Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN
Konsep Dasar
1.    Pengertian
Demam rematik adalah suatu penyakit peradangan serius yang dapat secara permanen
mempengaruhi struktur dan fungsi jantung, terutama katup-katup jantung.
(Elizabeth J. Corwin, 2000; 380)
Demam reumatik (DR) adalah suatu sindrom klinik akibat infeksi streptococcus beta –
hemplyticus golongan A dengan gejala satu atau lebih gejala mayor yaitu poli artritis migrans
akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritma marginatum.
(Ngastiyah, 2005; 112)
Demam Rematik adalah peradangan yang terjadi pada persendian (artritis) dan jantung
(karditis), dan banyak terjadi pada anak-anak dengan usia 5-15 Tahun. Demam Rematik Pada
Anak disebabkan akibat infeksi streptokokus pada tenggorokan. Dan merupakan suatu reaksi
peradangan terhadap infeksi, yang menyerang berbagai bagian tubuh seperti; persendian, jantung
dan kulit.

2.    Anatomi Fisiologi

Jantung merupakan organ yang terdiri dari otot.Bentuknya menyerupai jantung pisang,
bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut basis kardis.Di sebelah bawah agak runcing
yang disebut aspeks kardis. Jantung berada di dalam rongga dada sebelah depan (kavum
mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan
pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papila mamae.
Pada tempat ini teraba adanya pukulan jantung yang disebut iktus kordis.Ukuran jantung lebih
kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250 – 300 gram.
Adapun lapisan-lapisannya yaitu:
a.       Endokardium (lapisan dalam)
b.        Miokardium (lapisan inti)
c.         Perikardium (lapisan luar)
Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplaioksigen dan zat nutrisi lain
sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme.

3.    Patofisiologi
Demam rematik adalah penyakit sistemik yang mempengaruhi jaringan ikat periarteriolar
dan dapat terjadi setelah Grup A Beta hemolitik infeksi faring streptokokus yang tidak diobati.
Hal ini diyakini disebabkan oleh antibodi reaktivitas silang. Reaktivitas silang adalah reaksi
hipersensitivitas tipe II dan disebut mimikri molekuler. Biasanya, reaktif sel B tetap anergik di
pinggiran tanpa sel co-stimulasi T. Selama infeksi Streptococcus, antigen presenting sel dewasa
seperti sel B menyajikan antigen bakteri ke sel CD4-T yang berdiferensiasi menjadi sel-sel T2
pembantu. Sel T2 Helper kemudian mengaktifkan sel B menjadi sel plasma dan menginduksi
produksi antibodi terhadap dinding sel Streptococcus. Namun antibodi juga dapat bereaksi
terhadap miokardium dan sendi, menghasilkan gejala demam rematik.

Grup A Streptococcus pyogenes memiliki dinding sel yang terdiri dari polimer bercabang yang
kadang-kadang mengandung protein M yang sangat antigenik. Antibodi yang sistem kekebalan
tubuh menghasilkan terhadap protein M dapat menyeberang bereaksi dengan myosin jantung
protein myofiber, glikogen otot jantung dan sel-sel otot polos pembuluh darah, merangsang
pelepasan sitokin dan kerusakan jaringan. Namun, satu-satunya reaksi silang terbukti adalah
dengan jaringan ikat perivaskular. Peradangan ini terjadi melalui aktifasi langsung komplemen
dan perekrutan Fc reseptor-dimediasi neutrofil dan makrofag.
Aschoff Body, terdiri dari kolagen eosinophilic bengkak dikelilingi oleh limfosit dan makrofag
dapat dilihat pada mikroskop cahaya.

Makrofag yang lebih besar dapat menjadi sel Anitschkow atau sel Aschoff raksasa. Akut lesi
katup rematik juga dapat melibatkan reaksi imunitas seluler sebagai lesi ini terutama
mengandung sel-sel T-helper dan makrofag. Dalam demam rematik akut, lesi ini dapat
ditemukan di setiap lapisan jantung dan karenanya disebut pancarditis. Peradangan dapat
menyebabkan eksudat perikardial serofibrinous digambarkan sebagai "bread-and-butter"
perikarditis, yang biasanya sembuh tanpa gejala sisa.

Keterlibatan endocardium biasanya menghasilkan nekrosis fibrinoid dan pembentukan veruka


