Anda di halaman 1dari 21

PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

RUANGAN LANTAI 6 UTARA


RSUP FATMAWATI

LAPORAN PENDAHULUAN
CARSINOMA RECTI

Disusun oleh:
APITRI
1606955164

Fakultas Ilmu Keperawatan


Universitas Indonesia
2018
CARCINOMA REKTI

I. Anatomi dan Fisiologi


Lokasi rectum terbentang mulai vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal
(Silverthorn, 2013). Panjang rektum berkisar antara 10-15 cm, dengan keliling 15 cm
pada recto-sigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas.

Gambar 1. Letak anatomis Rektum

Rektum merupakan sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus (Tortora & Derrickson, 2009)
Rectum terletak di dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigius. Struktur rektum
serupa dengan yang ada pada kolon, dengan dinding yang berotot lebih tebal dan membran
mukosanya memuat lipatan lipatan membujur yang disebut kolumna morgagni. Semua ini
menyambung ke dalam saluran anus. Bagian sepertiga atas dari rectum, sisi samping dan
depannya diselubungi peritoneum. Di bagian tengah, hanya sisi depannya yang diselubungi
peritoneum. Di bagian bawah, tidak diselubungi peritoneum sama sekali. Ampula memiliki
bentuk seperti balon atau buah pir yang dikelilingi oleh visceral pelvic fascia. Ampula terdiri
atas empat lapisan: mukosa, submukosa, muskular, dan serosa kolumnalrektal yang
membantu dalam kontraksi dan dilatasi pada saluran anal dan otot sfingter rectum.

Gambar 2. Struktur anatomis Rektum

Kanal anus merupakan saluran kosong yang menghubungkan rectum (bagian bawah akhir
dari usus besar) dengan anus dan luar tubuh (Silverthorn, 2013). Letaknya di abdomen
bawah bagian tengah di dasar pelvis. Struktur kanal anus memiliki panjang sekitar 2-4,5 cm.
Saluran anal dikelilingi oleh otot yang berbentuk seperti cincin yang disebut internal anal
sfingter dan eksternal anal sfingter. Saluran anal dilapisi oleh membran mukosa, Bagian atas
saluran anal memiliki sel yang menghasilkan mucus yang membantu memudahkan ekskret
keluar tubuh. Bagian bawah saluran anal terdiri dari sel epitel berbentuk kubus Saluran anal
memiliki bagian berbentuk lipatan yang disebut anal colums
(kolumnal anal). Bagian atas kolumnal anal membentuk garis anorectal yang merupakan
perbatasan antara rectum dengan anus, Bagian bawah kolumnal anal memiliki garis
dentate yang menjadi penanda dari daerah dimana terdapat sel-sel penghasil mucus dan
sel epitel kubus, Sel-sel epitel anus lebih tebal dari yang di saluran anal dan memiliki
rambut. Area perianal yang merupakan kulit di sekeliling anus dengan 5 cm.

Secara fisiologis rektum berfungsi untuk defekasi. Refleks defekasi diawali peregangan
pada dinding rektum oleh material feses yang didorong gerakan peristaltik massa atau
feses. Reseptor regangan yang ada di dinding rektum kemudian akan mengirimkan sinyal
ke saraf spinal sakrum. Rangsangan akan diteruskan oleh saraf parasimpatis kembali
menuju sigmoid, rektum, dan anus. Otot longitudinal rektum kemudian berkontraksi dan
sfingter anus internal berelaksasi, menyebabkan peningkatan tekanan di rektum semakin
tinggi dan feses semakin terdorong ke anus. Namun, proses defekasi tidak akan terjadi
tanpa relaksasi sfingter anus eksternal (Silverthorn, 2013)

Relaksasi sfingter anus eksternal dikontrol secara sadar oleh korteks serebri. Sfingter
anus eksternal akan berelaksasi jika seseorang merasa nyaman untuk defekasi. Dalam
mondisi tidak nyaman, maka sfingter akan tetap menutup dan feses akan kembali ke
sigmoid dan terjadi penundaan defekasi. Keinginan defekasi akan kembali muncul jika
material feses lain yang terdorong masuk ke rektum (Silverthorn, 2013).

Saat defekasi, dinding otot rektum berkontraksi mendorong feses keluar, dibantu oleh
kontraksi volunter diafragma, ekspirasi paksa terhadap glottis (Valsava maneuver), dan
otot dinding abdomen yang semakin meningkatkan tekanan intra abdomen. Peningkatan
tekanan ini menyebabkan otot levator ani mengangkat anus ke atas sehingga feses
terdorong ke luar tubuh (Tortora & Derrickson, 2009).
Gambar 3. Proses Defekasi

II. Definisi, Faktor Risiko, dan Etiologi Penyakit


II. Definisi
Karsinoma merupakan suatu proses pembelahan sel-sel abnormali yang terdapat
dalam tubuh (proliferasi abnormal) (Potter & Perry, 2010). Karsinoma rekti
merupakan salah satu dari keganasan yang khusus menyerang bagian rekti akibat
gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali. Karsinoma rekti biasanya
berasal dari kelenjar sekretorik lapisan mukosa pada rektum. (Black & Hawks, 2009).
Menurut Price & Wilson (2006) karsinoma rekti merupakan tumor ganas berupa
massa polipoid besar dan tumbuh ke dalam lumen serta meluas dalam waktu yang
singkat ke sekitar usus sebagai cincin anular.
Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC, stadium karsinoma dibagi
menjadi 4 stadium (stadium 1-IV)

- Stadium 0 (carcinoma in situ)


Kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rectum yaitu bagian mukosa
dan disebut sebagai carcinoma in situ
- Stadium I
Kanker telah menembus membran mukosa sampai lapisan muskularis basal
tetapi belum menyebar keluar dari dinding kolon/rektum dan disebut sebagai
Dukes A rectal cancer).
- Stadium II

Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding
usus kolon/rektum dan jaringan sekitar tetapi belum menyebar ke bagian
tubuh/ limfonodi yang lain (Duke B rectal cancer).
- Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada
organ tubuh lainnya (Duke C rectal cancer).
- Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya seperti ovarium, paru atau
kolon (Duke D rectal cancer).

Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)


Stadium T N M Duke
0 Tis N0 M0 -
T1 N0 M0
I T2 N0 M0 A
II A T3 N0 M0
B
II B T4 N0 M0
III A T1-T2 N1 M0
III B T3-T4 N1 M0 C
III C Any T N2 M0
IV Any T Any N M1 D

Keterangan
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina
propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau
ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai
peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis

b. Faktor Risiko dan Etiologi Penyakit


Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi menurut
Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010), terdapat beberapa faktor risiko telah telah
teridentifikasi yang dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Diet rendah serat
Kebiasaan diet rendah serat adalah faktor penyebab utama, diet rendah serat dan
kaya karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan
perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan
lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat
juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang
bervolume lebih kecil. Selain itu masa transisi feses meningkat, akibat kontak zat
yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
2. Polip di usus
Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon atau rektum, dan sering
terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat jinak
(bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
3. Ulseratif colitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon sekitar 1%
dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan
kanker pada pasien ini berbanding terbalik dengan usia dan berbanding lurus
dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis.
4. Penyakit crohn
Pasien dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya
colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko
yang lebih besar. Pasien yang menderita penyakit Crohn’s mempunyai risiko
tinggi untuk menderita kanker kolorektal tetapi masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan ulseratif kolitis.
5. Riwayat Kanker
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat
keluarga dengan kanker kolorektal. Seseorang dengan keluarga terdekat yang
mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita
kankerkolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang
tidak memiliki riwayat penyakit tersebut.
6. Faktor Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali lebih
besar untuk terkena adenokarsinoma. Berbagai penelitian telah menunjukkan
hubungan antara aktifitas, obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. The
Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas
fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas
fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.
7. Diet
Individu yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat
berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal, meskipun terdapat
juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker
kolorektal.

III. Manifestasi Klinis


Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan
kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau
perdarahan rektal (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Gejala sangat ditentukan
oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi.
Menurut Smeltzer & Bare (2010), beberapa tanda dan gejala pada klien dengan
karsinoma rekti yang dapat dipaparkan sebagai berikut:
- Perubahan pada kebiasaan buang air besar atau adanya darah pada feses, baik itu
darah segar maupun berwarna hitam.
- Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut dan usus tidak benar-benar lampias
setelah buang air besar.
- Feses yang lebih kecil dari biasanya.
- Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada
perut atau nyeri.
- Penurunan berat badan
- Mual dan muntah
- Rasa letih dan lesu
Pertumbuhan pada sigmoid atau rektum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe, atau
vena menimbulkan gejala gejala pada tungkai atau perineum, hemoroid, nyeri pinggang
bagian bawah, keinginan defekasi, atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan
pada alat-alat tersebut. Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi,
perdarahan, obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-
kelenjar regional, terkadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses peritoneum.
Tumor pada rekti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan
tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan dindingnya
lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma rekti
menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian
proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Pertimbangan gerontologi, insiden karsinoma
kolon dan rectum meningkat sesuai usia. Kanker ini biasanya ganas pada lansia, gejala sering
tersembunyi yaitu: keletihan hampir selalu ada akibat anemia defisiensi besi primer, nyeri
abdomen, obstruksi, tenesmus, dan perdarahan rektal.
IV. Patofisiologi (WOC atau Mindmap)

Terlampir
V. Komplikasi
Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010), terdapat beberapa komplikasi dari
karsinoma rekti yaitu:
1. Obstruksi usus parsial atau lengkap akibat pertumbuhan tumor atau kanker.
2. Hemoragi akibat pertumbuhan dan ulserasi dapat terjadi pada pembuluh darah sekitar
rektum.
3. Syok
4. Perforasi atau sepsis usus.
5. Peritonitis atau sepsis.

6. Anemia

VI. Pengkajian
a. Riwayat
Riwayat keperawatan untuk eliminasi fekal membantu perawat memastikan pola
normal klien (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Perawat memperoleh gambaran
tentang feses yang biasa dan setiap perubahan terbaru serta mengumpulkan informasi
mengenai masalah eliminasi di masa lalu dan masa kini, keberadaan ostomi dan faktor
yang mempengaruhi pola eliminasi. Saat memuulkan data mengenaipola defekasi
klien, perawat harus memahami bahwa waktu defekasi dan jumlah feses yang
dikeluarkan dan frekuensi defekasi bersifat individual. Seringkali, pola individual
sangat bergantung pada pelatihan awal dan kenyamanan.

b. Pemeriksaan Fisik
Menurut Doenges & Moorhouse (2010), pengkajian yang dilakukan pada klien
dengan karsinoma rekti dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Aktivitas dan Istirahat:

 Mudah lelah, kesulitan beristirahat akibat nyeri abdomen.


 Kelemahan umum.
2. Sirkulasi
 Hipotensi
3. Integritas Ego
 Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat
4. Eliminasi
 Konstipasi
 Diare
 Darah pada feses
 Kembung
 Rasa penuh pada perut atau nyeri
5. Makan dan minum

• Nafsu makan hilang


• Nausea/vomitus
• Masalah mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
• Obesitas (faktor resiko)
6. Neurosensori
• Nyeri abdomen
• Kelemahan
• Perubahan status mental dan gangguan fungsi kognitif
• Kelemahan dan kekakuan
7. Nyeri
• Keluhan sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
• Tingkah laku yang tidak stabil
• Gelisah
8. Respirasi
• Riwayat merokok
9. Keamanan
• Resiko jatuh
10. Interaksi Sosial
• Keputusasaan
11. Pengajaran/Pembelajaran
• Riwayat kanker keluaga
12. Rencana pemulangan
• Menentukan rejimen medikasi/penanganan terapi
• Bantuan untuk transportasi, menyiapkan makanan, perawatan diri, dan
pekerjaan rumah.
c. Pemeriksaan Diagnostik (Laboratorium atau Radiologi)
Menurut Black & Hawks (2009), terdapat beberapa pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada klien dengan karsinoma rekti dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop.
2. Colok dubur (rektal toucher) ditemukan darah dan lendir, tonus sfingter ani
keras/lembek, mukosa kasar dan kaku biasanya dapat digeser, ampula rectum
kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba atau tidak.
3. Endoskopi (protoskopi, sigmoidoscopy atau colonoscopy) dengan menggunakan
teropong, melihat gambaran rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal
lainnya dalam layar monitor. Protoskopi untuk mendeteksi kelainan 8-10 cm dari
anus (polip rekti, hemoroid, karsinoma rektum). Sigmoidoskopi atau kolonoskopi
adalah test diagnostik utama digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor dan
biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50% sampai 65% (20-25
cm dari anus) dari kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi
direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan
perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium enema
mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif sentral,
seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis
4. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan
pemeriksaan di bawah mikroskop untuk mengidentifikasi matastase dan menilai
reseklabilitas.
5. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan
sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum
untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
6. Test guaiac pada feses untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feses, karena
semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
7. Carcinoembryogenic antigen (CEA) adalah ditemukannya glikoprotein di
membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat
dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan
sekresi. Test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari
separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau
test diagnostik dalam pengobatan penyakit. CEA digunakan sebagai prediktor
pada prognsis postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti
pemotongan pembedahan.
8. Digital rektal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining
awal. Kurang lebih 75% karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan
rektal. Pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari
rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung. Gambaran khas colok dubur
yaitu indurasi dan penonjolan tepi yaitu:

