Jurnal PBL

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

JPPIPA, Vol. 3 No.

1 2018
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA
http://journal.unesa.ac.id/index.php/jppipa

MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM MELATIH


SCIENTIFIC REASONING SISWA

Oleh:
Noly Shofiyah1 dan Fitria Eka Wulandari 2
1,2
Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Abstrak
Scientific reasoning merupakan salah satu hasil belajar yang seharusnya dilatihkan kepada siswa karena penalaran
ilmiah yang tinggi akan mempengaruhi siswa dalam membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Dibutuhkan
keseriusan dalam melatihkan keterampilan scientific reasoning. Sehingga guru harus memilih pedekatan pembelajaran
yang sesuai. Artikel ini mendiskusiskan tentang model problem based learning yang merupakan model pembelajaran
berbasis inkuiri, dimana pembelajarannya dimulai dengan memberikan masalah. Pembahasan kedua, diperkenalkan
pola-pola penalaran ilmiah yang bisa dilatihkan pada siswa baik yang berada pada tahap opersional konkrit maupun
formal. Pada akhir pembahasan, akan diuraikan bagaimana model PBL mampu memfasilitasi siswa dalam
mengembangkan penalaran ilmiah.
Kata Kunci: Problem Based Learning and Scientific Reasoning

Abstract
Scientific reasoning is one of the learning outcomes that should be trained to students, because high scientific
reasoning skills will affect students to be a good decisions maker and problem solver. Seriousness is needed in
training scientific reasoning skills. Therefore, the teacher must choose the appropriate learning approach. This
article discusses the problem based learning model which is an inquiry-based learning model, where learning begins
with problem-solving. The second discussion, introduced the patterns of scientific reasoning that can be trained on
students both at the stage of concrete and formal opersional. At the end of the discussion, we will describe how the
problem based learning can facilitate students in developing scientific reasoning.
Keywords: Problem Based Learning and Scientific Reasoning

© 2018 Universitas Negeri Surabaya


2
Alamat Korespondensi: p-ISSN: 2527-7537
Prodi Pendidika IPA, FKIP
e-ISSN: 2549-2209
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Kampus I Jl. Mojopahit 666B Sidoarjo
Email: nolyshofiyah@umsida.ac.id atau
fitriaekawulandari@umsida.ac.id

33
N. Shofiyah, F. E. Wulandari, JPPIPA (Jurnal Penelitian Pendidikan IPA), Vol. 3, No. 1, 33-38

PENDAHULUAN METODE

Saat ini, banyak sekolah yang ingin Penelitian ini merupakan jenis penelitian
mempersiapkan siswa-siswinya setelah lulus dapat kepustakaan, karena pada penelitian ini hanya
menghadapi tantangan global abad 21. Sekolah menggunakan sumber perpustakaan untuk
dengan program sks dan berbasis bilingual memperoleh data (Zed, 2004). Teknik
diluncurkan agar siswa mendapat prestasi pengumpulan data dengan cara mengumpulkan
akademik maupun non akademik secara informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai
internasional, (Depdiknas, 2007). Scientific sumber kepustakaan yang berhubungan problem
reasoning (penalarn ilmiah) merupakah salah satu based learning dan keterampilan penalaran ilmiah.
keterampilan higher order thinking dan juga Sumber kepustakaan yang digunakan dalam
termasuk ke dalam keterampilan abad 21, (Duschl, penelitian ini diperoleh dari buku, jurnal, hasil-
Schweingruber, & Shouse, 2007). Siswa yang hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber
memiliki kemampuan penalaran ilmiah yang lainnya seperti kebijakan pemerintah dan
tinggi akan memiliki kemampuan yang bagus kurikulum.
dalam menyelesaikan masalah. Dalam studi kepustakaan, seorang peneliti
Beberapa peneliti terdahulu berpendapat harus mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku
bahwa salah satu tujuan utama pembelajaran IPA seperti mengidentifikasikan teori secara sistematis,
di sekolah adalah untuk mengembangkan penemuan pustaka, dan analisis dokumen yang
kemampuan scientific reasoning, (Timmeman, memuat informasi yang berkaitan dengan topik
2008, p.3). Penalaran ilmiah merupakan penelitian. Sehingga, setelah bahan kepustakaan
kemampuan kognitif siswa dalam terkumpul, maka peneliti menyusun bahan
menginterpretasikan, menganalisis, mengevaluasi, tersebut secara sistematis, dan
berargumen dan memecahkan masalah yang mengklasifikasikannya sebagai data relevan dan
berkaitan dengan IPA, (Shofiyah, dkk, 2013). tidak relevan. Pada akhir tahapan, peneliti
Keterampilan ini akan membantu siswa untuk melakukan analisis terhadap teori-teori yang
lebih mudah memahami dan mengevaluasi didapatkan.
konsep-konsep sains, (Giere, 1991, p.4). Dengan
kata lain, keterampilan penalaran ilmiah memiliki HASIL DAN PEMBAHASAN
hubungan yang signifikan dengan kemampuan
siswa dalam belajar konten IPA. Lawson, dkk Model Problem Based Learning (PBL)
(2000) menjelaskan bahwa siswa yang memiliki Menurut Hung (2008), Problem Based
formal reasoning ability tinggi memperoleh nilai Learning (PBL) adalah sebuah kurikulum yang
yang tinggi juga pada tes kemampuan konsep IPA. merencanakan pembelajaran untuk mencapai
Salah satu alternative yang dapat dilakukan suatu tujuan instuksional. PBL merupakan model
guru untuk meningkatkan kemampuan penalaran pembelajaran yang menginisiasi siswa dengan
ilmiah siswa adalah dengan memberikan menghadirkan sebuah masalah agar diselesaikan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat memacu proses oleh siswa. Selama proses pemecahan masalah,
berpikir tingkat tinggi. Sehingga guru dalam siswa membangun pengetahuan serta
pembelajaran IPA harus menggunakan model- mengembangkan keterampilan pemecahan
model pembelajaran yang dapat memfasilitasi hal masalah dan keterampilan self-regulated learner.
tersebut. Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan Dalam proses pembelajaran PBL, seluruh kegiatan
pendekatan pembelajaran yang cukup luas dimana yang disusun oleh siswa harus bersifat sistematis.
siswa membangun konsep yang paling dasar Hal tersebut diperlukan untuk memecahkan
melalui proses ilmiah. Salah satu model masalah atau menghadapi tantangan yang nanti
pembelajaran yang berbasis inkuiri adalah model diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari–
Problem Based Learning (PBL). hari.
Artikel ini membahas tentang model Problem Mengacu rumusan dari Kwan (2009), bahwa
Based Learning (PBL) yang meliputi karakteristik “PBL merupakan Metode instruksional yang
dan fase-fase PBL serta mendiskusikan tentang menantang peserta didik agar belajar untuk
konsep Scientific reasoning dimana terdapat pola- belajar, bekerja sama dalam kelompok untuk
pola yang disesuaikan dengan tahap berpikir mencari solusi bagi masalah yang nyata”. Masalah
kognitif siswa. Sebagai tambahan, artikel ini akan ini digunakan untuk mengaitkan rasa
mengkaitkan model PBL dengan kemampuan keingintahuan serta kemampuan analisis peserta
scientific reasoning. didik dan inisiatif atas materi pelajaran. PBL
mempersiapkan peserta didik untuk berfikir kritis
dan analistis dan untuk mencari serta
menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai

34
N. Shofiyah, F. E. Wulandari, JPPIPA (Jurnal Penelitian Pendidikan IPA), Vol. 3, No. 1, 40-45

(Fakhriyah, 2014). Proses pembelajaran PBL siswa meskipun berpusat pada masalah
secara utuh dimulai dengan membagi siswa pembelajaran tertentu solusi yang dikehendaki
kedalam grup yang berisi 5-8 siswa, kemudian melibatkan banyak mata pelajaran.
mereka diberikan masalah. Masalah tersebut harus Penyelidikan otentik. PBL menghendaki
otentik yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. peserta didik menggeluti penyelidikan otentik
Siswa berusaha memecahkannnya dengan dengan memperoleh pemecahan nyata terhadap
pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus masalah-masalah nyata. Mereka menganalisis
mencari informasi – informasi baru yang relevan informasi, melaksanakan eksperimen (bila
untuk solusinya. Mereka harus mengidentifikasi diperlukan) membuat inferensi dan membuat
masalah tersebut, kemudian membuat hipotesis, kesimpulan.
mendaftar apa yang mereka perlukan dan Menghasilkan karya nyata dan memamerkan.
mengeksplor kegiatan eksperimen apa yang PBL menghasilkan produk dalam bentuk karya
mereka butuhkan. Selama dalam kegiatan kerja nyata dan memamerkannya. Produk ini mewakili
kelompok tersebut, siswa harus menyelesaikan sebuah solusi yang dapat bern upa skip sinetron,
tugasnya. Mereka harus mengumpulkan informasi sebuah laporan, model fisik, rekaman vidio atau
sebanyak mungkin dari berbagai sumber. Setelah program komputer yang di bahas dan dirancang
itu, mereka harus membuat laporan, dan kemudian untuk dikomusikasikan kepada pihak-pihak
mempresentasikan kepada teman-teman yang lain. terkait.
Jika ada masukan atau revisi, mereka harus Kolaborasi. Ditandai dengan peserta didik
memperbaikinya dan terakhir yaitu membuat bekerjasama dengan peserta didik lain dalam
kesimpulan apakah hipotesisi yang telah mereka sebuah kelompok kecil ataupunn secara
buat dirterima tau ditolak. berpasangan. Saling bekerjasama mendatangkan
Sedangkan tugas pendidik adalah sebagai motivasi unrtuk keterlibatan lanjutan dalam tugas-
fasilitator yang menyajikan masalah atau tugas komplek dan memperkaya kesempatan-
pertanyaan. Dalam PBL, siswa diorganisasikan kesepatan berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
untuk berada pada sekita pertanyaan-pertanyaan perkembangan keterampilan-keterampilan sosial.
atau masalah-masalah yang berkaitan dengan
kepentingan sosial dan pribadinya. Pembelajaran Sintaks Problem Based Learning (PBL)
diarahkan pada situasi nyata, menghindari Guru atau pengajar akan dapat melakasanakan
jawaban sederhana dengan memperbolehkan proses Pembelajaran Berbasis Masalah jika
adanya keragaman solusi yang kompetitif beserta seluruh perangkat pembelajaran (masalah,
argumentasi. formulir pelengkap, dan lain –lain) sudah siap.
Menurut Nur, (2008:3) menyebutkan bahwa Siswa juga harus sudah memahami prosesnya, dan
Ciri–ciri dan Problem Based Learning (PBL) telah membentuk kelompok–kelompok kecil.
adalah sebagai berikut: Sintaks dalam PBL secara umum adalah sebagai
Berfokus pada interdisiplin. Dalam berikut:
pembelajaran masalah yang di hadapkan kepada

Tabel 1. Sintaks Pembelajaran PBL


Fase atau Tahap Perilaku Guru
Fase 1 Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran,
Mengorientasikan siswa pada mendiskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan
masalah memotivasi agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah yang
mereka pilih sendiri.
Fase 2 Guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas-tugas
Mengorganisasikan siswa untuk belajar yang berhubungan dengan masalah itu.
belajar
Fase 3 Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai,
Membantu penyelidikan mandiri melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan dan solusi.
dan kelompok
Fase 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil
Mengembagkan dan menyajikan karya siswa yang sesuai seperti laporan
hasil karya serta memamerkannya
Fase 5 Guru membantu siswa melakukan refleksi atau penyelidikan dan
Menganalisis dan mengevalusi proses-proses yang mereka gunakan.
proses pemecahan masalah.

