Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyakit TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang bdan bersifat tahan
asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam ( BTA ). Bakteri ini
pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 maret 1882, sehingga
untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil koch. Bahkan,
penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP ).
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja dan dimana saja. Setiap tahunnya,
indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus TBC dan sekitar 140.000
kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, indonesia adalah
negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di indonesia.
Penyakit TBC tidak mempunyai gejala yang khas, bahkan sering tanpa
gejala dan baru diketahui adanya kelainan dengan pemeriksaan foto rontgen paru.
Pada saat itu kemungkinannya ada dua, apakah yang akan muncul gejala TBC
yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh.
Setelah bertahun-tahun bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi melainkan di
tulang, ginjal, otak dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu yang
lama untuk penyembuhannya. Karena itu perlu kita sadari kembali bahwa TBC
dalah penyakit yang sangat perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi. Karena
bakteri mycobacterium tuberculosa sangat mudah menular melalui udara pada saat
pasien TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara. Satu penderita bisa menyebarkan
bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu tahun.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Anatomi
Organ pernafasan manusia terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus. Udara masuk ke dalam lubang hidung melalui rongga hidung yang didalamnya terdapat
conchae dan rambut-rambut hidung. Udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui bronkiolus
ke alveolus.Dinding bronkus dan bronkiolus ditunjang juga oleh cincin tulang rawan. Di ujung
bronkiolus terkumpul alveolus, yaitu kantung udara kecil yang dipenuhi oleh pembuluh kapiler
darah dan tempat terjadinya pertukaran gas antara udara dan darah. Dinding sebelah dalam trakea,
bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh epitel bersilium penghasil lendir sehingga partikel debu yang
tidak tertepis di hidung, terjerat dalam lendir tersebut. Silium-silium menyapu partikel ke trakea,
ketika partikel mendekati glotis terjadilah batuk sehingga dahak keluar dari mulut. Sedangkan
partikel halus akan difagosit di dinding alveolus. Tiap alveolus dilapisi oleh dua jenis sel epitel. Sel
tipe I merupakan sel gepeng yang memiliki perluasan sitoplasma yang besar dan merupakan sel
pelapis utama. Sel tipe II (pneumosit granular) lebih tebal dan banyak badan inklusi lamellar. Sel-
sel ini mensekresi surfaktan. Terdapat pula sel epitel jenis khusus lainnya dan paru juga memiliki
makrofag alveolus paru (PAMs = Pulmonary Alveolar Macrophages), limfosit, sel plasma, dan sel
mast.
2. Pengertian
Tuberculosis Paru (TB paru) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberkulosis yang menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus
terdapat bintil-bintil atau peradangan pada dinding alveolus dan akan mengecil (Nugroho, 2017).
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium
tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah (Wijaya, 2013,
Hal. 137).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai parenkim
paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Smeltzer, 2014. Hal 525).
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menular yang sebagian besar kuman TB
menyerang paru (Smeltzer & Bare, 2001). Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit
infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini
kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani
et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain manusia, satwa juga
dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid,
2005). Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis (Corwin, 2016).
3. Klasifikasi
a. TB Paru BTA positif
Apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (sewaktu pagi sewaktu) hasilnya
positif, disertai pemeriksaan radiologi paru meninjukkan TB aktif.
b. TB Paru BTA negatif
Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif .
Tipe Pasien TB
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien
yaitu:
1. Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari
satu bulan (4 minggu).
2. Kasus Kambuh (Relaps)
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
3. Kasus Setelah Putus Berobat (Default )
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus Setelah Gagal (Failure)
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In)
Pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
6. Kasus lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus
Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan (Depkes 2006).
4. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2012, Hal. 101) adalah sebagai mana telah
diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB (mycobacterium tuberculosis humanis).
a. Mycobacterium tuberculosis termasuk family
mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah mycobacterium,
salah satu speciesnya adalah M. tuberculosis.
b. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humani
(kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat diabaikan, setelah hygiene peternakan makin di
tingkatkan
c. Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam basa. Karena itu, kuman
disebut pula Basil Tahan Asam (BTA)
d. Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis Basil Tahan Asam (BTA)
belum tentu identik dengan basil tuberculosis, mungkin saja Basil Tahan Asam (BTA) yang
ditemukan adalah mycobacterium atipik yang menjadi penyebab mycobacteriosis.
e. Kalau bakteri – bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk mitosis,
basil tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai 24 jam.
f. Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja
akan mati. Basil tuberculosis juga akan
terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alcohol 70 % atau lisol 5%.
5. Patofisiologi
Seorang penderita tuberkulosis ketika bersin atau batuk menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Bakteri kemudian menyebar melalui jalan nafas ke alveoli, di
mana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini dapat juga
melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area
lain dari paru-paru Pada saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara membelah
diri di paru, terjadilah infeksi yang mengakibatkan peradangan pada paru, dan ini disebut kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.
Setelah terjadi peradangan pada paru, mengakibatkan terjadinya penurunan jaringan efektif paru,
peningkatan jumlah secret, dan menurunnya suplai oksigen
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, lesi
nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang menelilingi turbekel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen
bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul
yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari
kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang
biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkolosismilier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
6. Manifestasi klinis
Menurut Wijaya, (2013, Hal. 140) Gambaran klinik TB paru dapat di bagi menjadi 2 golongan,
gejala respiratorik dan gejala sistemik :
Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
b. Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
c. Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia, dan lain – lain.
d. Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura rusak.
Gejala sistemik, meliputi :
a. Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa
bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbulnya
menyerupai gejala pneumonia\tuberkulosis paru termasuk insidius.
Tanda dan gejala lain yaitu:
1) Demam 40-41ᴼC, serta ada batuk/batuk berdahak
2) Sesak nafas dan nyeri dada
3) Malaise, keringat malam
4) Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5) Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
7. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Somantri (2007. Hal 62) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada klien dengan dengan
tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu:
a. Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis pada stadium aktif.
b. Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA.
c. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area indurasi 10 mm atau lebih,
timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya
antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
d. Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian paru paru, deposit
kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB
yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
e. Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan CSF, serta biopsi kulit):
positif untuk M. Tuberkulosis.
f. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang
mengindikasikan nekrosis.
g. Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi misalnya hiponatremia
mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-paru lanjut kronis.
h. ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru paru.
i. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau kerusakan
paru-paru karena TB.
j. Darah: leukositosis, LED meningkat.
k. Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan menurunnya
saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan
penyakit pleura.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksananaan Medis, Pengobatan TB hendaknya dijalankan sesuai dengan prinsip pada
ISTC dan strategi DOTS
a. Standar 7: pencegahan penularan infeksi dan resistensi
Setiap praktisi yang mengobati pasien TB mengemban tanggungjawab kesehatan
masyarakat yang penting untuk mencegah penularan infeksi lebih lanjut dan terjadinya resistensi
obat. Untuk memenuhi tanggung jawab ini praktisi tidak hanya wajib memberikan panduan obat
yang memadai tapi juga memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat local dan sarana lain,
jika memungkinkan untuk menilai kepatuhan pasien serta dapat menangani ketidakpatuhan bila
terjadi.
b. Standar 8: terapi inisial dan lanjutan
Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati harus
diberi panduan obat yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang
biovilabilitasnya telah diketahui. Fase inisial seharusnya terdiri dari isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol. Fase lanjutan seharusnya terdiri dari isoniazid dan rifampisin yang
diberikan selama 4 bulan. Dosis obat anti TB yang digunakan harus sesuai dengan rekomendasi
internasional. Kombinasi dosis tetap yang terdiri dari kombinasi 2 obat (isoniazid), 3
obat(isoniazid, rifampisin dan poira zinamid) dan 4 obat (isoniazid, ridfampisin, pirazinamid,
dan etambutol) sangat direkomondasikan.
c. Standar 9: peningkatan kepatuhan dan PMO
Untuk meningkatkan serta mengevaluasi kepatuhan terhadap pengobatan, dilakukan
pendekatan yang berfokus pada pasien, didasari oleh kebutuhan pasien serta adanya hubungan
yang saling menghargai di antara pasien dan penyedia layanan kesehatan. Supervise dan
dukungan yang dilakukan seharusnya menaruh perhatian khusus pada gander dan kelompok usia,
serta harus pula sesuai intervensi yang dianjurkan, termasuk didalamnya edukasi dan konseling
pasien.
Elemen yang utama pada pendekatan ini adalah penggunaan pengukuran untuk menilai,
meningkatkan kepatuhan berobat, dan mendeteksi ketidakpatuhan. Adapun pengukuran ini
dibuat secara khusus sesuai keadaan masing-masing individu dan dapat diterimma oleh baik
pasien maupun pemberi pelayanan. Salah satu mmetode yang dipakai adalah pengawasan
langsunng minum obat oleh seseorang PMO yang dapat diterima oleh pasien dan system
kesehatan serta bertanggung jawab kepada pasien dan system kesehatan.
d. Standar 10: pengenalan resistensi
Penilaian pada kecenderungan resistensi obat, berdasarakan riwayat pengobatan
sebelumnya, paparan pada organisme yang mungkin menyebabkan resistensi dan prevalensi
resistensi pada kokmunitas harus dilakukan pada seluruh pasien. Tes efektivitas obat harus
dilakukan pada awal terapu bagi seluruh pasien.
Pada pasien yang masih menunjukkan hasil BTA positif setelah tiga bulan pengobatan,
gagal berobat, atau kambuh, harus dilakukan penilaian resistensi obat. Bila kecurigaan terhadap
resistensi besar maka dilakukan kultur dan tes resistensi untuk isoniazid dan rifampisin.
Konseling serta edukasi pasien harus dimulai sesegera mungkin untuk meminimalisir potensi
transmisi.
e. Standar 11: tatalaksana resistensi
Pasien yang menderita atau kemungkinana besar penderita TB yang disebabkan oleh
kuman resistensi obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati dengan panduan obat khusus
yang mengandung obat anti TB ini kedua. Panduan obat yang dipilih dapat distandarisasi atau
sesuai pola sensitivitas obat berdasarkan dugaan atau yang telah terbukti. Konsultasi dengan
penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR/XDR TB
harus dilakukan.
f. Standar 12: perekaman tertulis
Rekaman tulis tentang pengobatan diberikan, respons bakteriologis dan efeksamping
seharusnya disimpan untuk pasien.
Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
b. Pemberian oksigen yang adekuat
c. Latihan batuk efektif
d. Fisioterapi dada
e. Pemberian nutrisi yang adekuat
f. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid, streptomisin, etambutol,
rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Selain identitas klien : nama tempat tanggal lahir, usia, agama, jenis kelamin, juga identitas
orangtuanya yang meliputi : nama orangtua, pendidikan, dan pekerjaan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan
suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru
yang kembali aktif.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut
sehingga sehingga diteruskan penularannya.
c. Data biologis
1) Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam,
menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi
radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
2) Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
3) Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning
atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di
daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak
napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan
fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
4) Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Objektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
5) Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
6) Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
7) Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam
tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
2) Tingkat kesadaran : Biasanya tingkat kesadaran pasien compos mentis
3) Berat badan : Biasanya berat badan pasien mengalami penurunan
4) Tekanan darah : Biasanya tekanan darah pasien menimgkat
5) Suhu : Biasanya suhu pasien TBC tinggi sekitar 40-410c
6) Pernafasan : Biasanya pasien dengan TBC nafas nya pendek
7) Nadi : Biasanya pasien mengalami peningkatan denyut nadi
8) Kepala : Mengamati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan.
9) Rambut : Pada klien TBC biasanya rambutnya hitam serta kulit kepala klien bersih, dan tidak
rontok
10) Wajah : Biasanya tampak ekspresi wajah meringis karena nyeri dada yang dirasakannya
pada saat batuk
11) Mata : Biasanya terdapat lingkaran hitam pada kelopak mata karena kurang tidur akibat
nyeri, mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva pucat,scleraikterik.pupil bulaT
12) Hidung : Biasanya tidak ada tanda-tanda radang, ada nafas cuping hidung.
13) Mulut : bibir kering, lidah tidak kotor dan biasanya ada caries pada gigi
14) Leher : Biasanya tidak ada adanya pembesaran kelenjer thyroid.
15) Dada/Thorak
Inspeksi : biasanya tidak simetris kiri dan kanan, penurunan ekspansi paru, menggunakan otot
asesori pernafasan, pernafasan dangkal.
Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : baiasanya ada bunyi nafas tambahan ronkhi basah kasar dan nyaring
16) Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba 2 jari.
Perkusi : biasanya bunyi redup auskultasi : biasanya irama jantung cepat
17) Perut/Abdomen
Inspeksi : biasanya perut nya datar
Auskultasi : biasanya terjadi penurunan bising usus.
Palpasi : tidak ada masa
Perkusi : baiasanya tidak kembung
18) Geniteorinaria
Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik.
Biasanya pasien terpasang kateter.
19) Sistem integrumen
Biasanya terjadi perubahan pada kelembapan atau turgor kulit jelek karena keringat dingin
dimalam hari
20) Ekstermitas
Biasanya ada edema pada ekstermitas atas dan bawah, dan kekuatan otot lemah.
e. Pola kebiasaan sehari-hari
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan tuberkulosis paru menurut Ardiansyah (2012)
adalah sebagai berikut :
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala :
a) Kelelahan umum dan kelemahan
b) Napas pendek saat bekerja atau beraktivitas
c) Kesulitan tidur pada malam hari atau demam di malam hari,
d) Setiap hari menggigil dan berkeringat, serta mimpi buruk.
Tanda :
a) Takikardia, Takipnea atau dispnea pada saat beraktivitas,
b) Kelelahan otot, nyeri dan sesak (Tahap Lanjutan)
2) Integritas Ego
Gejala :
a) Adanya faktor stres lama
b) Masalah keuangan dan rumah tangga
c) Perasaan tak berdaya/tak ada harapan
d) Serta biasa terjadi di bangsa Amerika asli atau imigran dari Amerika
Tengah, Asia Tenggara, dan suku indian.
Tanda :
a) Menyangkal (khususnya selama tahap dini)
b) Kecemasan berlebihan, ketakutan, serta mudah marah.
3) Makanan/Cairan
Gejala :
1) Kehilangan nafsu makan
2) Tak dapat mencerna makanan dan terjadi penurunan berat badan.
Tanda :
1) Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik
2) Kehilangan otot atau mengecil karena hilangnya lemak subkutan
4) Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
1) Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda :
1) Berhati-hati saat menyentuh atau menggerakkan area yang sakit
2) Perilaku distraksi (terganggu) seperti gelisah
f. Pernapasan
Gejala :
1) Batuk (produktif/tak produktif)
2) Napas pendek.
Tanda :
1) Peningkatan frekuensi pernapasan
2) Fibrosis parenkimparu dan pleura yang meluas
3) Pasien menunjukkan pola pernapasan yang tak simestris (efusi pleura)
4) Perfusi pekak dan penurunan fremitus (getaran dalam paru)
5) Penebalan pleura dan bunyi napas yang menurun
6) Aspek paru selama inspirasi cepat : namun setelah batuk biasanya pendek (krekels
postusik)
7) Karakteristik sputum (yang berwarna hijau/purulen dan mukoid, kadang kuning dan
disertai dengan bercak darah)
8) Deviasi trakeal (penyebab bronkogenik)
g. Keamanan
Gejala : Adanya kondisi tekanan pada sistem imun (contoh AIDS, kanker, tes HIV yang
hasilnya positif.
Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut
h. Interaksi Sosial
Gejala : Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular. Tanda : Perubahan pola
biasa dalam kapasitas fisik untuk melakukan peran
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
1) Riwayat keluarga Tuberkulosis Paru
2) Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
3) Gagal untuk menyembuhkan TB secara total, Tuberkulosis paru sering kambuh dan tidak
mengikuti terapi pengobatan dengan baik.
j. Pertimbangan
DRG menunjukkan bahwa secara lama pasien dirawat di rumah sakit sekitar 6,6 hari.
k. Rencana Pemulangan
Pasien dengan Tuberkulosis paru dalam terapi obat dan bantuan perawatan diri serta
pemeliharaan rumah.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda sekresi tertahan
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
g. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
3. Intervensi (perencanaan)
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria hasil Intervensi
(SLKI) (SIKI)
1. D.0001 (L.01001 ) Bersihan jalan napas (I.011011 ) Manajemen Jalan Nafas
Bersihan jalan nafas tidak efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
berhubungan dengan benda sekresi selama 3x24 jam diharapakan bersihan 1) Monitor pola napas (frekuensi,
tertahan jalan nafas membaik dengan, kriteria kedalaman, usaha napas)
a. Definisi hasil: 2) Monitor bunyi napas tambahan
Ketidakmampuan membersihkan sekret a. Produksi sputum menurun (mis. Gurgling, mengi,
atau obstruksi jalan napas untuk b. Frekuensi Napas Membaik weezing, ronkhi kering)
mempertahankan jalan napas tetap c. Pola napas membaik 3) Monitor sputum (jumlah,
paten warna, aroma)
b. Penyebab Terapeutik
Fisiologis 4) Pertahankan kepatenan jalan
1) Spasme jalan napas napas dengan head-tilt dan
2) Hipersekresi jalan napas chin-lift (jaw-thrust jika curiga
3) Disfungsi neuromuskuler trauma cervical)
4) Benda asing dalam jalan napas 5) Posisikan semi-Fowler atau
5) Adanya jalan napas buatan Fowler
6) Sekresi yang tertahan 6) Berikan minum hangat
7) Hiperplasia dinding jalan napas 7) Lakukan fisioterapi dada, jika
8) Proses infeksi perlu
9) Respon alergi 8) Lakukan penghisapan lendir
10) Efek agen farmakologia (mis. kurang dari 15 detik
anastesi) 9) Lakukan hiperoksigenasi
Situasional sebelum
1) Merokok aktif 10) Penghisapan endotrakeal
2) Merokok pasif 11) Keluarkan sumbatan benda
3) Terpajan polutan padat dengan forsepMcGill
c. Gejala dan Tanda Mayor 12) Berikan oksigen, jika perlu
Subjektif : - Edukasi
Objektif : 13) Anjurkan asupan cairan 2000
1) Batuk tidak efekktif ml/hari, jika tidak
2) Tidakmampu batuk kontraindikasi.
3) Sputum berlebihan 14) Ajarkan teknik batuk efektif
4) Mengi, wheezing dan/atau Kolaborasi
ronkhi kering 15) Kolaborasi pemberian
5) Mekonium di jalan napas (pada bronkodilator, ekspektoran,
neonates) mukolitik, jika perlu.
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1) Dispnea
2) Sulit bicara
3) Ortopnea
Objektif :
1) Gelisah
2) Sianosis
3) Bunyi napas menurun
4) Frekuensi napas berubah
5) Pola napas berubah
e. Kondisi Klinis Terkait
1) Gullian barre syndrome
2) Sklerosis multiple
3) Myasthenia garvis
4) Prosedur diagnostic
(mis.bronkoskopi,
transesophalgeal
echocardiography)
5) Depresi sistem saraf pusat
6) Cedera kepala
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Sindrom aspirasi meconium
10) Infeksi saluran nafas
2. D.0005 (L.01004) Pola napas (I.01014) Pemantauan Respirasi
Pola nafas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan hambatan upaya nafas keperawatan selama 3x24 jam 1) Monitor frekuensi, irama,
a. Definisi diharapakan keluhan pola nafas tidak kedalaman, dan upaya napas
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang efektif menurun dengan, kriteria hasil: 2) Monitor pola napas (seperti
tidak memberikan ventilasi a. Frekuensi napas membaik bradipnea, takipnea,
adekuat. b. Kedalaman napas membaik hiperventilasi, Kussmaul, Che
b. Penyebab c. Penggunaan otot bantu napas yne-Stokes, Biot, ataksik
1) Depresi pusat pernapasan menurun 3) Monitor kemampuan batuk
2) Hambatan upaya napas (mis. d. Dispnea menurun efektif
Nyeri saat bernapas, e. Pernapasan cuping hidung menurun 4) Monitor adanya produksi
kelemahan otot pernapasan) sputum
3) Deformitas dinding dada 5) Monitor adanya sumbatan
4) Deformitas tulang dada jalan napas
5) Gangguan neuro muscular 6) Palpasi kesimetrisan ekspansi
6) Gangguan neurologis (mis. paru
Elektroensefalogram (EEG) 7) Auskultasi bunyi napas
positif, cedera kepala, 8) Monitor saturasi oksigen
gangguan kejang) 9) Monitor nilai AGD
7) Imaturitas neurologis 10) Monitor hasil x-ray toraks
8) Penurunan energy Terapeutik
9) Obesitas 11) Atur interval waktu
10) Posisi tubuh yang menghambat pemantauan respirasi sesuai
ekspansi paru kondisi pasien
11) Sindrom hipoventilasi 12) Dokumentasikan hasil
12) Kerusakan inervasi diafragma pemantauan
(kerusakan saraf C5 ke atas) Edukasi
13) Cedera pada medulla spinalis 13) Jelaskan tujuan dan prosedur
14) Efek agen farmakologis pemantauan
15) Kecemasan 14) Informasikan hasil
c. Gejala dan Tanda Mayor pemantauan, jika perlu
Subjektif :Dispnea
Objektif :
1) Penggunaan otot bantu
perapasan
2) Fase ekspirasi memanjang
3) Pola napas abnormal (mis.
takipnea, bradipnea,
hiperventilas: kussmaul,
cheyne-stokes)
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Ortopnea
Objektif :
1) Pernapasan pursed-lip
2) Pernapasan cuping hidung
3) Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
4) Ventilasi semenit menurun
5) Kapasitas vital menurun
6) Tekanan ekspirasi menurun
7) Tekanan inspirasi menurun
8) Ekskursi dada berubah
e. Kondisi klinis terkait
1) Depresi sistem saraf pusat
2) Cedera kepala
3) Trauma thoraks
4) Gullian berre sistem
pernapasan
5) Multiple sclerosis
6) Myasthenia gravis
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Intoksikasi alkohol

3. D.0003 (L.01003) Pertukaran Gas (I.01014) Pemantauan Respirasi


Gangguan pertukaran gas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan ventilasi-perfusi keperawatan selama 3x24 jam 1) Monitor frekuensi, irama,
a. Definisi diharapakan ganguan pola pertukaran kedalaman, dan upaya napas
Kelebihan atau kekurangan gas membaik dengan, kriteria hasil: 2) Monitor pola napas (seperti
oksigenasi dan/atau eliminasi a. Dispnea membaik bradipnea, takipnea,
karbondioksida pada membrane b. Bunyi napas meningkat hiperventilasi, Kussmaul, Che
alveolus-kapiler c. Pola napas membaik yne-Stokes, Biot, ataksik0
b. Penyebab 3) Monitor kemampuan batuk
1) Ketidakseimbangan ventilasi- efektif
perfusi 4) Monitor adanya produksi
2) Perubahan membrane sputum
alveolus-kapiler 5) Monitor adanya sumbatan
c. Gejala dan tanda mayor jalan napas
Subjektif : Dispneas 6) Palpasi kesimetrisan ekspansi
Objektif : paru
1) PCO2meningkat/menurun 7) Auskultasi bunyi napas
2) PO2 menurun 8) Monitor saturasi oksigen
3) Takikardia 9) Monitor nilai AGD
4) pH arteri meningkat/menurun 10) Monitor hasil x-ray toraks
5) Bunyi napas tambahan
d. Gejala dan tanda minor Terapeutik
Subjektif : 11) Atur interval waktu
1) Pusing pemantauan respirasi sesuai
2) Penglihatan kabur kondisi pasien
Objektif : 12) Dokumentasikan hasil
1) Sianosis pemantauan
2) Diaforesis Edukasi
3) Gelisah 13) Jelaskan tujuan dan prosedur
4) Napas cuping hidung pemantauan
5) Pola napas abnormal 14) Informasikan hasil
(cepat/lambat, pemantauan, jika perlu
regular/reguler,
dalam/dangkal)
6) Warna kulit abnormal (mis.
pucat, kebiruan)
7) Kesadaran menurun
e. Kondisi klinis terkait
1) Penyakit par obstruktif kronis
(PPOK)
2) Gagal jantung kongestif
3) Asma
4) Pneumonia
5) Tuberkulosis paru
6) Penyakit membran hialin
7) Asfiksia
8) Persistent pulmonary
hypertension of newborn
(PPHN)
9) Prematuritas
10) Infeksí saluran napas
4. D.0077 (L.08066) Tingkat nyeri (I.08238) Manajemen Nyeri
Nyeri akut berhubungan dengan agen setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
pencedera fisiologis selama 3x24 jam diharapakan tingkat 1) identifikasi lokasi,
a. Definisi nyeri menurun dengan, kriteria hasil: karakteristik, durasi, kualitas,
Pengalaman sensorik atau 1) keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
emosional yang berkaitan dengan 2) meringis menurun 2) identifikasi respon nyeri non
kerusakan jaringan actual atau 3) kusulitan tidur menurun verbal
funsional, dengan onset mendadak 4) frkuensi nadi membaik 3) identifikasi factor yang
atau lambat dan berintrensitas 5) pola napas membaik memperberat dan
ringan hingga berat yang 6) tekanan darah membaik memperingan nyeri
berlangsung kurang lebih 3 bulan 7) fungsi berkemih membaik 4) identifikasi pengetahuan dan
b. penyebab 8) pola tidur membaik keyakinan tentang nyeri
1) Agen pencendera fisiologi 5) identifikasi pengaruuh budaya
2) Agen pencedera kimiawi terhadap respon nyeri
3) Agen pencedera fisik 6) identifikasi pengaruh nyeri
c. Gejala dan tanda mayor pada kualitas hidup
Subjektif : Mengeluh nyeri 7) monitor keberhasilan terapi
Objektif komplementer yang sudah
1) Tanpa meringis diberikan
2) Bersikap protektif 8) monitor efek samping
3) Gelisah penggunaan analgetik
4) Frekuensi nadi meningkat Terapeautik
5) Sulit tidur 1) berikan teknik nonfarmakologi
d. Gejala dan tanda minor rasa nyeri
Subjektif : 2) kontol lingkungan yang
Objektif : memperberat rasa nyeri
1) Tekanan darah meningkat 3) fasilitasi istirahat dan tidur
2) Pola nafas berubah 4) pertimbangan jenis dan sumber
3) Nafsu makan berubah nyeri dalam pemilihan strategi
4) Proses berfikir terganggu meredakan nyeri
5) Menarik diri Edukasi
6) Berfokus pada diri sendiri 1) jelaskan penyebab, periode dan
7) Diaphoresis pemicu nyeri
e. Kondisi klinis terkait 2) jelaskan strategi meredakan
1) Pembedahan nyeri
2) Cedera ttraumatis 3) anjurkan memonitoring nyeri
3) Infeksi secara mandiri
4) Syndrome coroner akut 4) anjurkan menggunakan
5) Glaucoma analgetik secraa tepat
5) anjurkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
6) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

5. Hipertermi berhubungan dengan proses Termoregulasi Manajemen Hipertermia


penyakit setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
a. Definisi selama 3x24 jam diharapakan keluhan 1) Monitor suhu tubuh
Suhu tubuh meningkat di atas hipertermi membaik dengan, kriteria 2) Monitor komplikasi akibat
rentang normal tubuh hasil: hipertermia
b. Penyebab 1) Suhu tubuh membaik Terapeutik
1) Dehidrasi 2) Suhu kulit membaik 1) Berikan cairan oral
2) Terpapar lingkungan panas Edukasi
3) Proses penyakit (mis. infeksi, 1) Anjurkan tirah baring
kanker) Kolaborasi
4) Ketidaksesuaian pakaian 1) Kolaborasi pemberian cairan dan
dengan suhu lingkungan elektrolit intravena, jika perlu
5) Peningkatan laju metabolism
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan incubator
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :-
Objektif : Suhu tubuh diatas nilai
normal
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : -
Objektif :
1) Kulit merah
2) Kejang
3) Takikardi
4) Takipnea
5) Kulit terasa hangat
e. Kondisi klinis terkait
1) Proses infeksi
2) Hipertiroid
3) Stroke
4) Dehidrasi
5) Trauma
6) Prematuritas

6. D.0056 (L. 05047) Toleransi aktivitas (I.05178) Manajemen energy


Intoleransi aktifitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan kelemahan keperawatan selama 3x24 jam 1) Identifikasi gangguan fungsi
a. Definisi diharapkan toleransi aktivitas pasien tubuh yang mengakibatkan
Ketidakcukupan energy untuk meningkat dengan kriteria hasil: kelelahan
melakukan aktivitas sehari-hari 1) Frekuensi nadi meningkat 2) Monitor kelelahan fisik dan
2) Saturasi oksigen meningkat emosional
b. Penyebab 3) Kemudahan dalam melakukan 3) Monitor pola dan jam tidur
1) Ketidakseimbangan antara aktivitas sehari-hari meningkat 4) Monitor lokasi dan
suplai dan kebutuhan oksigen 4) Kecepatan berjalan meningkat ketidaknyamanan selama
2) Tirah baring 5) Jarak berjalan meningkat melakukan aktivitas
3) Kelemahan 6) Kekuatan tubuh bagian atas dan Terapeautik
4) Imobilitas bawah meningkat 1) Sediakan lingkungan nyaman
5) Gaya hidup menoton 7) Toleransi dalam menaiki tangga dan rendah stimulus (cahaya,
c. Gejala dan tanda mayor meningkat suara, kunjungan)
Subjektif : Mengeluh lelah 8) Keluhan lelah menurun 2) Lakukan rentang gerak pasif
Objektif : 9) Dyspnea saat dan setelah atau aktif
1) Frekuensi jantung meningkat aktivitas dan menurun 3) Berikan aktivitas distraksi
>20% dari kondisi istirahat 10) Perasaan lemah menurun yang menyenangkan
2) 11) Aritmia saat aktivitas dan 4) Fasilitas duduk disisi tempat
d. Gejala dan tanda minor setelah menurun tidur, jika tidak dapat
Subjektif : 12) Sianosis menurun berpindah atau berjalan
1) Dyspnea saat/setelah aktivitas 13) Warna kulit membaik Edukasi
2) Merasa tidak nyaman setrtelah 14) Tekanan darah membaik 1) Anjurkan tirah baring
beraktivitas 15) Frekuensi napas membaik 2) Anjurkan melakukan aktivitas
3) Merasa lelah secara bertahap
Objektif 3) Anjurkan menghubungi
1) Tekanan dadrah berubah >20% perawat jika tanda dan gejala
dari kondisi istirahat kelelahan tidak berkurang
2) Gambaran EKG menunjukkan 4) Ajarkan strategi koping untuk
aritmia saat/ setelah aktivitas mengurangi kelelahan
3) Gambaran EKG menunjukkan Kolaborasi
iskemia 1) Kolaborasi dengan ahli gizi
4) Sianosis tentang cara meningkatkan
e. Kondisi klinis terkait asupan makanan
1) Anemia
2) Gagal ,jantung kongestif
3) Penyakit jantung coroner
4) Penyakit katup jantung
5) Aritmia
6) Penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK)
7) Gamgguan metabolic
8) Gangguan muskuloeletal
7. (D.0019) Status nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Observasi
Definisi keperawatan 3x24 jam diharapkan 1) Identifikasi status nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk nutrisi membaik, dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi alergi dan
memenuhi kebutuhan metabolism a. Porsi makanan yang dihabiskan intoleransi makanan
Penyebab meningkat 3) Identifikasi makanan yang
a. Ketidakmampuan menelan b. Berat badan membaik disukai
makanan c. Nafsu makan membaik 4) Identifikasi kebutuhan kalori
b. Ketidakmampuan mencerna dan jenis nutrient
makanan 5) Identifikasi perlunya
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi penggunaan selang nasogastrik
nutrien 6) Monitor asupan makanan
d. Peningkatan kebutuhan 7) Monitor berat badan
metabolisme 8) Monitor hasil pemeriksaan
e. Faktor ekonomi (mis, finansial laboratorium
tidak mencukupi) Terapeutik
f. Faktor psikologis (mis, stres, 1) Lakukan oral hygiene sebelum
keengganan untuk makan) makan, jika perlu
Gejala dan Tanda Mayor 2) Fasilitasi menentukan pedoman
Subjektif     : (tidak tersedia) diet (mis. Piramida makanan)
Objektif : 3) Sajikan makanan secara menarik
a. Berat badan menurun minimal dan suhu yang sesuai
10% di bawah rentang ideal . 4) Berikan makan tinggi serat
Gejala dan Tanda Minor untuk mencegah konstipasi
Subjektif : 5) Berikan makanan tinggi kalori
a. Cepat kenyang setelah makan dan tinggi protein
b. Kram/nyeri abdomen 6) Berikan suplemen makanan, jika
c. Nafsu makan menurun  . perlu
Objektif : 7) Hentikan pemberian makan
a. Bising usus hiperaktif melalui selang nasigastrik jika
b. Otot pengunyah lemah asupan oral dapat ditoleransi
c. Otot menelan lemah Edukasi
d. Membran mukosa pucat 1) Anjurkan posisi duduk, jika
e. Sariawan mampu
f. Serum albumin turun 2) Ajarkan diet yang diprogramkan
g. Rambut rontok berlebihan Kolaborasi
h. Diare 1) Kolaborasi pemberian medikasi
Kondisi Klinis terkait: sebelum makan (mis. Pereda
a. Stroke nyeri, antiemetik), jika perlu
b. Parkinson 2) Kolaborasi dengan ahli gizi
c. Mobius syndrome untuk menentukan jumlah kalori
d. Celebral palsy dan jenis nutrient yang
e. Cleft lip dibutuhkan, jika perlu
f. Cleft palate
g. Amyotropic lateral sclerosis
h. Kerusakan neuromuscular
i. Luka bakar
j. Kanker
k. Infeksi
l. AIDS
m. Penyakit Crohn’s
n. Enterokolitis
o. Fibrosis kistik
8. D. 0055 ( L.05045) Pola tidur ( I.05174) Dukungan Tidur
Gangguan pola tidur Setelah melakukan pengkajian selama Definisi :Memfaslitasi siklus tidur dan
Kategori: Fisiologis 3 × 24 jam tingkat gangguan pola tidur terjaga yang teratur.
Subkategori : Aktivitas/istirahat menurun, dengan criteria hasil : Observasi :
Definisi : Gangguan kualitas dan a. Keluhan sulit tidur membaik 1. Identifikasi pola aktivitas dan
kuantitas waktu tidur akibat faktor b. keluhan sering terjaga cukup tidur
eksternal membaik 2. Identifikasi faktor penggangu
Penyebab : c. keluhan tidak puas tidur cukup tidur (fisik dan/atau psikologis)
1. Hambatan lingkungan (mis. membaik Terapeutik :
Kelembapan lingkungan sekitar, d. keluhan pola tidur berubah 1. Modifikasi lingkungan (mis.
suhu lingkungan, pencahayaan, sedang Pencahayaan, kebisingan,
kebisingan, bau tidak sedap, e. keluhan istiraht tidak cukup suhu, matras dan tempat tidur)
jadwal pemantauan cukup membaik 2. Batasi waktu tidur siang,jika
/pemeriksaan/tindakan perlu
2. Kurangnya control tidur 3. Fasilitasi menghilangkan stress
3. Kurangnya privasi sebelum tidur
4. Restraint fisik 4. Tetapkan jadwal tidur rutin
5. Ketiadaan teman tidur 5. Lakukan prosedur untuk
6. Mengeluh istirahat tidak cukup meningkatkan kenyamanan
Gejala dan tanda mayor ( mis, pijat, mengatur
DS: posisi,terapi akupresur)
1. Mengeluh sulit tidur 6. Sesuaikan jadwal pemberian
2. Mengeluh sering terjaga obat dan/atau tindakan untuk
3. Mengeluh tidak puas tidur menunjang siklus tidur-terjaga.
4. Mengeluh pola tidur berubah Edukasi :
5. Mengeluh istirahat tidak cukup 1. Jelaskan pentingnya tidur
DO : ( tidak tersedia) cukup selama sakit.
Gejala dan tanda minor 2. anjurkan menepati kebiasaan
DS: waktu tidur
1. Mengeluh kemampuan 3. anjurkan mengurangi
beraktivitas menurun makanan/minuman yang
DO: ( tidak tersedia ) mengganggu tidur
Kondisi klinis terkait 4. anjurkan penggunaan obat
1. Nyeri/kolik tidur yang tidak mengandung
2. Hipertiroidisme supresor terhadap tidur REM.
3. Kecemasan 5. ajarkan faktor-faktor yang
4. Penyakit paru obstruktsi kronik berkontribusi terhadap
5. Kehamilan gangguan pola tidur
6. Periode pasca partum ( mis,psikologis, gaya hidup,
7. Kondisi pasca operasi sering berubah shift bekerja)
6. ajarkan relaksasi otot autogenic
atau cara nonfarmakologi
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/416539545/LP-TB-PARU
https://id.scribd.com/document/472723097/LP-TB-Paru-Maelani-Setiawati-doc
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai