Anda di halaman 1dari 3

Nama: Rusman

Kelas: 1H

Nim: 05.13.21.2531

Pertanian Organik

Secara sederhana, pertanian organik didefinisikan sebagai sistern pertanian yang mendorong kesehatan
tanah dan tanaman melalui berbagai praktek seperti pendaur ulangan unsur hara dan bahan‑bahan
organik, rotasi tanaman, pengolahan tanah yang tepat serta menghindarkan penggunaan pupuk dan
pestisida sintetik (IASA dalam Dimyati, 2002). Pertanian organik merupakan teknik pertanian yang tidak
menggunakan bahan kimia (non sintetik), tetapi memakai bahan‑bahan organik (Pracaya, 2002).
Sedangkan pengertian organik menurut FAOI adalah suatu sistem manajemen yang holistik yang
mempromosikan dan meningkatkan pendekatan sistem pertanian berwawasan kesehatan lingkungan,
termasuk biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Dalam pengertian ini ditekankan pada
preferensi penerapan input of farm dalam manajemen dengan memperhatikan kondisi regional yang
sesuai. Pertanian organik didasarkan pada prinsip‑prinsip IFOAM (International Federation of Organic
Agriculture Movement) 2005 : memperhatikan prinsip kesehatan, ekologi, keadilan dan pelindungan.
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia
dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Pertanian organik harus membangun hubungan
yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Disamping
itu, pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat,
menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Kementerian Pertanian telah
menyusun standar pertanian organik di Indonesia yang tertuang dalarn SNI 01‑6729‑2002 (BSN,
2002). SNI sistem pangan organik ini merupakan dasar bagi lembaga sertifikasi yang nantinya juga harus
diakreditasi oleh Kementan melalui PSA (Pusat Standarisasi dan Akreditasi). SNI sistern pangan organik
diadopsi dengan mengadopsi seluruh materi dalam dokumen standar CAC/GL 32 ‑ 1999, Guidelines
for the production, processing, labeling and marketing of organikally produced food dan dimodifikasi
sesuai dengan kondisi Indonesia. Bila dilihat kondisi petani di Indonesia, hampir tidak mungkin mereka
mendapatkan label sertifikasi dad suatu lembaga sertifikasi asing maupun dalam negeri. Luasan lahan
yang dimiliki serta biaya sertifikasi yang tidak terjangkau, menyebabkan mereka tidak mampu
mensertifikasi lahannya. Satu‑satunya jalan adalah membentuk suatu kelompok petani organik dalam
suatu kawasan yang luas yang memenuhi syarat sertifikasi, dengan demikian mereka dapat membiayai
sertifikasi usaha tani mereka secara gotong royong. Namun ini pun masih sangat tergantung pada
kontinuitas produksi mereka (Husnain et al., 2005).
Salah satu penerapan Pertanian Organik dapat melalui pertanian ramah lingkungan. Tidak saja
merupakan sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida
dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air, tetapi di sisi lain, pertanian
organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan
masukan di luar pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan
sebagai pertanian organik. Sebailknya, sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar,
namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun
agro-ekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik.

Pengelolaan pertanian yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam
secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk
kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang.

Beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam pertanian organic adalah : (1) pemanfaatan
sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis hortikultura (terutama lahan dan air) secara lestari
sesuai dengan kemampuan dan daya dukung alam; (2) proses produksi atau kegiatan usahatani itu
sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan
eksternalitas pada masyarakat; (3) penanganan dan pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran, serta
pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah pada lingkungan (limbah dan sampah); (4) produk
yang dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman
konsumsi. Keadaan dan perkembangan permintaan dan pasar merupakan acuan dalam agribisnis
hortikultura ini.

Perkembangan pertanian organik di Indonesia masih sangat lambat. Namun minat bertani dengan
sistem organik akhir-akhir ini sudah mulai tumbuh. Hal ini diharapkan akan berdampak positif terhadap
pengembangan petanian organik yang waktu-waktu yang akan datang. Banyak kendala dalam
pengembangan pertanian organik yang bersifat makro antara lain peluang pasar, penelitian dan
pengembangan, dan kondisi iklim. Sejak dua dasawarsa terakhir permintaan pasar dunia terhadap
produk pertanian organik mulai tumbuh. Pertumbuhan pasar ini, khususnya di Eropa, merupakan salah
satu pertimbangan utama dalam pemberlakuan Council Regulation (EEC) No. 2092/91 (EEC, 1991).
Disamping kendala pasar, program penelitian dan pengembangan yang mendukung ke arah
pengembangan sistem pertanian organik di Indonesia pada komoditas lain masih belum banyak
dilakukan, sehingga pengembangan agribisnis di sektor organik masih terbatas. Berdasarkan
pengalaman pada komoditas kopi tersebut di atas, dukungan penelitian sangat diperlukan agar
pengembangan agribisnis di sektor organik dapat berhasil dengan baik. Kendala lainnya yang juga
sangat berpengaruh adalah karena Indonesia memiliki iklim tropika basah, bahkan di beberapa tempat
tidak memiliki atau sedikit sekali periode kering. Kondisi iklim seperti ini menguntungkan untuk jasad
penganggu, khususnya jamur. Intensitas serangan jasad penggangu yang tinggi akan lebih menyulitkan
dalam praktek penerapan pertanian orgnik. Kendala mikro lainnya adalah kendala yang dijumpai di
tingkat usaha tani, khususnya petani kecil. Minat produsen, pada pelaku usaha pertanian di Indonesia
belum banyak yang beminat untuk betani organik. Minat pelaku usaha untuk mempraktekkan pertanian
petanian organik ini akan meningkat apabila pasar domestik dapat ditumbuhkan. Pemahaman kurang,
pemahaman para petani terhadap sistem pertanian organik masih sangat kurang. Pertanian organik
sering dipahami sebatas pada praktek pertanian yang tidak menggunakan pupuk anorganik dan
pestisida.

Pengertian tentang sistem pertanian organik yang benar perlu disebarluaskan pada masyarakat.
Pengertian tersebut meliputi filosofi, tujuan, penerapan, perdagangan, dan lain-lain. Sebagai acuan
untuk penyebarluasan pengertian pertanian organik sebaiknya menggunakan standar dasar yang
dirumuskan oleh IFOAM. Selain kendala tadi, organisasi di tingkat petani merupakan kunci penting
dalam budidaya pertanian organik. Hal ini terkait dengan masalah penyuluhan dan sertifikasi. Agribisnis
produk organik di tingkat petani kecil akan sulit diwujudknan tanpa dukungan kelompok tani. Di
beberapa daerah organisasi petani sudah terbentuk dengan baik, tetapi sebaiknya di daerah-daerah lain
organisasi pertani masih sulit diwujudkan. Kemitraan petani dan pengusaha, upaya membentuk
hubungan kemitraan antara petani dan pengusaha yang pernah dilakukan beberapa waktu yang lalu
yang masih belum memberikan hasil seperti yang diharapkan petani.

Anda mungkin juga menyukai