Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN BATU EMPEDU (KOLELITIASIS)

Oleh Megasari Yanuar Wisudawati (1406544740)


Profesi Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

ANATOMI DAN FISIOLOGIS

Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk pir yang terletak tepat di bawah
lobus hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu
yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih
besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang
segera bersatu duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus (Price & Wilson, 2012).

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung
empedu mampu menyimpan sekitar 40-60 ml empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk
ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus
sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh
darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung
empedu kira-kira 5 kali lebih pekat dibandingkan empedu hati. Secara berkala kandung
empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum. Ketika makanan masuk ke dalam
duodenum akan terjadi kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang
memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam intestinum (Price & Wilson, 2012;
(Smeltzer, Hinkle, Bare, & Cheever, 2010)).
Proses Pembentukan Empedu

Empedu dibentuk secara terus-menerus oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus
serta saluran empedu. Empedu tersusun dari air dan elektrolit, seperti natrium, kalium,
kalsium, klorida serta bikarbonat, dan juga mengandung beberapa substansi seperti lesitin,
kolesterol, bilirubin, serta garam-garam empedu. Empedu dikumpulkan dan disimpan dalam
kandung empedu untuk kemudian dialirkan ke dalam intestinum jika diperlukan bagi
pencernaan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai
pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu
(Smeltzer et al., 2010).

PATOFISIOLOGI

Definisi

Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu (kolesterol, bilirubin,
garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid) (Price & Wilson, 2012). Jika
batu empedu mengobstruksi bagian leher kandung empedu atau duktus sistikus, kandung
empedu dapat terinfeksi bakteri seperti Escherechia coli. Kandung empedu menjadi
membesar sampai dua atau tiga kali dari normalnya, sehingga perfusi jaringan terganggu
(Sommers, Johnson, & Beery, 2007). Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi
atas tiga jenis yaitu pigmen, kolesterol, dan batu campuran (Price & Wilson, 2012).

- Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini:
bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang. Batu-batu ini cenderung
berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan. Batu pigmen berwarna
hitam berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu berwarna coklat berkaitan dengan
infeksi empedu kronis.
- Batu kolesterol “murni” biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat aau oval,
berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen.
- Batu kolesterol campuran paling sering ditemukan. Batu ini memiliki gambaran batu
pigmen maupun batu kolesterol, majemuk, dan berwarna coklat tua. Sering dapat
terlihat dengan pemeriksaan radiografi, sedangkan batu komposisi murni tidak
terlihat.
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungand
engan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi kandung
empedu (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010).

Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi (Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever,
2010).

Etiologi/Faktor Risiko (Price & Wilson, 2012)

- Wanita yang meminum obat kontrasepsi oral atau sedang hamil


- Kondisi klinis tertentu, seperti diabetes, sisrosis hepatis, pankreatitis, kanker kandung
empedu, dan penyakit atau reseksi ileum
- Obesitas, multiparitas, pertambahan usia, jenis kelamin perempuan, dan ingesti segera
makanan yang mengandung kalori rendah atau lemak rendah (puasa)

Manifestasi Klinis (Price & Wilson, 2012; Smeltzer et al., 2010)

- Gejala kolesistitis akut: nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen
kuadran kanan atas, nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan, nausea dan
muntah, nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kambuh kembali,
nyeri dapat ditemukan di atas kandung empedu bila nyeri mereda.
- Gejala kolesistitis kronis: mirip dengan gejala kolesistitis akut, tetapi beratnya nyeri
dan tanda-tanda fisiknya kurang nyata; pasien sering memiliki riwayat dispepsia,
intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang belangsung lama.
- Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas
dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik biler
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung
atau bahu kanan; rasa nyeri biasanya disertai rasa mual dan muntah dan bertambah
hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. pada
sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik
bilier disebabkan karena kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Saat distensi, bagian fundus
kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta
sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan tersebut menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan
menghambat pengembangan rongga dada.
- Ikterus. Empedu tidak dapat mengalir secara normal ke dalam usus tetapi mengalir
balik ke dalam hati, sehingga empedu akan diserap kembali ke dalam darah dan
dibawa ke seluruh tubuh dengan menimbulkan perubahan warna kulit, sklera, dan
membran mukosa menjadi kuning.
- Perubahan warna urin dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat
urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu
akan tampak kelabu, dan biasanya pekat (clay-colored).
- Defisiensi vitamin. Obstruksi empedu mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K
yang larut dalam lemak. Pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-
vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.

Komplikasi (Price & Wilson, 2012)

- Infeksi kandung empedu (kolesistisis)


- Obstruksi duktus sistikus atau duktus koledokus
- Peritonitis atau ruptur dinding kandung empedu, yang dapat disebabkan karena batu
menembus dinding kandung empedu sehingga menyebabkan peradangan hebat

RENCANA KEPERAWATAN

Pengkajian

Pasien biasanya mengalami ketidaknyamanan setelah makan, terkadang terdapat mual dan
muntah, perut kembung, dan meningkatnya suhu tubuh. Setelah jangka waktu beberapa bulan
atau tahun, gejala yang timbul secara progresif semakin berat. Gejala umum yang muncul
adalah nyeri di kuadran kanan atas abdomen yang dapat menyebar sampai skapula kanan,
yang disebut kolik bilier. Nyeri biasanya muncul tiba-tiba, dengan durasi kurang dari satu
sampai enam jam. Jika aliran empedu terobstruksi, pasien biasanya memiliki feses berwarna
pucat (clay-colored stools) dan urine yang berwarna pekat (Sommers, Johnson, & Beery,
2007).

Pengkajian post-op difokuskan pada status pernapasan pasien. Biasanya pasien dengan
penyakit kandung empedu menjalani tindakan pembedahan untuk menangani masalah. Insisi
abdomen yang diperlukan saat proses pembedahan dapat memengaruhi gerakan penuh
pernapasan. Riwayat merokok atau masalah pernapasan sebelumnya perlu diperhatikan. Catat
adanya respirasi dangkal, batuk persisten atau tidak efektif, dan adanya suara napas
tambahan. Mengevaluasi status nutrisi melalui anamnesis riwayat diet, pemeriksaan umum,
dan pemantauan hasil-hasil laboratorium yang didapat sebelumnya (Smeltzer et al., 2010).

Pengkajian Fisik Abdomen (Rebeiro, Jack, Scully, & Wilson, 2013)


 Anamnesis:
- Kaji keluhan utama (karakteristik nyeri dan tanda/gejala menggunakan PQRST)
- Kaji pola eliminasi dan kaji adanya nyeri perut, mual dan/atau muntah, anoreksia,
disfagia, diarre, konstipasi, distensi abdomen, peningkatan BAB, peningkatan buang
angin, disuria dan/atau nokturia
- Kaji riwayat kesehatan masa lalu terkait abdomen-kelainan tertentu, termasuk operasi
dan penyakit menular
- Kaji riwayat sosial
 Inspeksi
Pembagian abdomen:
 4 kuadran abdomen

 9 region abdomen

 Hypochondriac kanan: kolon asenden, kandung


empedu, lobus kanan
hati, ginjal kanan, sebagian
duodenum, kolon transversum
 Epigastric: ujung pyloric, sebagian
hati, pankreas, kelenjar adreanal
kanan dan kiri, ginjal kanan dan kiri,
duodenum, limpa, kolon transversum
 Hypochondriac kiri: kolon desenden,
ginjal kiri, hati, pankreas, usus halus, limpa, kolon transversum, lambung
 Lumbar kanan: kolon asenden, kandung empedu, hati, bagian bawah ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejunum
 Umbilikal: omentum, mesentery, kolon treansversum, bagian distal duodenum,
jejunum, ileum
 Lumbar kiri: kolon desenden, bagian bawah ginjal kiri, sebagian jejunum dan
ileum
 Iliaka kanan: cecum, apendiks, bagian distal ileum, ureter kanan, ovarium kanan
 Hypogastric: ileum, kandung kemih
 Iliaka kiri: kolon sigmoid, ureter kiri, ovarium kiri
- Inspeksi area abdomen untuk melihat: kontur, simetri, pigmentasi dan warna,
pemisahan otot rektus abdominis, guratan atau striae, tanda-tanda trauma, gerakan
pernapasan, gerakan peristaltik, letak umbilikus
 Auskultasi
- Auskultasi abdomen di empat kuadran untuk mendengar bising usus, mencatat
frekuensi, pitch, dan kualitas. Menempatkan diafragma stetoskop pada dinding
abdomen yang dimulai dari kuadran kanan bawah.
- Bising usus normalnya terdengar antara 5 sampai 30 kali per menit.
 Perkusi
- Dimulai dari kuadran kanan bawah, bergerak ke atas kemudian kuadran kiri atas dan
turun ke kuadaran kiri bawah.
- Perkusi dilakukan untuk menentukan batas letak organ
- Suara timpani normalnya terdengar karena adanya udara dalam labung dan usus.
Suara bernada tinggi dengan durasi panjang.
- Suara redup normalnya terdengar pada hati atau kanding kemih yang mengalami
distensi. Suara redup juga terdengar di atas organ padat atau massa.
- Normalnya letak hati adalah antara 6 dan 12 cm pada midklavikula kanan.
- Perkusi kandung kemih dilakukan dari simfisis pubis ke atas sampai umbilikus.
 Palpasi
- Dilakukan untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa.
- Palpasi dangkal: dilakukan dengan menggunakan tekanan dengan berat jari tangan.
Gerakan jari melingkar dan tekan ke bawah sedalam 1 cm.
- Palpasi dalam: dilakukan dengan meletakkan telapak tangan dan buku tangan untuk
menekan abdomen dengan kedalaman 4-5 cm.
- Palpasi bimanual: dilakukan dengan menggunakan kedua belah jari tangan kanan dan
kiri sekaligus, memposisikan ujung-ujung jari pada tepi organatau benjolan yang
diperiksa.

PENATALAKSANAAN (Smeltzer et al., 2010)


Farmakalogi
Pemberian asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenidol, chenofalk) untuk
melarutkan batu empedu yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol.
Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya
sehingga terjadi desaturasi getah empedu.

Nonfarmakologi
- Diet diterapkan dengan pembatasan pada makanan cair rendah lemak.
- Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan: pelarutan batu empedu menggunakan
bahan pelarut (monooktanoin atau metil tertier butil eter) ke dalam kandung empedu,
pengangkatan nonbedah (endoskop ERCP), Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy
(ESWL) menggunakan gelombang kejut berulang untuk memecah batu
- Penatalaksanaan bedah: kolesistektomi, minikolesistektomi, kolesistektomi
laparoskopik, koledokostomi, bedah kolesistostomi, kolesistostomi perkutan

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Smeltzer et al., 2010)


 Pemeriksaan sinar-x abdomen. Pemeriksaan sinar-x abdomen dapat dilakukan jika terdapat
kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala
lain.
 Ultrasonografi. Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat serta akurat, dan
dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Prosedur ini akan memberikan
hasil yang akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung
empedu berada dalam keadaan distensi. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam
kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi. Akurasi USG dalam
mendeteksi batu empedu yaitu 95%.
 Koleskintografi. Prosedur pemeriksaan dilakukan dengan menyuntikkan preparat
radioaktif secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat
diekskresikan ke dalam sistem bilier. Kemudian dilakukan pemindaian saluran empedu
untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier.
 Kolesistografi. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan
mengkaji kemampuan batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk
melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Media
kontras yang mengandung iodium yang diekskresikan oleh hati dan dipekatkan dalam
kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh
bahan radiopaque ini. Preparat yang diberikan sebagai bahan kontras mencakup asam
iopanoat (Telepaque), iodipamide meglumine (Cholografin), dan sodium ipodate
(Oragrafin). Semua preparat ini diberikan secara oral 10 sampai 12 jam sebelum dilakukan
pemeriksaan sinar-x. Sesudah diberikan preparat kontras, pasien tidak boleh mengonsumsi
apapun untuk mencegah kontraksi dan untuk pengosongan kandung empedu. Apabila hasil
menunjukkan kandung empedu tampak terisi dan dapat mengosongkan isinya secara
normal serta tidak mengandung batu, berarti tidak terjadi penyakit kandung empedu.
Apabila terjadi penyakit kandung empedu, maka kandung empedu mungkin tidak terlihat
karena adanya obstruksi oleh batu empedu.
 Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP). Pemeriksaan meliputi insersi
endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desenden. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk
memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memudahkan
akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil batu empedu. ERCP
berguna untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati dengan ikterus
yang disebabkan oleh obstruksi bilier, untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada
pasien yang kandung empedunya sudah diangkat, untuk menentukan lokasi batu dalam
saluran empedu, dan untukmenegakkan diagnosis penyakit kanker yang mengenai sistem
bilier.
 Kolangiografi Transepatik Perkutan. Meliputi penyuntikan bahan kontras langsung ke
dalam percabangan bilier.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Problem Etiologi Symptoms

Nyeri akut Obstruksi Ikterik  Peningkatan TTV


 Perubahan nafsu makan
 Tidak bisa tidur atau
menangis
 Fokus yang menyempit
 Posisi tubuh untuk
mengurangi nyeri
 Dilatasi pupil
 Focus terhadap diri
sendiri
 Ungkapan rasa sakit
Ketidakseimbangan nutrisi Mual dan muntah  Mual dan muntah
kurang dari kebutuhan tubuh  IMT dibawah normal
 Perubahan nafsu makan
Risike kekurangan volume Faktor risiko
cairan
 Kehilangan volume cairan secara aktif
 Kehilangan volume cairan melalui rute normal
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosis NOC NIC

Nyeri akut Level nyeri Manajemen nyeri

 Nyeri yang dirasakan  Melakukan pengkajian


berkurang dari level nyeri secara komprehensif
moderate ke ringan  Kaji ketidaknyamanan
 Durasi nyeri berkurang yang terlihat secara
dari level moderate ke nonverbal
ringan  Ajarkan manajemen nyeri
 Diaforesis berkurang nonfarmakologis bagi
dari level moderate ke pasien
ringan  Edukasi penggunaan obat-
Kontrol nyeri obatan untuk mengatasi
nyeri.
 Pasien dapat  Monitor tanda tanda vital
mengidentifikasi onset pasien
nyeri  Mengkaji pengetahuan
 Pasien dapat klien terkait nyeri serta
menggunakan teknik pengaruh kebudayaan
non analgesic untuk klien terkait ungkapan
mengurangi nyeri rasa nyeri.
 Pasien mendapatkan  Eksplorasi bersama klien
obat analgesik sesuai faktor yang dapat
kebutuhan menambah atau
mengurangi nyeri.
Ketidakseimbangan nutrisi Status nutrisi  Anjurkan makanan
sedikit tapi sering
kurang dari kebutuhan tubuh  Status nutrisi membaik
 Intoleransi makanan  Anjurkan minum-
berkurang minuman hangat
 Mual muntah berkurang
 BB dapat bertambah Kolaborasi
Pemberian obat ondansentron
untuk mencegah mual dan
muntah

Referensi:
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing Care Plans: Guidelines
for Individualizing Client care Across The Life Span. Philadelphia: F.A Davis
Company
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA international nursing diagnoses:
Definitions & classification 2018-2020. 11th edition. Oxford: Wiley Blackwell.
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Ed.
6. Jakarta: EGC.
Rebeiro, G., Jack, L., Scully, N., & Wilson, D. (2013). Keperawatan dasar: Manual
keterampilan klinis. Singapura: Elsevier.
Smeltzer, S. C., Hinkle, J. L., Bare, B. G., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth’s
Texbook of Medical Surgical Nursing (Twelfth Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Sommers, M. S., Johnson, S. A., & Beery T. A. (2007). Diseases and disorders: A nursing
therapeutics manual. 3rd Edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai