Anda di halaman 1dari 19

ASKEP KOLELITIASIS

ASUHAN KEPERAWATAN KOLELITIASIS


I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI

Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu (Brunner & Suddarth, 2001).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol, bilirubin,
garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price & Wilson, 2005).

B. ETIOLOGI

Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya, akan tetapi, tampaknya faktor
predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Kondisi klinis yang dikaitkan dengan semakin meningkatnya insiden batu empedu adalah
diabetes, sirosis hati, pangkreatitis, kanker kandung empedu dan penyakit/reseksi ileum.
faktor lainnya adalah obesitas, multipararitas, pertambahan usia, jenis kelamin perempuan
dan ingesti segera makanan yang mengandung kalori rendah/lemak rendah (puasa).

C. KLASIFIKASI

Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :


1. Tipe kolesterol.
2. Tipe pigmen empedu.
3. Tipe campuran.

Batu kolesterol terjadi akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan
hingga kadarnya diatas nilai kritis ke larutan kolesterol dalam empedu.
Tipe pigmen biasanya akibat proses hemolitik atau investasi E. Coli ke dalam empedu yang
dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat
menjadi Kristal kalsium bilirubin.

D. PATOFISIOLOGI

Kolelitiasis (Batu empedu)


Tersusun dari pigmen Tersusun dari kolesterol
Proses hemolitik/ Batu pigmen Batu Kolesterol Akibat gangguan
Investasi E. Coli hati

Megnubah bilirubin akibat pigmen yang tak sintesis as. empedu ekskresi kolesterol
diglukosonida terkonjugasi mengadakan & pe sintesis meningkat
pengendapan dalam hati
Bilirubin bebas Batu Supersaturasi getah empedu oleh empedu
Kristal kalsium Terutama pada ps. Mengendap
Bilirubin sirosis hepatis,
hemolisis & infeksi Batu
percabangan bilier
Predisposisi batu empedu

Sebagai iritan

Peradangan dalam kandung empedu

E. MANIFESTASI KLINIS

Batu empedu dapat mengalami 2 jenis gejala :


1. Gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri.
2. Gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu.

Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis

1. Rasa Nyeri dan Kolik Bilier


Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi & akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat
pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas
yang menjalar ke punggung/bahu kanan ; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan
muntah.

2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang
khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh
darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.

3. Perubahan Warna Urin & Feses


Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses
yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat (clay-
colored).

4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorbsi vitamin A, D, E & K yang larut
dalam lemak. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi (ultrasonografi & tomografi


computer).

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang penting adalah terjadinya kolesistitis akut & kronik, koledokolitrasis &
pankreatitis, yang lebih jarang ialah kolangitis, abses hati, sirosis bilier & ikterus obstruktif.
H. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif
a. Diet rendah lemak.
b. Obat-obatan antikolinergik-antispasmodik.
c. Analgesik.
d. Antibiotik, bila disertai kolesistitis.
e. Asam empedu (as. kenodeoksikolat) 6,75-4,5 gr/hr, diberikan dalam
waktu lama, dikatakan dapat menghilangkan batu empedu, terutama
batu kolesterol. Asam ini mengubah empedu yang mengandung banyak
kolesterol (lithogenic bile) menjadi empedu dengan komposisi normal.
Dapat juga untuk pencegahan, namun efek toksiknya banyak, kadamg-
kadang diare.

2. Kolesistektomi
Dengan kolesistektomi, pasien tetap dapat hidup normal, namun seperti biasa. Umumnya
dilakukan pada pasien dengan kolik bilier atau diabetes.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan.
Tanda : geilsah.

2. Sirkulasi
Gejala/Tanda : takikardia, berkeringat.

3. Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine & feses.
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine
gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea.

4. Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak &
makanan pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri
epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dyspepsia.
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.

5. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau
bahu kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan
makan, nyeri mulai tiba-tiba & biasanya memuncak dalam 30
menit.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan, tanda Murphy positif.
6. Pernapasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan tertekan ditandai
oleh napas pendek, dangkal.

7. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, dan kulit berkeringat & gatal
(pruritus), kecendrungan perdarahan (kekurangan vit. K).

8. Penyuluhan dan Pembelajaran


Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu, adanya
kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi usus,
diskrasias darah.

