LP Ca Rekti
LP Ca Rekti
LAPORAN PENDAHULUAN
CARSINOMA RECTI
Disusun oleh:
APITRI
1606955164
Rektum merupakan sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus (Tortora & Derrickson, 2009)
Rectum terletak di dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigius. Struktur rektum
serupa dengan yang ada pada kolon, dengan dinding yang berotot lebih tebal dan membran
mukosanya memuat lipatan lipatan membujur yang disebut kolumna morgagni. Semua ini
menyambung ke dalam saluran anus. Bagian sepertiga atas dari rectum, sisi samping dan
depannya diselubungi peritoneum. Di bagian tengah, hanya sisi depannya yang diselubungi
peritoneum. Di bagian bawah, tidak diselubungi peritoneum sama sekali. Ampula memiliki
bentuk seperti balon atau buah pir yang dikelilingi oleh visceral pelvic fascia. Ampula terdiri
atas empat lapisan: mukosa, submukosa, muskular, dan serosa kolumnalrektal yang
membantu dalam kontraksi dan dilatasi pada saluran anal dan otot sfingter rectum.
Kanal anus merupakan saluran kosong yang menghubungkan rectum (bagian bawah akhir
dari usus besar) dengan anus dan luar tubuh (Silverthorn, 2013). Letaknya di abdomen
bawah bagian tengah di dasar pelvis. Struktur kanal anus memiliki panjang sekitar 2-4,5 cm.
Saluran anal dikelilingi oleh otot yang berbentuk seperti cincin yang disebut internal anal
sfingter dan eksternal anal sfingter. Saluran anal dilapisi oleh membran mukosa, Bagian atas
saluran anal memiliki sel yang menghasilkan mucus yang membantu memudahkan ekskret
keluar tubuh. Bagian bawah saluran anal terdiri dari sel epitel berbentuk kubus Saluran anal
memiliki bagian berbentuk lipatan yang disebut anal colums
(kolumnal anal). Bagian atas kolumnal anal membentuk garis anorectal yang merupakan
perbatasan antara rectum dengan anus, Bagian bawah kolumnal anal memiliki garis
dentate yang menjadi penanda dari daerah dimana terdapat sel-sel penghasil mucus dan
sel epitel kubus, Sel-sel epitel anus lebih tebal dari yang di saluran anal dan memiliki
rambut. Area perianal yang merupakan kulit di sekeliling anus dengan 5 cm.
Secara fisiologis rektum berfungsi untuk defekasi. Refleks defekasi diawali peregangan
pada dinding rektum oleh material feses yang didorong gerakan peristaltik massa atau
feses. Reseptor regangan yang ada di dinding rektum kemudian akan mengirimkan sinyal
ke saraf spinal sakrum. Rangsangan akan diteruskan oleh saraf parasimpatis kembali
menuju sigmoid, rektum, dan anus. Otot longitudinal rektum kemudian berkontraksi dan
sfingter anus internal berelaksasi, menyebabkan peningkatan tekanan di rektum semakin
tinggi dan feses semakin terdorong ke anus. Namun, proses defekasi tidak akan terjadi
tanpa relaksasi sfingter anus eksternal (Silverthorn, 2013)
Relaksasi sfingter anus eksternal dikontrol secara sadar oleh korteks serebri. Sfingter
anus eksternal akan berelaksasi jika seseorang merasa nyaman untuk defekasi. Dalam
mondisi tidak nyaman, maka sfingter akan tetap menutup dan feses akan kembali ke
sigmoid dan terjadi penundaan defekasi. Keinginan defekasi akan kembali muncul jika
material feses lain yang terdorong masuk ke rektum (Silverthorn, 2013).
Saat defekasi, dinding otot rektum berkontraksi mendorong feses keluar, dibantu oleh
kontraksi volunter diafragma, ekspirasi paksa terhadap glottis (Valsava maneuver), dan
otot dinding abdomen yang semakin meningkatkan tekanan intra abdomen. Peningkatan
tekanan ini menyebabkan otot levator ani mengangkat anus ke atas sehingga feses
terdorong ke luar tubuh (Tortora & Derrickson, 2009).
Gambar 3. Proses Defekasi
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding
usus kolon/rektum dan jaringan sekitar tetapi belum menyebar ke bagian
tubuh/ limfonodi yang lain (Duke B rectal cancer).
- Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada
organ tubuh lainnya (Duke C rectal cancer).
- Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya seperti ovarium, paru atau
kolon (Duke D rectal cancer).
Keterangan
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina
propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau
ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai
peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis
Terlampir
V. Komplikasi
Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010), terdapat beberapa komplikasi dari
karsinoma rekti yaitu:
1. Obstruksi usus parsial atau lengkap akibat pertumbuhan tumor atau kanker.
2. Hemoragi akibat pertumbuhan dan ulserasi dapat terjadi pada pembuluh darah sekitar
rektum.
3. Syok
4. Perforasi atau sepsis usus.
5. Peritonitis atau sepsis.
6. Anemia
VI. Pengkajian
a. Riwayat
Riwayat keperawatan untuk eliminasi fekal membantu perawat memastikan pola
normal klien (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Perawat memperoleh gambaran
tentang feses yang biasa dan setiap perubahan terbaru serta mengumpulkan informasi
mengenai masalah eliminasi di masa lalu dan masa kini, keberadaan ostomi dan faktor
yang mempengaruhi pola eliminasi. Saat memuulkan data mengenaipola defekasi
klien, perawat harus memahami bahwa waktu defekasi dan jumlah feses yang
dikeluarkan dan frekuensi defekasi bersifat individual. Seringkali, pola individual
sangat bergantung pada pelatihan awal dan kenyamanan.
b. Pemeriksaan Fisik
Menurut Doenges & Moorhouse (2010), pengkajian yang dilakukan pada klien
dengan karsinoma rekti dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Aktivitas dan Istirahat:
Pertumbuhan awal dengan indurasi seperti cakram yaitu plateu kecil dengan
permukaan licin dan tegas
Pertumbuhan tonjolan yang rapuh teraba lunak, terdapat beberapa indurasi dan
ulserasi
Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba seagai bentuk cincin
9. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi
serum protein, kalsium, dan kreatinin.
10. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan
lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus
bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau
gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal
hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak
nyata dalam mendeteksi rektum
11. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
12. Computed tomography (CT) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai
organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
13. Whole-body PET scan imaging yang sementara ini adalah pemeriksaan
diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang
timbul kembali).
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I
dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan
pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan
stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan
radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai
neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy
digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya
dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat
operasi, beberapa masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan
untuk membunuh sel kanker yang tertinggal. Tipe pembedahan yang dipakai antara
lain:
a. Eksisi lokal: jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker ditemukan
dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.
b. Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis juga dilakukan pengambilan limfonodi disekitar rektum lalu
diidentifikasi apakah nodus limfa tersebut juga mengandung sel kanker.
2. Radiasi
Pada banyak kasus kanker stadium II dan III lanjut, radiasi dapat menyusutkan
ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai
sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah
diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu.
Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang
digunakan setelah pembedahan menunjukkan dapat menurunkan resiko kekambuhan
lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan
metastasis jauh, radiasi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut,
misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada
pasien yang memiliki tumor lokal yang tidak dapat direseksi.
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit
residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan) dipertimbangkan pada pasien
dengan tumor yang menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol
(Stadium II lanjut dan Stadium III). Protokol ini menurunkan angka kekambuhan
sekitar 15% dan menurunkan angka kematian sebesar 10%.
4. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari
pengeluaran sebagian kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini dapat
bersifat sementara atau permanen. Terdapat beberapa teknik pembuatan kolostomi
yaitu single barreled colostomy, double barreled colostomy, dan loop colostomy
(Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014). Selain itu, terdapat beberapa jenis
kolostomi berdasarkan jangka waktu penggunaan yang dipaparkan sebagai berikut:
1. Sementara
Indikasi untuk kolostomi sementara yaitu hirschprung disease, uka tusuk atau luka
tembak, tresia ani letak tinggi, mempertahankan kelangsungan anastomosis distal
usus setelah tindakan operasi (mengistirahatkan usus), dan memperbaiki fungsi
usus dan kondisi umum sebelum dilakukan tindakan operasi anastomosis.
2. Permanen
Indikasi untuk kolostomi permanen yaitu penyakit tumor ganas pada kolon yang
tidak memungkinkan tindakan operasi reseksi-anastomosis usus.
Selain itu, terdapat beberapa jenis kolostomi berdasarkan letak yang dipaparkan
sebagai berikut:
Colostomy Colostomy
Indikator Colostomy Asendens
Transveral Desendens
Lokasi Colon Asendens Colon Transversum Colon Desendens
Konsistensi feses Cairan atau lunak Lunak Padat
Pola defekasi Tidak ada Tidak ada Ada
Mudah terjadi,
Mungkin terjasi
karena kontak
Iritasi kulit karena lembab terus- Kadang terjadi
dengan enzim
menerus
pencernaan
Striktur atau retraksi
Komplikasi
stoma
IX. Rencana Asuhan Keperawatan (NCP)
Diagnosa
No Tujuan Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
1 Nyeri (akut) b.d Nyeri hilang atau - Evaluasi rasa sakit secara reguler, Sediakan informasi mengenai
• Metastase kanker terkontrol catat karakteristik, lokasi dan kebutuhan/efektivitas intervensi
• Insisi pembedahan Kriteria evaluasi: intensiltas (0-10).
• Klien tampak - Kaji tanda-tanda vital, perhatikan Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan
rileks dan santai takikardi, hipertensi dan peningkatan ketidaknyamanan
• Klien dapat pernapasan.
melakukan - Berikan informasikan mengenai sifat - Memahami penyebab ketidaknyamanan
pergerakan ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan
sesuai toleransi - Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam - Mengurangi nyeri dengan teknik non
• Klien mampu farmakologi
beristirahat - Observasi efek analgetik - Respirasi mungkin menurun pada pemberian
atau tidur narkotik, dan mungkin menimbulkan efek-efek
sinergetik dengan zat-zat anastesi
.2 Perubahan nutrisi Menpertahankan - Kaji sejauh mana ketidakadekuatan - Untuk penentuan intervensi dan rencana diet
kurang dari kebutuhan atau meningkatkan nutrisi pasien yang tepat
tubuh b.d. intake nutrisi - Timbang berat badan sesuai indikasi - Mengawasi keefektifan diet
• Mual Kriteria evaluasi: - Anjurkan makan sedikit tapi - Menghindarkan rasa bosan dan pemasukan
• Muntah • Berat badan nutrisi dapat di tingkatkan.
tetap atau - Tawarkan minum saat makan bila - Dapat mengurangi mual dan menghilangkan
meningkat toleran gas
• Nilai - Kolaborasi dengan ahli gizi dalam - Menstimulasi nafsu makan dan
laboratorium pemberian makanan yang bervariasi mempertahankan intake nutrisi yang adekuat
dalam batas
normal
• Klien mengikuti
anjuran diet
• Mual atau
muntah
berkurang atau
hilang
3. Konstipasi b.d Feses lembut dan - Kaji warna dan konsistensi feses, - Penting untuk menilai keefektifan
• Penurunan asupan berbentuk frekuensi, keluarnya flatus, bising intervensi dan memudahkan rencana
cairan dan serat Kriteria evaluasi: usus dan nyeri tekan abdomen.- selanjutnya.
• Kelemahan otot • Keluarnya feses - Pantau tanda gejala ruptur usus. - Keadaan ini dapat menjadi penyebab
abdomen sekunder tanpa nyeri dan kelemahan otot abdomen dan penurunan
akibat mekanisme mengejan peristaltik usus, yang dapat menyebabkan
kanker kolon konstipasi.
- Kaji faktor penyebab konstipasi - Mengetahui dengan jelas faktor penyebab
dapat memudahkan pemilihan intervensi yang
tepat
- Anjurkan klien makan makanan - Membantu melancarkan BAB
tinggi serat
PATOFISIOLOGI CA RECTI
Daftar Pustaka
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-surgical nursing: clinical management.
Singapore: Elsevier.
Doenges, M. E., & Moorhouse, M. F. (2010). Nursing care plan. Philadephia: Davis Company.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). NANDA international nursing diagnoses: Definitions
& Classification 2015-2017 (10th ed.). Oxford: Wiley Blackwel.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. (2011). Fundamentals of nursing: Concepts,
process, and pratice (7th ed.). New Jersey: Prentice Hall.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (5th ed.). Philadelphia: Elsevier.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental of nursing (7th ed.). Singapore: Elsevier.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Silverthorne, D. U. (2013). Human physiology: An integrated approach, 6th edition. USA:
Pearson Education, Inc.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner and suddarth’s
textbook of medical-surgical nursing. Philadelphia: Lipincott Williams and Wilkins.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2009). Principles of anatomy and physiology. USA: John
Wiley & Sons, Inc.