Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepuasan kerja merupakan sikap umum terhadap pekerjaan. Ini berarti

bahwa ketika orang senang dengan pekerjaannya, maka akan membawa sikap

yang baik terhadap pekerjaannya. Ketika orang tidak puas terhadap pekerjaannya,

maka akan membawa sikap buruk atau tidak menyenangkan terhadap

pekerjaannnya (Siagian, 1997). Dalam dunia pendidikan, guru dianggap sebagai

sumber yang kuat untuk mengembangkan kualitas sekolah, namun kepuasan kerja

guru jarang dipandang penting.

Kepuasan kerja guru adalah salah satu faktor yang menentukan dalam

kualitas guru sehubungan dengan stabilitas pengajaran dan komitmen sebagai

guru di sekolah. Kontribusi kepuasan kerja guru tidak hanya untuk memotivasi

dan meningkatkan kualitas pengajaran, tetapi juga untuk pembelajaran dan

pengembangan siswa (Garrett dalam Ouyang dan Paprock, 2009). Para peneliti di

Amerika Serikat telah mempelajari kepuasan kerja sejak pertengahan abad ke-20,

tetapi hanya sebagian kecil dari mereka yang berfokus pada kepuasan kerja guru.

Menurut UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Guru ialah

seorang pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik

pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan

pendidikan menengah. Dengan definisi Guru menurut UU No. 14 tersebut, profesi


guru sebenarnya sangat rentan mengalami stress serta ketidakpuasan dalam

bekerja (Ouyang dan Paprock, 2009).

Guru yang memiliki kepuasan kerja akan senang dengan pekerjaan dan

lingkungan kerja mereka. Perasaan senang ini dapat dilihat dari kesenangan guru

untuk berada di sekolah atau mengajar di kelas. Kepuasan kerja guru juga dapat

dilihat dari terselesaikannya tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab guru

tersebut secara tepat waktu, disamping itu munculnya dedikasi, kegairahan,

kerajinan, ketekunan, inisitif dan kreativitas kerja yang tinggi dalam bekerja.

Kepuasan kerja guru menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan, apabila

guru merasakan kepuasan dalam dalam bekerja, maka akan tercipta suasana yang

penuh kebersamaan, memiliki tanggung jawab yang sama, iklim komunikasi yang

baik dan juga semangat kerja yang tinggi sehingga tujuan organisasi atau sekolah

dapat tercapai secara maksimal.

Tetapi sebaliknya apabila guru tidak merasa puas, maka akan tercipta

suasana yang kaku, membosankan, dan semangat tim yang rendah. Dalam laman

resmi situs provinsi Jawa Barat, pada tahun 2016 menurut David Harding dari

ACDP (Analytical and Capacity Development Partnership) dalam Haridanto

(2018) mengemukakan bahwa ada 10 % guru yang tidak hadir di sekolah.

Selanjutnya ada 14 % guru yang hadir di sekolah tetapi tidak hadir di kelas.

Angka ini jelas menunjukkan bahwa kepuasan kerja guru belum tercapai. Menurut

Strauss dan Sayles (1980) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Guru

yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan

psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Guru seperti ini akan sering
melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya

tidak stabil, sering absen dan tidak melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan

dengan pekerjaan yang harus dilakukan.Tidak tercapainya kepuasan kerja guru ini

tentu saja mengakibatkan tujuan pendidikan juga tidak akan tercapai.

Dalam satu penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja guru berdasarkan penelitian yang dilakukan di SMPN 2 Kota

Lubuk Linggau di dapat urutan sebagai berikut : (1) faktor psikologis, (2) faktor

sosial, (3) faktor fisik, dan (4) faktor financial. Faktor psikologis terdiri dari faktor

yang berhubungan dengan interaksi sosial antara sesama anggota organisasi,

hubungan dengan direktur, atasan langsung, karyawan yang berbeda fungsi

tugasnya, relawan. Faktor fisik terdiri dari faktor-faktor yang berhubungan dengan

kondisi fisik lingkungan kerja. Faktor financial, yang terdiri dari sistem dan

besarnya gaji, dan tunjangan (Hasanah, 2015).

Sedangkan penelitian Teuku Irwani (2017) mengenai kepuasan kerja 219

guru SD di kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Darat, menerangkan

bahwa untuk meningkatkan tingkat kepuasan guru sekolah dasar, Kepala Sekolah

harus mampu membangun komunikasi interpersonal yang lebih baik dengan para

guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru masih belum puas ketika

pimpinan memberikan teguran dan tidak menerima masukan dari bawahannya,

dalam hal ini guru. (Teuku Irwani, 2017).

Gaya kepemimpinan yang dianut oleh kepala sekolah akan berkaitan

dengan hasil dan efektivitas kepala sekolah dalam memimpin dan melaksanakan

proses pendidikan di sekolah (Astuti dkk, 2020). Jika manajemen membutuhkan


rutinitas perencanaan dan penganggaran, memimpin akan meliputi penentuan arah

seperti menciptakan sebuah visi organisasi (Muttaqiin, 2016). Kepala sekolah juga

harus mampu menerapkan inovasi, mampu memimpin seluruh anggotanya dan

sekolah sebagai organisasi pendidikan untuk mengubah pola pikir, meningkatkan

visi dan misi dengan menggunakan bakat, keterampilan dan kemampuan

anggotanya (Andriani dkk, 2018). Benis dan Nanus (1997:19) mendefinisikan

kepemimpinan visioner adalah suatu gambaran mengenai masa depan yang kita

inginkan bersama.

Dalam penelitian yang dilakukan pada Dosen Tetap Program Studi

Perhotelan Perguruan Tinggi Swasta Kota Bandung ditemukan adanya pengaruh

langsung yang positif dari kepemimpinan visioner terhadap kepuasan kerja.

Kepemimpinan visioner pimpinan yang terdiri dari kemampuan pimpinan dalam:

visualizing, futuristic thinking, showing foresight, proactive planning, creative

thinking, taking risks, process alignment, coalition building, continues learning,

dan embracing change, membawa implikasi yang signifikan terhadap kepuasan

kerja dosen (Sukriadi, EH, 2018).

Selain kepemimpinan Kepala Sekolah, variabel lain dalam faktor

psikologis yang mempengaruhi kepuasan kerja guru adalah interaksi sosial antara

sesama anggota organisasi (Hasanah, 2015). Robbins (2001) berpendapat bahwa

budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh

anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi-

organisasi lain.
Selain itu, Menurut Robbins dan Judge (2013) mengatakan bahwa budaya

yang kuat akan memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku anggota-

anggotanya karena kadar kebersamaan dan intensitas yang tinggi menciptakan

suasana internal berupa kendali perilaku yang tinggi. Budaya organisasi dapat

mempengaruhi disposisi staf dan tujuan kerja, bentuk tugas dan sumber daya

untuk mencapai tujuan organisasi sehingga budaya organisasi menentukan

perjalanan pekerja secara keseluruhan atau sebagian, proses pengambilan

keputusan, khususnya jalur yang harus ditempuh, serta perasaan dan tindakan para

anggota organisasi (Schein, 2003).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dwi Junianto dan Joko Sabtohadi

(2019) mengenai pengaruh budaya organisasi dan lingkungan organisasi terhadap

kepuasan kerja dan komitmen organisasi dalam suatu perusahaan di dapat hasil

yang positif dan signifikan. Dalam penelitian lain oleh M. Mustafid (2017) juga

ditemukan adanya pengaruh yang positif dan signifikan dari pengaruh budaya

organisasi terhadap kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa jika di dalam

organisasi terdapat budaya yang bersifat involvement (keterlibatan), consistency

(konsistensi), adaptability (adaptabilitas), dan mission (misi), maka hal tersebut

akan berdampak pada kepuasan kerja.

Guru merupakan komponen yang harus ada dalam pendidikan. Peran

guru tidak dapat diabaikan, karena tanpa guru pendidikan tidak dapat

berlangsung. Dalam menjalankan fungsinya, guru tidak terlepas dari pengawasan

Kepala sekolah dan budaya organisasi dari lembaga yang dijalankannya.


Melihat potensi pembahasan yang cukup penting, maka penelitian ini

mengangkat tentang adakah Pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah dan

budaya organisasi terhadap kepuasan kerja guru?

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada Pengaruh Gaya Kepemimpinan Visioner terhadap Kepuasan kerja

Guru SMA?

2. Apakah ada Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan kerja Guru

SMA?

3. Apakah ada Pengaruh Gaya Kepemimpinan Visioner dan Budaya Organisasi

Terhadap Kepuasan kerja Guru SMA?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empirik Pengaruh Gaya

Kepemimpinan Visioner dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan kerja Guru

SMA.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, ada dua manfaat yang terkandung di dalamnya, yaitu

manfaat teoritis dan manfaat praktis :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk bidang

psikologi industri dan organisasi dalam dunia pendidikan khususnya mengenai


kepuasan kerja pada guru dan faktor – faktor yang mempengaruhinya. Selain

itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk penelitian-

penelitian selanjutnya, terutama yang berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja

pada guru.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi organisasi atau pihak –

pihak yang berkepentingan khususnya tentang kepuasan kerja dan diharapkan

dapat digunakan oleh organisasi untuk menentukan strategi yang lebih tepat

dalam pengelolaan sumber daya manusia khususnya dalam rangka

meningkatkan kepuasan kerja dengan mempertimbangkan Gaya

Kepemimpinan Visioner dan Budaya Organisasi dalam mengembangkan

pegawai.

Anda mungkin juga menyukai