Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk pir yang terletak tepat di bawah
lobus hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu
yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih
besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang
segera bersatu duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus (Price & Wilson, 2012).
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung
empedu mampu menyimpan sekitar 40-60 ml empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk
ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus
sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh
darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung
empedu kira-kira 5 kali lebih pekat dibandingkan empedu hati. Secara berkala kandung
empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum. Ketika makanan masuk ke dalam
duodenum akan terjadi kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang
memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam intestinum (Price & Wilson, 2012;
(Smeltzer, Hinkle, Bare, & Cheever, 2010)).
Proses Pembentukan Empedu
Empedu dibentuk secara terus-menerus oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus
serta saluran empedu. Empedu tersusun dari air dan elektrolit, seperti natrium, kalium,
kalsium, klorida serta bikarbonat, dan juga mengandung beberapa substansi seperti lesitin,
kolesterol, bilirubin, serta garam-garam empedu. Empedu dikumpulkan dan disimpan dalam
kandung empedu untuk kemudian dialirkan ke dalam intestinum jika diperlukan bagi
pencernaan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai
pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu
(Smeltzer et al., 2010).
PATOFISIOLOGI
Definisi
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu (kolesterol, bilirubin,
garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid) (Price & Wilson, 2012). Jika
batu empedu mengobstruksi bagian leher kandung empedu atau duktus sistikus, kandung
empedu dapat terinfeksi bakteri seperti Escherechia coli. Kandung empedu menjadi
membesar sampai dua atau tiga kali dari normalnya, sehingga perfusi jaringan terganggu
(Sommers, Johnson, & Beery, 2007). Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi
atas tiga jenis yaitu pigmen, kolesterol, dan batu campuran (Price & Wilson, 2012).
- Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini:
bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang. Batu-batu ini cenderung
berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan. Batu pigmen berwarna
hitam berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu berwarna coklat berkaitan dengan
infeksi empedu kronis.
- Batu kolesterol “murni” biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat aau oval,
berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen.
- Batu kolesterol campuran paling sering ditemukan. Batu ini memiliki gambaran batu
pigmen maupun batu kolesterol, majemuk, dan berwarna coklat tua. Sering dapat
terlihat dengan pemeriksaan radiografi, sedangkan batu komposisi murni tidak
terlihat.
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungand
engan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi kandung
empedu (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010).
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi (Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever,
2010).
- Gejala kolesistitis akut: nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen
kuadran kanan atas, nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan, nausea dan
muntah, nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kambuh kembali,
nyeri dapat ditemukan di atas kandung empedu bila nyeri mereda.
- Gejala kolesistitis kronis: mirip dengan gejala kolesistitis akut, tetapi beratnya nyeri
dan tanda-tanda fisiknya kurang nyata; pasien sering memiliki riwayat dispepsia,
intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang belangsung lama.
- Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas
dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik biler
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung
atau bahu kanan; rasa nyeri biasanya disertai rasa mual dan muntah dan bertambah
hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. pada
sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik
bilier disebabkan karena kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Saat distensi, bagian fundus
kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta
sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan tersebut menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan
menghambat pengembangan rongga dada.
- Ikterus. Empedu tidak dapat mengalir secara normal ke dalam usus tetapi mengalir
balik ke dalam hati, sehingga empedu akan diserap kembali ke dalam darah dan
dibawa ke seluruh tubuh dengan menimbulkan perubahan warna kulit, sklera, dan
membran mukosa menjadi kuning.
- Perubahan warna urin dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat
urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu
akan tampak kelabu, dan biasanya pekat (clay-colored).
- Defisiensi vitamin. Obstruksi empedu mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K
yang larut dalam lemak. Pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-
vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.
RENCANA KEPERAWATAN
Pengkajian
Pasien biasanya mengalami ketidaknyamanan setelah makan, terkadang terdapat mual dan
muntah, perut kembung, dan meningkatnya suhu tubuh. Setelah jangka waktu beberapa bulan
atau tahun, gejala yang timbul secara progresif semakin berat. Gejala umum yang muncul
adalah nyeri di kuadran kanan atas abdomen yang dapat menyebar sampai skapula kanan,
yang disebut kolik bilier. Nyeri biasanya muncul tiba-tiba, dengan durasi kurang dari satu
sampai enam jam. Jika aliran empedu terobstruksi, pasien biasanya memiliki feses berwarna
pucat (clay-colored stools) dan urine yang berwarna pekat (Sommers, Johnson, & Beery,
2007).
Pengkajian post-op difokuskan pada status pernapasan pasien. Biasanya pasien dengan
penyakit kandung empedu menjalani tindakan pembedahan untuk menangani masalah. Insisi
abdomen yang diperlukan saat proses pembedahan dapat memengaruhi gerakan penuh
pernapasan. Riwayat merokok atau masalah pernapasan sebelumnya perlu diperhatikan. Catat
adanya respirasi dangkal, batuk persisten atau tidak efektif, dan adanya suara napas
tambahan. Mengevaluasi status nutrisi melalui anamnesis riwayat diet, pemeriksaan umum,
dan pemantauan hasil-hasil laboratorium yang didapat sebelumnya (Smeltzer et al., 2010).
9 region abdomen
Nonfarmakologi
- Diet diterapkan dengan pembatasan pada makanan cair rendah lemak.
- Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan: pelarutan batu empedu menggunakan
bahan pelarut (monooktanoin atau metil tertier butil eter) ke dalam kandung empedu,
pengangkatan nonbedah (endoskop ERCP), Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy
(ESWL) menggunakan gelombang kejut berulang untuk memecah batu
- Penatalaksanaan bedah: kolesistektomi, minikolesistektomi, kolesistektomi
laparoskopik, koledokostomi, bedah kolesistostomi, kolesistostomi perkutan
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Problem Etiologi Symptoms
Referensi:
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing Care Plans: Guidelines
for Individualizing Client care Across The Life Span. Philadelphia: F.A Davis
Company
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA international nursing diagnoses:
Definitions & classification 2018-2020. 11th edition. Oxford: Wiley Blackwell.
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Ed.
6. Jakarta: EGC.
Rebeiro, G., Jack, L., Scully, N., & Wilson, D. (2013). Keperawatan dasar: Manual
keterampilan klinis. Singapura: Elsevier.
Smeltzer, S. C., Hinkle, J. L., Bare, B. G., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth’s
Texbook of Medical Surgical Nursing (Twelfth Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Sommers, M. S., Johnson, S. A., & Beery T. A. (2007). Diseases and disorders: A nursing
therapeutics manual. 3rd Edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.