35
N. Shofiyah, F. E. Wulandari, JPPIPA (Jurnal Penelitian Pendidikan IPA), Vol. 3, No. 1, 33-38

Penalaran Ilmiah (Scientific Reasoning) hubungan dan sifat yang tidak secara
Penalaran ilmiah memiliki dua definisi langsung bisa diamati.
pokok yang keduanya menunjukkan saling 2. Combinatorial Reasoning: individu
keterkaitan. Definisi pertama, menyatakan bahwa mempertimbangkan semua alternatif solusi
penalaran ilmiah berfokus pada pengembangan yang mungkin terjadi pada situasi yang
pengetahuan tertentu. Penalaran ilmiah digunakan abstrak.
untuk mengidentifikasi konsep atau miskonsepsi 3. Functionality and Proportional Reasoning:
dan mengembangkan pengetahuan melalui tes individu mampu menginterpretasikan
keterampilan penalaran abstrak (Zimmerman, menyatakan dan menginterpretasikan
2000). Definisi lain menyatakan bahwa penalaran hubungan fungsional ke dalam bentuk
ilmiah menekankan pada keterampilan proses matematis atau sebaliknya.
ilmiah, yaitu menyatakan hipotesis, merancang 4. Control variables: individu mengenali
eksperimen, dan evaluasi (Zimmerman, 2000). keperluan-keperluan yang dibutuhkan dalam
Hasil penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa suatu eksperimen dan varibel-variabel yang
penalaran yang menekankan proses ilmiah akan diinvestigasi.
dipengaruhi pengetahuan ilmiah. Bernalar secara 5. Probabilistics and Correlational Reasoning:
ilmiah merupakan suatu kemampuan untuk individu menginterpretasikan hasil
menganalisis suatu bukti nyata dengan teori yang pengamatan yang menyajikan variabel-
sudah ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel yang tidak bisa diprediksi dan
penalaran ilmiah adalah kemampuan untuk mengenali hubungan diantara variabel-
merancang suatu eksperimen untuk menjelaskan variabel itu.
suatu masalah-masalah ilmiah (Kuhn, 1989).
Proses pembelajaran di sekolah seharusnya Model PBL dalam Memfasilitasi Penalaran
melatih siswa untuk menyelidiki ilmu Ilmiah Siswa
pengetahuan dengan menggunakan kemampuan Penalaran ilmiah merupakan salah satu
penalaran ilmiah. Sehingga siswa diharapkan hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan
mampu menyatakan suatu rumusan masalah, penalaran ilmiah dapat diartikan sebagai
merancang eksperimen dan metode pengambilan pembelajaran yang difokuskan pada
data, mengidentifikasi variabel, dan menganalisis pengembangan dalam bidang ilmu pengetahuan
data untuk mendukung suatu kesimpulan. Namun, tertentu dan pengembangan pengetahuan sains.
penalaran ilmiah tidak terbatas pada kegiatan Pengertian tersebut menggambarkan bahwa
eksperimen, menerapkan suatu konsep dari ilmu sebagian besar proses pembelajaran
pengetahuan tertentu juga melibatkan kemampuan menitikberatkan pada identifikasi konsep-konsep
penalaran karena seorang anak akan mampu alternatif dan mengembangkan pengetahuan sains
menyatakan suatu alasan ilmiah jika anak tersebut melalui tes keterampilan penalaran abstrak
memiliki pengetahuan ilmiah. (Zimmerman, 2000). Hal tersebut menunjukkan
Penalaran ilmiah merupakan bagian dari penalaran ilmiah lebih dianggap sebagai target
berpikir tingkat tinggi dan dapat dilatihkan pada pembelajaran sehingga kemampuan penalaran
anak pada semua tahap perkembangan. Pada anak yang dimiliki oleh siswa dapat dinyatakan sebagai
yang berada pada tahap perkembangan hasil belajar proses.
operasional konkrit, pola penalaran yang dapat Menurut Zimmerman (2000), pengertian
dilatihkan adalah (Karplus, 1977): lain tentang penalaran ilmiah menekankan pada
1. Class Inclusion: pola penalaran ini membuat keterampilan proses sains yang meliputi membuat
individu memahami klasifikasi dan hipotesis, merancang eksperimen, dan
generalisasi sederhana. mengevaluasi fakta. Penalaran ilmiah ini
2. Conservation: individu menerapkan penalaran memisahkan pengetahuan seseorang dengan
konservasi pada obyek dan properti nyata. keterampilan yang digunakan untuk melakukan
3. Serial Ordering: individu dapat menyusun proses sains tetapi tetap menunjukkan bahwa
satu set data atau obyek dalam urutan tertentu. proses sains dipengaruhi oleh pengetahuan sains.
4. Reversibility: individu secara mental dapat Hal ini sesuai dengan pendapat Klahr dan Dunbar,
membalik urutan langkah-langkah dari (1988) yang menyatakan bahwa tiga konsep utama
kondisi akhir ke kondisi awal. dalam penalaran ilmiah adalah menyatakan
Selanjutnya, anak yang berada pada tahap hipotesis, merancang eksperimen dan menguji
operasional formal secara teoritis dapat dilatih hipotesis, serta mengevaluasi fakta-fakta yang
untuk memiliki kemampuan (Karplus, 1977): didapatkan dari hasil eksperimen.
1. Theoretical reasoning: individu menerapkan Berdasarkan definisi penalaran ilmiah yang
klasifikasi ganda, logika konservasi, urutan telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, dapat
berantai, dan pola penalaran lain untuk diketahui bahwa penalaran ilmiah merupakan

36
N. Shofiyah, F. E. Wulandari, JPPIPA (Jurnal Penelitian Pendidikan IPA), Vol. 3, No. 1, 40-45

kemampuan untuk menghubungkan suatu ide dilatihkan pada seluruh siswa yang berada pada
sains dengan fakta yang didapatkan dari tahap pemikiran operasional konkrit dan
fenomena, percobaan atau eksperimen. Siswa operasional formal. Keterampilan tersebut bisa
yang memiliki kemampuan penalaran ilmiah akan dilatihkan oleh guru dengan cara menerapkan
berpikir tentang cara yang harus digunakan untuk pembelajaran berbasis inkuiri yang salah satunya
menguji idenya dengan melakukan eksperimen adalah Problem Based Laerning (PBL). Karena
serta dapat menjelaskan hasil eksperimen yang dengan diberikan masalah dan kemudian siswa
telah dilakukan. dituntut untuk memecahkannya, penalaran ilmiah
Kedua pengertian tentang penalaran ilmiah siswa akan berkembang.
dapat dilatihkan melalui pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning). Model PBL DAFTAR PUSTAKA
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
yang menekankan pada pembelajaran saintifik, Afcariono, M. (2008). Penerapan pembelajaran
(Fauziah, dkk, 2017) dimana siswa dituntut aktif berbasis masalah untuk meningkatkan
untuk memperoleh konsep dengan cara kemampuan berpikir siswa pada mata
memecahkan masalah. Melalui masalah yang pelajaran biologi. Jurnal Pendidikan Inovatif,
disajikan oleh guru, siswa menggunakan 3(2), 65-68.
kemampuan penalaran ilmianya untuk Daryanti, E. P., Rinanto, Y., & Dwiastuti, S.
mengembangkan suatu eksperimen yang meliputi Peningkatan Kemampuan Penalaran Ilmiah
kemampuan merumuskan masalah, membuat Melalui Model Pembelajaran Inkuiri
hipotesis, menentukan variabel, merancang Terbimbing pada Materi Sistem Pernapasan
eksperimen, menganalisis data, dan membuat Manusia. Jurnal Pendidikan Matematika dan
kesimpulan berdasarkan data. Hal ini merupakan Sains, 3(2), 163-168.
tahapan-tahapan yang harus dilakukan siswa pada Depdiknas. (2007). Pedoman Penjaminan Mutu
fase 3 (penyelidikan mandiri dan kelompok) Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional
dalam model PBL. Pada tahap akhir dari model pada Jenjang Pendidikan Dasar dan
PBL, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
hasil pekerjaan mereka di depan teman dan guru, Duschl, R. A., Schweingruber, H. A., & Shouse,
sehingga siswa terlatih untuk berpendapat dan A. W. (2007). Taking Science to School:
menggunakan penalarannya untuk beragumentasi Learning and Teaching Science in Grades K-8.
ilmiah. Washington, D.C.: The National Academies
Beberapa penelitian terdahulu juga sepakat Press.
bahwa untuk meningkatkan penguasan konten Fakhriyah, F. (2014). Penerapan Problem Based
Fisika dan kemampuan penalaran, Suma (2010) Learning dalam Upaya Mengembangkan
menyatakan model pembelajaran berbasis inkuiri Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa.
lebih efektif dari model pembelajaran tradisional. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 3(1).
Salah satu model pembelajaran yang berbasis Fauziah, R., Abdullah, A. G., & Hakim, D. L.
inkuiri adalah model PBL. Menurut Daryanti, (2017). Pembelajaran saintifik elektronika
pembelajaran yang didasarkan pada inkuiri atau dasar berorientasi pembelajaran berbasis
penemuan akan dapat meningkatkan pola masalah. Innovation of Vocational Technology
penalaran ilmiah siswa. Hal senada juga Education, 9(2).
dinyatakan Permana dan Sumarno (2007), bahwa Giere, R, N. 1991. Understanding scientific
siswa SMU mencapai kemampuan penalaran yang reasoning. Florida: Holt, Rinehart and
baik melaui penerapan model pembelajaran Winston, Inc.
berdasarkan masalah (PBM). Selain itu, Model Hung, W., Jonassen, D. H., & Liu, R. (2008).
pembelajaran berbasis masalah digunakan oleh Problem-based learning. Handbook of
beberapa peneliti untuk meningkatkan research on educational communications and
keterampilan berpikir tingkat tinggi, seperti technology, 3, 485-506.
berpikir kritis, kreatif, reflektif yang semua itu Karplus, R. (1977). Science teaching and the
terdapat kemampuan penalaran ilmiah, development of reasoning. Journal of
(Afcariono, 2008; Sadia, 2008; Noer, 2010; Research in Science Teaching, 14(2), 169-175.
Redhana, 2012). Klahr, D., & Dunbar, K. (1988). Dual search
space during scientific reasoning. Cognitive
SIMPULAN Science, 12, 1-48.
Kuhn, D. (1989). Children and adults as intuitive
Merujuk pada pembahasan di atas, maka scientists. Psychological Review, 96(4), 674-
dapat dinyatakan bahwa keterampilan penalaran 689.
ilmiah (scientific reasoning skiil) seharusnya

37
N. Shofiyah, F. E. Wulandari, JPPIPA (Jurnal Penelitian Pendidikan IPA), Vol. 3, No. 1, 33-38

Kwan, A. (2009). Problem-based learning. The berpikir kritis (suatu persepsi guru). Jurnal
Routledge international handbook of higher pendidikan dan pengajaran Undiksha, 2(2),
education, 91-107. 19-237.
Lawson, A. E., Alkhoury, S., Benford, R., Clark, Shofiyah, N., Supardi, Z. A. I., & Jatmiko, B.
B. R., & Falconer, K. A. (2000). What kinds of (2013). Mengembangkan Penalaran Ilmiah
scientific concepts exist? Concept construction (Scientific Reasoning) Siswa Melalui Model
and intellectual development in college Pembelajran 5e Pada Siswa Kelas X SMAN 15
biology. Journal of Research in Science Surabaya. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia,
Teaching, 37(9), 996-1018. 2(1).
Noer, S. H. (2010). Peningkatan kemampuan Suma, K. (2010). Efektivitas pembelajaran
berpikir kritis, kreatif, dan reflektif (K2R) berbasis inkuiri dalam peningkatan penguasaan
matematis siswa SMP melalui pembelajaran konten dan penalaran ilmiah calon guru fisika.
berbasis masalah (Doctoral dissertation, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 43(6), 47-
Universitas Pendidikan Indonesia). 55.
Nur, M. (2008). Model Pembelajaran Timmeman, B. E. (2008). Peer review in an
Berdasarkan Masalah. Surabaya: Pusat Sains undergraduate Biology Curriculum: Effects on
dan Matematika Sekolah UNESA. students’ scientific reasoning, writing and
Permana, Y., & Sumarmo, U. (2007). attitudes. Doctoral Dissertation, Curtin
Mengembangkan kemampuan penalaran dan University of Technology.
koneksi matematik siswa SMA melalui Zed, M. (2004). Metode peneletian kepustakaan.
pembelajaran berbasis masalah. educationist, Yayasan Obor Indonesia.
1(2), pp-116. Zimmerman, C. (2000). The development of
Redhana, I. W. (2012). Model pembelajaran scientific reasoning skills. Developmental
berbasis masalah dan pertanyaan socratik review, 20(1), 99-149
untuk meningkatkan keterampilan berpikir
kritis siswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan,
(3).
Sadia, I. W. (2008). Model pembelajaran yang
efektif untuk meningkatkan keterampilan

38

Anda mungkin juga menyukai