Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

RISIKO PERILAKU KEKERASAN

“Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Stase Keperawatan Jiwa”


Semester 2

Oleh:
RIZKY AYU RAHMATIKA
I4B020078

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2021
RISIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk tindakan yang bertujuan untuk
melukai dirinya dan seseorang secara fisik maupun psikologis (Malfasari et al.
2020). Perilaku kekerasan ini dapat dilakukan secara verbal, untuk mencederai diri
sendiri, orang lain, dan lingkungannya, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah
yang tidak terkontrol (Dermawan 2018).
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku untuk melukai atau
mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan secara verbal atau fisik (Stuart &
Laraia 2015). Perilaku kekerasan berfluktuasi dari tingkat rendah sampai tinggi
yaitu dari memperlihatkan permusuhan pada tingkat rendah sampai pada melukai
dalam tingkat serius dan membahayakan (Stuart & Laraia 2009).
B. Factor Predisposisi dan Presipitasi

Menurut Stuart dan Laria (2001); Damaiyanti & Iskandar (2012) menjelaskan
faktor penyebab resiko perilaku kekerasan:
1. Faktor predisposisi
a. Aspek biologis
Responsi fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, takikardi,
muka merah, pupul melebar, pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang
sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan,
ketegangan otot

seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal
ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan, dan
sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Pengalaman individu sebagian besar didapatkan melalui proses intelektual,
peran pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan
yang selanjutnya diolah dalam proses intektual sebagai salah satu

Profesi Ners Angkatan ke-27 Universitas Jenderal Soedirman | 2


pengalaman. Contohnya ketika ia mengamati bagaimana respon ibu saat
marah. Sebagaimana besar pengalaman individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intektual sebagai salah
satu pengalaman.
d. Aspek sosial
Aspek sosial meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya,
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain.
Pasien sering kali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah
laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata- kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
menyebabkan mengasingkan individu sendiri dan menjauhkan diri dari
orang lain.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkunganya. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral (tidak
perdulu) dan rasa tidak berdosa.
2. Faktor presipitasi
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan ekstensi diri atau solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkenalan massal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhsn daar dan kondisi sosial
ekonomi
c. Kesulitan dalam mengkosumsi sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik
d. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalah gunaan obat dan
alkohol dan tidak mampu mengontrol emosinya saat menghadapi rasa
frutasi
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.
f. Penelian stresor
Penelian stresor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi

Profesi Ners Angkatan ke-27 Universitas Jenderal Soedirman | 3


stres individu, itu mengcangkup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan
respon sosial. Penelian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah
peristiwa dalam kaitanya dengan kesejahteraan seseorang. Stresor
mengansumsikan makna, intensitas, dan pentingnya sebagi konsekuensi
dari interpretasi yang unik dan makna yang diberikan kepada orang yang
beresiko.
g. Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan ketrampilan,
teknik defensif, dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan antara individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini.
Sumber koping lainya termasuk kesehatan dan energy, dukungan spiritual,
keyakinan positif, ketrampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber
daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.

C. Proses Terjadinya Masalah

Stres, cemas, harga diri rendah dan bermasalah dapat menimbulkan marah.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal.
Secara eksternal marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun dekstruktif.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan kata-kata yang
dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain. Selain
akanmemberikan rasa lega, ketegangan pun akan menurun dan akhirnya perasaan
marah dapat teratasi.

Risiko perilaku kekerasan Effect

Isolasi social : menarik


diri sebab merasa cemas Core problem

Harga diri rendah

Gangguan konsep diri Causa

Rasa marah yang diekspresikan secara dekdstruktif, misalnya dengan


perilaku agresif dan menantang biasanya cara tersebut justru meenjadikan masalah
berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang ditunjukan pada diri sendiri,
Profesi Ners Angkatan ke-27 Universitas Jenderal Soedirman | 4
orang lain dan lingkungan. Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan
marah karena merasa tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau
melarikan diri dari rasa marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap.
Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada
suatu saat dapat menimbulkan kemarahan yang dekstuktif yang diajukan pada diri
sendiri, orang lain atau lingkungan (Yosep 2011).

D. Rentang Respon
Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan ketrampilan,
teknik defensif, dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping
lainnya termasuk kesehatan dan energy, dukungan spiritual, keyakinan positif,
ketrampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan material,
dan kesejahteraan fisik (Aprini, K. T, & Prasetya 2018).

Rentang respon perilaku kekerasan (Fitria 2010)

Keterangan:

Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan


orang lain dan memberikan ketenangan
Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan
tidak dapat menemukan alternative.
Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya.

Agresif : Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan


untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol.

E. Manifestasi Klinis
Menurut Muhith (2015) menjelaskan tanda dan gejala perilaku kekerasan seperti:

Profesi Ners Angkatan ke-27 Universitas Jenderal Soedirman | 5


3. Secara fisik
Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang menutup,
wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
4. Verbal
Mengecap, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar dan ketus.
5. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau merusak lingkungan amuk
atau agresif.
6. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan,
menuntut.
7. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak
jarang mengeluarkan kata - kata bernada sarkasme.
8. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keraguraguan, tidak bermoral
dan kreatifitas terhambat
9. Social
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan.
10. Perhatian
Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

F. Penanganan
Pada pasien perilaku kekerasan dapat diberikan penatalaksanaan meliputi
terapi farmakologi, ECT dan non farmakologi. Sedangkan terapi farmakologi lebih
mengarah pada pengobatan antipsikotik dan pada terapi non farmakologi lebih pada
pendekatan terapi modalitas seperti psikoterapi (cara pengobatan masalah emosional
pasien yang dilakukan oleh seorang terlatih dalam hubungan professional dengan
maksud menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala yang ada dgn
mengembangkan pertumbuhan kepribadians ecara positif), psikoanalisis psikoterapi
(terapi yang dikembangkan dengan menciptakan kondisi yang memungkinkan klien
menceritakan tentang masalah pribadinya), psikoterapi individu (terapi yang
Profesi Ners Angkatan ke-27 Universitas Jenderal Soedirman | 6
menekankan pada perubahan individu dengan mengkaji perasaan, sikap, cara
berfikir dan perilakunya), terapi modifikasi perilaku, terapi okupasi (terapi dengan
seni pengarahan partisipasi dalam melaksanakan tugas tertentu), terapi lingkungan,
terapi somatic (terapi yang diberikan dengan tujuan mengubah perilaku yang
maladaptive menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam
bentuk perlakukan fisik seperti ECT dan Terapi Aktifitas Kelompok (TAK))
(Susilowati & Widodo 2015).

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami gangguaan jiwa
dimasa lalu, tanyakan klien/keluarga bagaimana pengobatanya
sebelumnya, tanyakan pada klien apakah pernah melakukan, mengalami,
dan menyaksikan penganiyaan fisik, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan kriminal.
b) Status mental
1. Aktifitas motorik
a. Lesu, tegang, gelisa yamg tampak jelas
b. Agitasi yaitu gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan
c. Tik yaitu gerak-gerakan kecil yang tidak terkontrol pada otot muka.
d. Grimasen yaitu gerakan otot yang berubah-ubah dan tidak dapat
terkontrol oleh klien.
2. Interaksi selama wawancara
a. Bemusuhan , tidak kooperatif dan mudah tersingung tampak jelas.
b. Kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara.
c. Defensive yaitu selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya.
d. Curiga yaitu menunjukan sikap/perasaan tidak percaya kepada
orang lain.
3. Pembicaraan
Amati pembicaraan klien cepat, keras, gagap, membisu, apatis,
lambat, atau inkohoren: berpindah-pindah dari satu kalimat lain yang
tidak ada kaitanya
Profesi Ners Angkatan ke-27 Universitas Jenderal Soedirman | 7
4. Alam perasaan
Observasi keadaan penampilan klien apakah sedih, khawatir,
ketakutan, gembira berlebihan/putus asa.
c) Konsep diri
1. Gambaran diri
Tanyakan presepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai
dan tidak disukai.
2. Identitas
Tanyakan setatus dan posisi sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap
setatus dan posisinya sebagai laki-laki atau peempuan, kepuasan klien
terhadap setatus dan posisinya disekolahan, tempat kerja dan
masyarakat.
3. Peran
Tanyakan tugas atau peran yang diemban dalam keluarga, kelompok,
atau masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan tugas atau
peran tersebut.
4. Ideal diri
Tanyakan harapan klien terhadap tubuh, posisi, setatus, tugas atau
peran, harapan klien terhadap penyakitnya.
5. Harga diri
Tanyakan tentang penelin terhadap diri sendiri dan penghargaan
orang lain terhadap diri dan kehidupanya.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Resiko perilaku kekerasan bd riwayat atau ancaman kekerasan terhadap
diri sendiri atau orang lain atau destruksi properti orang lain (D. 0146)
b. Resiko harga diri rendah b.d kegagalan berulang,
ketidakmampuan menunjukan perasaan, ketidakefektifan koping terhadap
kehilangan (D. 0101)
c. Isolasi sosial b.d ketidakadekuatan sumber daya personal d.d
pengendalian diri buruk (D. 0121).

Profesi Ners Angkatan ke-27 Universitas Jenderal Soedirman | 8


3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Resiko perilaku Kontrol Diri (L.09076) SP 1 :  Agar pasien merasa
kekerasan bd riwayat Setelah dilakukan Tindakan Membina hubungan saling percaya nyaman dan dapat
atau ancaman kekerasan keperawatan 3x pertemuan  Ucapkan salam menrima kehadiran
terhadap diri sendiri atau diharapkan control diri pasien  Perkenalkan diri serta menerima
orang lain atau destruksi meningkat dengan kriteria hasil  Tayakan nama pasien dan terapi yang
properti orang lain : panggilan yang disukai diberikan
(D.0146) Indikato Aw Ak  Tentukan kontrak (topik,  Mengalihkan
r al hir tujuan, waktu, dan tempat) kegelisahan ke
Verbali 2 4 setiap kali bertemu pasien teknik relaksasi
sasi  Mengidentfikasi penyabab nafas dalam guna
umpata marah, tanda gejala yang membuat nyaman
n dirasakan, akibat dan cara pasien
Perilaku 2 4 mengendalikan perilaku  Pasien dapat
menyer kekerasan melampiaskan
ang  Latih mengendalikan pertama kekesalannya
Perilaku 2 4 dengan memukul

Profesi Ners Angkatan ke-27 Universitas Jenderal Soedirman | 9


merusa Latihan nafas dalam bantal agar pasien
k SP 2 tidak melukai diri
lingkun  Evaluasi Latihan nafas dalam sendiri maupun
gan  Latihan mengendalikan orang lain jika
sekitar perilaku dengan meminum sedang jengkel /
Perilaku 1 4 obat secara teratur marah
agresif / SP 3  Pasien mengetahui
amuk  Evaluasi meminum obat jadwal sehari- hari
Suara 1 4 secara teratur seperti minum obat
keras  Latihan mengendalikan dan kegiatan fisik
Bicara 2 4 perilaku kekerasan dengan lainnya sesuai
ketus pukul kasur/bantal jadwal yang dibuat
Ket : SP 4
1 : meningkat  Evaluasi pengendalian
2 : cukup meningkat perilaku kekerasan dengan
3 : sedang pukul bantal/kasur
4 : cukup menurun  Menyusun jadwal kegiatan
5 : menurun harian

Profesi Ners Angkatan ke-27 Universitas Jenderal Soedirman | 10


DAFTAR PUSTAKA

Aprini, K. T, & Prasetya, A.S. 2018, ‘Penerapan Terapi Musik Pada Pasien Yang
Mengalami Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Lampung’, Jurnal Kesehatan Panca Bhakti, vol. VI, no. 1, pp. 84–90.
Damaiyanti, M. & Iskandar 2012, Asuhan Keperawatan Jiwa, Refika Aditama,
Bandung. Dermawan 2018, Modul laboraturium keperawatan jiwa, Gosyeng
Publising, Yogyakarta.
Fitria, N. 2010, Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Keliat, B.A. 2014, Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, EGC, Jakarta.
Malfasari, E., Febtrina, R., Maulinda, D. & Amimi, R. 2020, ‘Analisis Tanda dan Gejala
Resiko Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia’, Jurnal Ilmu Keperawatan
Jiwa, vol. 3, no. 1, p. 65.
Muhith, A. 2015, Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori Dan Aplikasi, Andi, Yogyakarta.
PPNI 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi 1, DPP PPNI, Jakarta.
Siauta, M., Tuasikal, H. & Embuai, S. 2020, ‘Upaya Mengontrol Perilaku Agresif pada
Perilaku Kekerasan dengan Pemberian Rational Emotive Behavior Therapy’,
Jurnal Keperawatan Jiwa, vol. 8, no. 1, p. 27.
Stuart, G. & Sundee 1995, Principles and Practice of Psychiatric Nursing, Mosby Year
Book, St. Louis.
Stuart & Laraia 2009, Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan), EGC, Jakarta.
Stuart & Laraia 2015, Principles & practice of psychiatric nursing 7th edition, Mosby
Elseiver, St. louise.
Susilowati, K. & Widodo, A. 2015, ‘Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Sosialiasasi
Terhadap Tingka Depresi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta’, Jurnal Berita
Ilmu Keperawatan Jiwa, vol. 2, no. 12.
Yosep, I. 2011, Keperawatan Jiwa, Edisi 4, Refika Aditama, Jakarta.

Profesi Ners Angkatan ke-27 Universitas Jenderal Soedirman | 11

Anda mungkin juga menyukai