sepanjang garis penutupan katup jantung sisi kiri. Proyeksi berkutil timbul dari deposisi,
sedangkan lesi subendokard dapat menyebabkan penebalan tidak teratur disebut MacCallum
plak.
Penyakit jantung rematik kronis (RHD) ditandai oleh peradangan berulang dengan perbaikan
fibrinous. Kardinal perubahan anatomi katup meliputi penebalan leaflet, fusi komisura, dan
shortening dan penebalan pita tendinous. Hal ini disebabkan oleh reaksi autoimun Grup A β-
hemolytic streptococci (GAS) yang mengakibatkan kerusakan katup. Fibrosis dan jaringan parut
pada katup leaflet, komisura katup dan menyebabkan kelainan yang dapat menyebabkan stenosis
katup atau regurgitasi. Peradangan yang disebabkan oleh demam rematik, biasanya selama masa
kanak-kanak, disebut valvulitis. Sekitar setengah dari pasien dengan demam rematik akut
mengalami radang melibatkan endotelium katup. Mayoritas morbiditas dan kematian yang
terkait dengan demam rematik disebabkan oleh efek destruktif pada jaringan katup jantung.
Patogenesis RHD adalah kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui melibatkan
mimikri molekuler dan kecenderungan genetik yang menyebabkan reaksi autoimun. Mimikri
molekuler terjadi ketika epitop dibagi antara antigen host dan antigen GAS. Hal ini
menyebabkan reaksi autoimun terhadap jaringan asli yang salah diakui sebagai "asing" karena
reaktivitas silang antibodi yang dihasilkan sebagai hasil dari berbagi epitop. Katup endotelium
adalah situs terkemuka kerusakan diinduksi limfosit. Sel CD4 + T adalah efektor reaksi autoimun
utama jaringan jantung pada RHD. Biasanya, aktivasi sel T dipicu oleh presentasi antigen GAS.
Di RHD, hasil mimikri molekuler di salah aktivasi sel T, dan limfosit T ini dapat terus untuk
mengaktifkan sel B, yang akan mulai memproduksi antibodi antigen sendiri-spesifik. Hal ini
menyebabkan serangan respon kekebalan terhadap jaringan di jantung yang telah salah
diidentifikasi sebagai patogen. Katup rematik di tampilkan peningkatan ekspresi VCAM-1,
sebuah protein yang memediasi adhesi limfosit. Antibodi-antigen spesifik-diri yang dihasilkan
melalui mimikri molekuler antara protein manusia dan antigen GAS mengatur VCAM-1 setelah
mengikat pada endotel katup. Hal ini menyebabkan peradangan dan jaringan parut katup diamati
dalam valvulitis rematik, terutama karena infiltrasi sel CD4 + T. 

4.    Etiologi

Demam rheumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi
individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan
infeksi saluran nafas bagian atas oleh beta streptokokus hemolyticus golongan A. Faktor
predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam rheumatik dan penyakit jantung
rheumatik terdapat pada individunya sendiri yaitu faktor genetik, jenis kelamin, golongan etnik,
ras, umur dan keadaan gizi. Sedangkan faktor-faktor lingkungan adalah keadaan sosial, ekonomi
yang buruk iklim dan geografi serta cuaca.

5.    Manifestasi Klinis

Gejalanya dari infeksi ini bervariasi, tergantung pada bagian tubuh mana yang mengalami
peradangan. Dan biasanya timbul beberapa minggu setelah nyeri tenggorokan akibat
streptokokus menghilang. Untuk gejala utama dari Demam rematik pada anak adalah terjadi:

 Nyeri persendian (artritis)


 Nyeri dada atau palpitasi (jantung berdebar) karena karditis
 Kedutan diluar kesadaran (corea Sydenham)
 Ruam kulit (eritema marginatum)
 Benjolan kecil dibawah kulit (nodul).
Gejala awal yang paling sering ditemukan pada penderita Demam Rematik adalah nyeri
persendian dan demam. Satu atau beberapa persendian secara tiba-tiba menjadi nyeri baik
disentuh atau tidak. Persendian tersebut juga akan terlihat merah, apabila diraba terasa hangat
dan membengkak bahkan mungkin mengandung cairan.
Demam Rematik sering terjadi pada, sikut, pergelangan tangan, lutut dan pergelangan
kaki. Tidak jarang artritis juga menyerang sendi bahu dan pinggul. Apabila rasa nyeri pada suatu
persendian menghilang, maka akan timbul nyeri pada persendian yang lain, terutama pada anak
yang aktif dan belum mendapatkan obat anti peradangan. Selain Arthritis, Demam akan timbul
secara tiba-tiba dan bersamaan dan bersifat turun-naik. Arthritis dan demam tersebut biasanya
berlangsung selama 2 minggu dan jarang terjadi lebih dari 1 bulan.
Gejala ini akan meningkat anak yang mengalami status gizi yang buruk dan tinggal di
rumah yang sempit dan kotor. Perbandingan terjadinya demam rematik pada infeksi streptokokus
ringan yang tidak diobati adalah 1 diantara 1.000, namun pada infeksi yang lebih berat akan
meningkat menjadi 3 dibanding 100.

Gejala demam rheumatik terdiri dari 4 stadium yaitu:


Stadium I
Stadium ini berupa adanya infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman beta hemolyticus
golongan A dengan keluhan demam batuk, sakit menelan. Kadang disertai muntah dan
diare.Pada pemeriksaan hasil terdapat eksudat dan tanda-tanda peradangan lainnya.Infeksi ini
biasanya berlangsung selama dua sampai empat hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Stadium II
Disebut periode laten masa antara infeksi streptokoccus dengan permulaan gejala demam
rheumatik. Biasanya dalam waktu satu sampai tiga minggu, kecuali korea yang dapat timbul
dalam enam minggu atau beberapa bulan kemudian.