9. Pemeriksaan Diagnostik
- Darah lengkap : Leukositis sedang (akut).
- Billirubin & amilase serum : meningkat.
- Enzim hati serum-AST (SGOT) : ALT (SGOT), LDH : agak meningkat,
alkalin fosfat & S-nukleotidase, ditandai pe obstruksi bilier.
- Kadar protombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorpsi vit. K.
- Ultrasound : menyatakan kalkuli & distensi empedu/duktus empedu.
- Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik : memperlihatkan
percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum.
- Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran dengan
fluoroskopi antara penyakit kandung empedu & kanker pangkreas.
- CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu.
- Scan hati : menunjukkan obstruksi percabangan bilier.

10. Prioritas Keperawatan


1. Menghilangkan nyeri & meningkatkan istirahat.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit.
3. Mencegah komplikasi.
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis.

11. Tujuan Pemulangan


1. Nyeri hilang.
2. Homeostasis meningkat.
3. Komplikasi dicegah/minimal.
4. Proses penyakit, prognosis & program pengobatan dipahami.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN & INTERVENSI

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen cedera biologis : obstruksi/spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Hasil yang diharapkan : - Melaporkan nyeri hilang.
- Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi
untuk situasi individual.

Intervensi :
- Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang
timbul, kolik).
Rasional : membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang
kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi.

- Catat respon terhadap obat, dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang.
Rasional : nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan terjadinya
komplikasi/kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut.

- Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.


Rasional : tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen, namun
pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah.

- Control suhu lingkungan.


Rasional : dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan ketidaknyamanan kulit.

- Dorong menggunakan tehnik relaksasi, contoh : bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan


nafas dalam, berikan aktivitas senggang.
Rasional : meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan
koping.

- Sediakan waktu untuk mendengar dan mempertahankan kontak dengan pasien sering.
Rasional : membantu dalam menghilangkan cemas dan memusatkan kembali perhatian yang
dapat menghilangkan nyeri.

- Berikan obat sesuai indikasi.


Rasional : menghilangkan reflex spasme/kontraksi otot halus dan membantu dalam
manajemen nyeri.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui pengisapan gaster berlebihan : muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster.
Hasil yang diharapkan : - Menunjukkan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan oleh tanda
vital stabil.
- Membrane mukosa lembab.
- Turgor kulit baik.
- Pengisian kapiler baik.
- Secara individu mengeluarkan urin cukup dan tak ada muntah.

Intervensi :
- Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan,
peningkatan berat jenis urin, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
Rasional : memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian.

- Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kelemahan,


kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif, atau tak adanya
bising usus, depresi pernapasan.
Rasional : muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan pemasukan oral dapat
menimbulkan deficit natrium, kalium, dan klorida.
- Hindarkan dari lingkungan yang berbau.
Rasional : menurunkan rangsangan pada pusat muntah.

- Lakukan kebersihan oral dengan pencuci mulut ; berikan minyak.


Rasional : menurunkan kekeringan membrane mukosa, menurunkan risiko perdarahan oral.

- Gunakan jarum kecil untuk injeksi dan melakukan tekanan pada bekas suntikan lebih lama
dari biasanya.
Rasional : menurunkan trauma, risiko perdarahan/pembentukan hematom.

- Kaji perdarahan yang tak biasanya, contoh perdarahan terus-menerus pada sisi injeksi,
mimisan, perdarahan gusi, ekimosis, ptekie, hematemesis/melena.
Rasional : protombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu
terhambat, meningkatkan risiko perdarahan/hemoragik.

- Pertahankan pasien puasa sesuai keperluan.


Rasional : menurunkan sekresi dan motilitas gaster.

3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Hasil yang diharapkan : - Melaporkan mual/muntah hilang.
- Menunjukkan kemajuan mencapai berat badan atau mempertahankan berat badan individu
yang tepat.

Intervensi :
- Hitung masukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi, berfokus pada masalah membuat
suasana negative dan mempengaruhi masukan.

- Timbang sesuai indikasi.


Rasional : mengevaluasi keefektifan rencana diet.

- Konsul tentang kesukaan/ketidaksukaan pasien, makanan yang menyebabkan distress, dan


jadwal makan yang disukai.
Rasional : melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol
dan mendorong untuka makan.

- Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan berbau.


Rasional : untuk meningkatkan nafsu makan/menurunkan mual.

- Berikan kebersihan oral sebelum makan.


Rasional : mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

- Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.


Rasional : membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen,
mempengaruhi penyembuhan dan rasa sehat dan menurunkan kemungkinan masalah
sekunder sehubungan dengan imobilisasi.

- Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.


Rasional : berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang paling
tepat.

4. Kurang Pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan


tidak mengenal sumber informasi.
Hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan, prognosis.
- Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi :
- Berikan penjelasan/alasan tes dan persiapannya.
Rasional : informasi menurunkan cemas, dan rangsangan simpatis.

- Kaji ulang proses penyakit/prognosis, diskusikan perawatan dan pengobatan, dorong


pertanyaan, ekspresikan masalah.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi. Komunikasi efektif dan dukungan turunkan cemas dan tingkatkan penyembuhan.

- Diskusikan program penurunan berat badan bila diindikasikan.


Rasional : kegemukan adalah fakor risiko yang dihubungkan dengan kolesistitis, dan
penurunan berat badan menguntungkan dalam manajemen medik terhadap kondisi kronis.

- Anjurkan pasien untuk menghindari makanan/minuman tinggi lemak (contoh : susu segar,
es krim, mentega, makanan gorengan, kacang polong, bawang, minuman karbonat), atau zat
iritan gaster (contoh : makanan pedas, kafein, sitrun).
Rasional : mencegah/membatasi terulangnya serangan kandung empedu.

ASUHAN KEPERAWATAN KOLELITIASIS DENGAN NANDA, NOC,


NIC
Diposkan oleh Rizki Kurniadi

A. Pengertian :
Kolelitiasis (batu empedu) terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang
membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang
bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi
insidennya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun, semakin meningkat pada
usia 75 tahun.
KOLESISTITIS
Infeksi pada kandung empedu ada yang akut dan kronis. Kolesistitis akut biasanya
disertai nyeri tekan dan kekakuan pada abdomen kuadran kanan atas, mual muntah dan tanda
tanda yang umum dijumpai pada inflamasi akut.
Kolesistitis kalkulus terdapat pada > 90% pasien kolesistitis akut. Pada kolesistitis
kalkulus , batu kandung empedu menyumbat saluran keluar empedu. Getah empedu yang
tetap berada dalam kandung empedu akan menimbulkan reaksi kimia, edema dan pembuluh
darah dalam kandung empedu akan terkompresi sehingga suplai vaskulernya terganggu.
Kolesistitis akalkulus merupakan inflamasi kandung empedu tanpa sumbatan oleh batu
empedu, tetapi timbul setelah tindakan bedah mayor, trauma berat, atau luka bakar.
B. Patofisiologi :
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan
tersusun dari kolesterol
Batu pigmen : akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami
presipitasi / pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu semacam ini
semakin besar pada pasien serosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak
dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi.
Batu kolesterol : merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam
air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo lipid) dalam empedu. Pada
pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu
dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan supersaturasi getah empedu
oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu mengendap membentuk batu. Getah empedu
yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang
berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu 4 X lebih banyak
dari pada laki-laki. Biasanya terjadi pada wanita berusia > 40 tahun, multipara, obesitas.
Penderita batu empedu meningkat pada pengguna kontrasepsi pil, estrogen dan klofibrat yang
diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan batu meningkat
bersamaan dengan penambahan umur, karena bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan
menurunnya sintesis asam empedu juga meningkat akibat mal absorbsi garam-garam empedu
pada pasien dengan penyakit gastrointestinal, pernah operasi resesi usus, dan DM.

C. Manifestasi Klinik
Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh, distensi abdomen,
nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi makanan berlemak / yang
digoreng.
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :
1. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu
akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas, teraba massa
padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen
kanan atas yang menjalar kepunggung atau bahu kanan , rasa nyeri disertai mual dan muntah
akan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan dalam porsi besar. Pasien
akan gelisah dan membalik-balikkan badan, merasa tidak nyaman, nyerinya bukan kolik
tetapi persisten. Seorang kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu
yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam
keadaan distensi bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding adomen pada
daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh bagian kanan, sehingga menimbulkan nyeri
tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika inspirasi dalam.
2. Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu
keduodenum akan menimbulkan gejala yang khas : getah empedu tidak dibawa keduodenum
tetapi diserap oleh darah sehingga kulit dan mukosa membran berwarna kuning, disertai gatal
pada kulit.
3. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat karena ekskresi
pigmen empedu oleh ginjal.
4. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah
yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut akan mengakibatkan abses,
nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

D. Etiologi
1. Statis cairan empedu
2. Infeksi kuman (E.Coli, klebsiella, Streptokokus, Stapilokokus, Clostridium).
3. Iskemik dinding kandung empedu.
4. Kepekatan cairan empedu.
5. Kolesterol.
6. Lisolesitin.
7. Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti reaksi supurasi
dan inflamasi.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. laboratorium : lekositosis, blirubinemia ringan, peningkatan alkali posfatase.
2. USG: dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang
mengalami dilatasi, USG mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.
3. CT Scan Abdomen :
4. MRI.
5. Sinar X abdomen
6. Koleskintografi / Pencitraan Radionuklida: preparat radioaktif disuntikkan secara intravena.
Pemeriksaan ini lebih mahal dari USG, waktu lebih lama, membuat pasien terpajar sinar
radiasi, tidak dapat mendeteksi batu empedu.
7. Kolesistografi: alat ini digunakan jika USG tidak ada / hasil USG meragukan.

