TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar otak dan terdiri dari dua
hemispherium cerebri yang dihubungkan oleh massa substantia alba
yang disebut corpus callosum. Setiap hemisphere terbentang dari os
frontale sampai ke os occipitale di atas fossa cranii anterior dan
media, dan di posterior, di atas tentorium cerebelli. Hemisphere
dipisahkan oleh sebuah celah dalam, yaitu fissura longitudinalis
cerebri, di mana ke dalamnya menonjol falx cerebri. Lapisan
permukaan setiap hemispherium cerebri disebut cortex dan disusun
oleh substansia grisea.1
27
Cortex cerebri berlipat-lipat, disebut gyri yang dipisahkan oleh fissura atau sulci.
Dengan cara demikian permukaan cortex bertambah luas. Sejumlah sulci yang besar membagi
permukaan setiap hemisphere dalam lobus-lobus. Lobus-lobus diberi nama sesuai dengan
tulang tengkorak yang ada di atasnya. Lobus frontalis terletak di depan sulcus centralis dan di
atas sulcus lateralis. Lobus parietalis terletak di belakang sulcus centralis dan di atas sulcus
lateralis. Lobus occipitalis terletak di bawah sulcus parieto-occipitalis. Di bawah sulcus
lateralis terletak lobus temporalis.1
Gyrus precentralis terletak tepat anterior terhadap sulcus centralis dan dikenal sebagai
area motoris. Sel-sel saraf motorik besar di dalam daerah ini mengatur gerakan volunter sisi
tubuh yang berlawanan. Hampir seluruh serabut saraf menyilang garis ke sisi berlawanan di
medulla oblongata pada saat mereka turun menuju medulla spinalis.1
Pada area motoris, tubuh dipresentasikan dalam posisi terbalik. Sel-sel saraf yang
mengatur gerakan kaki berlokasi di bagian atas, sedangkan yang mengatur gerakan wajah dan
tangan terletak di bagian bawah. Gyrus postcentralis terletak tepat posterior terhadap sulcus
centralis, dikenal sebagai area sensoris. Sel-sel saraf kecil di dalam daerah ini menerima dan
menginterpretasikan sensasi nyeri, suhu, raba, dan tekan dari sisi tubuh kontralateral.1
27
Gambar 2.3 Gyrus pada cortex cerebri2
Gyrus temporalis superior terletak tepat di bawah sulcus lateralis. Bagian tengah gyrus
ini menerima dan menginterpretasikan suara dan dikenal sebagai area auditiva. Area broca
atau area bicara motoris, terletak tepat di atas sulcus lateralis. Area ini mengatur gerakan
bicara. Pada orang bertangan kanan, area Broca hemisphere kiri bersifat dominan, sedangkan
pada orang kidal yang dominan adalah sisi kanan.1
Area visual terletak pada polus posterior dan aspek medial hemisphere cerebri di daerah
sulcus calcarinus. Area ini merupakan area penerima kesan visual. Rongga yang terdapat di
dalam setiap hemispherium cerebri disebut ventriculus lateralis. Ventriculus lateralis
berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen interventriculare.1
2.1.3 Mesencephalon
Mesencephalon adalah bagian sempit otak yang berjalan melewati incisura tentorii dan
menghubungkan otak depan dengan otak belakang. Mesencephalon terdiri dari dua belahan
lateral yang disebut pedunculus cerebri. Masing-masing dibagi dalam pars anterior yaitu crus
cerebri, dan bagian posterior yaitu tegmentum oleh sebuah pita substansia grisea berpigmen
yang disebut subtansia nigra. Rongga sempit mesencephalon disebut aqueductus cerebri, yang
menghubungkan ventriculus tertius dengan ventriculus quartus. Tectum adalah bagian
mesencephalon yang terletak posterior terhadap aqueductus cerebri. Tectum mempunyai
empat tonjolan kecil, yaitu dua colliculus superior dan dua colliculus inferior. Colliculus ini
terletak profunda di antara cerebellum dan hemispherium cerebri.1
27
2.1.4 Cerebellum
Pons terletak pada permukaan anterior cerebellum, di bawah mesencephalon di atas
medulla oblongata. Pons terutama disusun oleh serabut-serabut saraf yang menghubungkan
kedua belahan cerebellum. Pons juga mengandung serabut-serabut ascendens dan descendens
yang menghubungkan otak depan, mesencephalon, dan medulla spinalis. Beberapa sel saraf di
dalam pons berfungsi sebagai stasiun perantara, sedangkan yang lain membentuk inti saraf
otak.1
Medulla oblongata berbentuk kerucut dan menghubungkan pons di atas dengan medulla
spinalis di bawah. Fissura medianan terdapat pada permukaan anterior medulla, dan pada
setiap sisi terdapat benjolan yang disebut pyramis. Pyramis tersusun dari berkas-berkas
serabut saraf yang berasal dari sel-sel besar di dalam gyrus precentralis cortex cerebri.
Pyramis mengecil ke bawah dan di sini hampir seluruh serabut-serabut descendens menyilang
ke sisi lainnya, membentuk decussatio pyramidum.1
Posterior terhadap pyramis terdapat oliva, yang merupakan elevasi lonjong yang
dibentuk oleh nucleus olivarius yang terletak di bawahnya. Di belakang oliva terdapat
pedunculus cerebellaris inferior, yang menghubungkan medulla dnegan cerebellum. Pada
permukaan posterior pars inferior medulla oblongata terdapat tuberculum gracile dan
cuneatum, yang dibentuk oleh nucleus gracillis di medial nucleus cuneatum di lateral.1
Cerebellum terletak di dalam fossa cranii posterior di bawah tentorium cerebelli.
Cerebellum terletak posterior terhadap pons dan medulla oblongata. Terdiri dari dua
hemisphere yang dihubungkan oleh bagian tengah, yang disebut vermis. Cerebellum
dihubungkan dengan mesencephalon melalui pedunculus cerebellaris superior, dengan pons
oleh pedunculus cerebellaris medius, dan dengan meduula oblongata oleh pedunculus
cerebellaris inferior.1
Lapisan permukaan tiap hemispherium cerebelli disebut cortex, terdiri dari substansia
grisea. Cortex cerebelli berlipat-lipat disebut folia, yang dipisahkan oleh fissura transversa
yang tersusun rapat. Kelompok massa substansia grisea tertentu didapatkan di dalam
cerebellum, tertanam di dalam substansia alba, yang terbesar dikenal sebagai nucleus
dentatus.1
Cerebellum berperan penting dalam mengendalikan tonus otot dan mengkoordinasikan
gerak otot pada sisi tubuh yang sama. Rongga pada otak belakang adalah ventriculus quartus.
Rongga ini dibatasi di depan oleh pons dan medulla oblongatam dibelakang oleh velum
medullare superius dan inferius serta cerebellum. Ventriculus quartus berhubungan ke atas
dengan ventriculus tertius melalui aqueductus cerebri, dan ke bawah berlanjut sebagai canalis
27
centralis medulla spinalis. Juga berhubungan dengan spatium subarachnoideum melalui tiga
lubang di bagian bawah atap, satu lubang di medial dan dua lubang di lateral.1
2.1.5 Meningen
Cerebrum dan medulla spinalis diliputi oleh tiga membran, atau meningen duramater,
arachnoideamater, dan piamater.
1) Duramater Encephali
Secara konvensional duramater terdiri dari dua lapis: lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Kedua lapisan ini berhubungan erat, kecuali sepanjang tempat-
tempat tertentu di mana mereka terpisah dan membentuk sinus venosus. Lapisan
endosteal tidak berbeda dengan periosteum yang meliputi permukaan dalam tulang-
tulang tengkorak. Lapisan ini tidak terbentang melewati foramen magnum untuk
berlanjut ke lapisan duramater di medulla spinalis. Di sekitar pinggir semua foramina
cranii lapisan ini berhubungan dengan periosteum pada permukaan luar tulang-tulang
tengkorak. Pada sutura, lapisan ini berhubungan dengan ligamentum suturale. Lapisan
ini melekat dengan erat pada tulang-tulang di basis cranii.1
27
Gambar 2.7 Meningen2
2) Arachnoideamater
Arachnoideamater adalah suatu membran lembuat yang tidak permeabel yang
meliputi otak dan terletak di antara piamater di sebelah dalam dan duramater di sebelah
luar. Membran ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdurale, dan dari piamater oleh spatium subarachnoideum, yang terisi oleh liquor
cerebrospinalis.1
27
Arachnoideamater membentuk jembatan-jembatan di atas sulcus-sulcus pada
permukaan otak dan dalam situasi tertentu, arachnoideamater dan piamater terpisah
lebar membentuk cisternae subarachnoideae. Pada daerah tertentu, arachnoideamater
menonjol ke dalam sinus venosus membentuk vili arachnoidales. Vili arachnoidales ini
paling banyak di sepanjang sinus sagittalis superior. Agregasi vili arachnoidales disebut
sebagai granulationes arachnoidales. Vili arachnoidales berfungsi sebagai tempat difusi
liquor cerebrospinalis ke dalam aliran darah.1
3) Piamater
Piamater adalah membran vaskular yang dengan erat membungkus otak,
membungkus gyrus-gyrus dan masuk ke dalam sulcus-sulcus yang terdalam. Membran
ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epieneuriumnya. Arteri-arteri yang
masuk ke dalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.1
27
Nervus occulomotorius menyarafi otot-otot ekstrinsik mata yaitu musclus levator
palpebrae superioris, musculus rectus superior, musculus rectus medialis, musculus
rectus inferior, dan musculus obliquus inferior. Selain itu, otot-otot intrinsik mata
seperti musculus constrictor pupillae iris dan musculus ciliaris dipersarafi oleh
komponen parasimpatik nervus occulomotorius. Serabut-serabut ini bersinaps di dalam
ganglion ciliare dan mencapai bola mata di dalam nervi ciliares breves. Dengan
demikian nervus occulomotorius seluruhnya bersifat motorik. Saraf ini berfungsi untuk
mengangkat kelopak mata atas, memutar bola mata ke atas, bawah, dan medial,
konstriksi pupil dan akomodasi mata.1
4) Nervus Trochlearis
Nervus trochlearis adalah saraf cranial yang paling ramping. Setelah menyilang
saraf sisi lainnya, saraf ini meninggalkan permukaan posterior mesencephalon.
