Anda di halaman 1dari 4

EKSPOR KOPI

Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain. Proses
ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis kecil sampai menengah sebagai
strategi utama untuk bersaing di tingkat internasional. Strategi ekspor digunakan karena risiko
lebih rendah, modal lebih kecil dan lebih mudah bila dibandingkan dengan strategi lainnya.

Indonesia menjadi salah satu penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan
Kolombia. Kopi merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup
penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Kopi juga merupakan salah satu komoditas
ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara.

Secara umum kopi terbagi ke dalam 4 jenis, yaitu, Arabica, Robusta, Liberica, dan Excelsa. Sekitar
75 persen kopi yang dihasilkan di Indonesia adalah Robusta, 22 persen adalah Arabica, dan 3
persen sisanya adalah jenis Liberica dan Excelsa. Indonesia mampu memproduksi kopi mencapai
630.000 ton per tahun, dengan produksi kopi berkualitas ekspor mencapai 450.000 ton dan 180.000
ton lainnya menjadi konsumsi lokal.

Sebenarnya kegiatan ekspor kopi akan lebih banyak menguntungkan jika kopi diekspor dalam
bentuk kopi olahan, karena hal tersebut akan dapat membuka banyak lapangan pekerjaan industri
pengolahan kopi. Namun permasalahannya adalah adanya preferensi tersendiri dari setiap negara
yang menjadi tujuan ekspor kopi Indonesia, sehingga negara luar lebih menginginkan untuk impor
kopi dalam bentuk biji kopi mentah dan mengolahnya sendiri sesuai dengan standar pengolahan
kopi masing-masing.

Besarnya potensi pasar kopi global harus bisa dimanfaatkan produsen kopi. Apalagi saat ini
mengonsumsi kopi bukan lagi sekedar kebutuhan, tetapi sudah menjadi gaya hidup. Permintaan
kopi yang tinggi tidak disertai peningkatan produksi kopi. Ada beberapa kendala dalam hal
produksi kopi, diantaranya pohon kopi di Indonesia yang kebanayakan sudah tua sehingga perlu
peremajaan. Sekitar 70 persen kopi Indonesia diekspor. Namun karena permintaan di dalam negeri
cukup tinggi, ekspor menjadi turun.

Penyebab turunnya Ekspor Kopi di Indonesia

Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) permintaan dan harga ekspor kopi pada 2019 relatif
tetap lesu seperti halnya tahun lalu.Permintaan dan harga jual kopi yang sedikit lesu itu mengacu
kepada kondisi perekonomian global yang belum pulih.

Rarata harga kopi yang diekspor pada tahun lalu sekitar US$ 5,3 - US$ 5,5 per kilogram (kg)
khusus jenis arabika. Di pasar lokal, kopi arabika asalan dibanderol Rp 63.000 - Rp 65.000 per kg,
sedangkan robusta berkisar Rp 27.000 - Rp 28.000 per kg.

Harga ekspor kopi pada 2019 diprediksi tidak jauh dari angka pada 2018 atau US$ 5,3 sampai US$
5,5 per kilogram. Bisnis kopi ini kurang menjanjikan jika terus bertengger pada level ini. Pasalnya,
harga jual dan beli di pasar lokal hampir sama walaupun nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS)
terhadap rupiah menguat.

Kondisi itu menyebabkan eksportir lebih memilih menjual ke pasar lokal memanfaatkan
pertumbuhan bisnis kedai kopi. Para pengusaha berharap 2019 dan tahun ke depannya, bisnis kopi
semakin menjanjikan sejalan banyak peremajaan tanaman kopi.

Kabar terkait ekspor kopi datang pula dari Aceh bahwa pengiriman komoditas ini melalui
pelabuhan di luar provinsi menghasilkan US$ 11,08 juta pada November tahun lalu.

Menurut Kepala Badan PusatStatistik (BPS) Negara penerima terbesar kopi asal Aceh, yakni
Jerman dan Amerika Serikat (AS) via Singapura. Ini menjelaskan, kopi tergabung dalam kelompok
komoditas teh. Komoditas ini dijual ke pasar global melalui Pelabuhan Belawan dan Bandara
Kualanamu di Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara) senilai total US$ 13,16 juta.

Sebagian kecil dari ekspor masih dalam bentuk biji, nilai transaksinya tercatat US$ 6.165.
Pengiriman melalui Bandara Juanda di Surabaya (Jawa Timur) dan Bandara Soekarno-Hatta
(Jakarta) sebesar US$ 624.Total ekspor berbagai komoditas nonmigas asal Aceh pada November
2018 tercatat US$ 12,57 juta, sekitar 51,15 persen melewati pelabuhan di luar Aceh. Kumulatif
periode Januari - November 2018 tercatat total ekspor kopi dari Aceh sebesar US$ 228,07 juta,
dengan US$ 98,65 juta di antaranya melewati pelabuhan di luar Aceh. Kopi baik jenis arabika
maupun robusta diekspor lewat pelabuhan di luar Aceh, telah memberi andil sekitar 71,65 persen
dari 98,65 juta dolar AS atau senilai 70,63 juta dolar AS.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo sempat mengatakan bahwa ekspor dan investasi menjadi dua
hal penting atau kunci dalam memperkuat fundamental perekonomian Indonesia. Kalau itu bisa kita
lakukan, ekspornya meningkat, sehingga defisit neraca perdagangan bisa kita selesaikan. Defisit
transaksi berjalan kita bisa kita selesaikan
Kendala atau permasalahan yang terjadi saat ekspor kopi:

1. masih rendahnya produktivitas tanaman

2. meningkatnya serangan organism pengganggu tanaman

3. masih lemahnya kelembagaan petani

4. penurunan produksi kopi

5. masih terbatasnya akses permodalan bagi petani

Permasalahan.

(1) Masih rendahnya produktivitas tanaman, (2) Meningkatnya serangan organisme


pengganggu tanaman (OPT), (3) Masih lemahnya kelembagaan petani, (4) Masih
rendahnya penguasaan teknologi pasca panen, (5) Sebagian besar produk yang
dihasilkan dan diekspor berupa biji kopi (green beans), (6) Masih rendahnya tingkat
konsumsi kopi per kapita di dalam negeri (0,86 kg/kapita/th), (7) Belum optimalnya
pengelolaan kopi spesialti (Specialty coffee), (8) Masih terbatasnya akses permodalan
bagi petani, dan (9) Belum efisiennya tata niaga / rantai pemasaran kopi (masih
panjang).

Peluang. 

Adanya upaya perluasan areal tanaman kopi arabika, khususnya di wilayah yang
memiliki kesesuaian agroklimat, (2) Penerapan sistem budidaya perkebunan kopi
yang baik (GAP) dan berkelanjutan (sustainable coffee production), (3) Tersedianya
teknologi pengendalian OPT yang ramah lingkungan, (4) Semakin meningkatnya
penanganan mutu khususnya kopi Arabika yang dapat diarahkan menjadi kopi
Spesialty, (5) Semakin meningkatnya perkembangan teknologi dalam industri
pengolahan kopi, seperti Instant coffee dan Liquid coffee, dan (6) Adanya upaya
peningkatan konsumsi kopi per kapita di dalam negeri dari 860 gr/kapita/th menjadi
1.000 gr/kapita/th.

Tantangan.

(1) Penerapan kopi berkelanjutan (sustainable coffee production), (2) Penerapan


Standar ISO 9000, 14000, (3) Tingkat pendidikan yang lebih baik, mengubah pola
hidup dan kesadaran pada aspek kesehatan, yang menyebabkan semakin ketatnya
toleransi terhadap komponen bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh seperti
Ochratoxin dan residu pestisida, dan (4) Kesepakatan dari anggota ICO untuk tidak
mengekspor kopi dengan kualitas rendah.

Potensi yang sangat besar tersebut bukannya tanpa tantangan, karena banyak permasalahan yang harus
diatasi. Untuk meningkatkan produktifitas, perlu adanya sinergisitas seluruh potensi sumber daya tanaman
kopi dalam rangka meningkatkan daya saing usaha. Pengembangan komoditi kopi Arabika masih bisa
dengan perluasan lahan, untuk kopi Robusta perlu intensifkasi, peningkatan kemampuan sumber daya.
Sebagai salah satu penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam, Indonesia memiliki
potensi dalam perdagangan kopi dunia.

Indonesia juga memiliki kopi specialty dari berbagai wilayah seperti Aceh dengan kopi Gayonya,
Sumatera Utara dengan Mandailingnya dan Lintongnya, Sulawesi dengan kopi Torajanya, Jawa dengan
Java Arabicanya, Nusa Tenggara Timur dengan kopi Bajawanya, Papua dengan Baliemnya, Jawa Barat
dengan kopi Preangernya, termasuk kopi Luwak serta kopi lainnya yang semuanya memiliki harga
premium dan pasar tersendiri untuk dijadikan komoditi unggulan.

Anda mungkin juga menyukai