Anda di halaman 1dari 18

Referat

PATOFISIOLOGI GINGIVOSTOMATIS HERPETIK PRIMER

Oleh:
Suci Lahdia, S.Ked.
NIM 712017043

Pembimbing:
Drg. Nursiah Nasution, M.Kes.

SMF ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:

PATOFISIOLOGI GINGIVOSTOMATIS HERPETIK PRIMER

Oleh:
Suci Lahdia, S.Ked.

Telah dilaksanakan pada bulan juli 2018 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Kesehatan Gigi dan Mulut Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, 10 juli 2018


Pembimbing

Drg. Nursiah Nasution, M.Kes.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya,
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya, penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Patofisiologi Gingivostomatis
herpetik primer” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. Drg. Nursiah Nasution, M.Kes selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Peneliti menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi
perbaikan di masa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 10 juli 2018

Suci Lahdia

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................2


2.1 Anatomi ...........................................................................................2
2.2 Epidemiologi....................................................................................8
2.3 Etiologi.............................................................................................8
2.4 Patofisiologi......................................................................................9
2.5 Diagnosis..........................................................................................10
2.6 Diagnosis Banding...........................................................................11
2.7 Tatalaksana..............................................................................11
2.8 Prognosis.................................................................................11

BAB III KESIMPULAN............................................................................12


DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rongga mulut mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai mastikasi,


fonetik, dan juga estetik. Hal tersebut mengakibatkan rongga mulut menjadi
bagian tubuh yang paling rawan karena merupakan pintu masuk berbagai
agen berbahaya seperti produk mikroorganisme, agen karsinogenik. Selain
itu, mulut sangat rentan terhadap trauma fisik, kimiawi, maupun mekanis.1,2
Salah satu penyakit yang sering terjadi dalam rongga mulut adalah
Gingivostomatitis Herpetika Primer. Gingivostomatitis Herpetika Primer
merupakan penyakit yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) tipe
I yang mengenai area orolabialis. Penularan virus paling sering terjadi melalui
kontak langsung dengan lesi atau sekret oral dari individu yang terinfeksi. 1,4,5
Obat antivirus dapat digunakan dalam pengobatan Gingivostomatitis
Herpetika Primer. Obat tersebut terbukti efektif melawan infeksi HSV dengan
menghambat sintesis DNA virus sehingga perkembangbiakan herpes virus
terhambat. Obat topikal berupa salep/ krim yang mengandung preparat
idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir (zovirax)
dapat digunakan pada lesi dini. Pengobatan oral dapat menggunakan preparat
asiklovir yang efektif menyembuhkan penyakit akibat HSV. Parenteral
asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dapat diberikan pada
penderita penyakit yang lebih berat atau apabila terjadi komplikasi pada
organ dalam.5,6

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Rongga Mulut


Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah bagian
oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum keras), dasar
dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar ridge’, dan
gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi
rongga mulut.7
Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis
oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding
bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari
pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh
membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi.
Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun
di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir
pada bagian bibir.7,8

Gambar 2.1. Anatomi Rongga Mulut

2
Bibir dan Palatum Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan
lunak yang mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot
orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran mukosa
pada bagian internal.10,11 .Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu
bibir bagian atas dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar
dari hidung pada bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral
dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah
terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian komisura pada bagian
lateral dan ke bagian mandibula pada bagian inferior.9,12
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis,
jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun
dari bagian superfisial sampai ke bagian paling dalam. Bagian vermilion
merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih yang tidak terkeratinasi.
Epitelepitel pada bagian ini melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga
memberikan warna yang khas pada bagian tersebut. Selain itu, gambaran histologi
juga menunjukkan terdapatnya banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan
kelejar sebasea juga terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut
tidak ditemukan pada bagian vermilion.13
Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah berlekatan
dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah lipatan yang berada di
bagian tengah dari membran mukosa yang disebut frenulum labial. Saat
melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-otot businator di pipi dan
otototot orbukularis oris di bibir akan membantu untuk memosisikan agar
makanan berada di antara gigi bagian atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot
tersebut juga memiliki fungsi untuk membantu proses berbicara. Palatum
merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut
dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut.8
Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan proses mengunyah
dan bernafas pada saat yang sama. Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua
bagian yaitu palatum durum (palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak).
Palatum durum terletak di bagian anterior dari atap rongga mulut. Palatum durum
merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang memisahkan antara rongga

3
mulut dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila dan tulang
palatin yang dilapisi oleh membran mukosa. Bagian posterior dari atap rongga
mulut dibentuk oleh palatum mole. Palatum mole merupakan sekat berbentuk
lengkungan yang membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring. Palatum
mole terbentuk dari jaringan otot yang sama halnya dengan paltum durum, juga
dilapisi oleh membran mukosa.7,9

Gambar 2.2. Anatomi Palatum

Lidah Lidah merupakan salah satu organ aksesoris dalam sistem pencernaan.
Secara embriologis, lidah mulai terbentuk pada usia 4 minggu kehamilan. Lidah
tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh membran mukosa. Lidah beserta
otototot yang berhubungan dengan lidah merupakan bagian yang menyusun dasar
dari rongga mulut. Lidah dibagi menjadi dua bagian yang lateral simetris oleh
septum median yang berada disepanjang lidah. Lidah menempel pada tulang
hyoid pada bagian inferior, prosesus styloid dari tulang temporal dan mandibula.14
Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik dan
intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot hyoglossus, otot
genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut berasal dari luar lidah

4
(menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian tersebut) dan masuk kedalam
jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot eksternal lidah berfungsi untuk
menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke sisi yang berlawanan dan
menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam. Pergerakan lidah karena otot
tersebut memungkinkan lidah untuk memosisikan makanan untuk dikunyah,
dibentuk menjadi massa bundar, dan dipaksa untuk bergerak ke belakang mulut
untuk proses penelanan.
Selain itu, otot-otot tersebut juga membentuk dasar dari mulut dan
mempertahankan agar posisi lidah tetap pada tempatnya. Otot-otot intrisik lidah
berasal dari dalam lidah dan berada dalam jaringan ikat lidah. Otot ini mengubah
bentuk dan ukuran lidah pada saat berbicara dan menelan. Otot tersebut terdiri
atas : otot longitudinalis superior, otot longitudinalis inferior, otot transversus
linguae, dan otot verticalis linguae. Untuk menjaga agar pergerakan lidah terbatas
ke arah posterior dan menjaga agar lidah tetap pada tempatnya, lidah berhubungan
langsung dengan frenulum lingual, yaitu lipatan membran mukosa yang berada
pada bagian tengah sumbu tubuh dan terletak di permukaan bawah lidah, yang
menghubungkan langsung antara lidah dengan dasar dari rongga mulut.10
Pada bagian dorsum lidah (permukaan atas lidah) dan permukaan lateral
lidah, lidah ditutupi oleh papila. Papila adalah proyeksi dari lamina propria yang
ditutupi oleh epitel pipih berlapis. Sebagian dari papila memiliki kuncup perasa,
reseptor dalam proses pengecapan, sebagian yang lainnya tidak. Namun, papila
yang tidak memiliki kuncup perasa memiliki reseptor untuk sentuhan dan
berfungsi untuk menambah gaya gesekan antara lidah dan makanan, sehingga
mempermudah lidah untuk menggerakkan makanan di dalam rongga mulut.
Secara histologi (Mescher, 2010), terdapat empat jenis papila yang dapat
dikenali sampai saat ini, yaitu : 1. Papila filiformis. Papila filiformis mempunyai
jumlah yang sangat banyak di lidah. Bentuknya kerucut memanjang dan
terkeratinasi, hal tersebut menyebabkan warna keputihan atau keabuan pada lidah.
Papila jenis ini tidak mengandung kuncup perasa. 2. Papila fungiformis. Papila
fungiformis mempunyai jumlah yang lebih sedikit dibanding papila filiformis.
Papila ini hanya sedikit terkeratinasi dan berbentuk menyerupai jamur dengan
dasarnya adalah jaringan ikat.

