Anda di halaman 1dari 51

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Ny. E DENGAN FRAKTUR


SUBTROCHANTER FEMUR SINISTRA TERTUTUP
RUANG RAWATAN TC RSUP. DR. MDJAMIL PADANG

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V

1. Cindy Novrita Malkam S.Kep 6. Rahma Tiana Putri, S.Kep

2. Elsa Sintia Paramita S.Kep 7. Riva Akva Wahyuni, S.Kep

3. Dicky Seprian, S.Kep 8. Sindy Lidya, S.Kep

4. Indah Mayang Sari, S.Kep 9. Yandranil Satrika, S.Kep

5. Nadya Yovia Arianti, S.Kep

Preseptor Akademik Presepror Akademik

( Ns. Willady Rasyid, M. Kep, Sp.Kep.M.B ) (Ns. Hidayatul Rahmi, M.Kep)

Preseptor Klinik

(Ns. Lidya, M. Kep, Sp. Kep.M.B)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG


PROGRAM PROFESI STUDI NERS
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang
berjudul “Fraktur”. Penulisan laporan pendahuluan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas dari siklus bedah.
Laporan Pendahuluan ini ditulis berdasarkan berbagai sumber yang berkaitan dengan
materi keperawatan medikal bedah, serta infomasi dari berbagai media yang berhubungan
dengan keperawatan medikal bedah. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Dosen atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan laporan pendahuluan ini, serta kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah memberikan masukan dan pandangan, sehingga dapat terselesaikannya
laporan pendahuluan ini.
Penulis berharap laporan pendahuluan ini dapat menambah wawasan mengenai
keperawatan medikal bedah, terutama materi mengenai fraktur, sehingga saat berkomunikasi kita
dapat meminimalisir kesalah pahaman yang akan terjadi. Penulis berharap, pembaca untuk dapat
memberikan pandangan dan wawasan agar laporan pendahuluan ini menjadi lebih sempurna.
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila dalam penulisan laporan pendahuluan ini
terdapat banyak kesalahan.

Padang, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................................................ 1
B. Tujuan ..................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi...................................................................................................................2
B. Fisiologi...................................................................................................................5
C. Definisi Fraktur........................................................................................................7
D. Etiologi....................................................................................................................8
E. Klasifikasi Fraktur...................................................................................................9
F. Manifestasi Klinis....................................................................................................13
G. Patofisiologi dan Pathway.......................................................................................14
H. Komplikasi...............................................................................................................14
I. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................15
J. Penatalaksanaan.......................................................................................................15
BAB III LAPORAN KASUS

A. Pengkajian………………………………………………………………………… 17
B. Diagnosa…………………………………………………………………………... 27
C. Intervensi………………………………………………………………………….. 28
D. Implementasi……………………………………………………………………… 33
E. Evaluasi…………………………………………………………………………… 33
BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengkajian………………………………………………………………………… 41
B. Diagnosa…………………………………………………………………………... 42
C. Intervensi................................................................................................................. 44
D. Implementasi……………………………………………………………………… 45
E. Evaluasi…………………………………………………………………………… 46
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………..…………………… 47
B. Saran............................................................................................................……... 47
DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas jaringan tulang. Fraktur paling
sering ditimbulkan oleh trauma eksternal langsung maupun deformitas tulang seperti
fraktur patologis pada osteoporosis sedangkan fraktur femur biasanya disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma
langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang
radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu
pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat
trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma
tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah
dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang
di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang yang disebut
fraktur dislokasi (Rosdahl dan Kowalski, 2014).
Pembedahan merupakan penanganan dari fraktur yang biasa dilakukan.
Pembedahan adalah sebuah proses invasif karena insisi dilakukan pada tubuh atau
ketika bagian tubuh diangkat. Setelah seseorang dilakukan pembedahan, sesuai
dengan rencana keperawatan akan dilakukan mobilisasi oleh perawat, namun yang
terjadi perawat hanya sekedar menganjurkan pada pasien untuk menggerak-gerakkan
anggota badan yang dioperasi. Ketidaktahuan pasien akan pentingnya mobilisasi
membuat pasien menjadi takut sehingga menyebabkan bengkak, kesemutan, kekakuan
sendi, nyeri, dan pucat anggota gerak yang dioperasi (Rosdahl dan Kowalski, 2014).
B. Tujuan Penulisan
Untuk laporan pendahuluan dan pengetahuan mengenai Fraktur, sehingga
menambah wawasan pembaca maupun penulis terutama bagi perawat dalam
menambah pengetahuan mengenai fraktur, keterampilan dalam tindakan dan sikap
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kesehatan pada pasien di rumah
sakit maupun di luar rumah sakit.

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi Tulang

Tulang sistem skeletal dibagi menjadi skeleton aksial (tengkorak, toraks,

dan vertebrata) dan skeleton apendikular (bahu, lengan, gelang panggul, dan

tungkai). Tulang dari struktur tubuh dan memberi sokongan untuk jaringan lunak.

Tulang melindungi organ vital dari cedera dan juga bertindak untuk

memindahkan bagian tubuh dengan memberi titik perlekatan pada otot. Tulang

juga sebagai tempat menyimpan mineral dan sebagai tempat untuk hematopoiesis

(Lemone, 2017).

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan

tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang

juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan

fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah

jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung

bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang

keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang

membuatnya kuat dan elastis. Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak

2
bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari

31 pasang antara lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia,

meta tarsalia dan falang (Lemone, 2017).

a. Tulang Koksa OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya di

setiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk

sebagian besar tulang pelvis.

b. Tulang Femur merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang

kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum

membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan

bawah dari kolumna femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor

dan trokanter minor. Di bagian ujung membentuk persendian lutut,

terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Di

antara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung

lutut (patella) yang disebut dengan fosa kondilus.

c. Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai

bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang

pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.

d. Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang

itu adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Sendi tibia

fibula dibentuk antara ujung atas dan ujung bawah, kedua tungkai bawah

batang dari tulang-tulang itu digabungkan oleh sebuah ligamen antara

tulang membentuk sebuah sendi ketiga antara tulang-tulang itu.

e. Meta tarsalia terdiri dari tulang-tulang pendek yang banyaknya 5 buah

yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan

perantara sendi.

3
f. Falangus merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masing

terdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari sebanyak 2 ruas, pada metatarsalia

bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang

disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).

Tulang tersusun atas jaringan ikat kaku yang disebut jaringan

oseus, ada dua jenis yaitu tulang laminar (tulang kuat dan matur pada

skeleton orang dewasa) dan tulang beranyam (yang memberikan

kerangka sementara untuk menyokong dan pada fetus yang berkembang

sebagai bagian penyembuhan fraktur, dan pada area sekitar tumor dan

infeksi tulang). Ada dua jenis tulang matur yaitu tulang padat dan tulang

kanselosa (berongga) (Lemone, 2017).

Tulang padat membentuk kulit luar tulang, sedangkan tulang

kanselosa ditemukan di bagian dalam tulang. Tulang kanselosa tersusun

atas struktur seperti kisi – kisi (trabekula) dan dilapisi dengan sel

osteogenik serta diisi dengan sumsum tulang merah atau kuning

(Lemone, 2017).

Unit struktur dasar tulang laminar adalah sistem Havers (juga

dikenal sebagai osteon). Sistem Havers terdiri atas kanal sentral, disebut

4
Kanal Havers, lapisan konsentrik matriks tulang disebut Lamella, ruang

antara lamela disebut Lakuna, dan saluran kecil disebut Kanalikuli.

Bagian berongga pada tulang panjang dan tulang pipih mengandung

jaringan untuk hematopoiesus. Pada orang dewasa, bagian ini disebut

rongga sumsum tulang merah, ada di pusat berongga tulang pipih

(khususnya sternum) dan hanya pada dua tulang panjang yaitu humerus

dan kepala femur (Lemone, 2017).

B. Fisiologi

Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam

pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa dan

jaringan-jaringan khusus yang menghubungan struktur tersebut. Tulang adalah

suatu jarigan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain: osteoblast,

osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen

tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu

proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid,

osteoblast mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran

penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang,

sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar

fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat

pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis

5
kanker ke tulang. Osteosid adalah sel tulang deawasa yang bertindak sebagai

suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas

adalah sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matrik tulang

dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang.

Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks Sistem

musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam pergerakan.

Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa dan jaringan-

jaringan khusus yang menghubungan struktur tersebut (Lemone, 2017).

Tulang adalah suatu jarigan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel

antara lain: osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang

dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan

jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif

menghasilkan jaringan osteoid, osteoblast mengsekresikan sejumlah besar

fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium

dan fosfat ke dalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran

darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi

indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah

tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosid adalah sel tulang

deawasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui

tulang yang padat. Osteoklas adalah sel besar berinti banyak yang memungkinkan

mineral dan matrik tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit,

osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang

memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang

sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah (Lemone, 2017).

6
Metabolisme tulang di atur oleh beberapa hormon. Peningkatan kodar

hormon paratoid mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang yang

menyebabkan kalsium dan fosfat daiabsorpsi dan bergerak memasuki serum. Di

samping itu peningkatan kadar hormon paratoid secara perlahan menyebabkan

peningkatan jumlah dan aktifitas osteoklas sehingga terjadi demineralisasi.

Peningkatan kadar kalsium serum pada hiperparatiroidisme dapat pula

menimbulkan pembentukan batu ginjal (Lemone, 2017).

Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari

seluruh fosfat tubuh. Fungsi penting kalsium adalah dalam mekanisme dan

pembentukan darah, trasmisi impuls neuromuscular, iritabilitas eksitabilitas otot,

keseimbangan asam basah, permeabilitas membrane sel dan sebagai pelekat di

antara sel-sel (Lemone, 2017).

Secara umum fungsi tulang antara lain (Lemone, 2017) :

1. Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan

memberi bentuk tubuh.

2. Proteksi sistem. Musculoskeletal melindungi organ-organ penting,

misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-

paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-

tulang kostae (iga).

3. Ambulasi dan Mobilisasi. Adanya tulang dan otot memungkinkan

terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan

suatu sistem pengungkit yang digerakkan oleh otot.

C. Definisi Fraktur

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,

baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur

7
adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan

sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang

akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Zairin,

2016).

Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang

disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang

terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku,

bahu, pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah,

pergelangan kaki). Fraktur dapat menimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi

normal, deformitas, kemerahan, krepitasi, dan rasa nyeri (Zairin, 2016).

Fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga

fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan

lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau

tidak lengkap (Krisanty, 2016). Sebagian besar patah tulang merupakan akibat

dari cedera atau benturan keras, seperti kecelakaan, olahraga atau karena jatuh.

Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada

kekuatan tulang (Sartono, 2016).

D. Etiologi

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson ada 3 sebagai berikut

(Suriya & Zuriati, 2019) :

a. Cidera atau benturan

1. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga

tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur

melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.

8
2. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi

benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan

fraktur klavikula.

3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang

kuat.

b. Fraktur patologik

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah

menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.

c. Fraktur beban

Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang

yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima

dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

E. Klasifikasi Fraktur

1. Berdasarkan tempat

Fraktur femur, humerus, tibia, clavicula, ulna, radius, cruris dan yang

lainnya (Suriya & Zuriati, 2019).

2. Berdasarkan komplit atau tidak klomplit fraktur

1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang).

2. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis

penampang tulang) (Suriya & Zuriati, 2019).

9
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah

1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama (Suriya & Zuriati, 2019).

4. Berdasarkan posisi fragmen

1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen.

5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1. Fraktur Tertutup (Closed)

Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia

luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang

berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan

lunak sekitarnya.

10
b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan.

c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata

dan ancaman sindroma kompartement.

2. Fraktur Terbuka (Open/Compound)

Bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit :

a) Grade I: dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya,

kerusakan jaringan lunak minimal, biasanya tipe fraktur

simpletransverse dan fraktur obliq pendek.

b) Grade II: luka lebih dari 1 cm panjangnya, tanpa kerusakan jaringan

lunak yang ekstensif, fraktur komunitif sedang dan adakontaminasi.

c) Grade III: yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan

jaringan lunak yang ekstensif, kerusakan meliputi otot, kulitdan

struktur neurovascular.

d) Grade III ini dibagi lagi kedalam: III A : fraktur grade III, tapi tidak

membutuhkan kulit untuk penutup lukanya. III B: fraktur grade III,

hilangnya jaringan lunak, sehingga tampak jaringan tulang, dan

membutuh kan kulit untuk penutup (skin graft). III C:fraktur grade

III, dengan kerusakan arteri yang harus diperbaiki,dan beresiko

untuk dilakukannya amputasi.

6. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma

1. Fraktur Transversal

11
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat

trauma angulasi atau langsung.

2. Fraktur Oblik

Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

3. Fraktur Spiral

Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan

trauma rotasi.

4. Fraktur Kompresi

Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong

tulang ke arah permukaan lain.

5. Fraktur Avulsi

Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot

pada insersinya pada tulang.

7. Berdasarkan kedudukan tulangnya

1. Tidak adanya dislokasi.

2. Adanya dislokasi

a) At axim : membentuk sudut.

b) At lotus : fragmen tulang berjauhan.

c) At longitudinal : berjauhan memanjang.

d) At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.

8. Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1. 1/3 proksimal

2. 1/3 medial

12
3. 1/3 distal

9. Berdasarkan Fraktur Kelelahan

Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

10. Fraktur Patologis

Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

F. Manifestasi Klinis

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di

imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya,

pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas yang

bias diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas yang normal.

Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot

bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempatfraktur.

4. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan

lainnya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru

terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera

13
G. Patofisiologi dan Pathway Fraktur

Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,

sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan,

kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya.Keadaan ini menimbulkan hematom

pada kanal medul antara tepi tulang bawah periostrium dengan jaringan tulang

yang mengatasi fraktur (Suriya & Zuriati, 2019).

Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai

dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi kerusakan tulang,

tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap

ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk

biasa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian

merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam

pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain (Suriya & Zuriati, 2019).

Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan

tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian

menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma

hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema

yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa

menyebabkan syndrom comportement (Suriya & Zuriati, 2019).

H. Komplikasi

1. Komplikasi Awal

Komplikasi awal setelah fraktur adalah kejadian syok, yang berakibat

fatal hanya dalam beberapa jam setelah kejadian,kemudian emboli lemak yang

dapat terjadi dalam 48 jam, serta sindrom kompartmen yang berakibat

14
kehilangan fungsi ekstremitas secara permanen jika terlambat ditangani

(Suriya & Zuriati, 2019).

2. Komplikasi Lambat

Komplikasi lambat dalam kasus fraktur adalah penyatuan tulang yang

mengalami patah terlambat, bahkan tidak ada penyatuan. Halini terjadi jika

penymbuhan tidak terjadi dalam dengan waktu normal untuk jenis dan fraktur

tertentu. Penyatuan tulang yang terlambat atau lebih lama dari perkiraan

berhubungan dengan adanya proses infeksi sistemik dan tarikan jauh pada

fragmen tulang. Sedangkan tidak terjadinya penyatuan diakibatkan karena

kegagalan penyatuan pada ujung-ujung tulang yang mengalami patahan

(Suriya & Zuriati, 2019).

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya

2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap

3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliens ginjal

5. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan

jaringan lunak (Suriya & Zuriati, 2019).

J. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan fraktur meliputi :

1. Reduksi

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada

kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen

tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi

dan traksi manual. Alat-alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat

15
yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna

dalam bentuk pen, kawat, sekrup, plat dan paku.

2. Imobilisasi

Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.

Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu

dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan dan gerakan. Perkiraan

waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami

fraktur adalah sekitar 3 bulan.

3. Cara Pembedahan yaitu pemasangan screw dan plate atau dikenal dengan pen

merupakan salah satu bentuk reduksi dan imobilisasi yang dikenal dengan

Open Reduction and Internal Fixation (ORIF).

ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu

tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang

patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi

biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu

intramedulary (IM) untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya

sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi (Appley & Louis, 1995).

ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal

fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk

mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak

mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail

biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers

(Appley & Louis, 1995).

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. E DENGAN FRAKTUR FEMURE DI

RUANGAN TRAUMA CENTER RSUP DR M DJAMIL PADANG

I. Identitas Diri Klien


Nama : Ny. E Tanggal masuk Rs : 25 Desember 2021
Tempat/tgl lahir : 21-07-1965 Sumber Informasi : Klien dan Anak Klien
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Kawin : Janda
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Simpang Harli, no 27, Parupuk, Tabing, Koto Tangah.

II. Identitas Keluarga klien


Keluarga Terdekat yang dapat segera dihubungi ( Orang tua, Suami,Istri)
Nama : Tn. M
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Simpang Harli, no 27, Parupuk, Tabing, Koto Tangah.

III. Riwayat Kesehatan


Keluhan Utama : Klien mengatakan nyeri pada bagian femur. Hasil pengkajian
P(nyeri post operasi), Q(nyeri terasa seperti di tusuk-tusuk), R(Nyeri terasa pada
bagian kaki sebelah kiri), S( skala nyeri 5), T(nyeri terasa hilang timbul). Klien
mengatakan tidak dapat menggerakkan kakinya.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Sebelum masuk rumah sakit, klien mengatakan terjatuh di teras rumah,
pasien terjatuh dengan posisi terduduk. Pengkajian dilakukan pada tanggal
04 Januari 2022, hari ini merupakan hari ke-10 setelah klien terjatuh, klien
mengatakan baru selesai dioperasi pemasangan ORIF hari pertama. Klien
mengatakan kaki kiri masih terasa sakit, klien mengatakan badan terasa

17
lemas, Klien mengatakan nyeri : P(nyeri post operasi), Q(nyeri terasa seperti
di tusuk-tusuk), R(Nyeri terasa pada bagian kaki sebelah kiri), S( skala nyeri
5), T(nyeri terasa hilang timbul), klien mengatakan nyeri pada luka masih
terasa saat bergerak, klien mengatakan takut menggerakkan kakinya, klien
mengatakan kakinya masih terasa kaku, klien mengatakan luka masih basah,
klien mengatakan gatal pada daerah luka, klien mengatakan sulit tidur karena
nyeri, klien mengatakan tidak dapat melakukan aktifitas dengan normal.
Kaki klien tampak dibalut kassa, klien tampak tidak mau menggerakkan
kakinya, klien tampak meringis, klien tampak gelisah, klien tampak posisi
menahan nyeri, klien tampak berfokus pada diri sendiri, klien tampak sulit
mengubah posisi, gerakan klien sangat berhati-hati dan sangat lambat dalam
bergerak, luka pasien masih terlihat basah dan terlihat sedikit ada cairan
eksudat pada luka, warna putih kuning, luka kemerahan, luka tidak berbau,
dan tidak ada pembengkakan di sekitar luka.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu :
Klien mengatakan belum pernah dirawat sebelumnya, klien mengatakan tidak
ada riwayat diabetes melitus, klien mengatakan tidak ada riwayat hipertensi,
klien mangatakan tidak ada riwayat alergi.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit keturunan seperti hipertensi,
diabetes melitus, dll.
Genogram :

Keterangan :

: Laki-laki
v v
: Perempuan

: Klien

: Tinggal serumah

: Garis keturunan

18
IV. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital : TD : 114/80 mmHg N: 101x/menit
S : 36,1oC RR: 17x/menit
2. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi Kepala : Bentuk : berbentuk normochepal
Karakteristik rambut : rambut berwarna hitam dan becampur uban
Kebersihan : bersih
Palpasi kepala : tidak adanya massa, tidak ada benjolan, tidak ada
lesi
3. Pemeriksaan Mata
Inspeksi : Sklera tidak ikterik, conjungtiva anemis, RCL (+
+) Pupil isokor diameter 2mm, mata simetris kiri dan kanan
Tanda-tanda radang : tidak ada peradangan pada mata
Edema palpebrae : tidak ada edema
Rasa sakit : tidak ada keluhan pada mata
4. Telinga
Inspeksi : Telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen,
tidak ada pendarahan dan pembengkakan.
Tes pendengaran : Klien dapat mendengar dengan baik
5. Hidung
Simetris/Tidak : hidung simetris kiri dan kanan
Membran mukosa : hipertermis/pucat (-/-), sekret (-/-)
Penciuman/ Ketajaman Membedakan Bau : Nervus 1 klien tidak ada masalah
Alergi terhadap sesuatu : Tidak ada alergi
6. Mulut & Tenggorokan
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak terdapat
sianosis, tidak terdapat stomatitis. gigi terdapat caries. lidah bersih, tidak ada
peradangan.
Tes rasa (ketajaman mengecap rasa)
Nervus IX, X, dan XII : Pengecapan baik
Kesulitan menelan (Nervus IX dan X) : Tidak ada gangguan menelan

19
7. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada kaku kuduk.
Palpasi : Arteri carotis teraba, , JVP 5+2 CM
H2O, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe.
8. Thorak
Inspeksi : Bentuk thorak normo chest, warna kulit sawo matang, adanya
retraksi dinding dada.
Pola nafas : teratur, 20x/ menit
Palpasi : Vocal fremitus getaran nya sama kiri dan kanan
Perkusi : Batas paru garis ke 5 midklavikula dextra, bunyi sonor pada
seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
9. Payudara
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada massa
10. Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis teraba setinggi ICS V 1 cm medial dari garis
midklavikularis kiri.
Perkusi : Batas jantung kanan ( ICS V, lien strenalis dextra), Batas
kiri (ICS V, 1 cm dari garis midklavikularis sinistra), batas atas ICS III, linea
parasternalis sinistra)
Auskultasi :Bunyi jantung I (lup) & II (dup) , gallop (-), murmur(-)
11. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen, spider nevi (-)
Auskultasi : Bising usus normal, frekuensi 7x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Tympani keempat kuadran abdomen (-), area traube redup,
shifting dullness (+)
12. Neurologi
Tingkat kesadaran : GCS 15 (compos mentis)
Pemeriksaan Reflek

20
Reflek Fisiologis : Bicep (++), Tricep (++), Archiles (++), Patella tidak
dikaji
Reflek Patologis : Babinski (--)
Pemeriksaan motorik : tidak ada masalah
Pemeriksaan sensorik : tidak ada masalah
Kekuatan otot : sedang
13. Ekstremitas
Nyeri di ektremitas kiri bawah, P(nyeri post operasi), Q(nyeri terasa seperti di
tusuk-tusuk), R(Nyeri terasa pada bagian kaki sebelah kiri), S( skala nyeri 5),
T(nyeri terasa hilang timbul).
Ekstremitas Atas : Kanan : terpasang IVFD RL 500mg, 8 jam/kolf
Kiri : tidak ada gangguan
Ekstremitas Bawah: Kanan : tidak ada gangguan
Ekstremitas Bawah: Kiri : terpasang ORIF, luka pasien masih terlihat basah dan
terlihat sedikit ada cairan eksudat pada luka, warna
putih kuning, luka kemerahan, luka tidak berbau, dan
tidak ada pembengkakan di sekitar luka.
Kekakuan : ada kekakuan otot pada ekstermitas kiri bawah
CRT : <3detik
Tonus otot : 5555 5555
4444 5555
14. Genetalia
Vagina : Terpasang Kateter, produksi urine 500ml/6jam
Anus : Klien managatakan tidak ada masalah pada
anus, tidak ada nyeri atau perlukaan
15. Kulit
Warna kulit : sawo matang
Ada tidaknya jaringan parut/lesi : tidak ada lesi
Turgor kulit : kering

21
V. Pola Nutrisi :
NO Pola Nutrisi Sehat Sakit
1. Berat badan 55 kg 54kg
IMT=23,06
2. Frekuensi makan 4 x sehari 3 x sehari
3. Jenis Makanan Makanan Diet MC
mengangdung
kabohidrat tinggi
4. Makanan yang disukai Gorengan Kue
5. Nafsu makan Sangat baik Baik
6. Pola Makan Pola makan tidak Pola makan dan jam
beraturan makan sesuai aturan
rumah sakit

VI. Pola Eliminasi


1. Buang Air Besar
Frekuensi : 1 kali sehari
Warna : kuning
Konsistensi : lembek
Penggunaan pencahar : tidak ada
2. Buang Air Kecil
Frekuensi : klien terpasang kateter, produksi urine 500ml/6
jam
Warna : merah kekuningan
Bau : menyengat

VII. Pola Tidur dan Istirahat


1. Waktu tidur : di malam hari dan siang hari
2. Lama tidur : 6 jam
3. Kebiasaan saat tidur : tidak ada
4. Kesulitan dalam hal tidur : klien mengatakan susah mengatur posisi tidur

22
VIII. Pola Aktivitas & Latihan
1. Kegiatan dalam pekerjaan : klien mengatakan tidak ada kebiasaan yang
mengganggu
2. Olah raga : klien mengatakan jarang olahraga
3. Kegiatan di waktu luang : klien mengatakan hanya beristirahat dirumah

IX. Pola Bekerja


1. Jenis pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
2. Lama bekerja : 10 tahun
3. Jumlah jam kerja : 8 jam

X. Aspek Psikososial
1. Pola pikir & persepsi
Alat bantu yang digunakan : Klien tidak menggunakan alat bantuan
Kesulitan yang dialami : sulit menggerakkan kaki sebelah kiri
2. Persepsi diri
a) Hal yang amat dipikirkan saat ini : klien mengatakan ingin segera
sembuh
b) Harapan setelah menjalani perawatan : klien mengatakan sembuh dari
penyakit yang diderita
c) Perubahan yang dirasa setelah sakit : klien mengatakan tidak bisa bekerja
setelah jatuh Saki
3. Hubungan /Komunikasi
a) Bahasa utama : Indonesia Bahasa Daerah :
bahasa minang
b) Bicara :Jelas,elevan,mampu
mengekspresikan
c) Kehidupan keluarga
 Adat istiadat yang dianut : minang
 Pembuat keputusan dalam Keluarga : diri sendiri
 Pola komunikasi : baik
 Keuangan : sumber keuangan dari diri sendiri dan
anak

23
 Kesulitan dalam keluarga : Hubungan dengan orang tua dan
sanak saudara baik
4. Kebiasaan seksual
Gangguan hubungan seksual disebabkan kondisi sebagai berikut :
Klien mangatakan setelah suami meninggal, klien tidak dapat memenuhi
kebutuhan seksualnya
5. Spiritual
a) Keyakinan agama ` : Islam
b) Kegiatan agama/ kepercayaan yg dilakukan : sholat 5 waktu
c) Kegiatan agama/ kepercayaan yang dilakukan selama di Rumah sakit :
sholar, zikir, berdoa

XI. Informasi Penunjang


1. Diagnosa medik : Frakture Femure Post Operasi
2. Therapy Pengobatan :
a. Ketorolac 3x 1 sehari (IV) -> meredakan nyeri dan peradangan
b. Ranitidine 2x 1 sehari (IV) -> menurunkan produksi asam lambung
c. Cefriaxone 2x sehari (IV) -> mencegah infeksi
d. Infus RL -> mengganti cairan tubuh yang hilang
3. Pemeriksaan diagnostik :
a. Laboratorium
1) Hemoglobin : 9.8 g/dL Normal : 13.o - 16.0
2) Leukosit : 8,73 10^3/mm’3 Normal : 5.0 - 10.0
3) Trombosit : 268 10^3/mm;3 Normal :150 - 400
4) Hematokrit : 29% Normal : 32
b. Radiologi

24
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Analisa Data
Data Etiologi Masalah

DS: Tindakan
Diskontuinitas
Insisi bedah
operasi
 Klien mengatakan kaki jaringan
kiri masih terasa sakit Menimbulkan nyeri
karena post op
Nyeri Akut
pemasangan ORIF hari
pertama
 Klien mengatakan nyeri : Nyeri akut
p(nyeri post operasi)
Q(nyeri terasa seperti di
tusuk-tusuk)
R(nyeri terasa pada
bagian kaki sebelah
kanan)
S( skala nyeri 5)
T(nyeri terasa hilang
timbul)
 Klien mengatakan sulit
tidur karena nyeri klien
DO:
 Klien tampak meringis
 Klien tampak gelisah
 Klien tampak posisi
menahan nyeri
 Klien tampak berfokus
pada diri sendiri
 TTV
TD : 114/80 mmhg
N : 83 x/i
RR : 17 x/i
S : 36,1 oc

DO : mobilisasi Gangguan Mobilitas Fisik


 klien mengatakan baru
selesai dioperasi hari
Tidak mampu beraktivitas
pertama
 Klien mengatakan kaki
kiri masih terasa sakit 
 klien mengatakan badan Kehilangan daya otot
terasa lemas
 klien mengatakan nyeri
pada luka masih terasa Penurunan otot
saat bergerak
 klien mengatakan takut
menggerakkan kakinya

25
 klien mengatakan
kakinya masih terasa
kaku
 klien mengatakan tidak Perubahan sistem
dapat melakukan muskuloskeletal
aktivitas dengan normal
Do:
 klien post op
pemasangan ORIF hari Gangguan
pertama Mobilitas Fisik
 Kaki klien tampak
dibalut kassa
 klien tampak tidak mau
menggerakkan kakinya
 klien tampak gelisah
 klien tampak berfokus
pada diri sendiri
 klien tampak sulit
mengubah posisi
 gerakan klien sangat
berhati-hati dan sangat
lambat dalam bergerak
 Kekuatan Otot:
555 555

444 333

Tindakan
Resiko
Pertumbuhan
Infeksi
Invasif Resiko Infeksi
DS : mikroorganisme
 klien mengatakan luka dan bakteri
masih basah
 klien mengatakan gatal
pada daerah luka
DO :
 luka pasien masih terlihat
basah dan terlihat sedikit
ada cairan eksudat pada
luka, warna putih kuning,
 luka kemerahan
 luka tidak berbau
 tampak tidak ada
pembengkakan di sekitar
luka.
 Leukosit : 8,73
10^3/mm’3

26
Diagnosa Keperawatan Prioritas
1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (Post Operasi)
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Kerusakan Integritas Struktur Tulang
3. Resiko Infeksi b.d Efek Prosedur Invasif

27
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO SDKI SLKI SIKI


1. Nyeri Akut b.d Agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
Pencedera Fisik (Post keperawatan selama 3 x 24 Observasi
Operasi) jam, diharapkan nyeri akut 1. Identifikasi lokasi,
berkurang dengan kriteria karakteristik, durasi,
hasil : frekuensi, kualitas,
1) Tingkat Nyeri intensitas nyeri
Menurun 2. Identifikasi skala
2) Gelisah menurun nyeri
3) Kesulitan tidur 3. Identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
4) Perasaan takut 4. Identifikasi faktor
mengalami cidera yang memperberat
berulang menurun dan memperingan
5) Frekuensi nadi nyeri
membaik 5. Identifikasi
6) Pola nafas membaik pengetahuan dan
7) Tekanan darah keyakinan tentang
membaik nyeri
8) Proses berpikir 6. Identifikasi
membaik pengaruh budaya
terhadap repson
nyeri
7. Identifikasi
pengaruh nyeri
terhadap kualitas
hidup
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudahDiberikan
9. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik

Terapeutik
10. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
11. Ajarkan teknik

28
nonfarmakaologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Pemberian Analgetik
Observasi
12. Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis: pencetus,
Pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
13. Identifikasi riwayat
alergi obat
14. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgetik
15. Monitor efektivitas
analgetik
Terapeutik
Diskusikan jenis
analgetik yang disukai
untuk mencapai
analgesialoptimal, jika
perlu
2. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan tindakan DUKUNGAN
Fisik b.d Kerusakan keperawatan selama 3x24 AMBULASI
Integritas Struktur jam, Gangguan mobilitas
Tulang fisik teratasi dengan kiteria Observasi
hasil  Identifikasi adanya
- gerakan ekstermitas nyeri atau keluhan
meningkat fisik lainnya
-kekuatan otot meningkat  Identifikasi toleransi
- kekakuan sendi menurun fisik melakukan
- kelemahan fisik menurun ambulasi
 Monitor frekuensi
jantung dan tekanan
darah sebelum
memulai ambulasi
 Monitor kondisi
umum selama
melakukan ambulasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas

29
ambulasi dengan
alat bantu (mis.
tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
 Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan
melakukan ambulasi
dini
 Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)
3. Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi
Efek Prosedur Invasif keperawatan selama 3x24
jam diharapkan klien Observasi
terhindar dari resiko infeksi - Monitor monitor
dengan kriteria hasil: tanda dan gejala
 Tidak ada tanda dan infeksi local dan
gejala infeksi sistemik
 Integritas Kulit Baik
 Leukosit dalam Terapeutik
batas normal - Batasi jumlah
 Hemoglobin dalam pengunjung
batas normal
- Berikan perawatan
kulit pada area
edema

- Cuci tangan sebelum

30
dan sesudah kontak
dengan pasien

- Pertahankan teknik
aseptik

Edukasi

- Jelaskan tanda dan


gejala infeksi

- Ajarkan cara cuci


tangan dengan benar

- Ajarkan etika batuk

- Ajarkan cara
memriksa kondisi
luka atau luka
operasi

- Anjurkan
meningkatkan nutrisi

- Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian antibiotic

31
FORMAT CATATAN PERKEMBANGAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
STIKes ALIFAH PADANG
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama klien : Ny. E
Diagnosa Medis : Fraktur Subtrochanter Femur Sinistra Tertutup
Ruang Rawat : Ruang Rawatan TC RSUP.Mdjamil Padang

Tangga Diagnosa Implementasi Evaluasi & tanda tangan


l keperawatan
Rabu, Nyeri Akut b.d  mengidentifikasi S:
04 Agen lokasi, karakteristik,  Klien mengatakan
Januari Pencedera Fisik durasi, frekuensi, nyeri
2022 (Post Operasi) kualitas, intensitas P(Klien mengatakan
nyeri (08.00 wib) nyeri disebabkan
 mengidentifikasi karna post operasi. Q
skala nyeri (08.05 (Klien mengatakan
wib) masih terasa ditusuk-
 mengidentifikasi tusuk), R (Klien
respon nyeri non mengtakan nyerti
verbal (08.00 wib) terasa di bagian kaki
 mengukur tanda- sebelah kiri, S (klien
tanda vital (10.00 mengatakan skala
wib) nyeri 5), T (klien
 mengajarkan teknik mengatakan nyeri
relaksasi nafas hilang timbul)
dalam (10.30 wib)
 menginjeksikan  Klien mengatakan nyeri
katerolac 3x1 (10.30 berkurang setelah 15
wib) menit diinjeksikan
katerolac, dari skala 5 ke
skala 2

 Klien mengatakan nyeri


berkurang setelah

33
melakukan teknik
relaksasi

O:

 Klien tampak melakukan


teknik relaksasi

 Klien tampak lebih


tenang

 TTV (TD : 114/80


mmHg), (N:83x/menit),
(S: 36,1OC), (RR:
17x/menit)

A : Nyeri akut teratasi


sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Gangguan  Mengidentifikasi S:
Mobilitas Fisik adanya nyeri atau  Klien mengatakan
b.d Kerusakan keluhan fisik lainnya belum bisa bergerak
Integritas (13.30 wib) dan duduk
Struktur Tulang  Mengidentifikasi O:
toleransi fisik  klien tampak terbaring
melakukan ambulasi tidur
(13.35 wib)  Frekuensi nadi: 80x/i
 Memonitor A : gangguan mobilitas
frekuensi jantung fisik belum teratasi
dan tekanan darah P : intervensi dilanjutkan
sebelum memulai
ambulasi (14.00
wib)
 Memonitor kondisi
umum selama
melakukan ambulasi
(14.00 wib)
 Mengajarkan duduk
di tempat tidur

34
(14.10 wib)
 Membantu klien
menggerakkan kaki
kanan agar tidak
kaku dengan
melibatkan keluarga
(14.15 wib)
Resiko Infeksi  Mempertahankan S:
b.d Efek teknik aseptic  klien mengatakan
Prosedur sebelum dan terasa gatal
Invasif sesudah melakukan O:
 luka tampak basah,
tindakan
setelah dilakukan
 Mencuci tangan 6 perawatan luka, luka
langkah bersih
 Melakukan  pasien tampak tenang
perawatan luka  Antibiotic ceftriaxon
(08.00) telah diinjeksikan
 Menginjeksikan (10.30)
antibiotic A : masalah belum teratasi
ceftriaxone (10.30 P : implementasi
wib) dilanjutkan
 Memasang infuse
metrodinazole
(10.30 wib)
Kamis, Nyeri Akut b.d  mengidentifikasi S:
05 Agen skala nyeri (08.05  Klien mengatakan
Januari Pencedera Fisik wib) nyeri
2022 (Post Operasi)  mengidentifikasi P(Klien mengatakan
respon nyeri non nyeri disebabkan
verbal (08.00 wib) karna post operasi. Q
 mengukur tanda- (Klien mengatakan
tanda vital (10.00 masih terasa ditusuk-
wib) tusuk), R (Klien
 menganjurkan mengtakan nyerti
teknik relaksasi terasa di bagian kaki
nnafas dalam (10.30 sebelah kiri, S (klien
wib) mengatakan skala

35
 menginjeksikan nyeri 5), T (klien
katerolac 3x1 (10.30 mengatakan nyeri
wib) hilang timbul)

 Klien mengatakan nyeri


berkurang setelah 15
menit diinjeksikan
katerolac, dari skala 5 ke
skala 2

 Klien mengatakan nyeri


berkurang setelah
melakukan teknik
relaksasi

O:

 Klien tampak melakukan


teknik relaksasi

 Klien tampak lebih


tenang

 TTV (TD : 114/80


mmHg), (N:83x/menit),
(S: 36,1OC), (RR:
17x/menit)

A : Nyeri akut teratasi


sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Gangguan  Mengidentifikasi S:
Mobilitas Fisik adanya nyeri atau  Klien mengatakan sudah
b.d Kerusakan keluhan fisik lainnya bisa bergerak miring
Integritas (13.30 wib) kanan kiri dan duduk dan
Struktur Tulang  Mengidentifikasi menggerakkan kaki
toleransi fisik
melakukan ambulasi
(13.35 wib) O:

36
 Memonitor  klien tampak duduk dan
frekuensi jantung menggerakkan kaki
dan tekanan darah
sebelum memulai Frekuensi nadi: 76x/i
ambulasi (14.00 A : gangguan mobilitas
wib) fisik teratasi sebagian
 Memonitor kondisi P : intervensi dilanjutkan
umum selama
melakukan ambulasi
(14.00 wib)
 Mengajarkan duduk
di tempat tidur
(14.10 wib)
 Membantu klien
menggerakkan kaki
kanan agar tidak
kaku dengan
melibatkan keluarga
(14.15 wib)
Resiko Infeksi  Mempertahankan S:
b.d Efek teknik aseptic  klien mengatakan
Prosedur sebelum dan terasa gatal
Invasif sesudah melakukan O:
 luka tampak basah,
tindakan
setelah dilakukan
 Mencuci tangan 6 perawatan luka, luka
langkah bersih
 Melakukan  pasien tampak tenang
perawatan luka  Antibiotic ceftriaxon
(08.00) telah diinjeksikan
 Menginjeksikan (10.30)
antibiotic A : masalah belum teratasi
ceftriaxone (10.30 P : implementasi
wib) dilanjutkan
 Memasang infuse
metrodinazole
(10.30 wib)
Jumat, Nyeri Akut b.d  mengidentifikasi S:

37
06 Agen skala nyeri (08.05  Klien mengatakan
Januari Pencedera Fisik wib) nyeri
2022 (Post Operasi)  mengidentifikasi P(Klien mengatakan
respon nyeri non nyeri disebabkan
verbal (08.00 wib) karna post operasi. Q
 menguukur tanda- (Klien mengatakan
tanda vital (10.00 masih terasa ditusuk-
wib) tusuk), R (Klien
 menganjurkan mengtakan nyerti
teknik relaksasi terasa di bagian kaki
nnafas dalam (10.30 sebelah kiri, S (klien
wib) mengatakan skala
 menginjeksikan nyeri 5), T (klien
katerolac 3x1 (10.30 mengatakan nyeri
wib) hilang timbul)

 Klien mengatakan nyeri


berkurang setelah 15
menit diinjeksikan
katerolac, dari skala 5 ke
skala 2

 Klien mengatakan nyeri


berkurang setelah
melakukan teknik
relaksasi

O:

 Klien tampak melakukan


teknik relaksasi

 Klien tampak lebih


tenang

 TTV (TD : 114/80


mmHg), (N:83x/menit),
(S: 36,1OC), (RR:

38
17x/menit)

A : Nyeri akut teratasi


sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Gangguan  Mengidentifikasi S:
Mobilitas Fisik adanya nyeri atau  Klien mengatakan sudah
b.d Kerusakan keluhan fisik lainnya bisa bergerak miring
Integritas (13.30 wib) kanan kiri dan duduk dan
Struktur Tulang  Mengidentifikasi menggerakkan kaki
toleransi fisik
melakukan ambulasi O:
(13.35 wib)  klien tampak duduk dan
 Memonitor menggerakkan kaki
frekuensi jantung Frekuensi nadi: 76x/i
dan tekanan darah A : gangguan mobilitas
sebelum memulai fisik teratasi sebagian
ambulasi (14.00 P : intervensi dilanjutkan
wib)
 Memonitor kondisi
umum selama
melakukan ambulasi
(14.00 wib)
 Mengajarkan duduk
di tempat tidur
(14.10 wib)
 Membantu klien
menggerakkan kaki
kanan agar tidak
kaku dengan
melibatkan keluarga
(14.15 wib)
Resiko Infeksi  Mempertahankan S:
b.d Efek teknik aseptic  klien mengatakan
Prosedur sebelum dan terasa gatal
Invasif sesudah melakukan O :
 luka tampak basah,
tindakan
setelah dilakukan

39
 Mencuci tangan 6 perawatan luka, luka
langkah bersih
 Melakukan  pasien tampak tenang
perawatan luka  Antibiotic ceftriaxon
telah diinjeksikan
(08.00)
(10.30)
 Menginjeksikan A : masalah belum teratasi
antibiotic
ceftriaxone (10.30 P : implementasi
wib) dilanjutkan
 Memasang infuse
metrodinazole
(10.30 wib)

40
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Sebelum masuk rumah sakit, klien mengatakan terjatuh di teras rumah,

pasien terjatuh dengan posisi terduduk. Pengkajian dilakukan pada tanggal 04

Januari 2022, hari ini merupakan hari ke-10 setelah klien terjatuh, klien

mengatakan baru selesai dioperasi pemasangan ORIF hari pertama. Klien

mengatakan kaki kiri masih terasa sakit, klien mengatakan badan terasa lemas,

Klien mengatakan nyeri : P(nyeri post operasi), Q(nyeri terasa seperti di tusuk-

tusuk), R(Nyeri terasa pada bagian kaki sebelah kiri), S( skala nyeri 5), T(nyeri

terasa hilang timbul), klien mengatakan nyeri pada luka masih terasa saat

bergerak, klien mengatakan takut menggerakkan kakinya, klien mengatakan

kakinya masih terasa kaku, klien mengatakan luka masih basah, klien

mengatakan gatal pada daerah luka, klien mengatakan sulit tidur karena nyeri,

klien mengatakan tidak dapat melakukan aktifitas dengan normal. Kaki klien

tampak dibalut kassa, klien tampak tidak mau menggerakkan kakinya, klien

tampak meringis, klien tampak gelisah, klien tampak posisi menahan nyeri, klien

tampak berfokus pada diri sendiri, klien tampak sulit mengubah posisi, gerakan

klien sangat berhati-hati dan sangat lambat dalam bergerak, luka pasien masih

terlihat basah dan terlihat sedikit ada cairan eksudat pada luka, warna putih

kuning, luka kemerahan, luka tidak berbau, dan tidak ada pembengkakan di

sekitar luka.

41
Pengkajian di atas sesuai dengan salah satu tanda dan gejala dari fraktur

yaitu nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di

imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah

yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (Post Operasi)

Nyeri akut b.d Agen Pencedera Fisik. Menurut SDKI (2018), batasan

karakteristik untuk menegakkan nyeri yaitu mengeluhkan nyeri, ekspresi

wajah nyeri, dilatasi pupil, fokus menyempit, fokus pada diri sendiri, laporan

tentang perilaku nyeri/perubahan aktifitas, mengekspresikan perilaku,

perubahan posisi untuk menghindari nyeri, putus asa, sikap melindungi are

anyeri, dan sikap tubuh melindung. Menurut analisa penulis pada kasus

kelolaan ditemukan beberapa batasan karakteristik tersebut yaitu berupa

mengeluhkan nyeri, ekspresi wajah, laporan tentang perilaku nyeri/

perubahan aktifitas, mengekspresikan perilaku dan perubahan posisi untuk

menghindari nyeri sehingga dapat diangkat diagnosa nyeri akut.

Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (Post Operasi) d.d klien

mengatakan kaki kiri masih terasa sakit, klien mengatakan badan terasa

lemas, klien mengatakan nyeri : P(nyeri post operasi) Q(nyeri terasa seperti

di tusuk-tusuk) R(Nyeri terasa pada bagian kaki sebelah kanan) S (skala

nyeri 5) T(nyeri terasa hilang timbul), klien mengatakan sulit tidur karena

42
nyeri klien. Klien tampak meringis, klien tampak gelisah, klien tampak

posisi menahan nyeri, klien tampak berfokus pada diri sendiri. TTV : TD :

114/80 mmHg, N : 83 x/i, RR : 17 x/i, S : 36,1 oC.

2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Kerusakan Integritas Struktur Tulang.

Menurut SDKI (2018), keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau

lebih ekstremitas secara mandiri, yang ditandai dengan nyeri saat

bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak,

sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah,

kekuatan otot menurun. Menurut analisa penulis, data yang didapatkan

dari pasien kelolaan sesuai dengan tanda gejala diatas, klien mengalami

nyeri saat bergerak, gerakan terbatas, enggan untuk melakukan

pergerakan, fisik menjadi lemah, merasa cemas saat ingin bergerak, ini

sesuai didapatkan saat dilakukan pengkajian.

3. Resiko Infeksi b.d Efek Prosedur Invasif. Menurut SDKI (2018), berisiko

mengalami Infeksi karena efek prosedur invasif (tindakan operasi) akan

memudahkan tumbuhnya mikroorganisme dan bakteri. Menurut analisa

penulis, data yang didapatkan dari pasien kelolaan sesuai dengan tanda

gejala diatas, klien mengatakan luka masih basah, klien mengatakan gatal

pada daerah luka, luka pasien masih terlihat basah dan terlihat sedikit ada

cairan eksudat pada luka, warna putih kuning, luka kemerahan, luka tidak

berbau, tampak tidak ada pembengkakan di sekitar luka, leukosit :8,73

10^3/mm’3.

43
C. Intervensi

Intervensi merupakan suatu strategi untuk mengatasi masalah klien yang perlu

ditegakan diagnosa dengan tujuan yang akan dicapai serta kriteria hasil.

Umumnya perencanaan yang ada pada tinjauan teoritis dapat diaplikasikan dan

diterapkan dalam tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang ada atau

sesuaidenganprioritasmasalah. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa pertama

yaitu melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (P,Q,R,S,T) untuk

mengetahui karakteristik nyeri, mengontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri untuk memberikan kenyamanan, posisikan klien semi

fowler, kolaborasikan pemberian analgetik, memonitor TTV (TD, N, RR, S) dan

melakukan teknik nafas dalam untuk mengurangi nyeri yang dapat memberikan

kenyamanan pada pasien dan kompres dingin juga berfungsi untuk melancarkan

sirkulasi darah. Intervensi yang dilakukan pada diagnose kedua yaitu identifikasi

adanya nyeri, identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi, monitor tekanan

darah, memfasilitasi aktivitas ambulasi dengan alta bantu (tongkat, kruk),

mengajarkan ambulasi sederhana dengan melibatkan keluarga. Intervensi yang

dilakukan pada diagnosa ketiga yaitu pertahankan teknik aseptic sebelum dan

sesudah melakukan tindakan, cuci tangan 6 langkah, lakukan perawatan luka, dan

kolaborasi pemberian antibiotik.

44
D. Implementasi

Berdasarkan dari perencanaan keperawatan pada klien penulis melakukan

beberapa aktivitas pada masing-masing diagnosa, tindakan yang dilakukan

terhadap klien sesuai dengan intervensi yang sudah dirancang sebelumnya dan

disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan klien. Asuhan keperawatan berupa

tindakan telah dilakukan kepada klien dengan diagnosa sebagai berikut:

a. Nyeri akut b.d Agen Pencedera Fisik. Pada diagnosa yang pertama yaitu nyeri

akut. Dimana implementasi yang dilakukan oleh penulis yaitu melakukan

pengkajian nyeri secara komprehesif untuk mengetahui karakteristik nyeri,

mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri untuk memberikan

kenyamanan, mengajarkan teknik nonfarmakologi atau kompres dingin untuk

mengurangi nyeri dan memberikan kenyamanan pada pasien. Dilakukan

pemberian terapi nafas dalam untuk mengurangi nyeri klien. Pada kasus

kelolaan terjadi penurunan tingkat nyeri dari skala 5 menjadi skala 2.

b. Gangguan mobilitas fisik b.d Kerusakan Integritas Struktur Tulang. Dimana

implementasi yang dilakukan oleh penulis yaitu melakukan pengkajian nyeri,

identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi, monitor tekanan darah,

memfasilitasi aktivitas ambulasi dengan alta bantu (tongkat, kruk),

mengajarkan ambulasi sederhana dengan melibatkan keluarga.

c. Resiko Infeksi b.d Efek Prosedur Invasif Dimana implementasi yang

dilakukan oleh penulis yaitu mempertahankan teknik aseptic sebelum dan

45
sesudah melakukan tindakan, mencuci tangan 6 langkah, melakukan

perawatan luka, dan melakukan kolaborasi pemberian antibiotik.

E. Evaluasi

Evaluasi yang diperoleh dari tanggal 04-06 Januari 2022:

a. Nyeri akut. Berdasarkan kasus didapatkan evaluasi setelah dilakukan tiga hari

implementasi yaitu mengalami penurunan intensitas skala nyeri pada hari

pertama dari nyeri skala 5 ke nyeri skala 2. Klien mengatakan lebih baik

setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam Menurut analisa peneliti,

penurunan skala nyeri tersebut terjadi karena implementasi dilakukan secara

tiga berturut-turut dan didukung dengan keluarga juga ikut melakukan

manajemen nyeri pada klien. Membantu menjaga keamanan lingkungan klien

dan melakukan teknik relaksasi agar klien merasa tenang dan nyaman,

sehingga nyeri dapat berkurang.

b. Gangguan mobilitas fisik. Berdasarkan kasus yang didapatkan evaluasi setelah

dilakukan tiga hari implementasi yaitu klien dapat menggerakkan kaki secara

perlahan, klien dapat duduk ditempat tidur, dan klien bisa melakukan gerakan

miring kanan dan kiri.

c. Resiko Infeksi. Berdasarkan kasus yang didapatkan evaluasi setelah dilakukan

selama tiga hari implementasi yaitu luka klien tampak bagus, dan tidak ada

tanda-tanda infeksi.

46
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tulang adalah suatu jarigan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel

antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Fraktur dapat terjadi di bagian

ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang disebut dengan fraktur ekstremitas.

Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk

lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan tangan, dan

bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Ketika patah

tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan

jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan

jaringan sekitarnya.Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medul antara

tepi tulang bawah periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.

Fraktur dapat menimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal,

deformitas, kemerahan, krepitasi, dan rasa nyeri

B. Saran

Disarankan pada tenaga kesehatan untuk memberikan pendidikan

kesehatan agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang tindakan untuk

mengatasi nyeri dengan cara memberikan Health Educatiaon (HE) pada pasien

dan juga keluarganya sehingga dapat meminimalisir terjadinya fraktur.

47
DAFTAR PUSTAKA

Appley,A.G and Louis Solomon.(1995).Terjemahan Ortopedi dan Fraktur Sistem


Appley ( edisi ke7).Widya Medika.
Krisanty, P., Manurung, S,. & Ns, R. E. (2016). “Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat”. Jakarta : TIM
Lemone Priscilla D. (2017). “Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah”. Gangguan
Muskuloskeletal. 5th edn. Jakarta: EGC.
Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Sartono. (2016). “Basic Trauma Cardiac Life Support”. Bekasi : Gadar Medik
Indonesia.
Suriya Melti & Zuriati. (2019). “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda Nic & Noc”. Pustaka Galeri
Mandiri.
Zairin Noor. (2016). “Buku ajar gangguan muskuloskeletal”. Edisi ke-2. Jakarta :
Salemba Medika

48

Anda mungkin juga menyukai