manusia atau pun bencana alam. Kecelakaan ini, tidak dapat diprediksi kapan dan
akan berupa apa kejadiannya. Seperti misalnya, bencana letusan Gunung Merapi
di Yogyakarta, Jawa Tengah pada tahun 2010 silam yang menewaskan 138 orang,
kemudian ada gempa bumi yang melanda Pulau Sumatra dengan kekuatan 6,1 SR
yang menewaskan 104 jiwa pada tahun 2013 lalu, ada pula kecelakaan kapal
penumpang pengangkut TKI di perairan Tanjung Bemba, Batam pada bulan No-
vember lalu yang menewaskan lebih dari 30 orang bahkan hingga saat ini masih
ada 33 orang yang belum berhasil diidentifikasi oleh tim DVI (Disaster Victim
Identification), dan masih banyak kecelakaan lainnya yang membuat Indonesia
merasakan duka yang mendalam. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk bisa
menindaklanjuti kejadian yang tidak diinginkan tersebut. Mulai dari pencarian ko-
rban, identifikasi korban, hingga menguak penyebab dari kejadian tersebut. Ter-
jadinya bencana alam dan kecelakaan ini tidak lepas dari banyaknya kerugian sep-
arate hancurnya infrastruktur pemerintah, harta benda dan bahkan jatuhnya korban
jiwa. Saat bencana alam terjadi, banyak orang yang terpisah dari sanak keluar-
ganya, kehilangan anggota keluarganya dan tidak sedikit terjadi banyak korban
yang sulit untuk diidentifikasi karena jasadnya sudah membusuk ataupun terbakar.
Dalam hal ini, ilmu kedokteran gigi dapat membantu bahkan mempermu-
dah proses identifikasi jenazah dengan melakukan odontologi forensik. Namun,
dewasa ini ilmu odontologi forensik tersebut masih belum dapat dilakukan secara
maksimal sehingga belum dapat pula berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan
oleh tidak adanya kesiapan dalam rekam medis gigi (dental rekord) dari setiap
warga negara yang sebenarnya merupakan modal untuk melakukan odontologi
forensik. Salah satu kasus yang seharusnya dapat terbantu oleh adanya odontologi
forensik adalah kasus kecelakaan tabrakan Metromini dan Kereta Commuter di
Jakarta pada 6 Desember 2015 silam. Sebanyak 13 jenazah korban kecelakaan
tabrakan Metromini dan Kereta Commuter Line dilarikan ke Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM). Badan jenazah para korban sudah hancur dan putus
bagian tubuhnya sehingga sulit diidentifikasi. "Kami sedang melakukan tes DVI
karena kondisi jenazah hancur, sulit dikenali," ujar Kepala Bidang Kedokteran
dan Kesehatan (Kabiddokkes) Polda Metro Jaya Kombes Musyafak di RSCM,
Jakarta, Minggu (6/12/2015).
Rekam medis merupakan salah satu bukti tertulis tentang proses pelayanan
yang wajib dibuat oleh dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedok-
teran, yang dimana rekam medis tersebut memuat tentang identitas pasien, tanggal
dan waktu, hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosa,
rencana penatalaksanaan, pengobatan/tindakan, persetujuan tindakan dan odon-
togram untuk pasien gigi menurut Permenkes No 269 Tahun 2008. Rekam medis
gigi termasuk dalam data primer pada standar baku International Police Organiza-
tion (Interpol) yang diperlukan untuk pengidentifikasian tim DVI selain rekam
medis gigi juga ada sidik jari dan pemeriksaan DNA yang menjadi data primer
pada standar baku interpol. Seyogyanya data primer harus dipenuhi terlebih
dahulu sebelum memenuhi data sekunder Sayangnya, fungsi rekam medis yang
saat ini berlaku secara maksimal di Indonesia, masih dalam fungsi medis antar
tenaga medis saja, yang seharusnya juga berfungsi secara maksimal sebagai data
primer dalam identifikasi jenazah. Maka dari itu penulis menawarkan solusi yang
dapat digunakan untuk mempermudah mengidentifikasi jenazah yaitu sebuah sis-
tem (NAMA SISTEM). Sistem ini memuat tata cara agar fungsi rekam medis gigi
dalam proses identifikasi jenazah yang menggunakan odontologi forensik lebih
maksimal dan efisien. Sistem ini terdiri dari langkah-langkah yang pertama yaitu
penghimbauan masyarakat agar datang ke dokter gigi setidaknya 6 bulan sekali
untuk mengecek kesehatan gigi dan mulut. dimana dokter akan juga membuat
rekam medis berdasarkan hasil check up masyarakat per individu. Rekam medis
tersebut yang akan menjadi dokumen yang akan disimpan pada dokumen negara.
Dalam pencatatan rekam medis gigi diperlukan adanya kontrol gigi secara
rutin oleh masyarakat. Dimana penulis berharap hal ini dapat diregulasi oleh pe-
merintah. Sebagai contoh, penghimbauan kepada masyarakat mengenai pent-
ingnya untuk memiliki rutinitas berupa kontrol gigi, pemberian kontrol gigi gratis
untuk masyarakat dan pemberian jadwal rutin kontrol gigi untuk masyarakat
sesuai dengan kategori umurnya. Penghimbauan kepada masyarakat dapat di-
lakukan dengan banyak hal, seperti iklan harian masyarakat, poster, baliho, hingga
penyuluhan secara langsung. Regulasi ini yang akan menjadi dasar kontrol rutin
yang akan dilakukan oleh masyarakat, yang nantinya setiap rekam medis yang ada
akan menjadi data pemerintah.
Walaupun banyak pihak akan keberatan mengenai hal ini karena memu-
ngkinkan terjadinya pelanggaran privasi, penulis merasa hal ini masih dapat dike-
sampingkan mengingat sistem ini menyangkut kepentingan pemerintah untuk
melaksanakan kewajibannya. Kewajiban tersebut berupa pelaksanaan proses inde-
tifikasi jenazah ketika terjadi sebuah bencana. Kewajiban tersebut dilakukan
sesungguhnya demi kepentingan tiap-tiap individu masyarakat pula. Sehingga,
rasa cemas mengenai pelanggaran privasi tidak perlu dikhawatirkan lagi.
ANGGOTA KELOMPOK
Kelas : XI MIA 7
Prestasi :
1. Juara Harapan 3
2. Juara 1 Lomba Esai Ilmiah Populer dan Poster Publik Remaja KEREN tanpa
DARTS SMA/SMK se-Kota Denpasar 2016
NIS : 21301