Anda di halaman 1dari 10

USEJ 5 (3) (2016)

Unnes Science Education Journal


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/usej

MEMFASILITASI HIGHER ORDER THINKING SKILLS DALAM


PERKULIAHAN BIOLOGI SEL MELALUI MODEL INTEGRASI ATRIBUT
ASESMEN FORMATIF

Sigit Saptono1, Nuryani Y. Rustaman 2, Saefudin 3, Ari Widodo4


1
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang
234
Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI; Prodi Pendidikan IPA SPs UPI

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Higher order thinking skills sangat dibutuhkan untuk memahami permasalahan dan esensi materi perkuliahan
Diterima Oktober 2016 Biologi Sel. Studi dengan desain Research and Development ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
Disetujui November 2016 penalaran dan berpikir analitik mahasiswa calon guru biologi melalui penerapan model pembelajaran Integrasi
Dipublikasikan Desember Atribut Asesmen Formatif (IAAF). Sejumlah 61 mahasiswa program studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri
2016 Semarang semester tiga yang sedang menempuh mata kuliah Biologi Sel menjadi subjek penelitian. Kemampuan
penalaran dan berpikir analitik mahasiswa diukur melalui tugas individu, tugas kelompok pembuatan peta konsep
________________ dan penyusunan laporan review artikel, dan 30 item soal berbentuk selected response questions dan constructed response
questions tervalidasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan penalaran dan berpikir analitik
Keywords:
Analytical thinking, formative mahasiswa dapat berkembang secara signifikan, meskipun perkembangan kemampuan argumentasi, salah satu
assessment attributes. kategori kemampuan berpikir analitik, masih perlu perhatian yang cukup serius.
____________________
Abstract
___________________________________________________________________
Higher order thinking skills are needed to understand the problem and the essence of the lecture material Biology Sel. Study
design Research and Development aims to develop reasoning skills and analytic thinking biology student teachers through the
application of learning models Integration Attributes Formative Assessment (IAAF). Some 61 students of Biology Education
Semarang State University who is doing his third semester courses Cell Biology is the subject of research. Analytical reasoning
and thinking ability of students is measured through individual assignments, group assignments concept map creation and
preparation of the Review articles, and 30 items about the shape of the selected response and constructed response questions,
validated questions. The result showed that the ability of reasoning and analytical thinking of students can be expanded
significantly, although the development of the ability of argumentation, one category of analytic thinking skills, they need serious
attention.

© 2016 Universitas Negeri Semarang


p-ISSN 2252-6617
e-ISSN 2502-6232

Alamat korespondensi:
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang
E-mail: sigit_biounnes@mail.unnes.ac.id