F. Penatalaksanaan
1. Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)
a. Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT, analgetik dan
antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi, ketela, kentang yang dilumatkan,
sayur non gas, kopi dan teh.
b. Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim, daging babi,
gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
c. Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat (chenodiol, chenofalk)
digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama
tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil
untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol
dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada
dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah pembentukannya.
Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan batu.
d. Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan suatu bahan pelarut
(manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam kandung empedu. Melalui selang / kateter
yang dipasang perkuatan langsung kedalam kandung empedu, melalui drain yang
dimasukkan melalui T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan, melalui endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e. Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan gelombang kejut
berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam kandung empedu atau duktus koledokus
untuk memecah batu menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh
media cairan oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik. Energi
disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi cairan. Setelah batu pecah
secara bertahap, pecahannya akan bergerak perlahan secara spontan dari kandung empedu
atau duktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau
asam empedu peroral.
2. Pembedahan
a. Intervensi bedah dan sistem drainase.
b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut. Sebuah drain
ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk
mengalirkan darah, cairan serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa absorben.
c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm, bisa
dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.
d. Kolesistektomi laparaskopi
e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka tusukan melalui dinding
abdomen pada umbilikus
3. Pendidikan pasien pasca operasi :
a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala komplikasi intra
abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera makan, muntah, rasa nyeri, distensi
abdomen dan kenaikan suhu tubuh.
b. Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24 sampai 48 jam pertama.
c. Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka operasi dan
sekitarnya
d. Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang
e. Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.

G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:


1. Nyeri Akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan
nutrisi, faktor biologis
3. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.
4. Kurang perawatan diri b/d kelemahan
5. Kurang Pengetahuan tentang penyakit, diet dan perawatannya b/d mis interpretasi informasi

RENPRA CHOLELITIASIS

N Diagnosa Tujuan Intervensi


o Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam Manajemen
agen injuri fisik tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH: nyeri :
 Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3  Kaji tingkat
 Ekspresi wajah tenang nyeri secara
 klien dapat istirahat dan tidur komprehensif
 v/s dbn termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan
faktor
presipitasi.
 Observasi re
aksi nonverbal
dari ketidak
nyamanan.
 Gunakan
teknik
komunikasi
terapeutik
untuk
mengetahui
pengalaman
nyeri klien
sebelumnya.
 Kontrol
faktor
lingkungan
yang
mempengaruh
i nyeri seperti
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan.
 Kurangi
faktor
presipitasi
nyeri.
 Pilih dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologis/
non
farmakologis).
.
 Ajarkan
teknik non
farmakologis
(relaksasi,
distraksi dll)
untuk
mengetasi
nyeri..
 Berikan
analgetik
untuk
mengurangi
nyeri.
 Evaluasi
tindakan
pengurang
nyeri/kontrol
nyeri.
 Kolaborasi
dengan dokter
bila ada
komplain
tentang
pemberian
analgetik tidak
berhasil.

Administrasi
analgetik :.
 Cek program
pemberian
analogetik;
jenis, dosis,
dan frekuensi.
 Cek riwayat
alergi..
 Tentukan
analgetik
pilihan, rute
pemberian dan
dosis optimal.
 Monitor TV
 Berikan
analgetik tepat
waktu
terutama saat
nyeri muncul.
 Evaluasi
efektifitas
analgetik,
tanda dan
gejala efek
samping.
2 Ketidakseimban Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam Manajemen
gan nutrisi klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan Nutrisi
kurang dari KH:  Kaji adanya
kebutuhan  BB stabil, alergi
tubuh  nilai laboratorium terkait normal, makanan.
 tingkat energi adekuat,  Kaji makanan
 masukan nutrisi adekuat yang disukai
oleh klien.
 Kolaborasi
team gizi
untuk
penyediaan
nutrisi terpilih
sesuai dengan
kebutuhan
klien.
 Anjurkan
klien untuk
meningkatkan
asupan
nutrisinya.
 Yakinkan diet
yang
dikonsumsi
mengandung
cukup serat
untuk
mencegah
konstipasi.
 Monitor
jumlah nutrisi
dan
kandungan
kalori.
 Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi.