Kemudian nervus trochlearis berjalan ke depan melalui fossa cranii media pada dinding
lateral sinus cavernosus dan masuk ke orbita melalui fissura orbitalis superior.Nervus
trochlearis menyarafi musculus obliquus superior bola mata (musculus ekstrinsik).
Nervus trochlearis seluruhnya motorik dan membantu memutar bola mata ke bawah dan
lateral.1
5) Nervus Trigeminus
Nervus trigeminus merupakan saraf cranial terbesar. Saraf ini meninggalkan
aspek anterior pons sebagai radix motoris yang kecil dan radix sensoris yang besar,
berjalan ke depan, keluar dari fossa cranii posterior, untuk mencapai apex pars petrosa
ossis temporalis di dalam fossa cranii media. Di sini, radix sensoris membesar
membentuk ganglion trigeminale. Ganglion trigeminale terletak di dalam sebuah
kantong duramater disebut cavum trigeminale. Radix motoris nervus trigeminus terletak
di bawah ganglion sensorik dan terpisah darinya. Nervus opthalmicus (N.V1), nervus
maxillaris (N.V2), dan nervus mandibularis (N.V3) berasal dari pinggir anterior
ganglion.1
a. Nervus Opthalmicus
Nervus opthalmicus bersifat murni sensorik. Nervus ini berjalan ke depan
pada dinding lateral sinus cavernosus di dalam fossa cranii media dan bercabang
tiga, nervus lacrimalis, nervus frontalis, dan nervus nasociliaris, yang masuk ke
dalam rongga orbita melalui fossa orbitalis superior.1
27
Nervus lacrimalis berjalan ke depan pada pinggir atas musculus rectus
lateralis. Nervus ini bergabung dengan ramus zygomaticotemporalis cabang dari
nervus maxillaris, yang mengandung serabut secretomotorik parasimpatik ke
glandula lacrimalis. Kemudian nervus lacrimalis masuk glandula lacrimalis dan
memberikan cabang-cabang ke conjunctiva dan kulit kelopak mata atas.Nervus
frontalis berjalan ke depan pada permukaan atas musculus levator palpebrae
superioris dan bercabang dua menjadi nervus supraorbitalis dan nervus
supratrochlearis. Saraf-saraf ini meninggalkan rongga orbita dan menyarafi sinus
frontalis dan kulit dahi serta kulit kepala.1
Nervus nasociliaris menyilang nervus opticus, berjalan ke depan pada pinggir
atas musculus rectus medius, dan berlanjut sebagai nervus ethmoidalis anterior yang
berjalan melalui foramen ethmoidale anterius, masuk ke cavitas cranii. Kemudian
saraf ini berjalan turun melalui celah pada sisi crista galli masuk ke cavitas nasi.
Saraf ini memberikan dua rami nasales internae, dan kemudian saraf ini menyarafi
kulit di puncak hidung melalui ramus nasalis externus, cabang-cabangnya adalah
ramus sensorik ke ganglion ciliare, nervis ciliares longi, nervus infratrochlearis, dan
nervus ethmoidalis posterior.1
b. Nervus Maxillaris
Nervus maxillaris bersifat sensorik murni. Nervus ini meninggalkan cranium
melalui foramen rotundum dan menyilang fossa pterygopalatina, masuk orbita
melalui fissura orbitalis inferior. Kemudian saraf ini berlanjut sebagai nervus
infraorbitalis di dalam sulcus infraorbitalis, dan nervus ini muncul pada permukaan
wajah melalui foramen infraorbitale. Nervus maxillaris bercabang menjadi serabut-
serabut sensorik ke wajah dan sisi hidung.1
c. Nervus Mandibularis
Nervus mandibularis bersifat motorik dan sensorik. Radix sensoris
meninggalkan ganglion trigeminale dan keluar dari cranium melalui foramen ovale
untuk masuk ke fossa infratemporalis. Radix motoris nervus trigeminus juga keluar
dari tengkorak melalui foramen ovale dan bergabung dengan radix sensoris untuk
membentuk truncus nervus mandibularis, dan kemudian membelah dua menjadi
sebuah divisi anterior yang kecil dan sebuah divisi posterior yang besar.1
27
6) Nervus Abducens
Saraf kecil ini muncul dari permukaan anterior otak belakang di antara pons dan
medulla oblongata. Nervus abducens berjalan ke depan bersama arteria carotis interna
melalui sinus cavernosus di dalam fossa cranii media dan masuk orbita melalui fissura
orbitalis superior. Nervus abducens menyarafi musculus rectus lateralis dan karena itu
berfungsi memutar bola mata ke lateral.1
7) Nervus Facialis
Nervus facialis muncul sebagai sebuah radix motoris dan sebuah radix sensoris
(nervus intermedius). Saraf muncul pada permukaan anterior otak belakang di antara
pons dan medulla oblongata. Radix berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior
bersama nervus vestibulocochlearis dan masuk ke meatus acusticus internus pada pars
petrosa ossis temporalis.1
Pada dasar meatus, saraf ini masuk canalis facialis, berjalan ke lateral melintasi
telinga dalam. Pada saar mencapai dinding medial telinga tengah (cavitas tympani),
saraf melebar membentuk ganglion geniculatum. Kemudian saraf membelok secara
tajam ke belakang di atas promontorium dan pada dinding posterior telinga tengah
membelok ke bawah pada sisi medial aditus ad antrum mastoideum. Nervus facialis
berjalan ke bawah di belakang pyramid, dan keluar dari os temporale melalui foramen
stylomastoideum. Nervus facialis kemudian berjalan ke depan melalui glandula
parotidea ke daerah distribusinya.1
Cabang-cabang penting nervus facialis adalah sebagai berikut:1
a. Nervus petrosus major merupakan percabangan dari nervus facialis pada ganglion
geniculatum. Nervus ini mengandung serabut-serabut preganglionik parasimpatik
yang bersinaps di ganglion pterygopalatinum. Serabut pada posganglionik
merupakan sekretomotorik glandula lacrimalis dan glandula di hidung dan palatum.