5
Papila ini memiliki beberapa kuncup perasa pada bagian permukaan luarnya.
Papila ini tersebar di antara papila filiformis. 3. Papila foliata. Papila ini sedikit
berkembang pada orang dewasa, tetapi mengandung lipatan-lipatan pada bagian
tepi dari lidah dan mengandung kuncup perasa. 4. Papila sirkumfalata. Papila
sirkumfalata merupakan papila dengan jumlah paling sedikit, namun memiliki
ukuran papila yang paling besar dan mengandung lebih dari setengah jumlah
keseluruhan papila di lidah manusia. Dengan ukuran satu sampai tiga milimeter,
dan berjumlah tujuh sampai dua belas buah dalam satu lidah, papila ini umumnya
membentuk garis berbentuk menyerupai huruf V dan berada di tepi dari sulkus
terminalis. Pada bagian akhir dari papila sirkumfalata, dapat dijumpai sulkus
terminalis. Sulkus terminalis merupakan sebuah lekukan melintang yang membagi
lidah menjadi dua bagian, yaitu lidah bagian rongga mulut (dua pertiga anterior
lidah) dan lidah yang terletak pada orofaring (satu pertiga posterior lidah).
Mukosa dari lidah yang terletak pada orofaring tidak memiliki papila, namun tetap
berstruktur bergelombang dikarenakan keberadaan tonsil lingualis yang terletak di
dalam mukosa lidah posterior tersebut.10,14

Gambar 2.3. Penampang Lidah

6
Gigi Manusia memiliki dua buah perangkat gigi, yang akan tampak pada
periode kehidupan yang berbeda. Perangkat gigi yang tampak pertama pada
anakanak disebut gigi susu atau deciduous teeth. Perangkat kedua yang muncul
setelah perangkat pertama tanggal dan akan terus digunakan sepanjang hidup,
disebut sebagai gigi permanen. Gigi susu berjumlah dua puluh empat buah yaitu :
empat buah gigi seri (insisivus), dua buah gigi taring (caninum) dan empat buah
geraham (molar) pada setiap rahang. Gigi permanen berjumlah tiga puluh dua
buah yaitu : empat buah gigi seri, dua buah gigi taring, empat buah gigi premolar,
dan enam buah gigi geraham pada setiap rahang.3
Gigi susu mulai tumbuh pada gusi pada usia sekitar 6 bulan, dan biasanya
mencapai satu perangkat lengkap pada usia sekitar 2 tahun. Gigi susu akan secara
bertahap tanggal selama masa kanak-kanak dan akan digantikan oleh gigi
permanen. Gambar 2.4. Gigi Susu dan Gigi Permanen, Gigi melekat pada gusi
(gingiva), dan yang tampak dari luar adalah bagian mahkota dari gigi.6
Menurut Kerr et al. (2011), mahkota gigi mempunyai lima buah permukaan
pada setiap gigi. Kelima permukaan tersebut adalah bukal (menghadap kearah pipi
atau bibir), lingual (menghadap kearah lidah), mesial (menghadap kearah gigi),
distal (menghadap kearah gigi), dan bagian pengunyah (oklusal untuk gigi molar
dan premolar, insisal untuk insisivus, dan caninus). Bagian yang berada dalam
gingiva dan tertanam pada rahang dinamakan bagian akar gigi. Gigi insisivus,
caninus, dan premolar masing-masing memiliki satu buah akar, walaupun gigi
premolar pertama bagian atas rahang biasanya memiliki dua buah akar. Dua buah
molar pertama rahang atas memiliki tiga buah akar, sedangkan molar yang berada
dibawahnya hanya memiliki dua buah akar. Bagian mahkota dan akar
dihubungkan oleh leher gigi. Bagian terluar dari akar dilapisi oleh jaringan ikat
yang disebut cementum, yang melekat langsung dengan ligamen periodontal.
Bagian yang membentuk tubuh dari gigi disebut dentin. Dentin mengandung
banyak material kaya protein yang menyerupai tulang. Dentin dilapisi oleh enamel
pada bagian mahkota, dan mengelilingi sebuah kavitas pulpa pusat yang
mengandung banyak struktur jaringan lunak (jaringan ikat, pembuluh darah, dan
jaringan saraf) yang secara kolektif disebut pulpa. Kavitas pulpa akan menyebar
hingga ke akar, dan berubah menjadi kanal akar. Pada bagian akhir proksimal dari

