamanan air minum bagi komunitas Green School.

Gambar 14. 10 Tempat pengolahan limbah di Green School


Pada tahun 2005, Green School meluncurkan proyek energi
terbarukan dari mikrohidro. Melalui proyek ini, telah berhasil
Mengembangakan energi mikrohidro, dengan melibatkan masyarakat,
dan manfaat jasa ekosistem. Diperkirakan bahwa ketika Vortex
ditugaskan pada tahun 2016, Vortex memasok sekitar 6 kW energi
terbarukan ke keseluruhan portofolio energi Sekolah Hijau, membuat
sekolah ini menjadi sekolah karbon positif dalam komunitas karbon positif
.
Sistem pengelolaan limbah padat Green School dilakukan dengan
cara tertutup. Limbah di sekolah tersebut adalah bagian dari sistem
tertutup Sistem lingkaran tertutup dari hutan makanan dan kebun, ke
dapur, ke tumpukan kompos dan sistem pengelolaan air abu-abu, kembali
ke piring makan siang dan akhirnya kembali ke toilet pengomposan untuk
siklus berikutnya. Limbah makanan dari dapur kampus sekolah

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 133


diumpankan ke babi atau dikirim ke pusat pengomposan untuk didaur
ulang. Limbah biomassa yang dihasilkan oleh kebun dan lanskap alam
selama siklus hidupnya digunakan sebagai bahan bakar dapur. Kotoran
manusia atau kotoran didaur ulang melalui sistem toilet kompos yang
didaur ulang kembali ke tanah yang menjadi lahan subur untuk menanam
bambu dan pisang.

134 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


REFERENSI
Nelson, Bryn. "The Self-Sufficient Office Building" New York Times.
October 4, 2011. Retrieved October 5, 2011.

Llanos, Miguel. "Could this $30 million green tower be the future of world
cities? " www.msnbc.com Retrieved March 25, 2012.

Pryne, Eric. "Ultra-green office building breaking ground" Seattle Times.


August 27, 2011. Retrieved October 5, 2011.

Kahn, Brad. Bullitt Center Earns FSC Project Certification bullittcenter.org


Retrieved February 26, 2013.

Kaye, Leon. Seattle's Bullitt Center is set to push the boundaries of green
building" www.guardian.co.uk September 30, 2011. Retrieved October 5,
2011.

Pryne, Eric (March 3, 2013), "Tenants for Bullitt Center must think
green", Seattle Times, retrieved May 17, 2013

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 135


KESIMPULAN

Arsitektur lingkungan merupakan pendekatan yang harus dipahami oleh


seorang Arsitek. Lingkungan binaan memiliki tanggung jawab untuk bisa
melindungi alam dari penggunanan material bangunan dan polusi yang
dihasilkan dari pemanfaatan bangunan itu sendiri. Bertambahnya
manusia, menyebabkan bertambahnya kebutuhan bangunan untuk
mewadahi kegiatan manusia. Perancangan bangunan tanpa
mempertimbangkan lingkungan akan menyebabkan bencana baik
bencana alam seperti gempa, dan banjir; juga bencana buatan. Bencana
buatan disini adalah Sick Building Syndrome (SBS), yaitu gejala bangunan
sakit yang diderita oleh penguhuni bangunan akibat kesalahan desain dan
polusi dari material bangunan, pemanas ruangan, dan kurangnya
ventilasi.
Namun sebenanrnya, bangunan dapat memberikan peran positif di dalam
menjaga lingkungan. Bangunan dapat menjadi mandiri di dalam
penggunaan energi alternatif, seperti energi matahari, angin dan lain-lain.
Peran positif bangunan di dalam menjaga lingkungan juga dapat melalui
perancangan bangunan yang mampu beradaptasi dengan iklim setempat
sehingga menjadi bangunan yang hemat energi dan ramah lingkungan.
Rumah tradisional memberikan contoh yang baik didalam tampil sinergi
dengan iklim. Dunia internasional memberikan perhatian yang luar biasa
terhadap isu ini, sehingga melahirkan banyak standar bangunan hemat
energi dan ramah lingkungan. Indonesia telah berpartisipasi melalui
program Greenship, yaitu standar bangunan hijau yang ditetapkan oleh
Green Building Council Indonesia (GBCI). Buku ini membahas isu-isu
tersebut sehingga diharapkan memberikan kontribusi di dalam
mengurangi kerusakan lingkungan akibat bangunan. Akhir kata, semoga
buku ini bermanfaat!

136 ARSITEKTUR LINGKUNGAN


BIOGRAFI PENULIS

Laina Hilma Sari adalah dosen di Jurusan Arsitektur


Universitas Syiah Kuala. Beliau memperoleh gelar Sarjana
Arsitektur di Universitas Syiah Kuala pada tahun 2003.
Selanjutnya pada tahun 2005 dan 2008 beliau melanjutkan
pendidikan S2 dan Doktor dalam Arsitektur Berkelanjutan di
Universitas Heriot-Watt di Edinburgh, Skotlandia, Inggris.
Minat penelitiannya adalah Kenyamanan Termal, Bangunan
Hemat Energi dan Arsitektur Lingkungan. Laina telah
mendapatkan penghargaan sebagai pemakalah terbaik di
beberapa konferensi internasional. Beberapa artikelnya juga telah diterbitkan
di jurnal internasional dan nasional terakreditasi. Beliau juga telah menulis lima
buah buku Arsitektur yaitu ‘Masjid Bersejarah Aceh Dalam Perspektif
Kenyamanan Spasial Arsitektur’; ‘Dokumentasi Desain Masjid Indrapuri Dan
Tengku Dipucok Krueng Sebagai Langkah Konservasi Bangunan Masjid
Bersejarah Aceh’; ‘Pengaruh Arsitektur Tropis Pada Desain Rumah Belanda’;
‘Buku Ajar Sains Arsitektur’; dan buku ‘Diagram Lintasan Matahari Dalam
Arsitektur’ yang diterbitkan oleh Syiah Kuala University Press.

Zahriah lahir di Banda Aceh, 13 September 1969. Beliau


masuk Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala pada tahun 1988
dan menyelesaikan pendidikan Sarjana di Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya pada tahun 1996. Beliau menyelesaikan Program
Magister di Jurusan Teknik Kimia jurusan Teknologi dan
Manajemen Lingkungan Universitas Syiah Kuala. Sejak tahun
1997 diangkat sebagai dosen di Jurusan Arsitektur
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Minat penelitiannya
berkaitan dengan arsitektur dan lingkungan.

Muslimyah lahir di Matanggeulumpang Dua pada tanggal


28 September 1961. Beliau merupakan Dosen Senior di
jurusan Arsitektur Universitas Syiah Kuala, bidang Ilmu
Arsitektur. Beliau mulai tahun 1988 diangkat sebagai dosen
tetap pada Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala-Banda
Aceh, dan menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) di ITS-
Surabaya pada tahun 1986 pada program studi Arsitektur.
Pada tahun 1989 beliau menyelesaikan program Magister

Laina Hilma Sari, Zahriah, Muslimsyah, Abdul Munir 137


(S2) di UKM-Malaysia. Saat ini berstatus sebagai dosen tetap dengan jabatan
Dosen Kepala, Gol.IV b / pembina tk I. Mengajar mata kuliah Ilmu Arsitektur,
Utilitas Bangunan, Arsitektur Lingkungan, Pengenalan Arsitektur, koordinator
seminar desain dan koordinator Desain Arsitektur 6.

Abdul Munir lahir di Aceh Utara pada tanggal 8 Juli


1972. Beliau menyelesaikan program sarjana pada
tahun 1997 di Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah
Kuala dalam bidang struktur bangunan. Pada tahun
1998 diangkat sebagai Dosen di Jurusan Arsitektur.
Pada tahun 2002 - 2004 menempuh pendidikan di
Program Pascasarjana Jurusan Arsitektur Jurusan
Teknologi Bangunan ITB Bandung. Pada tahun 2008,
beliau menyelesaikan gelar doktornya di Universitas Kobe, Jepang dengan
konsentrasi bidang Teknik Lingkungan Arsitektur. Saat ini menjabat sebagai
Kepala Laboratorium Sains Arsitektur. Penelitian ini berfokus pada kenyamanan
termal, penghematan energi bangunan dan bahan bangunan yang
berkelanjutan.

138 ARSITEKTUR LINGKUNGAN

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai