Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


OBSTRUKSI INTERNAL , DIABETES MELLITUS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
WAHYUNITA NUR (105111101020)
FITRI (105111101520)
PATYARINI (105111101320)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat-Nya lah kami dapat menyelesaikan paper dengan judul “ ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN OBSTRUKSI INTERNAL , DIABETES MELLITUS” tepat sesuai pada
waktunya. Paper ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
I. Dalam penyusunan paper ini, kami mendapat bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak,
diantaranya :

Teman-teman kelompok,
Teman-teman kelas 2.1 D3 Keperawatan.
Kami selaku penulis menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini masih
belum sempurna, maka kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan paper ini selanjutnya. Akhirnya kami berharap semoga paper ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………..
BAB I   PENDAHULUAN
A. LatarBelakang……………………………………………….…
B. RumusanMasalah……………………..……………………….
C. Tujuanpenulisan………………………………………………
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ILEUS OBSTRUKTIF INTERNAL
A. Konsep Dasar Medis…………………………………………………………..
             1 Pengertian obstruktif internal…………………………………………......
              2 Etiologi…………………………………………………………………….
             3 Patofisioligi………………………………………………………………...
              4 Manifestasi klinik ………………………………………………………....
               5 Komplikasi…………………………………………………………………
6 Penatalaksanaan…………………………………………………………..
7 Pemeriksaan diagnostic…………………………………………………….
B. Konsep Dasar Keperawatan……………………………………………………
1 Pengertian……………………………………………………………………...
2 Diagnosa keperawatan………………………………………………………..
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIABETES MELLITUS
1 Pengertian diabetes mellitus………………………………………………….
2 Klasifikasi……………………………………………………………………...
3 Etiologi………………………………………………………………………..
4 Patofisioligi………………………………………………………………...
5 Gejala klinis…………………………………………………………………..
6 Komplikasi…………………………………………………………………
7 Penagakkan diagnostic……………………………………………………..
8 Penatalaksanaan,……………………………………………………………
9 Diagnosa keperawatan……………………………………………………….
BAB IV PENUTUP
             1 Kesimpulan………………………………………………………………….
        DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Obstruksiususadalahgangguanaliran normal isiususpadatraktus intestinal. Obstructs
ususadalahsuatupenyumbatanmekanismepadaususdimanamerupakanpenyumbatan yang
samasekalimenutupataumenggangujalannyaisiusus. Obstruksimerupakansuatupasase yang
terjadiketikaadagangguan yang menyebabkanterhambatnyaaliranisiususkedepantetapiparistaltiknya
normal
Ileus obstruktifadalahsuatupenyumbatanmekanispadaususdimanamerupakanpenyumbatan yang
samasekalimenutupataumenganggujalannyaisiusus (Sabara, 2007).
Obstruksiususdapatakutdengankronik, partial atau total.
Obstruksiususbiasanyamengenaikolonsebagaiakibatkarsinomadanperkembangannyalambat.
Sebahagaiandasardariobstruksijustrumengenaiusushalus.

Diabetes Mellitus adalahkeadaanhiperglikemikronik yang


disertaiberbagaikelainanmetabolikakibatgangguan hormonal yang
menimbulkanberbagaikomplikasikronikpadamata, ginjal, sarafdanpembuluhdarah (Mansjoer
dkk,1999). Sedangkanmenurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus
klinisadalahsuatusindromagangguanmetabolismedenganhiperglikemia yang
tidaksemestinyasebagaiakibatsuatudefisiensisekresi insulin atauberkurangnyaefektifitasbiologisdari
insulin ataukeduanya.

B. RumusanMasalah
1. Apapengertiandariobstruksi intestinal?
2. Obstruksiapasaja yang dapatterjadipadasistempencernaan?
3. Apapenyebab, danmanifestasiklinikdariberbagai
4. obstruksi yang terjadipadasistempencernaan?
5. ApaYang di maksuddengan diabetes mellitus?
6. Apafaktorfaktorpenyebab diabetes mellitus?
7. Bagaimanapengobatan diabetes mellitus?
C.MaksuddanTujuanPenulisan
1. Agar pembacadanpenulisdapatmengetahuipengertianobstruksi.
2. Agar penulisdanpembacamengetahuiobstruksi yang dapatterjadipadasistempencernaan.
3. Agar penulisdanpembacamengetahuipenyebab, pathogenesis,
4. Mengetahuiapa yang di maksudDangan Diabetes mellitus
5. MengetahuiFaktorpenyebab diabetes mellitus
6. Mengetahuibagaimanapengobatan diabetes mellitus
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ILEUS OBSTRUKTIF INTERNAL

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Obstruksi usus adalah gangguan aliran normal isi usus pada traktus intestinal. Obstruksi usus
adalah suatu penyumbatan mekanisme pada usus dimana merupakan penyumbatan yang
sama sekali menutup atau menggangu jalannya isi usus. Obstruksi merupakan suatu pasase
yang terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan
tetapi paristaltiknya normal
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya
lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.
2. ETIOLOGI
lleus obstruktif dapat disebabkan oleh antara lain:
1. Penyebab intraluminal (relatif jarang), antara lain:
a. Benda asing yang tertelan. Meskipun demikian, pada umumnya suatu benda asing
yang telah lolos melewati lubang pylorus (dari lambung ke usus), tidak akan
mengalami kesulitan untuk mencapai usus halus, kecuali adanya adesi setelah
operasi.
b. Bezoars mungkin merupakan faktor.
c. Penyakit parasit, seperti Ascariasis mungkin dapat ditemukan.
d. Batu empedu mungkin terjadi dengan suatu fistulacholecystenteric.
e. Suatu bolus makanan yang besar dapat menjadi penyebab, dengan material
makanan yang sulit dicerna akan berdampak pada usus bagian bawah, Pada kasus
ini kebanyakan pasien pada umumnya sudah mengalami operasi pada daerah
lambung.
f. Cairan mekonium akan menyebabkan obstruksi pada daerah distal ileum mungkin
akibat kista fibrosis yang terjadi pada semua umur.
2. Penyebab intramural, (relatif jarang). Obstruksi yang terjadi sebagai akibat dari adanya
lesi pada dinding usus halus.
a. Atresia dan striktur mungkin juga merupakan penyebab.
b. Penyakit Crohn. Obstruksi yang terjadi mungkin hilang timbul dan obstruksinya
sebagian atau parsial.
c. Tuberkulosis usus. Pada negara-negara tertentu tidak merupakan hal yang laur
biasa.
d. Suatu hematoma yang terjadi diantara dinding usus, akibat trauma atau pasien
yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan yang berlebihan dari dosis yang
dibutuhkan.
3. Penyebab ekstramural. Penyebab ini mungkin merupakan penyebab yang paling umum
atau sering:
a. Adesi yang berhubungan dengan pembedahan abdomen atau peritonitis sering
meningkatkan frekuensi ileus obstruktif. Adesi mudah lengket pada lumen usus
dan menyebabkan luka yang berlokasi dimana-mana.Adesi ini dapat menghalangi
peristaltik usus halus dan menyebabkan angulasi secara akut dan kekusutan pada
usus, sering terjadi beberapa tahun setelah prosedur awal dilakukan.
b. Kelainan intraperitoneal kongenital mungkin dapat mengakibatkan obstruksi.
3 .PATOFISIOLOGI
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan
utamanya pada obstruksi paralitikdimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari
gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran
cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang
cepat.Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan
utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan
ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal,
syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan
kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan penurunan absorbsi cairan dan
peningkatan sekresi cairan kedalamusus.Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat
distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis. disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri
kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik.Pengaruhsistemik dari distensi yang mencolok
adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul
atelektasis.Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu.Segera setelah
terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat terbendung. dan darah
mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup
berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.
4. MANIFESTASI KLINIK
a. Nyeri tekan pada abdomen.
b. Muntah,
c. Konstipasi (sulit BAB).
d. Distensi abdomen.
e. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus
5. KOMPLIKASI
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritoniumsehinnga terjadi peradangan
atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
6. PENATALAKSANAAN
A. Obstruksi usus halus (letak tinggi)
Selain beberapa perkecualian, obstruksi usus harus ditangani dengan operasi, karena adanya
risiko strangulasi.
1. Persiapan-persiapan sebelum operasi:
a. Pemasangan pipa nasogastrik. Tujuannya adalah untuk mencegah muntah,
mengurangi aspirasi dan jangan sampai usus terus menerus meregang akibat
tertelannya udara (mencegah distensi abdomen).
b. Resusitasi cairan dan elektrolit. Bertujuan untuk mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang dan memperbaiki keadaan umum pasien.
c. Pemberian antibiotik, terutama jika terdapat strangulasi.
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ- organ vital berfungsi
secara memuaskan. Perincian operatif tergantung dari penyebab obstruksi
tersebut.Perlengketan dilepaskan atau bagian yang mengalami obstruksi dibuang.
3. Pasca Bedah:
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
B. Obstruksi usus besar (letak rendah)
Tujuan pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang mengalami obstruksi
sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah pemotongan bagian yang mengalami
obstruksi. Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus halus. Operasi
terdiri atas proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi transversal.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam
usus.
b. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap)
akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan
infeksi.
c. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi
usus.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan
evaluasi status kesehatan klien.
a. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya
hidup.
b. Riwayat kesehatan
 Keluhan Utama
 Riwayat Kesehatan Sekarang
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
c. Pemeriksaan Fisik
 BI (breathing)
Pola nafas irama : teratur
Suara nafas : Vesikuler
 B2 (blood)
Irama jantung : reguler
S1/S2: ada
Bunyi jantung : normal
CRT <3 detik Akral hangat
 B3 (brain)
GCS : eye 4, verbal 5, motorik 6
Sclera / konjungtiva : ananemis
 B4 (bladder) Urin: cc, warna :
 B5 (bowel)
Porsi makan: habis
Minum : Mulut : Bersih
Mukosa : lembab
Konsistensi : konstipasi, warna : darah dan lendir
Abdomen perut : nyeri tekan pada abdomen
 B6 (bone)
Kemampuan pergerakan sendi : bebas
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan, resiko perubahan pola hidup) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberi intervensi pasti untuk menjaga status
kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah.
1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus. .
2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan.
3. INTERVENSI
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau
mengoreksi.
1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus. Tujuan: Nyeri
hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.
 Kriteria hasil:
a. Nyeri berkurang sampai hilang.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. TTV dalam batas normal.
d. Skala nyeri 3-0.
 Intervensi:
a. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan
faktor pemberat/penghilang.
Rasional:Nyeridistensi abdomen, dan mual.
b. Pantau tanda-tanda vital. Rasional:
Responautonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan,
yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan energy.
c. Memberikan tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan
insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan
tenang.
Rasional:Memberikan dukungan (fisik, emosional), menurunkan tegangan
otot, meningkatkan relaksasi, mengfokuskan ulang perhatian,
meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
d. Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda.
Rasional:Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot.
Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu
dalam berkemih.
e. Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.
Rasional:Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan
meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.
f. Kateterisasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk
mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali.
2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah. Tujuan: Volume
cairan seimbang.
 Kriteria hasil:
a. Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.
b. Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.
 Intervensi: Pantau tanda-tanda vital dengan sering. perhatikan peningkatan
a. nadi, perubahan TD, takipnea, dan ketakutan.
Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma.
yang dapat menyebabkan syok hipovolemik.
b. b, Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status
membran mukosa.
Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat
hidrasi.
c. Perhatikan adanya edema.
Rasional:Edema dapat terjadi kerena perpindahan cairan berkenaan
dengan penurunan kadar albumin serum/protein.
d. Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis.
Kalkulasi keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional:Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi.
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi. Tujuan:
Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
 Kriteria hasil:
a. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
b. Berat badan stabil.
c. Pasien tidak mengalami mual muntah.
 Intervensi:
a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileusparalitik setelah selang
dilepas.
Rasional:Mempengaruhi pilihan intervensi.
b. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.
Rasional:Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari),
c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan
makanan tinggi protein dan vitamin C. Rasional:Meningkatkankerjasama
pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah kontributor utuma
untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIABETES MELLITUS

2. PENGERTIAN

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis
dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme
dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin
atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.

II. KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and
Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Mellitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)

2. Klasifikasi risiko statistik


a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon
insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan
untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan
mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah
produksi insulin.

III.ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap
kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan
sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan
abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga
Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
IV. PATOFISIOLOGI
DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetil, dll

sel β pancreas hancur Jmh sel β pancreas menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein meningkat Lipolisis meningkat

Penurunan BB polipagi

Glukoneogenesis Gliserol asam lemak


Glukosuria
meningkat bebas meningkat

Diuresis Osmotik Kehilangan elektrolit urine Ketogenesis

Kehilangan cairan hipotonik

Polidipsi Hiperosmolaritas ketoasidosis


ketonuria

coma

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh
dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan
yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak
dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40%
diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena
terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya
terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi
maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal
ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu
banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila
terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya
bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini
apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).

V. GEJALA KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus
apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu
1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes
Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan,
Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

VI. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner
(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh
pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati diabetik
c. Nefropati diabetik
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah
distal

VII. PENEGAKKAN DIAGNOSTIK


Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah
yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang
besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu
kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM.

VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia)
tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
 J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
 J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
 J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body
weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100

Kurus (underweight)

 Kurus (underweight) : BBR < 90 %


 Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
 Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
 Obesitas, apabila : BBR > 120 %
 Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
 Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
 Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
 Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
 kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
 Normal : BB X 30 kalori sehari
 Gemuk : BB X 20 kalori sehari
 Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas
insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.

3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara
atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1). Mekanisme kerja sulfanilurea
 kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
 kerja OAD tingkat reseptor
2). Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa
factor antara lain:
 lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan
paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap
hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak
memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
 Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30
menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
2). Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi
insulin.
 Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
 Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat
perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u –
10 maka efek insulin dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-
kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan
intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.

KAKI DIABETES

I. Pengertian
Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstrimitas bawah yang merupakan komplikasi kronik
DM. manifestasi kelaianan kaki diabetes dapat berupa: dermopati, selulitis, ulkus,
osteomilitis dan gangrene.
II. Faktor Penyebab Kaki DM
1. Faktor endogen:
 Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori
nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang
dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan
hilangnya tonus vaskuler

 Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.

 Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran
darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang
luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:

 Adanya hormone aterogenik


 Merokok
 Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
 Kaki dingin
 Nyeri nocturnal
 Tidak terabanya denyut nadi
 Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
 Kulit mengkilap
 Hilangnya rambut dari jari kaki
 Penebalan kuku
 Gangrene kecil atau luas.
2. Faktor eksogen
a. Trauma
b. Infeksi
Terdapat lima grade ulkus diabetikum/kaki diabetes antara lain:
 Grade 0 : tidak ada luka
 Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
 Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
 Grade III : terjadi abses
 Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
 Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
III. Pedoman evaluasi kaki diabetes
1. Evaluasi vaskuler, meliputi:
 palpasi pulsus perifer
 ukur waktu pengisian pembuluh darah vena dengan cara mengangkat kaki
kemudian diturunkan, waktu lebih dari 20 detik berarti terdapat iskemia atau kaki
pucat waktu diangkat.
 Ukur capillary reffile normal 3 detik atau kurang.
2. Evaluasi neurologik, meliputi pemeriksaan sensorik dan motorik
3. Evaluasi muskuloskeletal, meliputi pengukuran luas pergerakan pergelangan kaki dan
abnormalitas tulang.
IV. Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1. Hiegene kaki:
 Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok
 Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang
berlebih
 Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
 Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
 Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
 Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam
dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir
jangan dikelupas.
2. Alas kaki yang tepat
3. Mencegah trauma kaki
4. Berhenti merokok
5. Segera bertindak jika ada masalah
V. Prinsip Penanganan Ulkus Kaki Diabetes
1. perawatan luka
2. Antibiotika
3. Pemeriksaan radiologis
4. Perbaikan sirkulasi dan nutrisi
5. Meminimalkan berat badan

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. PK : Infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
4. PK: Hipo / Hiperglikemi
5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,
imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
8. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit
9. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya

X. PERENCANAAN

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o

1 Nyeri akut Setelah Manajemen nyeri :  Respon nyeri sangat


dilakukan askep individual sehingga
1. Lakukan pegkajian nyeri
selama 3 x 24 penangananyapun
secara komprehensif
jam tingkat berbeda untuk
termasuk lokasi,
kenyamanan masing-masing
karakteristik, durasi,
klien meningkat, individu.
frekuensi, kualitas dan ontro
dan dibuktikan  Komunikasi yang
presipitasi.
dengan level terapetik mampu
2. Observasi reaksi nonverbal
nyeri: klien dapat meningkatkan rasa
dari ketidaknyamanan.
melaporkan nyeri percaya klien
3. Gunakan teknik komunikasi
pada petugas, terhadap perawat
terapeutik untuk mengetahui
frekuensi nyeri, sehingga dapat lebih
pengalaman nyeri klien
ekspresi wajah, kooperatif dalam
sebelumnya.
dan menyatakan program manajemen
4. Kontrol ontro lingkungan
kenyamanan fisik nyeri.
yang mempengaruhi nyeri
dan psikologis,  Lingkungan yang
seperti suhu ruangan,
TD 120/80 nyaman dapat
pencahayaan, kebisingan.
mmHg, N: 60- membantu klien
5. Kurangi ontro presipitasi
100 x/mnt, RR: untuk mereduksi
nyeri.
16-20x/mnt nyeri.
6. Pilih dan lakukan
Control nyeri penanganan nyeri  Pengalihan nyeri
dibuktikan (farmakologis/non dengan relaksasi
dengan klien farmakologis).. dan distraksi dapat
melaporkan 7. Ajarkan teknik non mengurangi nyeri
gejala nyeri dan farmakologis (relaksasi, yang sedang timbul.
control nyeri. distraksi dll) untuk  Pemberian analgetik
mengetasi nyeri.. yang tepat dapat
8. Berikan analgetik untuk membantu klien
mengurangi nyeri. untuk beradaptasi
9. Evaluasi tindakan dan mengatasi
pengurang nyeri/ontrol nyeri.
nyeri.
10. Kolaborasi dengan
dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan
klien tentang manajemen
nyeri.

Administrasi analgetik :.
 Tindakan evaluatif
1. Cek program pemberian terhadap
analogetik; jenis, dosis, dan penanganan nyeri
frekuensi. dapat dijadikan
2. Cek riwayat alergi.. rujukan untuk
3. Tentukan analgetik pilihan, penanganan nyeri
rute pemberian dan dosis yang mungkin
optimal. muncul berikutnya
4. Monitor TTV sebelum dan atau yang sedang
sesudah pemberian berlangsung.
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
2 PK : Setelah 1. Pantau tanda dan gejala  Penularan infeksi
Infeksi dilakukan askep infeksi primer & sekunder dapat melalui
selama 5 x 24 2. Bersihkan lingkungan pengunjung yang
jam perawat akan setelah dipakai pasien lain. mempunyai
menangani / 3. Batasi pengunjung bila penyekit menular.
mengurangi perlu.  Tindakan antiseptik
komplikasi 4. Intruksikan kepada keluarga dapat mengurangi
defsiensi imun untuk mencuci tangan saat pemaparan klien
kontak dan sesudahnya. dari sumber infeksi
5. Gunakan sabun anti miroba  Pengunaan alat
untuk mencuci tangan. pengaman dapat
6. Lakukan cuci tangan melindungi klien
sebelum dan sesudah dan petugas dari
tindakan keperawatan. tertularnya penyakit
7. Gunakan baju dan sarung infeksi.
tangan sebagai alat  Perawatan luka
pelindung. setiap hari dapat
8. Pertahankan teknik aseptik mengurangi
untuk setiap tindakan. terjadinya infeksi
9. Lakukan perawatan luka dan serta dapat untuk
dresing infus setiap hari. mengevaluasi
10. Amati keadaan luka kondisi luka.
dan sekitarnya dari tanda –  Penemuan secara
tanda meluasnya infeksi dini tanda-tanda
11. Tingkatkan intake infeksi dapat
nutrisi.dan cairan mempercepat
12. Berikan antibiotik penanganan yang
sesuai program. diperlukan sehingga
13. Monitor hitung klien dapat segera
granulosit dan WBC. terhindar dari resiko
14. Ambil kultur jika perlu infeksi atau
dan laporkan bila hasilnya terjadinya infeksi
positip. dapat dibatasi.
15. Dorong istirahat yang  Pengguanan teknik
cukup. aseptik dan isolasi
16. Dorong peningkatan klien dapat
mobilitas dan latihan. mengurangi
17. Ajarkan keluarga/klien pemaparan dan
tentang tanda dan gejala penyebaran infeksi.
infeksi.  Satus nutrisi yang
adekuat, istirahat
yang cukup serta
mobilisasi dan
latihan yang teratur
dapat meningkatkan
percepatan proses
penyembuhan luka.
 Hasil kultur positif
menunjukan telah
terjadi infeksi.

3 Ketidaksei Setelah Manajemen Nutrisi Manajemen nutrisi


mbangan dilakukan askep dan monitor nutrisi
1. kaji pola makan klien
nutrisi selama 3x24 jam yang adekuat dapat
2. Kaji adanya alergi
kurang dari klien membantu klien
makanan.
kebutuhan menunjukan mendapatkan nutrisi
3. Kaji makanan yang disukai
tubuh status nutrisi sesuai dengan
oleh klien.
adekuat kebutuha tubuhnya.
4. Kolaborasi dg ahli gizi
dibuktikan
untuk penyediaan nutrisi
dengan BB stabil
tidak terjadi mal terpilih sesuai dengan
nutrisi, tingkat kebutuhan klien.
energi adekuat, 5. Anjurkan klien untuk
masukan nutrisi meningkatkan asupan
adekuat nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang
dikonsumsi mengandung
cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh
klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
2. Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien
makan.
3. Monitor lingkungan
selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual
muntah.
6. Monitor adanya gangguan
dalam proses
mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan
kalori.
4 PK: Hipo / Setelah Managemen Hipoglikemia: Hipoglikemia dapat
Hiperglike dilakukan askep disebabkan oleh
1. Monitor tingkat gula darah
mi 3x24 jam insulin yang
sesuai indikasi
diharapkan berlebian, pemasukan
2. Monitor tanda dan gejala
perawat akan makanan yg tidak
hipoglikemi ; kadar gula
menangani dan adekuat, aktivitas
meminimalkan darah < 70 mg/dl, kulit fisik yang berlebiha,
episode hipo / dingin, lembab pucat, Hipoglikemia akan
hiperglikemia. tachikardi, peka rangsang, merangsang SS
gelisah, tidak sadar , simpatis u/
bingung, ngantuk. mengeluarkan
3. Jika klien dapat menelan adrenalin, klien
berikan jus jeruk / sejenis menjadi berkeringat,
jahe setiap 15 menit akral dingin, gelisah
sampai kadar gula darah > dan tachikardi.
69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 %
dalam IV sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan
ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai
indikasi
2. Monitor tanda dan gejala
diabetik ketoasidosis ; Hiperglikemia
gula darah > 300 mg/dl, dipengaruhi oleh
pernafasan bau aseton, beberapa factor
sakit kepala, pernafasan diantaranya: terlalu
kusmaul, anoreksia, mual banyak makan /
dan muntah, tachikardi, kurang makan, terlalu
TD rendah, polyuria, sedikit insulin, dan
polidypsia,poliphagia, kurang aktivitas.
keletihan, pandangan
kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi
sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai
order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai
kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter
jika tanda dan gejala
Hiperglikemia menetap
atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi
jika terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula
darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton
pada urine
10. Pantau jantung dan
sirkulasi ( frekuensi &
irama, warna kulit, waktu
pengisian kapiler, nadi
perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O
sesuai kebutuhan
4 Kerusakan Setelah Wound care Pengkajian luka akan
integritas dilakukan askep lebih
1. Catat karakteristik
jaringan 6x24 jam Wound
luka:tentukan ukuran dan realible dilakukan
healing
kedalaman luka, dan oleh pemberi asuhan
meningkat:
klasifikasi pengaruh ulcers yang sama dengan
Dengan criteria 2. Catat karakteristik cairan posisi yang sama dan
secret yang keluar tehnik yang sama
Luka mengecil
3. Bersihkan dengan cairan
dalam ukuran
anti bakteri
dan peningkatan
4. Bilas dengan cairan NaCl
granulasi
0,9%
jaringan
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang
sesuai
7. Dressing dengan kasa
steril sesuai kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik
dressing steril ketika
melakukan perawatan luka
10. Amati setiap perubahan
pada balutan
11. Bandingkan dan catat
setiap adanya perubahan
pada luka
12. Berikan posisi terhindar
dari tekanan
5 Kerusakan Setelah Terapi Exercise :
mobilitas dilakukan Askep Pergerakan sendi
ROM exercise
fisik 6x24 jam dapat 1. Pastikan keterbatasan
membantu
teridentifikasi gerak sendi yang dialami
mempertahankan
Mobility level 2. Kolaborasi dengan
mobilitas sendi,
fisioterapi
Joint movement: meningkatkan
3. Pastikan motivasi klien
aktif. sirkulasi, mencegah
untuk mempertahankan
kontraktur,
Self care:ADLs pergerakan sendi
meningkatkan
4. Pastikan klien untuk
Dengan criteria kenyamanan.
mempertahankan
hasil:
pergerakan sendi
1. Aktivitas 5. Pastikan klien bebas dari
fisik meningkat nyeri sebelum diberikan
2. ROM normal latihan
3. Melaporkan 6. Anjurkan ROM Exercise
perasaan aktif: jadual; keteraturan,
peningkatan Latih ROM pasif.
kekuatan Exercise promotion
kemampuan 1. Bantu identifikasi
dalam bergerak program latihan yang
4. Klien bisa sesuai
melakukan 2. Diskusikan dan
aktivitas instruksikan pada klien
5. Kebersihan mengenai latihan yang
Pengetahuan yang
diri klien tepat
cukup akan
terpenuhi Exercise terapi ambulasi
memotivasi klien
walaupun 1. Anjurkan dan Bantu klien
untuk melakukan
dibantu oleh duduk di tempat tidur
latihan.
perawat atau sesuai toleransi
keluarga 2. Atur posisi setiap 2 jam
atau sesuai toleransi
3. Fasilitasi penggunaan alat
Bantu Meningkatkan dan
membantu berjalan/
ambulasi atau
Self care assistance:
memperbaiki otonomi
Bathing/hygiene, dressing, dan fungsi tubuh dari
feeding and toileting. injuri
1. Dorong keluarga untuk
berpartisipasi untuk
kegiatan mandi dan
kebersihan diri,
berpakaian, makan dan
toileting klien
2. Berikan bantuan
kebutuhan sehari – hari
sampai klien dapat
merawat secara mandiri
3. Monitor kebersihan kuku,
kulit, berpakaian , dietnya
dan pola eliminasinya. Memfasilitasi pasien
4. Monitor kemampuan dalam memenuhi
perawatan diri klien dalam kebutuhan perawatan
memenuhi kebutuhan diri untuk dapat
sehari-hari membantu klien
5. Dorong klien melakukan hingga klien dapat
aktivitas normal mandiri
keseharian sesuai melakukannya.
kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai
usia
6 Kurang Setelah dilakukan
Teaching : Dissease Process
pengetahua askep selama 3x24
1. Kaji tingkat pengetahuan Dengan pengetahuan
n tentang jam, pengetahuan
klien dan keluarga tentang yang cukup maka
penyakit klien meningkat.
proses penyakit keluarga mampu
dan Knowledge :
2. Jelaskan tentang mengambil peranan
perawatan Illness Care dg
patofisiologi penyakit, yang positif dalam
nya kriteria :
tanda dan gejala serta program
1 Tahu Diitnya penyebab yang mungkin pembelajaran tentang
2 Proses penyakit 3. Sediakan informasi tentang proses penyakit dan
3 Konservasi kondisi klien perawatan serta
energi 4. Siapkan keluarga atau program pengobatan.
4 Kontrol infeksi orang-orang yang berarti
5 Pengobatan dengan informasi tentang
6 Aktivitas yang perkembangan klien
dianjurkan 5. Sediakan informasi tentang
7 Prosedur diagnosa klien
pengobatan 6. Diskusikan perubahan gaya
8 Regimen/aturan hidup yang mungkin
pengobatan diperlukan untuk
9 Sumber-sumber mencegah komplikasi di
kesehatan masa yang akan datang dan
10 Manajem atau kontrol proses
en penyakit penyakit
7. Diskusikan tentang pilihan
tentang terapi atau
pengobatan
8. Jelaskan alasan
dilaksanakannya tindakan
atau terapi
9. Dorong klien untuk
menggali pilihan-pilihan
atau memperoleh alternatif
pilihan
10. Gambarkan komplikasi
yang mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk
mencegah efek samping
dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk
melaporkan tanda dan
gejala yang muncul pada
petugas kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang
lain.

7 Defisit self Setelah Bantuan perawatan diri Bantuan perawatan


care dilakukan asuhan diri dapat membantu
1. Monitor kemampuan pasien
keperawatan klien dalam
terhadap perawatan diri
3x24 jam klien beraktivitas dan
2. Monitor kebutuhan akan
mampu melatih pasien untuk
personal hygiene,
Perawatan diri beraktivitas kembali.
berpakaian, toileting dan
Self makan
care :Activity 3. Beri bantuan sampai klien
Daly Living mempunyai kemapuan untuk
(ADL) dengan merawat diri
indicator : 4. Bantu klien dalam
memenuhi kebutuhannya.
 Pasien dapat
5. Anjurkan klien untuk
melakukan
melakukan aktivitas sehari-
aktivitas sehari-
hari sesuai kemampuannya
hari (makan,
6. Pertahankan aktivitas
berpakaian,
perawatan diri secara rutin
kebersihan,
7. Evaluasi kemampuan klien
toileting,
dalam memenuhi kebutuhan
ambulasi)
sehari-hari.
 Kebersihan diri
8. Berikan reinforcement atas
pasien usaha yang dilakukan dalam
terpenuhi
melakukan perawatan diri
sehari hari.
BAB IV
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Obstruksi usus adalah gangguan aliran normal isi usus pada traktus intestinal. Obstruksi
usus adalah suatu penyumbatan mekanisme pada usus dimana merupakan penyumbatan yang
sama sekali menutup atau menggangu jalannya isi usus. Obstruksi merupakan suatu pasase
yang terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan
tetapi paristaltiknya normal
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya
lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis
dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme
dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin
atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/111529568/Baru-Asuhan-Keperawatan-Dengan-Ileus-Obstruktif

https://karyatulisilmiah.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-diabetes-melitus/

Anda mungkin juga menyukai