7
setiap kanal akar, terdapat foramen apikal yang memberikan jalan bagi pembuluh
darah, saraf, dan struktur lainnya masuk ke dalam kavitas pulpa9

2.2 Epidemiologi

Salah satu penyakit yang sering terjadi dalam rongga mulut adalah
Gingivostomatitis Herpetika Primer. Gingivostomatitis Herpetika Primer
merupakan penyakit yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) tipe I
yang mengenai area orolabialis. Penularan virus paling sering terjadi melalui
kontak langsung dengan lesi atau sekret oral dari individu yang terinfeksi.1,2,4
Lebih dari 15-30 persen penderita Gingivostomatitis Herpetika Primer
mengalami infeksi rekuren, terutama pada usia dewasa dengan rasio laki-laki dan
perempuan adalah sama. Mekanisme patogenesis Herpes Labialis belum diketahui
secara pasti namun kemungkinan infeksi tersebut terjadi karena virus bermigrasi
ke bagian distal melalui selubung epineural saraf trigeminal. Virus selanjutnya
mengalami proliferasi dan menginfeksi jaringan epitel pada terminal nerve
ending.8,9

2.3 Etiologi

Gingivostomatitis herpetika primer adalah bentuk tersering dari infeksi HSV


tipe 1 pada rongga mulut yang ditandai dengan lesi ulserasi pada lidah, bibir,
mukosa gingiva, palatum durum dan molle. Onset gingivostomatitis herpetika
primer dilaporkan memiliki 2 puncak. Terutama terjadi pada masa anak, biasanya
pada usia 6 bulan sampai 5 tahun, puncak kedua terjadi pada usia awal 20 tahun.
Kebanyakan infeksi HSV tipe 1 pada anak bersifat asimtomatik atau ringan
sehingga anak dan orang tua tidak menyadarinya. Beberapa penelitian
menyatakan hanya 10-20% anak yang terinfeksi memiliki gejala dan tanda klinis
yang cukup berat.3,4
Faktor predisposisi ialah sistem imun yang buruk, seringkali menyertai
kondisi infeksi akut seperti pneumonia, meningitis, influenza, tifus, infeksi
mononukleusis dan kondisi stress. Cara penularan melalui dropplet infection dan
kontak langsung.3

2.4 Patofisiologi

8
Faktor predisposisi :
 Penurunan imunitas,
 terjadinya epidemi pada pergantian musim,
 defisiensi nutrisi Setelah proses penyembuhan,virus akanberjalan
sepanjang akson saraf menuju ganglion syaraf, dan menimbulkan infeksi
laten. Apabila terdapat faktor predisposisi maka akanterjadi reaktivasi
virus.
 Memiliki penyakit sistemik tertentu (imunokompromis).Infeksi primer
terjadi pada kontak awal dengan virus melalui inokulasi mukosa, kulit dan
mata atau sekresi tubuh yangterinfeksi. Virus kemudian bereplikasi di
dalam sel-sel epitel mukosa mulut dan atau kulit dan menyebabkan
terjadinya vesikel.

Gingivostomatitis Herpetika Primer adalah infeksi yang ditandai dengan


timbulnya luka yang disertai rasa nyeri pada bibir atau bagian lain dari mulut di
sebabkan oleh Herpes Simplex Virus tipe I ( HSV tipe I) 5,6. Umumnya infeksi
Herpes labialis terbagi dalam 4 tahap yang berlangsung selama 2-3 minggu.
Tahap pertama ditandai dengan rasa tidak nyaman, gatal, dan sensasi terbakar di
sekitar bibir atau hidung selama 1-2 hari. Selain itu, gejala tersebut dapat disertai
demam dan dengan atau tanpa pembengkakan kelenjar getah bening di bagian
leher.7,9,10