Nervus petrosus major juga mengandung serabut pengecap dari palatum.
b. Nervus ke musculus stapedius menyarafi musculus stapedius di dalam telinga
tengah.
c. Chorda tympani berasal dari nervus facialis di dalam canalis facialis pada dinding
posterior telinga tengah. Saraf ini berjalan ke depan di atas permukaan medial
bagian atas membrana tympani dan meninggalkan telinga tengah melalui fissura
petrotympanica, masuk fossa infratemporalis dan bergabung dengan nervus
lingualis. Chorda tympani mengandung serabut-serabut sekretomotorik
parasimpatik preganglionik yang menuju ke glandula submandibularis dan glandula
27
sublingualis. Saraf ini mengandung juga serabut pengecap dari dua pertiga bagian
anterior lidh dan dasar mulut.
d. Nervus auricularis posterior, venter posterior musculus digastricus dan
stylohyoideus adalah rami musculares dari nervus facialis pada saat saraf ini muncul
dari foramen stylomastoideum.
e. Lima rami terminales ke otot-otot ekspresi wajah. Cabang-cabang tersebut adalah
ramus temporalis, ramus zygomaticus, ramus buccalis, ramus mandibularis, dan
ramus cervicalis. Setelah meninggalkan foramen stylomastoideum, nervus facialis
terletak di dalam glandula parotidea, dan terletak di antara pars superficialis dan
profunda glandula. Di sini, nervus facialis memberikan cabang-cabang terminal,
yang muncul dri pinggir anterior glandula dan berjalan ke otot-otot wajah dan kulit
kepala. Ramus buccalis menyarafi musculus buccinator, dan ramus cervicalis
menyarafi musculus platysma dan musculus depressor anguli oris. Dengan
demikian, nervus facialis mengatur ekspresi wajah, salivasi, dan lakrimasi, serta
merupakan jalur unruk sensasi pengecap dari bagian anterior lidah dan dasar mulur
serta dari palatum.
8) Nervus Vestibulocochlearis
Nervus vestibulocochlearis merupakan saraf sensorik yang terdiri atas dua berkas
saraf yaitu nervus vestibularis dan nervus cochlearis. Saraf-saraf ini meninggalkan
permukaan anterior otak di antara pons dan medulla oblongata. Saraf-saraf ini melewati
fossa cranii posterior dan masuk ke meatus acusticus internus bersama dengan nervus
facialis.1
Serabut vestibular merupakan pusat pengolahan impuls dari sel-sel saraf ganglion
vestibulare yang terletak di dalam meatus acusticus internus. Serabut vestibularis
berasal dari vestibulum dan canalis semicircularis, karena itu serabut ini berperan dalam
sensasi posisi dan dengan gerakan kepala.Serabut cochlear merupakan pusat
pengolahan impuls dari sel-sel saraf ganglion spirale cochleae. Serabut-serabut cochlear
berasal dari organum spirale Corti, karena itu berperan dalam pendengaran.1
9) Nervus Glossopharyngeus
Nervus glossopharyngeus adalah saraf motorik dan sensorik. Saraf ini keluar dari
permukaan anterior medulla oblongata, di antara oliva dan pedunculus cerebellaris
inferior. Nervus glossopharyngeus berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior dan
meninggalkan cranium dengan melalui foramen jugulare. Ganglion sensorium superius
27
dan inferius terletak pada saraf ini pada saar melalui foramen jugulare. Kemudian
nervus glossopharyngeus berjalan turun melalui bagian atas leher ke bagian posterior
lidah.Dengan demikian, nervus glossopharyngeus membantu proses menelan dan
merangsang salivasi. Saraf ini juga mengatur sensasi dari pharynx dan belakang lidah
serta membawa impuls yang mempengaruhi tekanan darah arteri dan respirasi dari sinus
caroticus dan glomus caroticus.1
27
Kedua radix berstu dan meninggalkan cranium melalui foramen jugulare.