Monitor
Nutrisi
 Monitor BB
jika memung
kinkan
 Monitor
respon klien
terhadap
situasi yang
mengharuskan
klien makan.
 Jadwalkan
pengobatan
dan tindakan
tidak
bersamaan
dengan waktu
klien makan.
 Monitor
adanya mual
muntah.
 Monitor
adanya
gangguan
dalam input
makanan
misalnya
perdarahan,
bengkak dsb.
 Monitor
intake nutrisi
dan kalori.
 Monitor
kadar energi,
kelemahan
dan kelelahan.
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak Konrol
b/d imunitas terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH: infeksi :
tubuh menurun, Tdk ada tanda-tanda infeksi  Bersihkan
prosedur  AL normal lingkungan
invasive.  V/S dbn setelah
dipakai pasien
lain.
 Batasi
pengunjung
bila perlu.
 Intruksikan
kepada
pengunjung
untuk mencuci
tangan saat
berkunjung
dan
sesudahnya.
 Gunakan
sabun anti
miroba untuk
mencuci
tangan.
 Lakukan cuci
tangan
sebelum dan
sesudah
tindakan
keperawatan.
 Gunakan baju
dan sarung
tangan sebagai
alat
pelindung.
 Pertahankan
lingkungan
yang aseptik
selama
pemasangan
alat.
 Lakukan
dresing infus
dan dan
kateter setiap
hari Sesuai
indikasi
 Tingkatkan
intake nutrisi
dan cairan
 berikan
antibiotik
sesuai
program.

Proteksi
terhadap
infeksi
 Monitor tanda
dan gejala
infeksi
sistemik dan
lokal.
 Monitor
hitung
granulosit dan
WBC.
 Monitor
kerentanan
terhadap
infeksi..
 Pertahankan
teknik aseptik
untuk setiap
tindakan.
 Inspeksi kulit
dan mebran
mukosa
terhadap
kemerahan,
panas.
 Ambil kultur,
dan laporkan
bila hasil
positip jika
perlu
 Dorong
istirahat yang
cukup.
 Dorong
peningkatan
mobilitas dan
latihan.
 Instruksikan
klien untuk
minum
antibiotik
sesuai
program.
 Ajarkan
keluarga/klien
tentang tanda
dan gejala
infeksi.
 Laporkan
kecurigaan
infeksi.
4 Sindrom defisit Setelah dilakukan askep ...... jam ADLs terpenuhi Self Care
self care b.d dg KH: Assistence
kelemahan  Klien bersih, tidak bau  Bantu ADL
 Kebutuhan sehari-hari terpenuhi klien selagi
klien belum
mampu
mandiri
 Pahami
semua
kebutuhan
ADL klien
 Pahami
bahasa-bahasa
atau
pengungkapan
non verbal
klien akan
kebutuhan
ADL
 Libatkan
klien dalam
pemenuhan
ADLnya
 Libatkan
orang yang
berarti dan
layanan
pendukung
bila
dibutuhkan
 Gunakan
sumber-
sumber atau
fasilitas yang
ada untuk
mendukung
self care
 Ajari klien
untuk
melakukan
self care
secara
bertahap
 Ajarkan
penggunaan
modalitas
terapi dan
bantuan
mobilisasi
secara aman
(lakukan
supervisi agar
keamnananny
a terjamin)
 Evaluasi
kemampuan
klien untuk
melakukan
self care di RS
 Beri
reinforcement
atas upaya dan
keberhasilan
dalam
melakukan
self care
5 Kurang Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan Mengajarkan
pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH: proses
keluarga  Keluarga penyakit
berhubungan menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengob  Kaji
dengan kurang atan dan memahami perawatan pengetahuan
paparan dan Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat keluarga
keterbatasan dilakukan tindakan tentang proses
kognitif penyakit
keluarga  Jelaskan
tentang
patofisiologi
penyakit dan
tanda gejala
penyakit
 Beri
gambaran
tentaang tanda
gejala
penyakit kalau
memungkinka
n
 Identifikasi
penyebab
penyakit
 Berikan
informasi
pada keluarga
tentang
keadaan
pasien,
komplikasi
penyakit.
 Diskusikan
tentang
pilihan
therapy pada
keluarga dan
rasional
therapy yang
diberikan.
 Berikan
dukungan
pada keluarga
untuk memilih
atau
mendapatkan
pengobatan
lain yang
lebih baik.
 Jelaskan pada
keluarga
tentang
persiapan /
tindakan yang
akan
dilakukan

Anda mungkin juga menyukai