Ketika masuk tahap kedua, muncul bintik-bintik berisi cairan dalam bentuk
tunggal atau multiple yang seringkali disertai rasa nyeri. Tahap ketiga, bintik-
bintik tersebut akan pecah dan membentuk luka yang basah. Cairan yang keluar
dalam vesikel akan menular pada bagian tubuh atau orang lain yang melakukan
kontak langsung dengan bagian yang terluka. Tahap terakhir ditandai dengan luka
yang mulai mengering dan sembuh. Lesi dapat kambuh kembali secara berulang
pada berbagai interval waktu.10,14

Prodromal ditandai malaise dan kelelahan, sakit otot dan kadang sakit
tenggorokan. Pada tahap awal nodus limfe submandibular sering membesar dan
sakit. Fase prodromal ini berlangsung 1-2 hari dan diikuti dengan timbulnya lesi
oral dan kadang sirkumoral. Vesikula kecil berdinding tipis dikelilingi dasar

9
eritematous yang cenderung berkelompok timbul pada mukosa oral. Vesikula
kemudian pecah dengan cepat dan menimbulkan ulser bulat dangkal. Ulser dapat
terjadi pada semua bagian mukosa mulut. Dengan berkembangnya penyakit,
beberapa lesi bersatu membentuk lesi ireguler yang lebih besar. Lesi ini disertai
simptom demam, anoreksia, limfadenopati dan sakit kepala. Pemeriksaan darah
lengkap menunjukkan leukositosis atau neutropenia yang berhubungan dengan
infeksi virus. Faktor predisposisi ialah sistem imun yang buruk, seringkali
menyertai kondisi infeksi akut seperti pneumonia, meningitis, influenza, tifus,
infeksi mononukleusis dan kondisi stress. Cara penularan melalui dropplet
infection dan kontak langsung.3

2.5 Diagnosis

 Demam, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, mialgia, nausea, nyeri otot)


 Gejala klinis dan pemeriksaan
 Gejala prodromal 1-3 hari
 Gejala ekstra oral:Vesikel dan atau ulserasi pada merah bibir (vermillion
border of lip) ditutupi krusta yang berwarna kekuningan.
 Gejala intra oral:1)Erythema dan vesikel kecil diameter 1-3 mm.2) terletak
berkelompok pada palatum keras,attached gingiva, dorsum lidah, dan
mukosa non keratin dilabial, bukal, ventral lidah dan pallatum
mole.vesikel mudah pecah membentuk ulser yang lebih besar dengan tepi
tidak teratur dan kemerahan. gingiva membesar berwarna merah, dan
sangat sakit,dapat terjadi pharyngitis.14

2.6 Diagnosis Banding

10
Diagnosis banding gingivostomatitis herpetika primer adalah penyakit
ulseratif oral yaitu candidiasis oral, hand foot and mouth disease dan stomatitis
apthosa. Gambaran karakteristik dapat digunakan untuk membedakan
gingivostomatitis herpetika primer dengan penyakit mulut lain pada anak.
Herpangina mempunyai karakteristik berupa vesikula pada bagian belakang
rongga mulut dan palatum, sepanjang faring yang meradang. Tidak ada hubungan
lesi ekstra oral dengan herpangina. Stomatitis aphthosa dapat rancu dengan lesi
ulserasi herpetik tetapi ulserasi tidak didahului oleh adanya vesikula, dan tidak
ada lesi ekstra oral. Hand foot and mouth disease terdapat vesikula pada intra oral
dan ekstra oral namun distribusi lesi pada tubuh dapat dibedakan dengan mudah
dari gingivostomatitis herpetika primer. Meskipun Stevens-Johnson Syndrome
dan erythema multiforme juga terjadi lesi oral, manifestasi ekstraoral
membedakan penyakit ini.7

2.7 Tatalaksana

 KIE (Komunikasi, Informasi Dan Edukasi)


 penyakit yang dapat sembuh sendiri apabila daya tahan tubuh membaik
(Self limiting disease)
 Terapi kausatif :acyclovir15mg/kgBB pada anak,acyclovir 200 mg 5x/hari
pada dewasa.
 Simtomatik:anestetik topikal, analgesik-antipiretik, antiseptik kumur.
 Supportif:istirahat, hidrasi, imunomodulator,multivitamin.
 Pencegahan penularan melalui penyuluhan.

2.8 Prognosis

Berdasarkan kasus Gingivostomatitis Herpetika Primer yang disebabkan oleh


infeksi Herpes simplex virus (HSV) tipe I menunjukkan bahwa apabila pasien
mematuhi pengobatan dan edukasi dengan baik, pemakaian tablet acyclovir dan
salep acyclovir dengan dosis yang tepat serta cara pemakaian yang benar, maka
proses penyembuhan pasien berjalan dengan baik.
BAB III
KESIMPULAN

11
Gingivostomatitis Herpetika Primer adalah infeksi yang disebabkan Herpes
simplex virus (HSV) tipe I yang mengenai area orolabialis. Penularan virus dapat
terjadi melalui kontak langsung dengan lesi, seperti droplet saliva dari individu
yang terinfeksi. HSV dapat aktif kembali kapan saja sesuai kondisi dan bisa
menjadi laten di daerah masa jaringan saraf dan ganglia (misalnya, trigeminal
ganglion. Pencegahan kekambuhan bisa dilakukan dengan menghilangkan atau
mengurangi faktor pencetus dengan memberikan pengarahan serta pengobatan
infeksi dan meningkatkan daya tahan tubuh penderita dengan perbaikan kondisi
tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

12
1. Manullang K. Deteksi dini keganasan dalam rongga mulut. Jakarta: PABMI,
2001; 69-81.
2. Yanagawa T, Funasaka T, Tsutsumi S, Watanabe H, Raz A. Novel roles of
the autucrine motility.
http://erc.endocrinology-journals.org/content/11/4/749.full. 2004
3. Reksoprawiro S. Kanker rongga mulut; deteksi dini dan pencegahan. J
Indonesian Assoc Oral Maxillofac Surg. Kongres PABMI VIII-2000. h.10
4. ADAM, George L. . Boies : buku ajar penyakit THT. Jakarta : EGC , 2013.
5. Sicher H. Oral anatomy. 3th ed. St.Louis: The CV Mosby Company,
1980:126
6. Johnston TB, davies DV, Davies F. Gray’s anatomy descriptive and applied.
32nd ed.London: Longmas com. 1985.207-9.
7. Balaram P. Immunology of oral cancer a review. Singapore Dental Journal,
1996: 21(1): 6.
8. Birnbaum W, Dunne SM. Diagnosis kelainan dalam mulut petunjuk dalam
klinis. 1st ed. Jakarta: EGC, 2009: 242-245.
9. Lawler W, Ahmed A, Hume WJ. Buku pintar patologi untuk kedokteran
gigi.1st ed. Jakarta: EGC, 1996: 51-56.

10. Syafriadi M. Patologi mulut tumor neoplastik dan non neoplastik rongga
mulut.1st ed. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 2008: 73-89.
11. Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and maxillofacial
pathology. Edisi ke-2. St. Louis: Mosby Inc; 2004.h.134-43, 184-96.
12. Reksoprawiro S. Kanker rongga mulut; deteksi dini dan pencegahan. J
Indonesian Assoc Oral Maxillofac Surg. Kongres PABMI VIII-2000. h.102-
7.
13. Sultana J, Bashar A, Molla MR. New Management Strategies of Oral Tongue
Cancer in Bangladesh. J Maxillofac Oral Surg. 2013;10:1-7.

14. Fadoo Z, Naz F, Husen Y, Pervez S, Hasan N. Squamous Cell Carcinoma of


Tongue in an 11-Year-old Girl. J Pediatr Hematol Oncol. 2010;32:e199–
e201.

13
15. Gorsky M, Epstein J.B, Oakley C, Le ND, Hay J, Moore PS et al. Carcinoma
of the tongue: A case series analysis of clinical presentation, risk factors,
staging, and outcome. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.
2004;98: 546-52.

14

Anda mungkin juga menyukai