Kemudian kedua radix memisahkan diri. Radix cranialis bergabung dengan nervus
vagus dan diperluas melalui cabang-cabangnya ke otot-otot palatum molle dan pharynx
(melalui plexus pharyngeus) dan otot-otot larynx (kecuali musculus cricothyroideus).1
Radix spinalis berjalan ke bawah dan lateral, dan masuk ke permukaan dalam
musculus sternocleidomastoideus, yang dipersarafinya dan kemudian menyilang
trigonum colli posterius untuk menyarafi musculus trapezius.Jadi nervus accessorius
berperan mengatur gerakan palatum molle, pharynx, dan larynx, dan mengatur gerakan
dua otot besar di leher, yaitu musculus sternocleidomastoideus dan musculus trapezius.1
27
Gambar 2.9 Sinaps3
Tempat –tempat dimana neuron mengadakan kontak dengan dengan neuron lain atau dengan
organ–organ efektor disebut sinaps. Sinaps merupakan satu – satunya tempat dimana suatu impuls
dapat lewat dari suatu neuron ke neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron dan neuron
berikutnya dikenal dengan nama celah sinaptik (synaptic cleft). Neuron yang menghantarkan impuls
saraf menuju ke sinaps disebut neuron prasinaptik. Neuron yang membawa impuls dari sinaps
disebut neuron postsinaptik. 3
Dalam keadaan istirahat permeabillitas membran sel menciptakan kadar kalium intrasel yang
tinggi dan kadar natrium intra sel yang rendah, bahkan pada pada kadar natrium extrasel yang tinggi.
Impuls listrik timbul oleh pemisahan muatan akibat perbedaan kadar ion intrasel dan extrasel yang
dibatasi membran sel. Potensial aksi yang terjadi atau impuls pada saat terjadi depolarisasi dialirkan
ke ujung saraf dan mencapai ujung akson (akson terminal). Saat potensial aksi mencapai akson
terminal akan dikeluarkanlah neurotransmitter, yang melintasi synaps dan dapat saja merangsang
saraf berikutnya. 3
Timbulnya kontraksi pada otot rangka mulai dengan potensial aksi dalam serabut–serabut otot.
Potensial aksi ini menimbulkan arus listrik yang menyebar ke bagian dalam serabut, dimana
menyebabkan dilepaskannya ion–ion kalsium dari retikulum sarkoplasma. Selanjutnya ion kalsium
menimbulkan peristiwa–peristiwa kimia proses kontraksi.3
27
2.3 Definisi
Definisi epilepsi adalah suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang
berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan, bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu
manifestasi klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron,
dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini
umumnya timbul intermiten dan ‘self-limited’.4
Sindroma epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala yang timbul
bersamaan ( termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat awitan, beratnya
penyakit, siklus harian dan prognosa).4
Definisi status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit, atau
adanya dua bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tersebut tidak terdapat pemulihan
kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai bila bangkitan konvulsif
sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. SE merupakan keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan penanganan dan terapi segera guna menghentikakn bangkitan (dalam waktu 30 menit). 5-7
Dikenal dua tipe SE; SE konvusif (terdapat bangkitan motorik) dan SE non-konfusif (tidak terdapat
bangkitan motorik).
a. Definisi Operasional Status Epileptikus Konvulsif8
Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau bangkitan
berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara bangkitan.
b. Definisi Operasional Status Epileptikus Nonkonvulsif8
Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan
elektrografik memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis nonmotorik termasuk
perubahan perilaku atau “ awareness”. SE dibedakan dari bangkitan serial (frequent seizures),
yaitu bangkitan tonik klonik yang berulang tiga kali atau lebih dalam satu jam.
2.4 Epidemiologi
Epilepsi merupakan penyakit tidak menular kronis pada otak, diduga terdapat sekitar 50 juta
orang dengan epilepsi di seluruh dunia. Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologis yang
paling umum terjadi di secara global.9
Prevalensi epilepsi di negara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi dari pada negara
maju. Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar antara 4-7 /1000 orang dan 5-74/1000 orang di
negara sedang berkembang. Daerah pedesaan memiliki angka prevalensi lebih tinggi dibandingkan
daerah perkotaan yaitu 15,4/1000 (4,8-49,6) di pedesaan dan 10,3 (2,8-37,7) di perkotaan.10
Insidens epilepsi di negara maju dilaporkan >130/100.000 orang/tahun pada usia > 65 tahun,
160/100.000 orang/tahun pada usia >80 tahun. Insiden status epileptikus dilaporkan sebesar 60-
27
80/100.000 orang/tahun setelah usia 60 tahun, dengan angka mortalitas 2 kali lebih besar
dibandingkan dewasa muda. Sekitar 35% kasus epilepsi yang baru ditemukan pada usia lanjut (>75
tahun) adalah status epileptikus. 10
Lebih dari dua per tiga kasus epilepsi terjadi pada usia kanak-kanak (terutama pada tahun
pertama kehidupan). Pada sepertiga kasus, status epileptikus merupakan gejala yang timbul pada
pasien yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien yang didiagnosa
epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam memakan obat antikonvulsan.10
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE) terdiri atas dua jenis
klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi.
A. Klasifikasi The International League Against Epilepsy (ILAE) 1989 untuk tipe bangkitan
epilepsi:11
1. Bangkitan Parsial/Fokal
a. Bangkitan parsial sederhana
Pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu dari
tubuh, terdiri dari:
- Dengan gejala motorik
- Dengan gejala somatosensorik
- Dengan gejala otonom
- Dengan gejala psikis
b. Bangkitan parsial kompleks
Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah, meringis, tanpa
kesadaran menurun
- Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
- Bangkitan yang disertai gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
- Parsial sederhana yang menjadi umum
- Parsial kompleks menjadi umum
- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu menjadi umum
2. Bangkitan Umum
a. Tonik-klonik
Merupakan bentuk paling banyak terjadi pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-
engah, keluar air liur bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah terjadi beberapa
menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala atau tidur.
27
b. Lena (absence)
Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja penderita
tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai kejadiannya cuma
beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari. Terdiri dari Tipikal lena dan Atipikal lena.
c. Mioklonik
Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami sentakan yang
tiba-tiba jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal.
d. Klonik
e. Tonik
f. Atonik/astatik
3. Bangkitan Tak Tergolongkan
27
2. Epilepsi Umum
a. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
- Kejang neonates familial benigna
- Kejang neonates benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi lena pada anak
- Epilepsi lena pada remaja
- Epilepsi mioklonik pada remaja
- Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga
- Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
- Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
b. Kriptogenik atau simptomatis
- Sindrom West (spasme infantile dan spasme salam)
- Sindrom Lennox-Gastaut
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
a. Bangkitan umum dan fokal
- Bangkitan neonatal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur dalam
- Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
- Epilepsi yang tidak termasuk klasifikasi di atas
b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
27
4. Sindrom khusus
a. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
b. Kejang demam
c. Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali isolated
d. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut, atau toksis, alkohol,
obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi nonketotik.
e. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesfik (epilepsi refrektorik)
27
2.6 Etiologi Epilepsi
Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:13
1. Idiopatik: tidak terdapat les struktural di otak atau defisit neurologis. Diperkirakan mempunyai
predisposisi genetik dan umumnya berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk di sini adalah
sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai
dengan ensefalopati difus.
3. Simptomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi struktural pada otak, misalnya;
cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah
otak, toksik (alkohol,obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif.
2.7 Patofisiologi
Walaupun terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran, semua sel saraf mengandung tiga komponen
penting. Komponen pertama adalah soma yang mengandung nukleus untuk mengatur metabolisme
sel, komponen kedua adalah akson yang bercabang-cabang, dimana ujung-ujung akson akan
membentuk komponen ketiga, yaitu terminal sinaptik. Terminal sinaptik ini akan mengeluarkan
neurotransmiter ke dalam celah sinaptik. Diseberang celah sinaptik, terdapat membran postsinaptik
yang mengandung reseptor pengikat neurotransmiter. Jika neurotransmiter yang dilepaskan berikatan
dengan reseptor, maka akan terjadi perubahan lokal pada sistem elektrik neuron. Perubahan tersebut
dapat berupa eksitasi maupun inhibisi pada impuls saraf, sehingga terjadi aksi potensial yang dapat
menimbulkan serangan epilepsi.14
Sel saraf di otak berkomunikasi melalui transmisi listrik dan kimia. Ada keseimbangan yang teratur
antara faktor yang menyebabkan eksistasi dan inhibisi aktifitas listrik otak. Untuk dapat
mempresentasikan sinyal listrik diotak menjadi perilaku, banyak sel saraf yang terlibat. Dalam
kebanyakan kasus kejang, sejumlah kecil kumpulan sel saraf yang abnormal menyebabkan perubahan
pada sel didekatnya atau pada sel yang memiliki hubungan erat dengannya. Pada kejang, sejumlah
27
besar kumpulan sel saraf tereksitasi bersamaan (hipersinkroni), sehingga menyebabkan aktifitas
tubuh berlebihan.14
Penyebab kelainan yang utama adalah hilangnya sel saraf yang menginhibisi sel eksitasi dan
membatasi penyebaran listrik otak atau mungkin dikarenakan produksi berlebihan rangsangan kimia
otak yang menyebabkan sel mengeluarkan sinyal listrik yang abnormal. Neurotransmitter eksitasi
juga dilepaskan berlebihan dan mengganggu bendungan listrik sel saraf yang normalnya membatasi
penyebaran sinyal listrik yang abnormal. Diantara neurotansmitter-neurotransmitter eksitasi dapat
disebut glutamat, aspartat, norepinefrin, dan asetilkolin, sedangkan neurotransmitter inhibisi yang
terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA).14
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada
neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama
melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh kemampuan membran sel sebagai
pacemaker neuro untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan, berkurangnya inhibisi
neurotransmitter asam amino gama butirat (GABA) atau meningkatnya eksitasi sinaptik oleh
transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang.14
Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase pertama
terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac output,
peningkatan oksigenasi jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat serum,
peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis laktat. Perubahan saraf
reversibel pada tahap ini.Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh dalam
beradaptasi berkurang dimana tekanan darah, pH dan glukosa serum kembali normal.Kerusakan saraf
irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya
hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan saraf yang
irreversibel.14
Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat, ketika peningkatan
pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi.Keadaan ini diikuti oleh penghentian dari
seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan saraf dan kehilangan sel otak
tetap berlanjut.Kerusakan dan kematian saraf tidak samapada status epileptikus, tetapi maksimal pada
lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks serebri, serebellum, hipokampus,
nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus mungkin paling sensitif akibat efek dari status
epileptikus, dengan kehilangan saraf maksimal dalam zona Summer.14
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan saraf begitu kompleks dan melibatkan
penurunan inhibisi aktivitas saraf melalui reseptor GABA dan meningkatkan pelepasan dari glutamat
dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion natrium dan kalsium dan kerusakan sel yang
diperantarai kalsium.14
27
Status epileptikus terjadi karena eksitasi yang berlebihan dan berlangsung terus-menerus ataupun
akibat proses inhibisi yang tidak sempurna. Melalui mediasi ion Na+ dan Ca+ saat berlangsungnya