Stadium III
Ialah fase akut demam rheumatik.Gejala minor berupa gejala peradangan umum dengan
didapatkannya demam tidak begitu tinggi, lesu, lekas tersiggung, berat badan menurun,
anoreksia.Aemia dijumpai sebagai akibat tertekannya sistem eritropoletik, bertambahnya volume
plasma, memendeknya umur eritrosit dan adanya perdarahan dari hidung (epistakasis).

Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif.Baik pasien DR tanpa kelainan jantung maupun dengan
kelainan jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala kelaian.Tetapi
pasien yang dengan kelainannya, pada fase ini pasien DR / PJR dapat mengalami reaktivitas
peyakitnya.
Manifestasi Klinis Mayor

1. Karditis

Karditis pada demam reumatik akut ditemukan pada sekitar 50% pasien, yang cenderung
meningkat dengan tajam pada pengamatan mutakhir. Dua laporan yang paling baru, dari Florida
dan Utah, melaporkan karditis pada 75% pasien demam reumatik akut. Angka ini didasarkan
kepada diagnosis yang ditegakkan hanya dengan auskultasi, dan bahkan lebih tinggi bila alat
ekokardiografi Doppler 91% pasien menunjukkan keterlibatan jantung. Pada literatur lain
menyebutkan yaitu sekitar 40-80% dari demam reumatik akan berkembang menjadi pankarditis.

Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik akut, dan
menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit. Bahkan sesudah fase akut,
cedera sisa pada katup dapat menyebabkan gagal jantung yang tidak mudah ditangani, dan
seringkali memerlukan intervensi bedah. Selanjutnya mortalitas dapat terjadi akibat komplikasi
bedah atau dari infeksi berikut yang menyebabkan endokarditis bakteri.

Banyak dokter memandang karditis sebagai manifestasi demam reumatik yang paling
khas. Karditis dengan insufisiensi mitral diketahui dapat berkaitan dengan infeksi virus, riketsia,
dan mikoplasma. Namun demam reumatik tetap merupakan penyebab utama insufisiensi mitral
didapat pada anak dan dewasa muda. Meskipun laporan dari negara berkembang mengambarkan
insidens penyakit jantung reumatik yang tinggi pada anak muda, demam reumatik dan karditis
reumatik jarang ditemukan pada anak umur di bawah 5 tahun. Penyakit ini terkait dengan gejala
nonspesifik meliputi mudah lelah, anoreksia, dan kulit pucat kekuningan. Mungkin terdapat
demam ringan dan mengeluh bernapas pendek, nyeri dada, dan artralgia. Pemeriksaan jantung
mungkin menunjukkan keterlibatan jantung, dan pada sebagian pasien dapat terjadi gagal
jantung.

Karditis dapat merupakan manifestasi tunggal atau terjadi bersamaan dengan satu atau
lebih manifestasi lain. Kadang artritis dapat mendahului karditis; pada kasus demikian tanda
karditis biasanya akan muncul dalam 1 atau 2 minggu; jarang terjadi keterlibatan jantung yang
jelas di luar interval ini.

Seperti manifestasi yang lain, derajat keterlibatan jantung sangat bervariasi. Karditis
dapat sangat tidak kentara, seperti pada pasien dengan korea, tanda insufisiensi mitral dapat
sangat ringan dan bersifat sementara, sehingga mudah terlewatkan pada auskultasi. Karditis yang
secara klinis ’mulainya lambat’ mungkin sebenarnya mengambarkan progresivitas karditis
ringan yang semula tidak dideteksi. Pasien yang datang dengan manifestasi lain harus diperiksa
dengan teliti untuk menyingkirkan adanya karditis. Pemeriksaan dasar, termasuk
elektrokardiografi dan ekokardiografi, harus selalu dilakukan. Pasien yang ada pada pemeriksaan
awal tidak menunjukkan keterlibatan jantung harus terus dipantau dengan ketat untuk
mendeteksi adanya karditis sampai tiga minggu berikutnya. Jikalau karditis tidak muncul dalam
2 sampai 3 minggu pasca serangan, maka selanjutnya jarang muncul.

Takikardia merupakan salah satu tanda klinis awal miokarditis. Pengukuran frekuensi
jantung paling dapat dipercaya apabila pasien tidur. Demam dan gagal jantung menaikkan
frekuensi jantung; sehingga mengurangi nilai diagnostik takikardia. Apabila tidak terdapat
demam atau gagal jantung, frekuensi jantung saat pasien tidur merupakan tanda yang terpercaya
untuk memantau perjalanan karditis.

Miokarditis dapat menimbulkan disritmia sementara; blok atrioventrikular total biasanya


tidak ditemukan pada karditis reumatik. Miokarditis kadang sukar untuk dicatat secara klinis,
terutama pada anak muda yang tidak terdengar bising yang berarti. Pada umumnya, tanda klinis
karditis reumatik meliputi bising patologis, terutama insufisiensi mitral, adanya kardiomegali
secara radiologis yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung dan tanda
perikarditis.

Terdapatnya gagal jantung kongestif, yaitu tekanan vena leher yang meninggi, muka
sembab, hepatomegali, ronki paru, urin sedikit dan bahkan edema pitting, semuanya dapat
dipandang sebagai bukti karditis. Hampir merupakan aksioma, setiap anak dengan penyakit
jantung reumatik yang datang dengan gagal jantung pasti menderita karditis aktif. Hal ini
berbeda dengan orang tua, padanya gagal jantung kongestif dapat terjadi sebagai akibat stres
mekanik pada jantung karena keterlibatan katup reumatik. Pada anak dengan demam reumatik,
gagal jantung kanan, terutama yang disertai dengan edema muka, mungkin terjadi sekunder
akibat gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri pada anak reumatik relatif jarang ditemukan.

Endokarditis, radang daun katup mitral dan aorta serta kordae katup mitral, merupakan
komponen yang paling spesifik pada karditis reumatik. Katup-katup pulmonal dan trikuspid
jarang terlibat. Insufisiensi mitral paling sering terjadi pada karditis reumatik, yang ditandai oleh
adanya bising holosistolik (pansistolik) halus, dengan nada tinggi. Bising ini paling baik
terdengar apabila pasien tidur miring ke kiri. Pungtum maksimum bising adalah di apeks, dengan
penjalaran ke daerah aksila kiri. Apabila terdapat insufisiensi mitral yang bermakna, dapat pula
terdengar bising stenosis mitral relatif yaitu bising mid-diastolik sampai akhir diastolik yang
bernada rendah. Bising ini disebut bising Carey-Coombs, terjadi karena sejumlah besar darah
didorong melalui lubang katup ke dalam ventrikel kiri selama fase pengisian, menghasilkan
turbulensi yang bermanifestasi sebagai bising aliran (flow murmur).

Insufisiensi aorta terjadi pada sekitar 20% pasien dengan karditis reumatik. Insufisiensi
ini dapat merupakan kelainan katup tunggal tetapi biasanya bersama dengan infusiensi mitral.
Infisiensi aorta ini ditandai oleh bising diastolik dini dekresendo yang mulai dari komponen aorta
bunyi jantung kedua. Bising ini bernada sangat tinggi, sehinggga paling baik didengar dengan
stetoskop membran (diafragma) pada sela iga ketiga kiri dengan pasien pada posisi tegak,
terutama jika pasien membungkuk ke depan dan menahan napasnya selama ekspirasi. Bising ini
mungkin lemah, dan karenanya sering gagal dikenali oleh pemeriksa yang tidak terlatih. Pada
infusiensi aorta yang berat, bising terdengar keras dan mungkin disertai getaran bising diastolik.
Pada kasus ini tekanan nadi yang naik karena lesi aorta yang besar digambarkan sebagai nadi
perifer yang melompat-lompat (water-hammer pulse). Keterlibatan katup pulmonal dan trikuspid
jarang terjadi; ia ditemukan pada pasien dengan penyakit jantung reumatik yang kronik dan
berat. Pemeriksaan ekokardiografi-Doppler menunjukkan bahwa kelainan pada katup trikuspid
dan  pasien demam reumatik pulmonoal ini lebih banyak daripada yang dipekirakan sebelumnya.
Miokarditis atau insufisiensi katup yang berat dapat menyebabkan terjadinya gagal
jantung. Gagal jantung yang jelas terjadi pada sekitar 5% pasien demam reumatik akut, terutama
pada anak yang lebih muda.

Manifestasi gagal jantung meliputi batuk, nyeri dada, dispne, ortopne, dan anoreksia.
Pada pemeriksaan terdapat takikardia, kardiomegali, dan hepatomegali dengan hepar yang lunak.
Edema paru terjadi pada gagal jantung sangat bervariasi.

Pembesaran jantung terjadi bila perubahan hemodinamik yang berat terjadi akibat
penyakit katup. Pembesaran jantung yang progresif dapat terjadi akibat pankarditis, yaitu karena
dilatasi jantung akibat miokarditis ditambah dengan akumulsi cairan perikardium parietale dan
viserale. Penggesekan permukaan yang meradang menimbulkan suara gesekan yang dapat
didengar. Bising gesek ini terdengar paling baik di midprekordium pada pasien dalam posisi
tegak, sebagai suara gesekan permukaan. Bising gesek dapat didengar pada sistole atau diastole
tergantung pada apakah pergeseran timbul oleh kontraksi maupun relaksasi ventrikel.
Pengumpulan cairan yang banyak menyebabkan terjadinya pergeseran perikardium, sehingga
dapat mengakibatkan menghilangnya bising gesek. Bising gesek pada pasien parditis reumatik
hampir selalu merupakan petunjuk adanya pankarditis. Perikarditis yang tidak disertai dengan
endokarditis dan miokarditis biasanya bukan disebabkan demam reumatik.

Irama derap yang mungkin terdengar biasanya berupa derap protodiastolik, akibat
aksentuasi suara jantung ketiga. Derap presistolik agak jarang terjadi, akibat pengerasan suara
jantung keempat yang biasanya tidak terdengar, atau derap kombinasi, yaitu kombinasi dari dua
derap (summation gallop).

2. Artritis   

Artritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik. Walaupun merupakan
manifestasi mayor yang paling sering, artritis ini paling tidak spesifik dan sering menyesatkan
diagnosis. Insidens artritis yang rendah dilaporkan pada penjangkitan demam reumatik akhir-
akhir ini di Amerika Serikat, mungkin akibat pedekatan diagnosis yang berbeda. Kebanyakan
laporan menunjukkan artritis sebagai manifestasi reumatik yang paling sering, tetapi bukan yang
paling serius, seperti kata Lasegue, ’demam reumatik menjilat sendi namun menggigit jantung.
Artritis menyatakan secara tidak langsung adanya radang aktif sendi, ditandai oleh nyeri
yang hebat, bengkak, eritema, dan demam. Meskipun tidak semua manifestasi ada, tetapi nyeri
pada saat istirahat yang menghebat pada gerakan aktif atau pasif biasanya merupakan tanda yang
mencolok. Intensitas nyeri dapat menghambat pergerakan sendi hingga mungkin seperti
pseudoparalisis.

Artritis harus dibedakan dari artralgi, karena pada artralgia hanya terjadi nyeri ringan
tanpa tanda objektif pada sendi. Sendi besar paling sering terkena, yang terutama adalah sendi
lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Sendi perifer yang kecil jarang terlibat.
Artritis reumatik bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poliartritis migrans). Proses radang
pada satu sendi dapat sembuh secara spontan sesudah beberapa jam serangan, kemudian muncul
artritis pada sendi yang lain. Pada sebagian besar pasien, artritis sembuh dalam 1 minggu, dan
biasanya tidak menetap lebih dari 2 atau 3 minggu. Artritis demam reumatik berespons dengan
cepat terhadap salisilat bahkan pada dosis rendah, sehingga perjalanan artritis dapat diperpendek
dengan nyata dengan pemberian aspirin.

            Pemeriksaan radiologis sendi tidak menunjukkan kelainan kecuali efusi. Meskipun tidak
berbahaya, artritis tidak boleh diabaikan; ia harus benar-benar diperhatikan, baik yang berat
maupun yang ringan. Sebelum terburu-buru ke laboratorium untuk memikirkan ’skrining
kolagen’ yang lain, ia harus diperiksa dengan anamnesis yang rinci serta pemeriksaan fisik yang
cermat.

Korea Sydenham      

Korea Sydenham, korea minor, atau St. Vitus dance, mengenai sekitar 15% pasien
demam reumatik. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem saraf pusat, terutama ganglia
basal dan nuklei kaudati, oleh proses radang. Hubungan korea Sydenham dengan demam
reumatik tetap tidak jelas untuk waktu yang lama. Hubungan tersebut tampak pada pasien
dengan manifestasi reumatik, terutama insufisiensi mitral, yang semula datang hanya dengan
korea Sydenham. Sekarang jelas bahwa periode laten antara infeksi streptokokus dan awal korea
lebih lama daripada periode laten untuk artritis atau karditis. Periode laten manifestasi klinis
artritis atau karditis adalah sekitar 3 minggu, sedangkan manifestasi klinis korea dapat mencapai
3 bulan atau lebih.
Pasien dengan korea datang dengan gerakan yang tidak disengaja dan tidak bertujuan,
inkoordinasi muskular, serta emosi yang labil. Manifestasi ini lebih nyata apabila pasien dalam
keadaan stres. Gerakan abnormal ini dapat ditekan sementara atau sebagian oleh pasien dan
menghilang pada saat tidur. Semua otot terkena, tetapi yang mencolok adalah otot wajah dan
ekstremitas. Pasien tampak gugup dan menyeringai. Lidah dapat terjulur keluar dan masuk mulut
dengan cepat dan menyerupai ’kantong cacing’. Pasien korea biasanya tidak dapat
mempertahankan kestabilan tonus dalam waktu yang pendek.

Biasanya pasien berbicara tertahan-tahan dan meledak-ledak. Ekstensi lengan di atas


kepala menyebabkan pronasi satu atau kedua tangan (tanda pronator). Kontraksi otot tangan
yang tidak teratur tampak jelas bila pasien menggenggam jari pemeriksa (pegangan pemerah
susu). Apabila tangan diekstensikan ke depan, maka jari-jari berada dalam keadaan hiperekstensi
(tanda sendok atau pinggan). Koordinasi otot halus sukar. Tulisan tangannya buruk, yang
ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap. Bila disuruh membuka dan menutup kancing
baju, pasien menunjukkan inkoordinasi yang jelas, dan ia menjadi mudah kecewa. Kelabilan
emosinya khas, pasien sangat mudah menangis, dan menunjukkan reaksi yang tidak sesuai.
Orangtua sering cemas oleh kecanggungan pasien yang reaksi yang mendadak. Guru
memperhatikan bahwa pasien kehilangan perhatian, gelisah, dan tidak koperatif. Sebagai pasien
mungkin disalahtafsirkan sebagai menderita kelainan tingkah laku. Meskipun tanpa pengobatan
sebagian besar korea minor akan menghilang dalam waktu 1-2 minggu. Pada kasus yang berat,
meskipun dengan pengobatan, korea minor dapat menetap selama 3-4 bulan, bahkan dapat
sampai 2 tahun.

Insidens korea pada pasien demam reumatik sangat bervariasi dan cenderung menurun,
tetapi pada epidemi mutakhir di Utah korea terjadi pada 31% kasus. Korea tidak biasa terjadi
sesudah pubertas dan tidak terjadi pada dewasa, kecuali jarang pada wanita hamil (’korea
gravidarum’). Korea ini merupakan satu-satunya manifestasi yang memilih jenis kelamin, yakni
dua kali lebih sering pada anak wanita dibanding pada lelaki. Sesudah pubertas perbedaan jenis
kelamin ini bertambah.

Eritema Marginatum

Eritema marginatum merupakan khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan pada
penyakit lain. Karena khasnya, ia termasuk dalam manifestasi mayor. Data kepustakaan
menunjukkan bahwa eritema marginatum ini hanya terjadi pada lebih-kurang 5% pasien. Pada
literatur lain menyebutkan eritema ini ditemukan pada kurang dari 10% kasus. Ruam ini tidak
gatal, maskular, dengan tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi
kulit yang tampak normal. Lesi ini berdiameter sekitar 2,5 cm, tersering pada batang tubuh dan
tungkai proksimal, dan tidak melibatkan wajah. Pemasangan handuk hangat atau mandi air
hangat dapat memperjelas ruam. Eritema sukar ditemukan pada pasien berkulit gelap. Ia
biasanya timbul pada stadium awal penyakit, kadang menetap atau kembali lagi, bahkan setelah
semua manifestasi klinis lain hilang. Eritema biasanya hanya ditemukan pada pasien dengan
karditis, seperti halnya nodul subkutan. Menurut literatur lain, eritema ini sering ditemukan pada
wanita dengan karditis kronis.

Nodulus Subkutan

Frekuensi manifestasi ini telah menurun sejak beberapa dekade terakhir, saat ini jarang
ditemukan, kecuali pada penyakit jantung reumatik kronik. Penelitian mutakhir melaporkan
frekuensi nodul subkutan kurang dari 5%. Namun pada laporan mutakhir dari Utah nodul
subkutan ditemukan pada sekitar 10% pasien. Nodulus terletak pada permukaan ekstensor sendi,
terutama pada siku, ruas jari, lutut dan persendian kaki. Kadang nodulus ditemukan pada kulit
kepala dan di atas kolumna vetrebralis. Ukurannya bervariasi dari 0,5-2 cm, tidak nyeri, dan
dapat bebas digerakkan. Nodul subkutan pada pasien demam reumatik akut biasanya lebih kecil
dan lebih cepat menghilang daripada nodul pada reumatoid artritis. Kulit yang menutupinya
tidak menunjukkan tanda radang atau pucat. Nodul ini biasanya muncul sesudah beberapa
minggu sakit dan pada umumnya hanya ditemukan pada pasien dengan karditis.                    

B. MANIFESTASI MINOR

Demam hampir selalu ada pada poliartritis reumatik; ia sering ada pada karditis yang
tersendiri (murni) tetapi pada korea murni. Jenis demamnya adalah remiten, tanpa variasi diurnal
yang lebar, gejala khas biasanya kembali normal atau hampir normal dalam waktu 2/3 minggu,
walau tanpa pengobatan. Artralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif pada sendi. Artralgia
biasanya melibatkan sendi besar. Kadang nyerinya terasa sangat berat sehingga pasien tidak
mampu lagi menggerakkan tungkainya.
Termasuk kriteria minor adalah beberpa uji laboratorium. Reaktan fase akut seperti LED
atau C-reactive protein mungkin naik. Uji ini dapat tetap naik untuk masa waktu yang lama
(berbulan-bulan). Pemanjangan interval PR pada elektrokardiogram juga termasuk kriteria
minor.

Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam reumatik akut dengan gagal jantung oleh
karena distensi hati. Nyeri abdomen jarang ada pada demam reumatik tanpa gagal jantung dan
ada sebelum manifestasi spesifik yang lain muncul. Pada kasus ini nyeri mungkin terasa berat
sekali pada daerah sekitar umbilikus, dan kadang dapat disalahtafsirkan sebagai apendistis
sehingga dilakukan operasi.

Anoreksia, nausea, dan muntah seringkali ada, tetapi kebanyakan akibat gagal jantung
kongestif atau akibat keracunan salisilat. Epitaksis berat mungkin dapat terjadi. Kelelahan
merupakan gejala yang tidak jelas dan jarang, kecuali pada gagal jantung. Nyeri abdomen dan
epitaksis, meskipun sering ditemukan pada demam reumatik, tidak dianggap sebagai kriteria
diagnosis.

Stadium IV

            Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan
gejala apa-apa.

            Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung,
gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita
demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.

2.7. Lama serangan

Lama serangan demam reumatik secara keseluruhan (bukan lama masing-masing


manifestasi) berbeda tergantung pada kriteria yang digunakan, dan pada manifestasi klinis.
Serangan yang terpendek merupakan ciri artritis, yang lebih panjang terjadi pada korea dan
serangan terpanjang adalah karditis.

Pada serangan lebih pendek jikalau yang dianggap sebagai titik akhir adalah hilangnya
manifestasi klinis akut, dan lebih panjang jika titik akhir adalah kembalinya laju endap darah
manjadi normal. Walaupun demikian dalam beberapa kasus manifestasi klinis mayor tertentu
(misalnya korea, dan kadang eritema marginatum dan nodulus) dapat menetap atau bahkan
muncul pertama kalinya setelah fase akut telah kembali normal.

            Lama serangan pertama demam reumatik adalah mulai kurang dari 3 minggu (pada
sepertiga kasus) sampai 3 bulan. Namun pada pasien karditis berat, proses reumatik aktif ini
dapat berlanjut sampai 6 bulan atau lebih. Pasien ini menderita demam reumatik ”kronik”. Di
negara Barat keadaan ini terjadi pada sebagian kecil kasus (3% atau kurang). Sebagian besar
pasien dengan demam reumatik yang berkepanjangan menderita beberapa kali serangan. Di
negara tempat karditis berat dan kumat sering terjadi, frekuensi demam reumatik kronik mungkin
sekali lebih tinggi.

            Proses demam reumatik dianggap aktif terdapat salah satu dari tanda berikut: artritis,
bising organik baru, kardiomegali, nadi selama tidur melebihi 100/menit, korea, eritema
marginatum, atau nodulus subkutan. Gagal jantung tanpa penyakit katup yang berat juga
merupakan tanda karditis aktif. Karditis reumatik kronik dapat berlangsung berlarut-larut dan
menyebabkan kematian sesudah beberapa bulan atau tahun. Laju endap darah (LED) yang terus
tinggi lebih dari 6 bulan bukan aktivitas reumatik jika tidak disertai tanda lain.

2.8. Diagnostik

Demam reumatik tidak mempunyai organ sasaran tertentu. Demam reumatik dapat
mengenai sejumlah organ dan jaringan, secara tersendiri atau bersama. Tidak adanya manifestasi
(kecuali korea Sydenham ’murni) maupun uji laboratorium yang cukup khas untuk diagnosis,
karenanya diagnosis didasarkan pada kombinasi beberapa penemuan. Makin banyak manifestasi,
makin kuat pula diagnosis. Karena prognosis bergantung pada manifestasi klinis, maka pada
diagnosis harus disebut manifestasi klinisnya, misalnya ’demam reumatik dengan poliartritis
saja’.

            Pada tahun 1994 Dr. T. Duckett Jones mengusulkan kriteria diagnosis yang didasarkan
kepada kombinasi manifestasi klinis dan penemuan laboratorium. Tanda klinis yang paling
berguna disebut sebagai manifestasi mayor, yakni karditis, poliartritis, korea, nodulus subkutan,
dan eritema marginatum. Istilah ’mayor’ berkaitan dengan diagnosis dan bukan dengan frekuensi
atau derajat kelainan. Tanda dan gejala lain, meski kurang khas, masih dapat bermanfaat, disebut
kriteria minor yang meliputi demam, artralgia, riwayat demam reumatik atau penyakit jantung
reumatik sebelumnya, pemanjangan interval P-R dan reaktan fase akut (LED, PCR). Dua
manifestasi mayor, atau satu manifestasi mayor dan dua minor, menunjukkan kemungkinan
besar demam reumatik.

Pada kriteria Jones yang direvisi tahun 1965 diperlukan bukti adanya infeksi sterptokokus
yang baru untuk mandukung diagnosis. Terdapat dua pengecualian pada perlunya dukungan ini;
pertama pada beberapa pasien dengan korea Sydenham, dan kedua pada pasien dengan karditis
yang diam-diam (silent carditis). Antibodi streptokokus mungkin telah kembali normal pada saat
kedua golongan pasien tersebut pertama diperiksa. Kriteria Jones ditinjau kembali pada tahun
1984 tanpa perubahan yang berarti. Tujuan semula Jones ini untuk mencegah kesalahan
diagnosis demam reumatik akut, yang sampai sekarang belum tercapai. Overdiagnosis masih
sering terjadi, paling sering pada pasien dengan poliartritis sebagai manifestasi tunggal.
Manifestasi minor sangat tidak spesifik dan infeksi sterptokokus terdapat dimana-mana, sehingga
kebutuhan pelengkap untuk diagnosis dengan mudah dapat dipenuhi sehingga menyebabkan
overdiagnosis. 

Yang sering dirancukan dengan demam reumatik adalah golongan penyakit kolagen
vaskular, khususnya artritis reumatoid juvenil. Umumnya bukti adanya infeksi streptokokus
sebelumnya dapat membedakan penyakit ini. Penemuan klinis tertentu pada artritis reumatoid
juvenil yang khas meliputi keterlibatan sendi kecil perifer, keterlibatan sendi besar yang simetris
tanpa artritis migrans, sendi yang terkena pucat, perjalanan penyakitnya lebih lamban dan
responsif terhadap salisilat. Meski sebagian artritis reumatoid berespons cepat terhadap salisilat,
sebagian besar pasien sembuh lebih lambat, walaupun dengan dosis salisilat yang besar. Jika
pasien gagal berespons sesudah 24-48 jam setelah dimulainya terapi salisilat, ia lebih mungkin
menderita artritis reumatoid daripada demam reumatik akut.

            Beberapa penyakit harus dimasukkan dalam diagnosis banding, termasuk lupus
eritematosus sistematik, penyakit jaringan ikat campuran, artritis reaktif yang mencakup artritis
pascasterptokokus, penyakit serum, dan artritis infeksi, terutama artritis akibat gonokokus yang
melibatkan beberapa sendi. Pemeriksaan serologis, termasuk panel antibodi anti-nuklear (ANA),
dan biakan biasanya dapat membantu membedakan keadaan-keadaan tersebut. Pasien penyakit
sel sikel atau hemoglobinopati lain, dan kadang pasien leukemia, mungkin datang dengan
keluhan poliartritis. Pemeriksaan darah dan biopsi sumsum tulang biasanya memastikan
diagnosis. 

Karditis atau perikarditis reumatik harus dibedakan dengan karditis akibat penyebab lain,
termasuk infeksi bakteri, virus, atau mikoplasma, serta penyakit kolagen vaskular. Endokarditis
harus dibedakan dari endokarditis pada kelainan katup bawaan atau prolaps katup mitral.
Ekokardiografi berperan penting untuk identifikasi kelainan bawaan dan prolaps katup mitral.
Penyakit Libman Sacks, endokarditis yang bersamaan dengan lupus eritematosus sistematik,
jarang sekali terlihat pada anak. Pasien dengan hipertiroidisme, terutama yang disertai dengan
blok A-V derajat I dapat dirancukan dengan insufisiensi mitral reumatik.

Berbagai penyakit neurologis degeneratif, koreoatetosis kongenital, spasme habitualis,


beberapa tumor otak, dan kelainan tingkah laku dapat dirancukan dengan korea Sydenham.
Penyembuhan spontan membantu diagnosis korea Sydenham, karena biasanya pada kelainan lain
apabila tidak diobati korea akan cendrung menetap atau progresif. Teknik diagnosis yang lebih
baru, antara lain computerized axial tomography (CAT) scan dan magnetic resonance imaging
(MRI) berguna dalam memastikan kelainan-kelainan tersebut.

Seperti dinyatakan di atas, masalah utama dalam diagnosis adalah bila pasien yang hanya
menunjukan satu kriteria mayor, khususnya pasien poliartritis. Masalah jarang timbul apabila
ditemukan dua kriteria mayor. Pengamatan cermat terhadap pasien sementara pemberian
profilaksis antibiotik dapat menyelesaikan dilema, terutama bila terdapat artritis kumat tanpa
bukti faringitis streptokokus sebelumnya.

6.    Komplikasi
a.       Aritmia jantung
b.      Gagal jantung
c.       Parikarditis dengan efusi yang luas
d.      Pneumonitis rheumatik
e.       Emboli paru
f.       Infark
g.      Kelainan katup jantung
7.    Pemeriksaan Diagnostik
a.    Ekokardiografi: untuk mendiagnosa perikarditis
b.    Perikardiosentasis: untuk mendiagnosis perikarditis
c.    Pemeriksaan foto toraks: untuk mendeteksi kardiomegali
d.    Elektrokardiogram (EKG): bio atrioventrikuler (AV) dan pemanjangan segmen PR terdapat pada
karditis
e.    Laju endap darah (LED): meningkat pada peradangan
8.    Penatalaksanaan
a.    Istirahat
b.    Eradikasi kuman streptokok
c.    Penggunaan obat anti radang bergantung terdapatnya dan beratnya karditis
d.    Pengobatan suportif berupa diet tinggi kalori dan protein serta vitamin (terutama vitamin C) dan
pengobatan terhadap komplikasi

Anda mungkin juga menyukai