 Pertumbuhan awal dengan indurasi seperti cakram yaitu plateu kecil dengan
permukaan licin dan tegas
 Pertumbuhan tonjolan yang rapuh teraba lunak, terdapat beberapa indurasi dan
ulserasi
 Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba seagai bentuk cincin
9. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi
serum protein, kalsium, dan kreatinin.
10. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan
lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus
bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau
gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal
hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak
nyata dalam mendeteksi rektum
11. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
12. Computed tomography (CT) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai
organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
13. Whole-body PET scan imaging yang sementara ini adalah pemeriksaan
diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang
timbul kembali).

VII. Masalah Keperawatan dan Diagnosis yang Mungkin Muncul


Menurut Doenges & Moorhouse (2010), terdapat beberapa masalah keperawatan yang
mungkin muncul pada klien dengan karsinoma rekti yaitu:
1. Gangguan integritas kulit b.d adanya stoma
2. Gangguan citra tubuh b.d adanya stoma serta hilangnya kontrol BAB
3. Nyeri akut b.d metastase kanker atau insisi pembedahan
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan muntah
5. Konstipasi b.d penurunan asupan cairan dan serat
6. Risiko kekurangan volume cairan b.d proses inflamasi
7. Gangguan pola tidur b.d ketakutan pada tindakan medis

VIII. Prioritas Diagnosis


Menurut Doenges & Moorhouse (2010), terdapat prioritas masalah keperawatan pada
klien dengan karsinoma rekti yaitu:
1. Nyeri akut b.d metastase kanker atau insisi pembedahan
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan muntah
3. Konstipasi b.d penurunan asupan cairan dan serat

X. Treatment atau Pengobatan dan Terapi atau Medikasi


Penatalaksanaan pada klien dengan karsinoma rekti menurut Smeltzer, Bare (2010),
dipaparkan sebagai berikut:

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I
dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan
pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan
stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan
radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai
neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy
digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya
dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat
operasi, beberapa masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan
untuk membunuh sel kanker yang tertinggal. Tipe pembedahan yang dipakai antara
lain:
a. Eksisi lokal: jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker ditemukan
dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.
b. Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis juga dilakukan pengambilan limfonodi disekitar rektum lalu
diidentifikasi apakah nodus limfa tersebut juga mengandung sel kanker.
2. Radiasi
Pada banyak kasus kanker stadium II dan III lanjut, radiasi dapat menyusutkan
ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai
sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah
diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu.
Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang
digunakan setelah pembedahan menunjukkan dapat menurunkan resiko kekambuhan
lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan
metastasis jauh, radiasi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut,
misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada
pasien yang memiliki tumor lokal yang tidak dapat direseksi.
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit
residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan) dipertimbangkan pada pasien
dengan tumor yang menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol
(Stadium II lanjut dan Stadium III). Protokol ini menurunkan angka kekambuhan
sekitar 15% dan menurunkan angka kematian sebesar 10%.
4. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari
pengeluaran sebagian kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini dapat
bersifat sementara atau permanen. Terdapat beberapa teknik pembuatan kolostomi
yaitu single barreled colostomy, double barreled colostomy, dan loop colostomy
(Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014). Selain itu, terdapat beberapa jenis
kolostomi berdasarkan jangka waktu penggunaan yang dipaparkan sebagai berikut:
1. Sementara
Indikasi untuk kolostomi sementara yaitu hirschprung disease, uka tusuk atau luka
tembak, tresia ani letak tinggi, mempertahankan kelangsungan anastomosis distal
usus setelah tindakan operasi (mengistirahatkan usus), dan memperbaiki fungsi
usus dan kondisi umum sebelum dilakukan tindakan operasi anastomosis.
2. Permanen
Indikasi untuk kolostomi permanen yaitu penyakit tumor ganas pada kolon yang
tidak memungkinkan tindakan operasi reseksi-anastomosis usus.