aktivasi, terutama oleh depolarisasi yang kuat atau berkelanjutan (contohnya pada saat serangan
berlangsung), yang menyebabkan cetusan berulang. Tambahan lagi terhadap faktor-faktor sinaptik,
mekanisme non sinaptik mungkin memegang faktor penting dalam berlanjutnya aktifitas
epilepsi.Pengaliran ion-ion ada hubungan terhadap aktifitas dari keterlibatan neuron-neuron yang
mencetuskan bangkitan yang tersebar dalam ruang ekstra seluler, menginduksi eksitabilitas dari
membran neuron sekitarnya melalui efek lapangan medan elektrik. Lebih lanjut lagi aktifitas
neuronal yang kuat menghasilkan fluktuasi ion-ion ekstra seluler terutama ion K+ yang juga
cenderung mengimbas pada neuron yang berdekatan.Aktifitas epilepsi sudah diketahui dapat
menginduksi suatu kaskade fisiologik dari neuron-neuron instrinsik dan mekanisme sinaps yang
cenderung dapat menurunkan aktifitas, sebagai hasilnya banyak serangan epilepsi yang dapat
membaik dengan sendirinya.Kelumpuhan dari mekanisme penghentian serangan inilah yang
mencetuskan perpanjangan bangkitan yang akhirnya menjadi status epileptikus.14
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian
disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktifitas neuron. Selama kejang,
kebutuhan metabolik secara drastis meningkat; lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat
meningkat menjadi 1000 per detik. Aluran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang.
Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktifitas kejang.14
27
Gambar 2.10. Kejang tonik klonik.15
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan otot-
otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus.Pasien menjadi sianosis selama fase
ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2.Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah,
hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang
mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang
sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani. 15
b. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)
Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase
tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua. 15
c. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)
Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran tanpa
diikuti fase klonik.Tipe ini terjadi pada ensefalopati kronik dan merupakan gambaran dari
Lenox-Gestaut Syndrome. 15
27
epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat
terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif. 15
27
Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup untuk
mencegah pemulihan diantara episode.Dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara, dan
keadaan kebingungan yang berkepanjangan.Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus
temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh.Kondisi ini
dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status
epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus. 15
2.9 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan terutama dari anamnesis, yang didukung dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir
tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu
yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan)
merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga
memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu. Hal yang perlu
ditanyakan dalam anamnesis adalah.12
1. Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pasca bangkitan: 12
a. Sebelum bangkitan/ gejala prodomal
Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya bangkitan, misalnya
perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi, mengantuk, menjadi
sensitive, dan lain-lain.
b. Selama bangkitan/ iktal: 12
- Apakah terdapat aura, gejala yang dirasakan pada awal bangkitan?
- Bagaimana pola/ bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan kepala, gerakan
tubuh, vokalisasi, aumatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua lengan dan tungkai,
bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat, dan lain-lain.
( Akan lebih baik bila keluarga dapat diminta menirukan gerakan bangkitan atau
merekam video saat bangkitan)
- Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan?
- Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya?
- Aktivitas pasien saat terjadi bangkitan, misalnya saat tidur, saat terjaga, bermain
video game, berkemih, dan lain-lain.
27
c. Pasca bangkitan/ post- iktal:
- Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd’s paresis. 12
27
maka akan tampak pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi
petunjuk lokalisasi, seperti: 12
- Paresis Todd
- Gangguan kesadaran pascaiktal
- Afasia pascaiktal
3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan jenis epilepsinya, selain dari gejala, diperlukan berbagai alat
diagnostik : 12
a. Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak sepenuhnya mendukung ataupun menyingkirkan diagnosis
epilepsi, kurang lebih 5% pasien tanpa epilepsi mempunyai kelainan EEG berupa
aktivitas epilepsi pada rekaman EEG, dan hanya 50% pasien dengan epilepsi memiliki
aktivitas epileptiform pada rekaman EEG pertamanya. EEG sangat berperan dalam
menegakkan diagnosis epilepsi dan memberikan informasi berkaitan dengan sindrom
epilepsi, serta dalam menentukan lokasi atau fokus kejang khususnya pada kasus-kasus
kejang foka. Prosedur standar yang digunakan pada pemeriksaan EEG adalah rekaman
EEG saat tidur (sleep deprivation), pada kondisi hiperventilasi dan stimulasi fotik,
dimana ketiga keadaan tersebut dapat mendeteksi aktivitas epileptiform. Selain ketiga
prosedur standar diatas dikenal pula rekaman Video-EEG dan ambulatory EEG, yang
dapat memperlihatkan aktivitas elektrik pada otak selama kejang berlangsung.12
Rekaman EEG merupakan pemeriksaan yang paling berguna pada dugaan suatu
bangkitan untuk:
- Membantu menunjang diagnosis
- Membantu penentuan jenis bangkitan maupun sindom epilepsi.
- Membantu menentukan prognosis
- Membantu penentuan perlu/ tidaknya pemberian OAE.
b. Pemeriksaan pencitraan otak 12
Berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik diotak. MRI beresolusi tinggi (minimal
1,5 Tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam lesi patologik
misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi kavernosus, DNET
(dysembryoplastic neuroepithelial tumor), tuberous sclerosiss. Fuctional brain
imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Single Photon Emission
Computed Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan mengenai dampak perubahan
27
metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak berkaitan dengan bangkitan.
Indikasi pemeriksaan neuroimaging( CT scan kepala atau MRI kepala) pada kasus
kejang adalah bila muncul kejang unprovoked pertama kali pada usia dewasa. Tujuan
pemeriksaan neuroimaging pada kondisi ini adalah untuk mencari adanya lesi
structural penyebab kejang. CT scan kepala lebih ditujukan untuk kasus
kegawatdaruratan, karena teknik pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak MRI
kepala diutamakan untuk kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam
menentukan lesi kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan
lesi structural, maka MRI lebih sensitive dibandingkan CT scan kepala. 12
c. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan hematologis
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematokrit,
trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar
gula darah sewaktu, fungsi hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin.
Pemeriksaan laboratoriumperlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium,
natrium, bilirubin, ureum dalam darah. Yang memudahkan timbulnya kejang ialah
keadaan hipoglikemia, hypokalemia, hipomagnesia, hiponatremia, hypernatremia,
hiperbilirubinemia, dan uremia.Penting pula diperiksa pH darah karena alkalosis
mungkin disertai kejang.Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya
radang pada otak atau selaputnya, toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia
yang menyerang otak, metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak atau
perdarahan subaraknoid12
- Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini idealnya untuk melihat kadar OAE dalam plasma saat
bangkitan belum terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis terapi maksimal atau
untuk memonitor kepatuhan pasien12
27
3. Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Coma
4. Neuroleptic Malignant Syndrome
5. Neurological Manifestations of Uremic Encephalopathy Withdrawal Syndromes
2.11 Penatalaksanaan
Tabel 2.1. Penatalaksanaan Status Epileptikus4
Stadium Penatalaksanaan
Stadium I (0-10 menit) - Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik
- Memperbaiki jalan nafas
- Pemberian oksigen
- Resusitasi
Stadium II (0-60 menit) - Memasang infus pada pembuluh darah besar Mengambil 50-100
cc darah untuk pemeriksaan lab
Stadium IV (30-90 menit) - Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer
pasien ke ICU, beri Propofol (2mg/kgBB bolus iv,
diulang bila perlu) atau Thiopentone(100-250 mg
bolus iv pemberian dalam 20 menit ,
dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan
sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis
atau bangkitan EEG terakhir, lalu
dilakukan tapering off.
27
- Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intracranial, memulai
pemberian OAE dosis maintenance
27
28
Pengawasan
Observasi status neurologis, tanda vital, ECG, biokimia, gas darah, pembekuan darah, dan kadar
OAE. Pasien memerlukan fasilitas ICU penuh dan dirawat oleh ahli anestesi bersama ahli
neurologi.
Monitor EEG perlu pada status epileptikus refrakter. Pertimbangkan kemungkinankan status
epilepsi nonkonvulsif. Pada status epileptikus konvulsif refrakter, tujuan utama adalah supresi
aktivitas epileptik pada EEG, dengan tujuan sekunder adalah munculnya pola burst suppression.
2.12 Komplikasi
Kejang dan status epileptikus menyebabkan kerusakan pada neuron
dan memicu reaksi inflamasi, calcium related injury, jejas sitotoksik,
perubahan reseptor glutamat dan GABA, serta perubahan lingkungan sel
neuron lainnya. Perubahan pada sistem jaringan neuron, keseimbangan
metabolik, sistem saraf otonom, serta kejang berulang dapat menyebabkan
komplikasi sistemik. Proses kontraksi dan relaksasi otot yang terjadi pada SE
konvulsif dapat menyebabkan kerusakan otot, demam, rabdomiolisis, bahkan
gagal ginjal. Selain itu, keadaan hipoksia akan menyebabkan metabolisme
anaerob dan memicu asidosis.17
Kejang juga menyebabkan perubahan fungsi saraf otonom dan fungsi
jantung (hipertensi, hipotensi, gagal jantung, atauaritmia). Metabolisme otak
pun terpengaruh, mulanya terjadi hiperglikemia akibat pelepasan
katekolamin, namun 30-40 menit kemudian kadar glukosa akan turun. Seiring
dengan berlangsungnya kejang, kebutuhan otak akan oksigen tetap tinggi, dan
bila tidak terpenuhi akan memperberat kerusakan otak. Edema otak pun dapat
terjadi akibat proses inflamasi, peningkatan vaskularisasi, atau gangguan
sawar darah-otak. Merujuk pada respon biokimiawi terhadap kejang, kejang
itu sendiri saja nampak cukup, untuk menyebabkan kerusakan otak.
Berkurangnya aliran darah otak (Cerebral Blood Flow), kurang dari 20
34
2.13 Prognosis
Prognosis pengobatan pada kasus kasus baru pada umumnya baik, pada
70–80% kasus bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun
pertama. Setelah bangkitan epilepsi berhenti, kemungkinan rekurensinya
rendah, dan pasien dapat menghentikan OAE.12
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai
berikut: 12
a. Terdapat lesi struktural otak
b. Bangkitan epilepsi parsial
c. Sindroma epilepsi berat
d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum
dimulainya pengobatan
f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris