Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh Lilin Sarang Lebah…………………..............................

…Ajeng Dian Hermayasari

PENGARUH LILIN SARANG LEBAH SEBAGAI EDIBLE COATING PADA DENDENG SAPI
GILING TERHADAP JUMLAH BAKTERI TOTAL dan Staphylococcus aureus

EFFECTIVENESS OF BEESWAX AS AN EDIBLE COATING ON GROUND BEEF JERKY OF


TOTAL NUMBER OF BACTERIA AND Staphylococcus aureus

Ajeng Dian Hermayasari*, Ellin Harlia**, Eulis Tanti Marlina**


Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363
* Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015
** Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
email: hermayasariajeng@yahoo.com

ABSTRAK
Lilin sarang lebah merupakan hasil leburan dari sarang lebah yang dihasilkan oleh lebah. Lilin
sarang lebah dapat dimanfaatkan sebagai edible coating pada dendeng sapi giling. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh pelapisan lilin sarang lebah sebagai edible coating terhadap jumlah
total bakteri dan Staphylococcus aureus dan mengetahui konsentrasi lilin sarang lebah yang paling baik
memberikan efek penghambatan bakteri total dan Staphylococcus aureus pada dendeng sapi giling.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Juni hingga 15 Agustus 2015 yang bertempat di Laboratorium
Mikrobiologi dan Penanganan Limbah Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Penelitian dilakukan
secara eksperimental dengan menggunakan analisis Polinomial Orthogonal dengan 4 perlakuan yaitu P0
(tanpa pelapisan), P1 (konsentrasi 5%), P2 (konsentrasi 10%), konsentrasi P3 (konsentrasi 15%) dan P4
(konsentrasi 20%) dan 4 kali ulangan. Peubah yang diamati adalah jumlah bakteri total dan
Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah mengalami pelapisan menggunakan lilin sarang lebah. Hasil
menunjukkan bahwa pelapisan lilin sarang lebah pada dendeng sapi giling memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap jumlah bakteri total dan bakteri Staphylococcus aureus. Konsentrasi 20%
merupakan konsentrasi yang paling efektif dalam penurunan jumlah bakteri total dan Staphylococcus
aureus, dengan jumlah bakteri total adalah 33,30 x 103 cfu/gram dan bakteri Staphylococcus aureus 3,83
x 102 cfu/gram.

Kata kunci : lilin sarang lebah, edible coating, penurunan jumlah bakteri total dan Staphylococcus
aureus
ABSTRACT
Beeswax is fused results of honeycomb produced by bees. Beeswax can be used as an edible
coating on ground beef jerky. The purpose of this study was to determine the effect beeswax coating as
edible coating to the total number of bacteria and Staphylococcus aureus and determine the concentration
of beeswax most well give the inhibitory effect of total bacteria and Staphylococcus aureus in ground
beef jerky. The research was conducted on June 1 to August 15 2015 held at the Laboratory of
Microbiology and Waste Management Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University. This
research was carried out experimentally by using analysis Polynomials Orthogonal with 4 treatment that
is P0 (without coating), P1 (5% concentration), P2 (10% concentration), the concentration of P3
(concentration 15%) and P4 (concentration 20%) and 4 replications. Variables measured is the number of
total bacteria and Staphylococcus aureus before and after experiencing coating with beeswax. Results
showed that the beeswax coating gives a significantly different effect on the total number of bacteria and
the bacteria Staphylococcus aureus. Concentration of 20% is the concentration of the most effective in
decreasing the number of total bacteria and Staphylococcus aureus, with a total bacterial count was 33.30
x 103 cfu / g and the bacteria Staphylococcus aureus 3.83 x 102 cfu / g.

Keywords : beeswax, edible coating, reduction number of bacteria and Staphylococcus aureus

1|2015
Pengaruh Lilin Sarang Lebah…………………..............................…Ajeng Dian Hermayasari

PENDAHULUAN

Seiring dengan kemajuan teknologi, saat ini banyak bahan pangan hasil olahan dari daging
dengan jenis, rasa dan bentuk yang beraneka ragam. Hal ini ditujukan sebagai salah satu cara untuk
memperpanjang daya awet daging. Daging segar mudah busuk atau rusak karena kontaminasi
mikroorganisme yang dapat mengubah komposisi kimia daging, oleh karena itu diperlukan cara untuk
mengawetkan daging.
Dendeng sapi giling merupakan salah satu dari sekian banyak produk olahan dan awetan daging.
Dendeng sapi giling adalah produk daging yang dijual di pasaran dengan menambahkan gula, garam dan
rempah-rempah, kemudian dibentuk dan dikeringkan. Komposisi kimia dendeng yaitu air 9,9 - 35,5%,
gula 20 – 52%, kadar garam 0,4 - 0,6%, lemak 1,0 – 17,4%, serat kasar 0,4-15,5% dengan aktivitas air
(Aw) antara 0,40 – 0,50. Dendeng biasanya terbuat dari daging sapi sisa penjualan yang tidak laku
terjual. Dendeng digolongkan ke dalam makanan setengah lembab asal daging (intermediate moisture
meat) karena kadar air dendeng berada dalam kisaran kadar air makanan setengah lembab, yaitu 25%
(Hadi, 1997).
Proses penggilingan daging dalam pembuatan dendeng sapi giling dapat menyebarkan bakteri,
sehingga kemungkinannya untuk dendeng tercemar bakteri cukup tinggi. Salah satu bakteri yang dapat
mencemari dendeng sapi giling adalah Staphylococcus aureus (Ellin Harlia, dkk. 2010). Staphylococcus
aureus termasuk bakteri patogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia, jumlahnya yang
melebihi batas maksimal dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti diare, muntah dan keracunan.
Oleh karena itu, Pemerintah telah mengatur batas maksimal cemaran bakteri pada dendeng sapi yang
tertuang dalam Badan Standar Nasional Indonesia, yakni untuk bakteri total 1 x 105 cfu/gram dan 1 x 102
koloni/gram untuk Staphylococcus aureus (BSNI, 2009).
Salah satu upaya memperpanjang daya awet yaitu melapisi (coating) produk dengan lilin, kitosan,
karagenan atau edible coating lainnya. Edible coating merupakan lapisan tipis yang dapat dimakan,
dibentuk untuk melapisi komponen makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen makanan
(film). Edible coating banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, makanan semi basah
(intermediate moisture foods), produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan
dan obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta dkk., 1997). Tujuan dari penggunaan edible
coating adalah untuk untuk membatasi perubahan yang tidak diinginkan selama penyimpanan makanan,
menghambat pertumbuhan mikroba, oksidasi lemak dan pigmen, serta penurunan berat makanan. Selain
itu, tujuannya adalah mengurangi penyerapan minyak selama penggorengan dan dapat berfungsi sebagai
antioksidan dan antimikroba (Tederko 1995, Garcia dkk. 2002). Edible coating diterapkan dan
dibentuk langsung pada produk makanan baik dengan penambahan pembentuk lapisan tipis cair
(liquid film-forming solution), diterapkan dengan cara dikuas, penyemprotan, pencelupan atau pencairan
(Cuq, dkk.,1995).
Bahan lainnya yang dapat digunakan untuk dijadikan edible coating adalah lilin sarang lebah.
Lilin sarang lebah berasal dari sarang lebah yang mengandung 50% senyawa resin (flavonoid dan asam
fenolat), 30% lilin lebah, 10% minyak aromatic, 5% polen dan 5% berfungsi sebagai senyawa aromatic
(Pietta, 2002). Lilin sarang lebah mengandung senyawa organik hidrokarbon jenuh, ester dan alkohol.
Sarang lebah Penggunaan lilin sarang lebah pada dendeng sapi giling dapat dilakukan dengan cara
melapisi (coating) dendeng dengan lilin sarang lebah. Sarang lebah mengandung senyawa flavonoid yang
berguna sebagai antimikroba yang dapat menghambat mikroorganisme patogen (Manoi, 2009).

2|2015
Pengaruh Lilin Sarang Lebah…………………..............................…Ajeng Dian Hermayasari

BAHAN DAN METODE

1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dendeng sapi giling yang berasal dari Pabrik
Kamdos, Cicadas Bandung yang terdiri dari 1 (satu) merk. Media yang digunakan adalah media Nutrient
Agar, Mac Conkey Agar, NaCl fisiologis, akuades dan lilin dari sarang lebah yang berasal dari Taman
Hutan Raya, Dago, Bandung.

2. Metode
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan analisis Polinomial Orthogonal
dengan 4 perlakuan pelapisan lilin sarang lebah yaitu P0 (tanpa pelapisan), P1 (konsentrasi 5%), P2
(konsentrasi 10%), konsentrasi P3 (konsentrasi 15%) dan P4 (konsentrasi 20%) dan 4 kali ulangan.
Peubah yang diamati adalah jumlah bakteri total dan Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah
mengalami pelapisan menggunakan lilin sarang lebah.

Prosedur Pelapisan Lilin Sarang Lebah


Pembuatan edible coating dari lilin dibuat dengan melebur sarang lebah dalam wadah yang
ditempatkan dalam wadah yang sudah terisi air panas (sampai bersuhu 90-950 C) (Ismed, 2008). Setelah
lilin lebah mencair, oleskan pada dendeng sapi giling dan biarkan selama 1 hari. Konsentrasi lilin sarang
lebah yang digunakan adalah 0% (tanpa pelapisan), 5%, 10%, 15% dan 20%.

Pengujian Jumlah Bakteri Total dan Staphylococcus aureus


Perhitungan jumlah bakteri total dan Staphylococcus aureus dilakukan dengan metode cawan
atau Total Plate Count menggunakan pengenceran sampai 10-6 (Fardiaz, 1993). Total Plate Count (TPC)
dilakukan dengan cara melarutkan sampel asli dalam berbagai serial pelarutan, kemudian masing-masing
hasil pelarutan di biakan pada agar, dengan teknik pour plate ataupun streak plate. Setelah itu, inkubasi
dilakukan dan koloni di amati pada cawan agar dan dihitung sebagai jumlah total koloni yang membentuk
unit (CFU= coloni forming unit). Teknik penghitungan jumlah bakteri total membutuhkan kemampuan
melakukan pengenceran dan mencawankan hasil pengenceran. Cawan-cawan tersebut kemudian
diinkubasi dan kemudian dihitung jumlah koloni yang terbentuk. Cawan yang dipilih untuk penghitungan
koloni, sesuai dengan kaidah statistik adalah cawan yang berisi 30-300 koloni. Jumlah organisme yang
terdapat dalam sampel asal dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor
pengenceran pada cawan bersangkutan. (Goldman dan Green, 2009).

Identifikasi Bakteri Staphylococcus aureus


Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dilakukan dengan cara pewarnaan gram. Pewarnaan
gram bertujuan untuk mengidentifikasikan bakteri baik mengenai bentuknya maupun sifat-sifat
morfologinya. Dengan kata lain untuk memperlihatkan bagian-bagian sel mikroba (Dwidjoseputro,1998).
Gelas objek dibersihkan dengan alkohol dan difiksasi di atas api. Ambil koloni bakteri dengan
osse lalu buat suspensi di atas objek glass dan biarkan mengering atau fiksasi di atas api. Tuangkan
larutan kristal Violet pada sediaan dan biarkan I menit kemudian dicuci atau dibilas dengan aquadest.
Tuangkan larutan lugol iodine dan biarkan di atas selama I menit. Cucilah objek glass dengan alkohol
96% dengan cara menggoyangkan sambil sedikit dibilas dengan aquadest hingga warna yang berlebih
terbilas. Tuangkan larutan carbol Fuchsin atau safranin dan biarkan selama 1 menit. Bilas kembali
dengan aquadest lalu keringkan dan lihat di bawah mikroskop.

3|2015
Pengaruh Lilin Sarang Lebah…………………..............................…Ajeng Dian Hermayasari

HASIL DAN PEMBAHASAN

Semua produk pangan baik yang berupa bahan mentah atau yang siap disajikan, dapat
mengandung mikroba, demikian juga sebagian besar produk pangan olahan dapat mengandung
kontaminan (Soekarto, 1990). Jumlah rata-rata bakteri total dan bakteri Staphylococcus aureus pada
dendeng sapi giling dengan dan tanpa pelapisan lilin sarang lebah tercantum pada Tabel 1 :

Tabel 1. Jumlah Bakteri Total dan Bakteri S. aureus Pada Dendeng Sapi Giling
Perlakuan
Parameter
P0 P1 P2 P3 P4
Jumlah Bakteri Total
43,07 ± 15,91 40,34 ± 14,38 43,76 ± 24,66 35,58 ± 9,05 33,30 ± 15,23
(… x 103 cfu/gram)
Jumlah Bakteri S.aureus
(… x 102 cfu/gram) 7,37 ± 2,61 5,75 ± 3,07 4,70 ± 2,02 4,67 ± 2,41 3,83 ± 1,85
Keterangan : P0: Tanpa pelapisan lilin sarang lebah
P1: Pelapisan lilin sarang lebah 5%
P2: Pelapisan lilin sarang lebah 10%
P3: Pelapisan lilin sarang lebah 15%
P4: Pelapisan lilin sarang lebah 20%

Tabel 1 menunjukkan terdapat perbedaan jumlah bakteri total pada setiap perlakuan. Jumlah
bakteri total terendah sebanyak 33,30 x 103 cfu/gram terlihat pada perlakuan dengan konsentrasi lilin
sarang lebah 20% (P4). Pada konsentrasi 5 % (P1), jumlah bakteri total mencapai 43,07 x 103 cfu/gram
dan pada konsentrasi 10% (P2) mencapai 43,76 x 103 cfu/gram dan konsentrasi 15% (P3) mencapai 35,58
x 103 cfu/gram sampai akhirnya dendeng mengalami kerusakan ditandai dengan tumbuhnya jamur di
permukaan dendeng pada hari ke-18 sampai ke-22. Pertumbuhan jumlah bakteri total dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan pada saat pengolahan dendeng sapi giling dan kondisi
dendeng itu sendiri yang telah mengalami kerusakan. Sejalan dengan pendapat Gaman dan Sherrington
(1994) bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri seperti waktu, makanan,
kelembaban, suhu, oksigen, pH, kondisi lingkungan dari penanganan dan penyimpanan bahan pangan.
Faktor lainnya menurut Soeparno (2009) adalah pada saat penggilingan daging yang dapat memperbesar
kontaminasi karena pemukaan daging diperluas, nutrient dan air lebih banyak tersedia, kontak dengan alat
penggilingan menjadi sumber kontaminasi, distribusi bakteri menjadi lebih merata kesemua bagian
daging.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pelapisan lilin sarang lebah memiliki pengaruh yang relatif
sama pada setiap perlakuannya terhadap bakteri total. Uji Polinomial Orthogonal dilakukan untuk
mengetahui respon terbaik antar perlakuan terhadap jumlah bakteri total. Hasil analisis menunjukkan
bahwa pelapisan lilin sarang lebah berpengaruh nyata (P<0,05) atau memiliki pengaruh terhadap jumlah
bakteri total dendeng sapi giling. Regresi yang didapatkan dari analisis Polinomial Orthogonal adalah
regresi linier. Adapun grafik linier ditampilkan pada Ilustrasi 1.

4|2015
Pengaruh Lilin Sarang Lebah…………………..............................…Ajeng Dian Hermayasari

50.0043.07 43.76
45.00 40.34

Jumlah Bakteri Total


40.00 35.58
33.30
35.00

(cfu/gram)
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi Lilin Sarang Lebah (%)

Ilustrasi 1. Grafik persamaan pengaruh pelapisan lilin sarang lebah terhadap jumlah bakteri total

Ilustrasi 1 menjelaskan bahwa pelapisan lilin sarang lebah pada dendeng sapi giling terhadap
jumlah bakteri total, berada pada model regresi linier. Pelapisan dengan konsentrasi 10% (P 2) merupakan
konsentrasi dengan jumlah bakteri total yang paling tinggi. Jumlah terendah terdapat pada dendeng sapi
giling dengan pelapisan 20% (P4). Jumlah konsentrasi lilin sarang lebah pada P2 (10%) diduga belum
optimal untuk menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga diperlukan konsentrasi yang lebih tinggi.
Terlihat ada kecenderungan semakin tinggi konsentrasi lilin sarang lebah jumlah bakteri akan semakin
menurun.
Menurut BSNI (2009) tentang batas cemaran maksimum mikroorganisme pada olahan daging
seperti dendeng sapi giling adalah kurang dari 1 x 105 cfu/gram. Jumlah bakteri total dari dendeng sapi
giling ini memiliki rata-rata di bawah batas maksimum cemaran mikroba yaitu pada jumlah 43,07 – 33.30
x 103 cfu/gram. Kadar air pada dendeng sapi giling yang digunakan pada penelitian adalah 14,5%,
sedangkan menurut Fachrudin (1997) kadar air dendeng berada dalam kisaran kadar air makanan
setengah lembab, yaitu 20% - 40%, sehingga dendeng yang digunakan untuk penelitian memiliki daya
simpan dan kerusakan produk yang lebih lama.
Jumlah rata-rata bakteri Staphylococcus aureus pada dendeng sapi giling dengan dan tanpa
pelapisan lilin sarang lebah dapat dilihat pada Tabel 1. Dendeng kemudian rusak ditandai dengan
tumbuhnya jamur pada hari ke 14 sampai hari ke 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelapisan lilin
sarang lebah pada dendeng sapi giling menghasilkan jumlah yang berkisar dari 3,83 – 7,37 x 102
cfu/gram.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pelapisan lilin sarang lebah memiliki pengaruh yang relatif
sama terhadap penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada setiap perlakuannya. Hasil analisis
statistika menunjukkan bahwa pelapisan lilin sarang lebah berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah
bakteri Staphylococcus aureus dendeng sapi giling. Uji polinomial orthogonal dilakukan untuk
mengetahui respon terbaik antar perlakuan terhadap jumlah bakteri Staphylococcus aureus dan hasilnya
berpengaruh nyata pada pola regresi linier, dengan model regresi ditunjukkan pada Ilustrasi 2.

5|2015
Pengaruh Lilin Sarang Lebah…………………..............................…Ajeng Dian Hermayasari

8.007.36
7.00

Jumlah Bakteri S. aureus


5.75
6.00
4.70 4.67
5.00 3.83

(cfu/gram)
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi Lilin Sarang Lebah (%)
Ilustrasi 2.Grafik persamaan pengaruh pelapisan lilin sarang lebah terhadap jumlah bakteri
Staphylococcus aureus

Jumlah tersebut berada di atas batas maksimum cemaran mikroba pada daging yang telah
ditetapkan oleh BSNI (2009) yaitu sebanyak 1x102 cfu/gram. Tingginya jumlah bakteri Staphylococcus
aureus pada dendeng sapi giling ini dapat disebabkan dengan adanya kontaminasi, baik dari bahan
mentah, proses pengolahan sampai produk dipasarkan. Bakteri Staphylococcus aureus yang jumlahnya
melebihi batas maksimal cemaran mikroba, dapat merugikan kesehatan konsumen yang
mengkonsumsinya karena toksin dari bakteri tersebut dapat membuat seseorang mengalami diare dan
muntah-muntah. Proses pembuatan yang kurang memperhatikan sanitasi pengolahan pangan dapat
menjadi salah satu pendukung tumbuhnya bakteri Staphylococcus aureus pada dendeng.
Pekerja merupakan salah satu sumber kontaminan dalam proses pengolahan produk pangan. Hal
ini didukung oleh pernyataan Warsa (1994) bahwa bakteri Staphylococcus aureus terdapat pada rongga
hidung, kulit, tenggorokan dan saluran pernafasan manusia dan hewan. Sejalan dengan pernyataan BSNI
(2009), bakteri ini sering ditemukan sebagai mikroflora normal pada kulit dan selaput lendir pada
manusia, dapat menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun pada hewan. Jenis bakteri ini dapat
memproduksi enterotoksin yang menyebabkan pangan tercemar dan mengakibatkan keracunan pada
manusia.
Dendeng merupakan produk olahan daging yang pada proses pembuatannya menambahkan gula.
BSNI (2009) menyatakan bahwa bakteri Staphylococcus aureus tumbuh baik dalam pangan yang
mengandung protein tinggi dan juga gula serta garam yang tinggi. Sejalan denga pendapat Cowan dan
Steel (1974) bahwa bakteri Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada medium dengan kadar garam dan
kadar gula tinggi. Oleh karena itu, walaupun dendeng dilapisi oleh lilin, jumlah Staphylococcus aureus
tetap tinggi karena bakteri tersebut sudah mencemari dendeng sebelum pelapisan dilakukan. Senyawa
antibakteri pada penelitian ini tidak diambil secara murni, namun mencairkan sarang lebah didalam air
mendidih. Bila efektivitas antimikroba dari lilin sarang lebah menurun, maka kemampuannya dalam
menghambat pertumbuhan bakteri menjadi rendah. Kemampuan senyawa antibakteri flavanoid memiliki
memilikmi mekanisme kerja dengan merusak permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom
sebagai interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri (Sabir, 2005).
Pada penelitian ini, pelapisan lilin sarang lebah dilakukan dengan cara mengoleskan lilin sarang
lebah pada dendeng sapi giling dengan menggunakan kuas. Sesuai dengan pernyatan dari (Cuq,
dkk.,1995), edible coating diterapkan dan dibentuk langsung pada produk makanan baik dengan
penambahan pembentuk lapisan tipis cair (liquid film-forming solution), diterapkan dengan cara
dikuas, penyemprotan, pencelupan atau pencairan. Ketebalan lilin sarang lebah dengan konsentrasi 20%

6|2015
Pengaruh Lilin Sarang Lebah…………………..............................…Ajeng Dian Hermayasari

dianggap memberikan respon yang baik terhadap penghambatan dan penurunan jumlah bakteri
Staphylococcus aureus.

KESIMPULAN

1. Pelapisan lilin sarang lebah antar perlakuan konsentrasi memberikan pengaruh yang relatif sama
terhadap jumlah bakteri total dan bakteri Staphylococcus aureus pada dendeng sapi giling.

2. Konsentrasi lilin sarang lebah yang paling baik untuk menekan pertumbuhan jumlah bakteri total dan
bakteri Staphylococcus aureus berada pada konsentrasi 20%, dimana jumlah bakteri total terendah adalah
33,30 x 103 cfu/gram dan bakteri Staphylococcus aureus terendah adalah 3,83 x 102 cfu/gram.

SARAN

Penggunaan sarang lebah yang dicairkan menjadi lilin perlu dilakukan pengolahan khusus serta
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi kimia dari lilin sarang lebah. Selain itu, dendeng
pasaran yang diuji jika dilihat dari jumlah bakteri Staphylococcus aureus tidak layak untuk dikonsumsi
oleh masyarakat.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Mikrobiologi dan Penanganan Limbah
Peternakan atas bimbingan dan masukan yang diberikan kepada penulis dan juga kepada pihak-pihak
yang telah membantu penulis untuk penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

BSNI. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan No: 7388-2009. Dewan Standardisasi
Nasional. Jakarta

Cowan, S.T., K.J. Steel, G.J. Barrow, and R.K.A. Feltham. 1974. Cowan and Steel’s Manual for the
Identification of Medical Bacteria. Cambridge: Cambridge University Press.

Cuq, B., Gontard, N. and Guilbert, S. 1995. Edible films and coatings as active layers.In: Active Food
Packaging (M. L. Rooney, ed.), pp. 1 1 1-142. Blackie Academic and Professional,
Glasgow, UK.

Dwijoseputro, Ratna S., 1998. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. P.T. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Ellin Harlia dan Denny Suryanto. 2010. Keamanan Dendeng Giling yang dijual di Pasar Tradisional
ditinjau Dari Cemaran Bakteri Patogen. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang.

Fachrudin, L. 1997. Membuat Aneka Dendeng. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Fardiaz, Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor

Gaman P.M dan K.B. Sherrington. 1995. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan
Mikrobiologi. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

7|2015
Pengaruh Lilin Sarang Lebah…………………..............................…Ajeng Dian Hermayasari

Garcia, M.A., Ferrero, C., Bertola, N., Martino, M. dan Zaritzky, N. 2002. Edible coating from cellulose
derivatives to reduce oil uptake in fried products. Innovative Food Science and Emerging
Technologies 3.

Goldman L, Green HL. 2009. Practical Handbook of Microbiology. CRC Press, 2nd edition .

Ismed, Suhaidi. 2008. Pelapisan Lilin Lebah Untuk Mempertahankan Mutu Buah Selama Penyimpanan.
Departemen Teknologi Pertanian FP USU Medan.

Krochta, J.M. and De Mulder-Johnston C.1997. Edible and Biodegradable Polymer


Films:Challenges and Opportunities. Food Technol., 51(2):61-74.

Pietta PG, Gardana C, dan Pietta AM. 2002. Analytical Methods for Quality Control of Propolis.
Fitoterapia 73 Suppl 1 ; S7-20.

Sabir, A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona spp Terhadap Bakteri Streptococcus
mutans (in vitro). Majalah Kedokteran Gigi (Dentistry). Vol 38 No3.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan V. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soekarto T. Soewarno. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standardisasi Mutu Pangan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Tederko A., 1995. Edible food packages. Przem. Spoż., 343–345.

Warsa, U.C. 1994. Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran.Edisi Revisi. Jakarta
: Penerbit Binarupa Aksara. hal. 103-110.

8|2015

Anda mungkin juga menyukai