Anda di halaman 1dari 3

Dewan ini percaya bahwa universitas perguruan tinggi harus membayar lulusannya yang

bekerja tidak sesuai dengan bidang yang dipejarinya (jurusannya)


oleh Rena Budhiarta

Tim Afirmasi
Pembicara pertama

Identifikasi Masalah dan Analisis Status Quo:


Hingga saat ini perguruan tinggi masih membuka jurusan yang sesungguhnya sudah tidak
diperlukan oleh masyarakat. Perguruan tinggi melakukan hal tersebut semata-mata demi keuntun-
gan perguruan tinggi. Contohnya jurusan sastra jawa kuno yang sesungguhnya tidak memiliki tem-
pat yang banyak di masyarakat masih dibuka oleh salah satu perguruan tinggi lagi-lagi hanya untuk
memenuhi kuota yang ada dan sehingga jurusan masih tetap berjalan sehingga tetap mengun-
tungkan bagi perguruan tinggi tersebut. Tim negasi mungkin akan datang dan mengatakan bahwa
pada kenyataannya masih ada calon mahasiswa yang meminati jurusan tersebut, tetapi kami yakin
calon mahasiswa sesungguhnya adalah seseorang yang baru saja lulus SMA dan masih memiliki
tingkat kelabilan yang tinggi. Calon mahasiswa juga masih bingung dan kebanyakan tidak menge-
tahui apa yang nantinya akan dipelajari di dalam kampus. Calon mahasiswa juga tidak memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai prospek kerja jurusan tersebut kedepannya. Sehingga kesalahan
tetap berada pada sisi perguruan tinggi karena perguruan tinggi memanfaatkan kebingungan dan ke-
labilan calon mahasiswa tersebut demi keuntungannya. Kami percaya terdapat banyak tipe pergu-
ruan tinggi, satu seperti yang sudah dijelaskan dimana mereka tetap membuka kelas yang tidak
diperlukan masyarakat dan memanfaatkan kebingungan mahasiswa demi keuntungannya, dan ada
pula perguruan tinggi yang sering kali mengglorifikasikan perguruan tinggi dan jurusan di dalam-
nya. Perguruan tinggi bahkan memiliki divisi marketing untuk mencari calon mahasiswa baru. Se-
hingga mahasiswa seakan-akan merupakan suatu komoditas untuk hanya mencari keuntungan sebe-
sar-besarnya bagi perguruan tinggi.

Stance:
Dengan permasalahan tersebut, kami sebagai tim proposisi percaya bahwa perguruan tinggi
harus membayar lulusannya yang bekerja tidak sesuai dengan jurusannya. Ini berarti, keharusan
perguruan tinggi untuk membayar lulusannya merupakan suatu bentuk sanksi atas kesalahan yang
dilakukan oleh perguruan tinggi seperti yang sudah dijelaskan pada identifikasi masalah dan analisis
status quo yang sebelumnya sudah saya jelaskan. Sanksi ini diberlakukan dengan tujuan agar pergu-
ruan tinggi memperbaiki kualitasnya

Model:
1. Jika pekerjaan pertama seorang lulusan tidak sesuai dengan jurusannya, maka perguruan tinggi
harus membayarnya
2. Jumlah yang harus dibayarkan perguruan tinggi adalah sejumlah dengan apa yang dibayarkan
mahasiswa selama berkuliah. Ini diberlakukan agar ada efek jera bagi perguruan tinggi untuk
menjamin lulusan dan tetap memotivasi lulusannya agar tetap bekerja pada bidang yang ia pela-
jari.

Argumentasi:
1. Urgensi dan Justifikasi
Layer 1 Kenapa Perguruan Tinggi Salah?
Kami percaya bahwa perguruan tinggi berkontribusi terhadap masalah yang terjadi dan
mereka patut dituntut untuk bertanggung jawab dan memperbaiki kinerja mereka. Selain perguruan
tinggi sangat berorientasi pada keuntungan, dan seolah-olah menjebak lulusan SMA dengan mem-
berikan informasi yang minim atau justru memberikan informasi yang terlalu mengglorifikasikan
kampusnya hanya demi memenuhi kuota mahasiswa, kami percaya di dalam proses pembelajaran,
perguruan tinggi juga sering kali tidak bisa benar-benar memotivasi mahasiswanya untuk bekerja
sesuai bidangnya. Banyak perguruan tinggi yang memberikan mata kuliah hanya untuk memenuhi
kewajiban dengan target agar mahasiswanya sekedar lulus bukan untuk menyiapkan diri di dunia
kerja. Akibatnya, ketika mahasiswa lulus mereka tidak siap di dunia kerja dan bahkan tidak benar-
benar memanfaatkan apa yang mereka sudah pelajari bertahun-tahun sebagai modal untuk bertahan
di dunia kerja. Contohnya bagaimana seorang lulusan pertanian bekerja sebagai teller bank. Seolah-
olah perjuangan belajar selama bertahun-tahun hanya demi gelar. dan mereka bahkan harus belajar
dari nol lagi untuk menjalani suatu pekerjaan baru yang sama sekali tidak berhubungan dengan ju-
rusan mereka. Kampus seharusnya mempersiapkan lulusannya ke dunia kerja dengan tidak hanya
memberikan mata kuliah, namun juga mendatangkan tokoh-tokoh dan testimoni orang-orang yang
sudah berkecimpung di dunia kerja yang sesuai dengan jurusannya sebagai gambaran mahasiswa
mengenai dunia kerja itu nantinya. Sehingga kami percaya bahwa kampus layak disalahkan dan
diberi sanksi jika nanti lulusannya tidak bekerja sesuai jurusannya
Layer 2 Apa esensi perguruan tinggi dan mengapa status quo menyalahi esensi perguruan
tinggi yang sesungguhnya?
Perguruan tinggi sesungguhnya memiliki esensi untuk 1) menyiapkan mahasiswanya untuk
memasuki dunia kerja dan 2) membentuk visi mahasiswanya mengenai masa depannya. Namun es-
ensi tersebut terdistorsi menjadi hanya sekedar untuk mencari gelar. Hal ini dapat dibuktikan den-
gan bagaimana banyak lulusan perguruan tinggi justru bekerja tidak sesuai dengan jurusannya
karena merasa kurang siap, contohnya bagaimana seorang lulusan jurusan yang spesifik yakni
Hubungan Internasional saat ini bekerja sebagai guru matematika SD dan justru tidak bekerja di ke-
dutaan misalnya. Ini juga disebabkan karena kurangnya gambaran pekerjaan yang sesungguhnya
akan seperti apa. Perguruan tinggi dengan jurusan hubungan Internasional mungkin mengajarkan
mahasiswanya mengenai konflik antar negara namun tidak menggambarkan pekerjaan sebagai pe-
gawai di kedutaan sesungguhnya seperti apa. Sehingga banyak mahasiswanya yang ketika lulus
tidak tahu arah dan tujuan hidup selanjutnya. Dan mereka hanya mengikuti apa yang selanjutnya
terjadi tanpa merencanakan hidupnya. Hal ini merupakan suatu hal yang sangat disayangkan dan
harus diperbaiki, dan kami percaya perbaikan akan dapat terlaksana jika mosi ini ditetapkan.
Layer 3 Kenapa persetujuaan (consent) mahasiswa baru yang mendaftar diperguruan tidak
valid?
Berbeda dengan orang-orang yang mendaftarkan diri menjadi tentara yang harus men-
jalankan rangkaian tes sedemikian rupa, dan bahkan sejak seleksi sudah meregang nyawa dan
diberikan gambaran senyata-nyatanya akan apa yang mungkin terjadi di medan perang, calon maha-
siswa tidak benar-benar diberikan tes yang sesuai dengan apa yang akan mereka pelajari dan tidak
diberikan gambaran kerja yang sesungguhnya saat mendaftar di suatu perguruan tingii. Pada status
quo, tes masuk perguruan tinggi hanya dibagi dua, berdasarkan IPA (Sains dan teknologi) atau IPS
(Sosial humaniora). Tes ini tidak dengan sungguh-sungguh menggambarkan apa yang akan mereka
pelajari di perguruan tinggi nantinya. Bagaimana calon mahasiwa yang ingin berkuliah di Teknik
Sipil dan Kedokteran sesungguhnya menjawab soal tes yang sama yakni berbasis IPA (Sains dan
teknologi) yang memiliki soal fisika, kimia dan biologi. Dimana padahal sesungguhnya apa yang
mereka pelajari nantinya saat berkuliah sangatlah berbeda. Kami merasa seharusnya perguruan
tinggi dapat memberikan tes yang benar-benar menggambarkan seperti apa materi-materi yang
nantinya akan mereka pelajari selama berkuliah. Sehingga sedari awal consent yang mereka berikan
oleh mahasiswa benar-benar valid karena ada akses informasi mengenai hal tersebut sebelum
mereka tercebur di dalamnya. Selain itu, kami percaya bahwa calon mahasiswa mengambil keputu-
san ini juga pada masa di bawah tekanan. Dimana, jangka waktu antara kelulusan SMA dan peneri-
maan mahasiswa baru sangat pendek, ditambah lagi biasanya pada perguruan tinggi swasta, jika
tidak segera mendaftar dari gelombang pertama yang bahkan dibuka pada masa-masa sekolah harga
akan terus meroket dan semakin tinggi. Sehingga lagi-lagi keputusan calon mahasiswa tersebut
dibuat secara terburu-buru sehingga tidak benar-benar valid karena diambil dalam kondisi tertekan.
Dengan status kuo seperti saat ini, kami merasa consent atau persetujuan yang diberikan mahasiswa
saat ini tidak benar-benar valid. Sehingga ini merupakan kesalahan dari perguruan tinggi.

2. Efek perubahan yang terjadi bagi perguruan tinggi


Menyadari karakteristik perguruan tinggi yang berorientasi pada keuntungan, kami percaya
dengan memberikan sanksi berupa kewajiban untuk membayar lulusannya yang bekerja tidak sesuai
dengan jurusannya, perguruan tinggi akan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang
diperlukan mahasiswa dan kembali lagi pada esensi yang sebenrnya. Itu karena perguruan tinggi
tidak akan ingin membayar lulusannya lagi karena itu bisa menyebabkan kerugian bagi perguruan
tinggi tersebut. Sehingga, perguruan tinggi juga akan berusaha semaksimal mungkin untuk mem-
perbaiki kesalahannya dengan meningkatkan kualitas perguruan tinggi agar semakin baik. Kuriku-
lum akan semakin baik karena akan dibuat sesuai dengan dunia kerja sehingga akan memotivasi dan
membentuk visi mahasiwa mengenai dunia kerja itu sendiri. Tes masuk akan dibuat sesuai dengan
pelajaran perkuliahan dan calon mahasiswa akan benar-benar mengambil keputusan yang tepat akan
berkuliah pada bidang apa sesuai dengan renjananya (passionnya) karena sudah memiliki akses in-
formasi dan gambaran yang jelas mengenai jurusan tersebut dan prospeknya, sehingga bisa
menelaah dan menimbang apakah yang ia inginkan sesuai dengan renajana yang ia miliki. Sehingga
perubahan ke arah yang baik akan terjadi pada perguruan tinggi.

Pembicara Kedua
Argumentasi:
3. Dampak masa depan bagi lulusan
Pada momen dimana perguruan tinggi berhasil meningkatkan kualitasnya dan tidak lagi
melakukan kesalhannya, lulusan yang luntang-lantung dan tidak memiliki visi akan berkurang. Se-
hingga lulusan akan bekerja sesuai jurusannya karena sudah mendapatkan bekal, persiapan dan
gambaran yang sesuai dan cukup mengenai dunia kerja. Ini akan berdampak baik karena lulusan
akan mendalami apa yang sudah ia pelajari sewaktu kuliah bertahun-tahun dan akan memberikan
hasil dan kinerja yang bagus pula. Dimana pada status kuo banyak dari lulusan yang bekerja tidak
sesuai dengan jurusannya harus mempelajari pekerjaan barunya dari nol sehingga hasil dan kiner-
janya tidak akan bagus.

Anda mungkin juga menyukai