1408
Saptono, S., dkk / Unnes Science Education Journal 5 (3) (2016)

PENDAHULUAN Karakter materi Biologi Sel memiliki peran


yang sangat penting dalam melatih pemahaman
Beberapa hasil penelitian (Reynolds & dan higher order thinking skills seperti kemampuan
Moskovitz, 2008; Fencl, 2010; Noblitt et al., 2010) penalaran (reasoning), aplikasi konsep, berpikir
mendeskripsikan bahwa implementasi proses analitik, serta memberikan wawasan kepada
pembelajaran sains di perguruan tinggi cenderung mahasiswa tentang hubungan yang terdapat
identik dengan informasi materi dengan cakupan pada fenomena-fenomena kehidupan. Namun
luas. Hal tersebut dapat berdampak pada demikian, beberapa faktor telah teridentifikasi
penguasaan kemampuan dan perkembangan menjadi penyebab mahasiswa kurang mampu
keterampilan mahasiswa dalam meniti karirnya. mengembangkan kemampuan penalaran dan
Meskipun aspek penguasaan materi, keluasan analisisnya dalam pembelajaran Biologi Sel.
cakupan materi dibutuhkan dalam pembelajaran Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengajar
sains untuk memahami fenomena-fenomena yang cenderung mengembangkan pembelajaran
terjadi di alam, namun kondisi tersebut tidak cukup dengan memberikan materi sebanyak-
untuk meyakinkan bahwa peserta didik dapat banyaknya, dengan harapan mahasiswa akan
memahami seluruh materi yang dipelajari. Salah mampu memahami dan menerapkan
satu indikator pemahaman mahasiswa terhadap pengetahuan yang diperoleh (Smith et al., 2008;
cakupan materi sains adalah kemampuan dalam Gotwals & Songer, 2009). Faktor lain adalah
berbagai keterampilan berpikir, antara lain mahasiswa tidak mampu memahami reaksi-
keterampilan menjelaskan, mengumpulkan bukti, reaksi metabolisme dan menemukan keterkaitan
memberikan contoh, merumuskan generalisasi, faktor-faktor yang menyebabkan reaksi kimia
mengaplikasikan konsep, membuat analogi, tersebut terjadi (Kitchen et al., 2003; Lynd-Balta,
menggunakan penalaran (reasoning), serta 2006; Wilson, 2006; Fencl, 2010).
menyajikan konsep sains dalam situasi yang baru Dalam studi ini dikembangkan model
(Fry et al., 2009). pembelajaran Integrasi Atribut Asesmen
Chabalengula et al., (2012) serta Krajcik (2014) Formatif (IAAF) dalam perkuliahan Biologi Sel
beranggapan sama bahwa bahwa ada dua macam untuk membantu mahasiswa memahami
keterampilan yang diperlukan yaitu keterampilan konsep-konsep esensi dan proses metabolisme
dasar dan keterampilan terpadu. Keterampilan dasar dalam kehidupan sel, serta mengembangkan
meliputi kegiatan mengamati, menyimpulkan, higher order thinking skills, khususnya
mengukur, mengomunikasikan, mengklasifikasikan, kemampuan penalaran dan berpikir analitik.
memprediksi, menggunakan hubungan waktu dan Asesmen formatif merupakan proses asesmen
menggunakan angka. Keterampilan terintegrasi yang dilakukan selama proses pembelajaran
meliputi kegiatan mengontrol variabel, definisi berlangsung guna memahami kemajuan peserta
operasional, merumuskan hipotesis, merumuskan didik dalam belajar, serta memperoleh informasi
model/rancangan, menginterprestasikan data, dan tentang bagaimana pengajar mengembangkan
melakukan eksperimen. pembelajaran dan kultur pembelajaran yang
Untuk memenuhi standar kualifikasi lulusan berlangsung (Furtak & Primo, 2008). Penerapan
perguruan tinggi, tentu tidak hanya dibutuhkan asesmen formatif membantu pengajar
penguasaan konten yang luas. Kemampuan serta memperoleh feedback tentang proses
keterampilan berpikir dan bertindak menjadi faktor pembelajaran yang dikembangkan, sehingga
yang turut menentukan. Oleh sebab itu, kemajuan akademik siswa dapat terpantau
pembelajaran di perguruan tinggi seharusnya perkembangannya.
memperhatikan dan menerapkan skema learning of McManus (2008) menambahkan bahwa
higher order (Fry et al., 2009). Skema learning of higher terdapat lima atribut yang menjadi keberhasilan
order menekankan pada pemahaman dan kreativitas pelaksanaan asesmen formatif, yaitu learning
mahasiswa, seperti mampu memahami dan goals and criteria for success, collaboration between
mengkonstruk ulang pengetahuan berdasarkan teachers and students, self-assessment and peer-
fakta, menganalisis hubungan antara assessment, learning progression, dan descriptive
pengetahuannya dengan pengetahuan lain yang feedback. Pengintegrasian atribut asesmen
relevan, serta mampu mengembangkan critical formatif dalam perkuliahan Biologi Sel
thinking dan kreativitas. memberikan peluang kepada pengajar dan

1409
Saptono, S., dkk / Unnes Science Education Journal 5 (3) (2016)

mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran


Biologi Sel secara kolaboratif dan bertahap.
Perkembangan penguasaan konten, kemampuan
penalaran dan berpikir analitik mahasiswa dapat
terfasilitasi oleh kreativitas pengajar dalam
mengembangkan model pembelajaran. Dengan
demikian, perkuliahan Biologi Sel dapat lebih
bermakna dan bermanfaat bagi mahasiswa calon
guru biologi sebagai bekal untuk mempelajari Gambar 1. Tahapan studi
struktur dan fisiologi kehidupan yang lebih Untuk menguji signifikansi kemampuan
kompleks. penalaran dan berpikir analitik hasil
Studi ini memberikan gambaran implementasi implementasi model IAAF, maka dibandingkan
model pembelajaran IAAF dalam perkuliahan dengan kemampuan penalaran dan berpikir
Biologi Sel dalam memfasilitasi perkembangan analitik hasil implementasi model pembelajaran
kemampuan penalaran dan kemampuan berpikir langsung. Pengujian dilakukan melalui two group
analitik mahasiswa dalam Biologi Sel. Dalam pretest-postest design.
pelaksanaan perkuliahan, mahasiswa diberi
kesempatan untuk menyelesaiakan tugas individu, Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
dan tugas kelompok. Tugas kelompok yang Eksp 1 O1 E1 O2
diberikan kepada mahasiswa berupa pembuatan Eksp 2 O3 E2 O4
peta konsep terkait materi yang telah dibahas dan Keterangan:
penyusunan laporan review artikel jurnal terkait E1: pembelajaran langsung
materi yang telah dibahas. Secara spesifik studi ini E2: pembelajaran IAAF
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1) Bagaimanakah implementasi model IAAF Penyusunan Draft Model IAAF
dalam pembelajaran Biologi Sel? Model IAAF dalam perkuliahan Biologi
2) Bagaimanakah kemampuan penalaran dan Sel mencakup kegiatan pembelajaran berpikir
berpikir analitik mahasiswa sebelum dan setelah induktif melalui informasi, diskusi, dan tanya-
perkuliahan dengan model IAAF? jawab. Dalam model IAAF tercakup tugas
3) Bagaimanakah kemampuan penalaran dan individual dan kelompok. Materi tugas individu
berpikir analitik mahasiswa hasil implementasi mencakup kemampuan penalaran dan berpikir
model IAAF jika dibandingkan dengan model analitik dalam Biologi sel. Adapun tugas
pembelajaran langsung? kelompok meliputi pembuatan peta konsep dan
penyusunan laporan review artikel jurnal
METODE penelitian. Perkulihan dilaksanakan secara
klasikal. Selama perkuliahan, dilakukan dua kali
Subjek kuis untuk mengetahui kemajuan belajar
Subjek dalam studi ini adalah mahasiswa mahasiswa. Secara skematis model IAAF dalam
Program Studi Pendidikan Biologi FMIPA pembelajaran Biologi Sel dapat dilihat pada
Universitas Negeri Semarang semester tiga tahun Gambar 2.
ajaran 2012/2013 yang sedang mengambil mata Model IAAF memiliki tiga karakteristik,
kuliah Biologi Sel. Jumlah mahasiswa subjek kajian yaitu (i) selama proses pembelajaran
sebanyak 61 orang, yang terbagi dalam dua diintegrasikan atribut asesmen formatif, yaitu
kelompok, yaitu kelompok eksperimen 1 (model tujuan pembelajaran, kolaborasi, self- dan peer-
pembelajaran langsung) sebanyak 29 orang, dan assessment, kemajuan belajar, dan balikan; (ii)
kelompok eksperimen 2 (model IAAF) sebanyak 32 menggambarkan proses pembelajaran bersiklus
orang. dengan melakukan review pada akhir
pembelajaran untuk perbaikan proses
Desain pembelajaran berikutnya; (iii) sintaks model
Desain studi adalah Research and Development. pembelajaran terdiri dari enam tahapan
Tahapan studi yang dilakukan sesuai skema pada bersiklus, yaitu identifikasi tujuan, interpretasi
Gambar 1. fenomena, penemuan konsep, organisasi

1410
Saptono, S., dkk / Unnes Science Education Journal 5 (3) (2016)

penalaran, analisis relevansi, dan review Uji coba model IAAF dilakukan
pembelajaran. berdasarkan dua kriteria, yaitu uji
keterlaksanaan model, dan kebermaknaan
Uji Coba Model IAAF model dalam mengembangkan kemampuan
penalaran dan berpikir analitik. Uji

Gambar 2. Model IAAF dalam perkuliahan Biologi Sel

keterlaksanaan model IAAF difokuskan pada Tugas yang diberikan kepada mahasiswa
keterlaksanaan setiap tahapan sintaks dalam mencakup tugas individu dan kelompok.
perkuliahan. Adapun uji kebermaknaan model Pengukuran tugas individu dilakukan
IAAF difokuskan pada perkembangan kemampuan berdasarkan rubrik dengan rentang skor 10-100.
penalaran dan berpikir analitik mahasiswa dalam Tugas kelompok pembuatan peta konsep
Biologi Sel selama perkuliahan. dilakukan berdasarkan rubrik dengan rentang
skor 1-4 untuk setiap kategori, yaitu identifikasi
Pengukuran Kemampuan Penalaran dan Berpikir konsep, hubungan antarkonsep, dan penjelasan
Analitik hubungan antarkonsep. Tugas kelompok
Pengukuran kemampuan penalaran dan penyusunan laporan review artikel hasil
berpikir analitik mahasiswa dilaksanakan sebelum penelitian dilakukan berdasarkan rubrik dengan
(pretest) dan setelah perkuliahan (posttest). Soal yang rentang skor 1-4 untuk setiap kategori, yaitu
digunakan berjumlah 30 item soal, terdiri dari 20 relevansi judul, penguasaan materi, dan
item soal pilihan ganda (selected response), dan 10 simpulan.
item soal pilihan ganda beralasan (constructed
response). Tiga puluh item soal tersebut mencakup Analisis data
enam kategori kemampuan, yaitu kemampuan Analisis data perkembangan kemampuan
penalaran korelasi, proporsonal, probabilitas, dan penalaran dan berpikir analitik mahasiswa
kemampuan berpikir analitik dalam dalam Biologi Sel dilakukan secara kuantitatif.
mengidentifikasi gagasan utama, berargumentasi, Data perkembangan kemampuan penalaran dan
dan komparasi. Setiap kategori kemampuan berpikir analitik mahasiswa diidentifikasi
diwakili lima soal. berdasarkan kriteria California Critical Thinking
Skills Test/CCTST seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria skor kemampuan berpikir


Pengukuran Skor Tugas Mahasiswa tingkat tinggi

1411
Saptono, S., dkk / Unnes Science Education Journal 5 (3) (2016)

Skor Kemampuan Berpikir Kriteria mahasiswa dalam Biologi Sel. Kemampuan


Tingkat Tinggi penalaran sebagian besar mahasiswa mengalami
80 – 100 Sangat Baik perkembangan dengan kategori baik (lebih dari
60 – 79,99 Baik 60). Namun demikian, untuk kemampuan
30 – 59,99 Sedang berpikir analitik masih terdapat mahasiswa
0 – 29,99 Kurang dalam jumlah cukup besar yang tidak mampu
mencapai skor 60 (skor minimal kategori baik).
Selain identifikasi perkembangan kemampuan
mahasiswa berdasarkan kriteria, dilakukan juga uji 2. Hasil Tugas Kelompok
perbedaan kemampuan penalaran dan berpikir a. Hasil pembuatan peta konsep
analitik mahasiswa pada kelompok implementasi b. Tugas pembuatan peta konsep diberikan
model pembelajaran langsung dengan model IAAF. pada pokok bahasan Membran Plasma,
Analisis uji-t menggunakan software SPSS 20 untuk Mitkondria, dan Nukleus. Hasil
rerata hasil pretest, posttest, dan perolehan N-gain. penskoran peta konsep dapat dilihat pada
Gambar 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Implementasi Model IAAF
Hasil implementasi model IAAF dalam
perkuliahan Biologi Sel menunjukkan bahwa sintaks
model yang terdiri dari enam tahapan dan atribut
asesmen formatif yang diintegrasikan dalam
perkuliahan dapat berjalan dan bermakna dalam Keterangan:
perkembangan kemampuan penalaran dan berpikir Skor pada tabel merupakan skor maksimal 100,
analitik mahasiswa. Perkembangan kemampuan hasil konversi skor pada rubrik
tersebut teridentifikasi melalui tugas individu dan
tugas kelompok. Gambar 4. Rerata skor setiap aspek peta konsep

1. Hasil Tugas Individu Grafik pada Gambar 4 mendeskripsikan


Tugas individu diberikan pada pokok bahasan bahwa kemampuan mahasiswa dalam
Sel Prokaryot dan Eukariot, dan Nukleus dan mengidentifikasi konsep, menentukan hubungan
Sintesis Protein. Grafik pada Gambar 3 antarkonsep, dan memberi keterangan
menunjukkan perkembangan kemampuan hubungan antarkonsep mengalami
penalaran dan berpikir analitik mahasiswa perkembangan. Meskipun demikian,
berdasarkan hasil tugas individu. kemampuan mahasiswa dalam memberikan
keterangan antarkonsep masih perlu
ditingkatkan.

c. Hasil penyusunan laporan review artikel


hasil penelitian
Tugas penyusunan laporan review artikel
penelitian dilakukan pada pokok bahasan
Membran Plasma dan Mitokondria. Gambar 5
menunjukkan hasil penskoran laporan review
artikel hasil penelitian.
Gambar 3. Persentase jumlah mahasiswa yang
memperoleh skor ˃ 60 pada tugas
individu.

Gambar 3 mengindikasikan bahwa selama


implementasi model IAAF terjadi perkembangan
kemampuan penalaran dan berpikir analitik

1412
Saptono, S., dkk / Unnes Science Education Journal 5 (3) (2016)

mahasiswa pada aspek penalaran dan berpikir


analitik dalam Biologi Sel. Hasil pengukuran
posttest pada semua kategori kemampuan
mengalami kenaikan dibandingkan dengan hasil
pretest. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa
kemampuan penalaran korelasi, probabilitas,
dan proporsional mengalami perkembangan
Keterangan: dengan kategori baik. Demikian juga,
Skor pada tabel merupakan skor maksimal 100, kemampuan berpikir analitik dalam
hasil konversi skor pada rubric mengindentifikasi ide utama dan komparasi
mengalami perkembangan dengan kategori baik.
Gambar 5. Rerata skor setiap aspek review artikel Namun demikian, perkembangan kemampuan
argumentasi mahasiswa termasuk dalam
Gambar 5 memberikan informasi bahwa kategori sedang.
kemampuan mahasiswa dalam menemukan judul
artikel, penguasaan materi artikel, dan merumuskan Hasil Uji Signifikansi Model IAAF
simpulan mengalami perkembangan. Bahkan, ketiga Uji signifikansi model IAAF diukur
aspek yang diukur termasuk dalam kategori melalui uji perbedaan rerata skor pretest, posttest,
perkembangan yang sangat baik. dan N-gain kemampuan penalaran dan berpikir
analitik antara kelompok mahasiswa dengan
Kemampuan Penalaran dan Berpikir Analitik penerapan model pembelajaran langsung
Mahasiswa Sebelum dan Setelah Perkuliahan dengan IAAF. Hasil uji beda kemampuan
Kemampuan penalaran dan berpikir analitik penalaran dapat dilihat pada Tabel 2.
mahasiswa dalam Biologi Sel diukur dengan
menggunakan tes tertulis. Gambar 6 dan 7 Tabel 2. Hasil uji rerata skor pretest, posttest, dan
menunjukkan hasil pengujian pada saat pretest dan N-gain pada aspek penalaran
posttest. Sumber Kelompok N Rerata F p *)
Variasi Skor
Skor pretest E1 29 23,68 2,82 0,918
Penalaran E2 32 23,33
Skor posttest E1 29 40,00 1,420 0,000
Penalaran E2 32 74,58
N-gain E1 29 0,197 3,917 0,000
Penalaran E2 32 0,662
Keterangan:
*) Taraf signifikansi (α) = 0,05
E1: Kelompok model pembelajaran langsung
Gambar 6. Kemampuan rata-rata mahasiswa pada E2: Kelompok model IAAF
setiap aspek kemampuan penalaran N : Jumlah mahasiswa

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t pada


Tabel 2 diperoleh angka signifikansi (p) 0,918
pada skor pretest. Hasil perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa hasil pretest pada kedua
kelompok tidak berbeda. Adapun p pada skor
posttest dan N-gain sama dengan nol. Hal tersebut
menunjukkan bahwa hasil belajar Biologi Sel
Gambar 7. Kemampuan rata-rata mahasiswa pada melalui model IAAF pada aspek kemampuan
setiap aspek kemampuan berpikir penalaran berbeda signifikan dibandingkan hasil
analitik belajar yang diperoleh melalui pembelajaran
langsung. Perolehan hasil belajar (N-gain) pada
Gambar 6 dan 7 mendeskripsikan kedua kelompok juga menunjukkan hasil yang
perkembangan yang terjadi pada kemampuan berbeda secara signifikan. Adapun hasil uji beda

1413
Saptono, S., dkk / Unnes Science Education Journal 5 (3) (2016)

kemampuan berpikir analitik antara kelompok Aspek Aspek


mahasiswa dengan penerapan model pembelajaran Penalaran Berpikir
langsung dengan IAAF dapat dilihat pada Tabel 3. Analitik
Berdasarkan hasil perhitungan uji-t pada Tabel Penguatan positif 22,50 15,83
3 diperoleh angka signifikansi (p) 0,970 pada skor Pengubahan positif 55,63 53,13
pretest. Hal tersebut menunjukkan tidak ada Miskonsepsi 0,83 0,62
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok. Miskonsepsi Kuat 21,04 30,42
Adapun angka p pada skor posttest dan N-gain sama
dengan nol. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
belajar Biologi Sel dengan model IAAF pada aspek rekonstruksi penguatan positif dan pengubahan
kemampuan berpikir analitik berbeda signifikan positif terjadi pada 78,13% pada aspek
dibandingkan hasil belajar yang diperoleh melalui penalaran dan 68,96% pada aspek berpikir
pembelajaran langsung. analitik dari seluruh soal yang diujikan.
Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan
Tabel 3. Hasil uji rerata skor pretest, posttest, dan N- bahwa rata-rata mahasiswa mampu
gain pada aspek berpikir analitik menyelesaikan 78,13% soal kemampuan
Sumber Kelompok N Rerata F p *) penalaran dan 68,96% soal kemampuan berpikir
Variasi Skor analitik melalui rekonstruksi penalaran yang
Skor pretest E1 29 16,55 1,23 0,970
Berpikir E2 32 16,46
baik. Hasil analisis data juga menunjukkan
Analitik masih ditemukan mahasiswa yang mengalami
Skor E1 29 28,28 2,817 0,000 miskonsepsi terhadap 21,87% item soal aspek
posttest E2 32 68,75 penalaran dan 31,04% item soal aspek berpikir
Berpikir
analitik dari seluruh soal yang diujikan.
Analitik
N-gain E1 29 0,137 0,354 0,000 Persentase miskonsepsi pada item soal berpikir
Berpikir E2 32 0,631 analitik lebih tinggi dibandingkan penalaran.
Analitik
Keterangan: Pembahasan
*) Taraf signifikansi (α) = 0,05 Karakteristik model pembelajaran IAAF
E1: Kelompok model pembelajaran langsung memberikan peluang kepada dosen dan
E2: Kelompok model IAAF mahasiswa untuk berkolaborasi dalam
N: Jumlah mahasiswa pencapaian tujuan pembelajaran. Model IAAF
juga memberikan kesempatan kepada
Rekonstruksi Konsep mahasiswa untuk berlatih mengembangkan
Meskipun secara umum dapat dinyatakan higher order thinking skills (kemampuan berpikir
bahwa model pembelajaran IAAF memberikan tingkat tinggi). Implementasi model IAAF
pengaruh positif terhadap perkembangan memberikan efek positif pada perkembangan
kemampuan penalaran dan berpikir analitik dalam kemampuan penalaran mahasiswa dalam
Biologi Sel, tetapi masih ditemui mahasiswa yang Biologi Sel, pada kategori penalaran korelasi,
mengalami miskonsepsi. Pada kemampuan probabilitas, dan proporsional. Model IAAF
penalaran, rekonstruksi penguatan positif yang juga berpengaruh positif terhadap
terjadi pada mahasiswa mencapai 22,5%. perkembangan kemampuan berpikir analitik
Rekonstruksi pengubahan kemampuan ke arah mahasiswa, terutama kategori kemampuan
positif pada mahasiswa mencapai 55,63%. Namun mengidentifikasi ide utama, berargumentasi,
demikian, masih ditemukan mahasiswa yang dan komparasi (membandingkan).
mengalami miskonsepsi terhadap 0,83% item soal. Pengembangan model pembelajaran IAAF
Bahkan, ditemukan cukup banyak mahasiswa yang juga memperhatikan hasil-hasil penelitian terkait
mengalami miskonsepsi kuat terhadap 21,04% item dengan perkuliahan Biologi Sel di perguruan
soal. tinggi. Hasil kajian yang dilakukan oleh
Quitadamo & Kurtz (2007), Gotwals & Songer
Tabel 4. Rekonstruksi konsep mahasiswa pada (2009), dan Fencl (2010) merekomendasikan
implementasi model IAAF bahwa untuk memahami fenomena kehidupan
Jenis Rekonstruksi Persentase seluler melalui perkuliahan Biologi Sel tidak

1414
Saptono, S., dkk / Unnes Science Education Journal 5 (3) (2016)

hanya diperlukan kemampuan memori, melainkan konsep-konsep esensial, selanjutnya mahasiswa


dibutuhkan juga kemampuan berpikir tingkat tinggi. dapat menghubungkan antarkonsep, serta
Kemampuan penalaran dan berpikir analitik memberi makna hubungan tersebut. Dengan
merupakan kemampuan kognitif tingkat tinggi yang melakukan identifikasi konsep-konsep yang
dapat dilatihkan melalui program pembelajaran penting, kemudian memberikan makna
yang relevan. hubungan antarkonsep yang teridentifikasi,
Asesmen yang diterapkan dalam model IAAF mahasiswa telah menggunakan kemampuan
juga sangat berperan dalam perkembangan penalarannya. Keterampilan berpikir harus
kemampuan penalaran dan berpikir analitik dilatihkan kepada mahasiswa secara bertahap
mahasiswa. Salah satu asesmen yang dapat dan simultan agar mereka memiliki habits of
mengaktifkan siswa adalah dengan memberikan mind dan mampu mengambil suatu keputusan
tugas. Tugas dapat lebih meyakinkan tentang apa berdasarkan penalarannya.
yang dipelajari dari dosen, lebih memperdalam, Peta konsep merupakan salah satu strategi
memperkaya atau memperluas wawasan tentang yang dapat digunakan oleh guru/dosen untuk
apa yang dipelajari. Mahasiswa berkesempatan membimbing mahasiswa menyusun konsep-
memupuk perkembangan dan keberanian konsep yang telah dipelajari agar terlihat
mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri keterkaitannya satu sama lainnya (Yuniati,
sendiri (Sabriani, 2013). Pemberian tugas, baik 2012). Penyusunan suatu peta konsep
secara individual maupun kelompok, yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi,
proporsional dan berorientasi pada tujuan belajar karena dengan kemampuan menginterpretasi
membuka peluang mahasiswa untuk bereksplorasi peta konsep dapat diartikan bahwa mahasiswa
menggunakan penalaran dan berpikir analitiknya telah melakukan proses pembelajaran yang
dalam menyelesaikan tugas. Pemberian tugas secara bermakna, dan bukan hanya pembelajaran
individual memberikan kesempatan mahasiswa menghafal.
untuk mengembangkan kemampuannya Sebuah peta konsep yang baik akan
berdasarkan pendapat sendiri, sedangkan tugas memberikan manfaat dalam pembelajaran
kelompok dapat memotivasi mahasiswa sehingga tercapai pembelajaran yang bermakna.
mengembangkan kemampuannya berdasarkan Menurut (Dahar, 2006) terdapat empat
pendapatnya dan interaksi dengan teman dalam kegunaan peta konsep yang digunakan dalam
kelompoknya. Pelaksanaan asesmen yang baik pembelajaran yaitu: 1) menyelidiki hal yang
disertai dengan pemberian tugas secara terikat dan telah diketahui mahasiswa. Dalam hal ini guru
terkait dengan pencapaian tujuan belajar. mengetahui konsep yang telah dimiliki
Dengan memfasilitasi kemampuan berpikir mahasiswa setelah dilakukan pembelajaran, 2)
tingkat tinggi, kemampuan mahasiswa dalam mempelajari cara belajar, 3) mengungkapkan
membuat peta konsep mengalami perkembangan. konsep yang salah. Hal ini dapat dilihat dari
Pada pokok bahasan Membran Plasma, kaitan antara konsep yang mengakibatkan
kemampuan mahasiswa dalam membuat peta proposisi yang salah, dan 4) sebagai alat
konsep masih belum memenuhi harapan. Pada evaluasi.
umumnya, peta konsep yang dibuat menyerupai Pada aspek lain, dapat dinyatakan bahwa
resume yang disajikan dalam bagan. Hubungan kemampuan rata-rata mahasiswa dalam
antarkonsep hanya dilakukan secara linier pada satu memilih dan melakukan review artikel hasil
garis. Hubungan antarkonsep yang dibuat penelitian juga mengalami perkembangan
mahasiswa belum mampu memberikan gambaran positif. Pemberian kesempatan dan bimbingan
keterkaitan antara konsep satu dengan konsep kepada mahasiswa secara bertahap dapat
lainnya. memberikan pengaruh positif terhadap proses
Pemberian bimbingan dan penguatan kepada belajar mahasiswa. Pada pokok bahasan
mahasiswa dalam pembuatan peta konsep Membran Plasma, masih ditemukan kelompok
memberikan pengaruh positif terhadap mahasiswa yang mereview artikel, tetapi bukan
perkembangan kemampauan mahasiswa. Hal hasil penelitian. Perkembangan kemampuan
tersebut terlihat pada pembuatan peta konsep untuk mahasiswa dalam mereview artikel hasil
pokok bahasan Mitokondria, dan Nukleus. Pada penelitian terlihat pada pokok bahasan
umumnya, mahasiswa mampu mengidentifikasi Mitokondria. Pada pokok bahasan tersebut,

1415
Saptono, S., dkk / Unnes Science Education Journal 5 (3) (2016)

seluruh kelompok mahasiswa mampu menentukan berargumentasi yang logis dan ilmiah seseorang
artikel hasil penelitian relevan yang dimuat pada mampu memahami fenomena alam dengan
jurnal nasional maupun internasional. baik. Tujuan mendasar dari pendidikan sains
Memberikan kesempatan kepada mahasiswa menurut (Akinoglu, 2008) adalah
untuk melakukan review terhadap jurnal memungkinkan peserta didik untuk
internasional merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan
melatih kemampuan writing dan communicating. untuk memahami dan menjelaskan baik diri
Bentuk-bentuk penugasan untuk mendukung mereka sendiri dan lingkungannya. Konsep
pelaksanaan asesmen, seperti writing, reviewing, dan sains yang dipelajari siswa akan lebih kokoh jika
communicating efektif dalam meningkatkan mereka melakukan proses (konstruksi)
kemajuan belajar mahasiswa (Quitadamo & Kurtz, pengetahuan tersebut. Dauer et al., (2014)
2007; Noblitt et al., 2010). menyatakan bahwa kemampuan
Kemampuan berpikir analitik dapat juga mengemukakan argumentasi untuk menjelaskan
dikembangkan melalui review artikel dalam buku fenomena merupakan salah satu komponen
atau hasil penelitian yang relevan dengan pokok penting dalam proses literasi sains. Untuk dapat
kajian yang sedang dipelajari. Memahami sebuah berargumentasi dengan baik dibutuhkan
artikel, kemudian memberikan review terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi. Salah satu
artikel tersebut dengan menggunakan pengetahuan strategi yang dapat diterapkan untuk melatih
yang dimiliki, serta mempresentasikan hasil review kemampuan argumentasi adalah penerapan
membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi scaffolding assessment dengan pemberian tugas
dan dapat mengembangkan critical thinking secara bertahap yang disesuaikan dengan tingkat
(Quitadamo & Kurtz, 2007; Reynolds & Moskovitz, kesulitan dan relevansi.
2008; Noblitt et al., 2010).
Hasil perhitungan uji-t yang ditunjukkan pada SIMPULAN
Tabel 2 dan 3, mengindikasikan bahwa
implementasi model IAAF memberikan pengaruh Higher order thinking skills, khususnya
secara signifikan terhadap perkembangan kemampuan penalaran dan berpikir analitik
kemampuan penalaran dan berpikir analitik dapat dikembangkan melalui perkuliahan
mahasiswa. Pemberian kesempatan mahasiswa Biologi Sel dengan penerapan model
untuk berpikir dan menganalisis dalam proses pembelajaran Integrasi Atribut Asesmen
pembelajaran Biologi Sel memberikan pengaruh Formatif (IAAF). Salah satu karakteristik model
positif terhadap pemahaman materi. Meskipun IAAF, yaitu mengintegrasikan atribut asesmen
demikian, berdasarkan analisis deskriptif dalam formatif dalam proses perkuliahan, memberikan
studi ini ditemukan bahwa kemampuan kesempatan mahasiswa untuk mengembangkan
argumentasi (salah satu jenis kemampuan berpikir kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui
analitik) mahasiswa masih memperoleh skor yang penyelesaian tugas individu dan kelompok yang
rendah. Tentu, hal tersebut menjadi catatan bagi relevan.
pengajar jika menerapkan model IAAF. Dalam implementasinya, pengajar harus
Jimenez-Aleixandre (2008) menyatakan bahwa mampu berkolaborasi dengan mahasiswa dalam
kemampuan berargumentasi dalam sains mencapai tujuan pembelajaran. Pengajar juga
merupakan kemampuan yang tidak mudah dimiliki. perlu memberi kesempatan kepada mahasiswa
Dalam kemampuan berargumentasi bidang sains untuk melakukan self-assessment pada akhir
terdapat tiga hal penting, yaitu pemahaman pembelajaran untuk mendeteksi kemajuan
terhadap konsep sains, keterkaitan konsep sains belajar mahasiswa dan memperbaiki proses
dengan masalah sosial, dan kemampuan berpikir perkuliahan.
tingkat tinggi. Oleh sebab itu, pengembangan Meskipun demikian, beberapa catatan
kemampuan berargumentasi diperlukan kegiatan perlu diperhatikan. Pertama, penerapan model
investigasi dan eksplorasi yang dilatihkan secara IAAF belum menjamin kemampuan
berulang terkait konsep-konsep yang sedang argumentasi mahasiswa dalam Biologi Sel,
dipelajari. sebagai salah satu aspek dalam kemampuan
Kemampuan berargumentasi merupakan aspek berpikir analitik, berkembang dengan baik.
penting dalam mempelajari sains, karena dengan Kedua, masih ditemui miskonsepsi pada

1416
Saptono, S., dkk / Unnes Science Education Journal 5 (3) (2016)

beberapa permasalahan yang terjadi pada their effectiveness. Cell Biology Education,
mahasiswa terkait kemampuan penalaran dan 2(3), 180-194.
berpikir analitik dalam Biologi Sel. Krajcik, J., Codere, S., Dahsah, C., Bayer, R., &
Mun, K. (2014). Planning Instruction to
DAFTAR PUSTAKA Meet the Intent of the Next Generation
Science Standards. Journal of Science Teacher
Education, 25(2), 157-175.
Akinoglu, O. (2008). Assessment of the Inquiry-Based
Project Implementation Process in Science
Lynd-Balta, E. (2006). Using literature and innovative
Education Upon Students’ Points of Views.
assessments to ignite interest and cultivate
International Journal of Instruction January, 1(1), 1 -
critical thinking skills in an undergraduate
12.
neuroscience course. CBE-life sciences
education, 5(2), 167-174.
Chabalengula, V. M., Mumba, F., & Mbewe, S. (2012).
How Pre-Rervice Teachers’ Understand and
McManus, S. M. (2008). A study of formative assessment
Perform Science Process Skills. Eurasia Journal of
and high stakes testing: Issues of student efficacy
Mathematics, Science & Technology Education, 8(3),
and teacher views in the mathematics classroom.
167-176.
North Carolina State University.
Dahar, R. W. (2006). Teori-Teori Hasil Belajar &
Noblitt, L., Vance, D. E., & Smith, M. L. D. (2010).
Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
A comparison of case study and traditional
teaching methods for improvement of oral
Dauer, J. M., Doherty, J. H., Freed, A. L., & Anderson,
communication and critical-thinking skills.
C. W. (2014). Connections between student
Journal of College Science Teaching, 39(5), 26.
explanations and arguments from evidence
about plant growth. CBE-Life Sciences Education,
Quitadamo, I. J., & Kurtz, M. J. (2007). Learning to
13(3), 397-409.
improve: using writing to increase critical
thinking performance in general education
Fencl, H. S. (2010). Development of students' critical-
biology. CBE-Life Sciences Education, 6(2),
reasoning skills through content-focused
140-154.
activities in a general education course. Journal of
College Science Teaching, 39(5), 56.
Reynolds, J., & Moskovitz, C. (2008). Calibrated Peer
Review Assignments in Science Courses:
Fry, H., Ketteridge, S. & Marshall, S. (2009).
Are They Designed to Promote Critical
Understanding student learning. Dalam Fry, H.,
Thinking and Writing Skills?. Journal of
Ketteridge, S. & Marshall, S. (2009). A Handbook
College Science Teaching, 38(2), 60.
for Teaching and Learning in Higher Education:
Enhancing Academic Practice. New York:
Sabriani, S. (2013). Penerapan Pemberian Tugas
Routledge.
Terstruktur disertai Umpan Balik pada
Pembelajaran Langsung untuk
Furtak, E. M., & Ruiz‐Primo, M. A. (2008). Making Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar
students' thinking explicit in writing and
Siswa (Studi Pada Materi Pokok Struktur
discussion: An analysis of formative assessment
Atom Kelas X6 SMA Negeri 3
prompts. Science Education, 92(5), 799-824.
Watampone). CHEMICA, 13(2), 39-46.
Gotwals, A.W. & Songer, N.B. (2009). Reasoning up and
Smith, M. K., Wood, W. B., & Knight, J. K. (2008).
down a food chain: using an assessment
The genetics concept assessment: a new
framework to investigate students’ middle
concept inventory for gauging student
knowledge. Science Education, 94, 259-28.
understanding of genetics. CBE-life sciences
Education, 7(4), 422-430.
Gotwals, A. W., & Songer, N. B. (2010). Reasoning up
and down a food chain: Using an assessment
Wilson, C. D., Anderson, C. W., Heidemann, M.,
framework to investigate students' middle
Merrill, J. E., Merritt, B. W., Richmond, G.,
knowledge. Science Education, 94(2), 259-281.
... & Parker, J. M. (2006). Assessing
students' ability to trace matter in dynamic
Jimenez-Aleixandre, M. P. (2008). Argumentation in
systems in cell biology. CBE-Life Sciences
science education: an overview In S. Erduran &
Education, 5(4), 323-331.
MP Jiménez Aleixandre (Eds.) Argumentation
in science education: Perspectives from
Yuniati, S. (2012). Peta Konsep (Mind Mapping)
classroom-based research (pp. 3–27).
dalam Pembelajaran Struktur Aljabar.
Gamatika, 3(2).
Kitchen, E., Bell, J. D., Reeve, S., Sudweeks, R. R., &
Bradshaw, W. S. (2003). Teaching cell biology in
the large-enrollment classroom: methods to
promote analytical thinking and assessment of

1417

Anda mungkin juga menyukai