Selain itu, terdapat beberapa jenis kolostomi berdasarkan letak yang dipaparkan
sebagai berikut:
Colostomy Colostomy
Indikator Colostomy Asendens
Transveral Desendens
Lokasi Colon Asendens Colon Transversum Colon Desendens
Konsistensi feses Cairan atau lunak Lunak Padat
Pola defekasi Tidak ada Tidak ada Ada
Mudah terjadi,
Mungkin terjasi
karena kontak
Iritasi kulit karena lembab terus- Kadang terjadi
dengan enzim
menerus
pencernaan
Striktur atau retraksi
Komplikasi
stoma
IX. Rencana Asuhan Keperawatan (NCP)

Diagnosa
No Tujuan Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
1 Nyeri (akut) b.d Nyeri hilang atau - Evaluasi rasa sakit secara reguler, Sediakan informasi mengenai
• Metastase kanker terkontrol catat karakteristik, lokasi dan kebutuhan/efektivitas intervensi
• Insisi pembedahan Kriteria evaluasi: intensiltas (0-10).
• Klien tampak - Kaji tanda-tanda vital, perhatikan Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan
rileks dan santai takikardi, hipertensi dan peningkatan ketidaknyamanan
• Klien dapat pernapasan.
melakukan - Berikan informasikan mengenai sifat - Memahami penyebab ketidaknyamanan
pergerakan ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan
sesuai toleransi - Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam - Mengurangi nyeri dengan teknik non
• Klien mampu farmakologi
beristirahat - Observasi efek analgetik - Respirasi mungkin menurun pada pemberian
atau tidur narkotik, dan mungkin menimbulkan efek-efek
sinergetik dengan zat-zat anastesi
.2 Perubahan nutrisi Menpertahankan - Kaji sejauh mana ketidakadekuatan - Untuk penentuan intervensi dan rencana diet
kurang dari kebutuhan atau meningkatkan nutrisi pasien yang tepat
tubuh b.d. intake nutrisi - Timbang berat badan sesuai indikasi - Mengawasi keefektifan diet
• Mual Kriteria evaluasi: - Anjurkan makan sedikit tapi - Menghindarkan rasa bosan dan pemasukan
• Muntah • Berat badan nutrisi dapat di tingkatkan.
tetap atau - Tawarkan minum saat makan bila - Dapat mengurangi mual dan menghilangkan
meningkat toleran gas
• Nilai - Kolaborasi dengan ahli gizi dalam - Menstimulasi nafsu makan dan
laboratorium pemberian makanan yang bervariasi mempertahankan intake nutrisi yang adekuat
dalam batas
normal
• Klien mengikuti
anjuran diet
• Mual atau
muntah
berkurang atau
hilang
3. Konstipasi b.d Feses lembut dan - Kaji warna dan konsistensi feses, - Penting untuk menilai keefektifan
• Penurunan asupan berbentuk frekuensi, keluarnya flatus, bising intervensi dan memudahkan rencana
cairan dan serat Kriteria evaluasi: usus dan nyeri tekan abdomen.- selanjutnya.
• Kelemahan otot • Keluarnya feses - Pantau tanda gejala ruptur usus. - Keadaan ini dapat menjadi penyebab
abdomen sekunder tanpa nyeri dan kelemahan otot abdomen dan penurunan
akibat mekanisme mengejan peristaltik usus, yang dapat menyebabkan
kanker kolon konstipasi.
- Kaji faktor penyebab konstipasi - Mengetahui dengan jelas faktor penyebab
dapat memudahkan pemilihan intervensi yang
tepat
- Anjurkan klien makan makanan - Membantu melancarkan BAB
tinggi serat
PATOFISIOLOGI CA RECTI
Daftar Pustaka
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-surgical nursing: clinical management.
Singapore: Elsevier.
Doenges, M. E., & Moorhouse, M. F. (2010). Nursing care plan. Philadephia: Davis Company.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). NANDA international nursing diagnoses: Definitions
& Classification 2015-2017 (10th ed.). Oxford: Wiley Blackwel.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. (2011). Fundamentals of nursing: Concepts,
process, and pratice (7th ed.). New Jersey: Prentice Hall.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (5th ed.). Philadelphia: Elsevier.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental of nursing (7th ed.). Singapore: Elsevier.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Silverthorne, D. U. (2013). Human physiology: An integrated approach, 6th edition. USA:
Pearson Education, Inc.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner and suddarth’s
textbook of medical-surgical nursing. Philadelphia: Lipincott Williams and Wilkins.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2009). Principles of anatomy and physiology. USA: John
Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai