MANAJEMEN KEPERAWATAN
Kelompok 7:
Santika Oktaviany
Sri Mariaty
Suhartina
Tari Oktaviani
PEKANBARU
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke Tuhan YME, yang telah memberikan
kekuatan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan makalah penulis
susun yang berjudul “RT 5Manajemen Keperawatan” dengan tepat waktu.
Adapun maksud dibuatnya makalah ini, tidak lain adalah untuk memenuhi tugas
kelompok Manajemen Keperawatan . Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca kepada penulis agar penulis lebih baik lagi kedepannya.
Sebelumnya penulis memohon maaf kepada seluruh pembaca terutama Ibu Ns.
Yurea Nita , M. Kep selaku dosen Manajemen Keperawatan dikelas IV A,
sekaligus penilaian makalah ini jika ada kesalahan arti atau kurang dapat
dimengerti. Penulis sangat berharap makalah yang dibuat dapat memberikan
manfaat kepada seluruh pembaca dan memberikan kesadaran akan pentingnya
pelajaran dalam hubungannya dimasa sekarang maupun yang akan datang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan tempat pengobatan dan sarana pelayanan kesehatan
yang menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat. Infeksi yang didapat
dari rumah sakit disebut Health Associated Infection (HAIs) karena kerentanan
terhadap invasive agen mikroorganisme parasit atau infeksisus yang tumbuh
menyebabkan sakit. Data survey Health Associated Infections (HAIs) dirumah
sakit dapat digunakan sebagai tolak ukur/ standar pelayanan minimal
pencegahan infeksi pelayanan minimal pencegahan infeksi dalam
meningkatkan pelayanan medis (Adawiyah, 2020).
Flebitis adalah peradangan vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik yang ditunjukkan adanya tanda kemerahan, nyeri dan bengkak
didaerah penusukan atau sepanjang pembuluh darah vena. Komplikasi yang
sering terjadi diruang rawat inap terkait terapi IV pada pasien yang disebut
feblitis. Pengendalian HAIs baik itu pada tindakan pemasangan infuse maupun
tindakan invasive lainnya dikatakan berhasil tidak ditentukan oleh perilaku
petugas dalam melaksanakan perawatan klien secara benar. Dalam pelayanan
yang diberikan secara interdependen tidak terlepas dari kepatuhan perilaku
perawat professional dalam setiap tindakan procedural dirumah sakit yang
bersifat invasive seperti halnya pemasangan infuse (Lestari, 2015).
Kontaminasi infuse dapat terjadi selama pemasangan kateter intravena
sebagai akibat dari cara kerja yang tidak sesuai prosedur serta pemakaian yang
bterlalu lama. Pemasangan insu tidak boleh lebih dari 72 jam kecuali untuk
penanganan darah. Apabila terjadi flebitis, maka pemberian terapi intravena
harus dihentikan dan pasang selang infus yang baru kedalam vena yang lain.
Berikan kompres hangat, lembab dan panas pada tempat yang terjadi flebitis,
ini akan mengurangi rasa nyeri pada pasien. Flebitis berpotensi
membahayakan, karena bekuan darah (tromboflebitis) dapat terjadi dan pada
beberapa kasus dapat menyebabkan pembentukan emboli. Pencegahan dari
1
para ahli dalam (Potter P.P, 2005) yaitu mencegah flebitis akibat factor
bacterial. Petunjuk yang disarankan yaitu lebih kepada teknik aseptic,
perawatan bagian infuse, dan kebersihan tangan. Tindakan aseptic dan selalu
waspada. Aseptik merupakan upaya pencegahan infeksi akibat masuknya
bakteri kedalam tubuh. Aseptik sebagai prinsip pada setiap tindakan yang
memberikan manipulasi pada daerah infuse.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah yang
didapat terkait Evidance Based Practice (EBP) terkait Manajemen
Keperawatan.
C. Tujuan
Untuk mengintegrasikan hasil penelitian yang berhubungan dengan
Manajemen Keperawatan yang terbaru dan terkini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Berdasarkan peneltian oleh fazrinnor dalam (Noviana et al., 2021)
menyatakan bahwa penting adanya pengawasan lansung dari supervisor
agar pelaksanaan tindakan keperawatan tetap berjalan sesuai dengan
standar di rumah sakit. Standar keberhasilan program melalui fungsi
pengawasan yang dijabarkan dalam bentuk tujuan, lankah kerja dan
lainnya sebagai nahan perbandingan antara hasil yang dicapai oleh
bawahan. Seorang supervisor sangat berperan dalam pelayan
keperawatan, termasuk kegiatan koreksi dan perbaikan utu pelayanan.
Fungsi pengawasan dalam penerapannya digunakan patokan berupa
input, proses, output, dan outcome yang dijabarkan pada dasasaran atau
langkah kerja dengan tujuan agar dapat diefisiensikan penggunaan
sumber daya. Dan tujuan program yang efektif dapat dicapai dengan
tugas-tugas para staf menurut Anwar 2016 dalam (Noviana et al., 2021).
2. Pengawasan di ruangan
Pengawasan diruang rawat inap dilaksanakan oleh kepala ruang yang
bertugas sebagai pengawas dan melakukan komunikasi langsung
terhadap ketua maupun anggota tim pelaksana untuk mengevaluasi hasil
kerja dan melakukan perbandingan terhadap perencanaan yang telah
dibuat, serta mempervbaiki kelemahan-kelemahan yang ditremukan pada
saat itu. Supervisi manajemen keperawatan merupakan suatu pengamatan
yang dilakukan sebagai sarana untujk mengetahui kesalahan diawal agar
dapat diperbaiki atau dimodifikasi secara langsung sesuai dengan
ketentuan pekerjaan yang telah disepakati bersama(Noviana et al., 2021).
Pengawasan supervisor akan berpengaruh terhadap penerapan patient
safety . menurut peneliti, seakin tinggi motivasi perawat dalam peneapan
patient safety. semakin tinggi juga keingintahuan dari seseorang perawat
untuk menjaga keselamatan pasien terutama dalam mencegah agar tidak
terjadi flebitis.
a. Patient safety
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cedera
4
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
b. Tujuan Patient Safety
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di Rumah Sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahansehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan
5. Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan
pengunjung
6. Memberikan pelayanan yang efektif dan efisien .
c. Prinsip Patient Safety
1. Kesadaran (awareness) tentang nilai keselamatan pasien di rumah
sakit.
2. Komitmen memberikan pelayanan kesehatan berorientasi patient
safety.
3. Kemampuan mengidentifikasi faktor resiko penyebab insiden
terkait patient safety.
4. Kepatuhan pelaporan insiden terkait patient safety.
5. Kemampuan berkomunikasi yang efektif dengan pasien tentang
paktor resiko penyebab incident terkait patient safety.
6. Kemampuan mengidentifikasi akar masalah penyebab insiden
terkait patient safety.
7. Kemampuan memanfaatkan informasi tentang kejadian yang
terjadi untuk mencegah kejadian berulang.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata 32,17 (75%) dan dikatakan
baik karena melebihi nilai medianya dengan melihat modusnya yaitu 32 dan
nilai rata-rata 12,98 dari nilai median 13,00 (72,2 dari nilai tertinggi ) dan
modusnya yaitu 12. Simpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang
bermakna antara fungsi pengawasan supervisor dengan pengetahuan perawat
dalam pencegahan flebitis di Rumah Sakit Daerah Idaman Kota Banjarbaru
dengan nilai p value 0, 00002 ; r = 0,451 yang korelasinya memiliki kekuatan
sedang dan hubunganya memiliki arah positif. Dengan demikian jika
pengawasan dari supervisor makin baik maka makin tinggi pengetahuan
perawat dalam mencegah flebitis pada ruang rawat inap, begitu pula
sebaliknya.
B. Saran
Semoga untuk kedepannya diharapkan agar makalah ini bermanfaat bagi
mahasiswa dan pembaca
6
DAFTAR PUSTAKA
Noviana, F., Pertiwiwati, E., & Rizany, I. (2021). Fungsi Pengawasan Supervisor
Dengan Pengetahuan Perawat Dalam Pencegahan Flebitis. 4(1).
7
Artikel Penelitian
Corresponding author:
Fitria Noviana
fitria.noviana1@gmail.com
Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 4 No 1, Mei 2021
DOI: http://dx.doi.org/10.32584/jkmk.v4i1.730
e-ISSN 2621-5047
Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 4 No 1, Mei 2021
mekanik yang ditunjukkan adanya tanda tubuh. Aseptik sebagai prinsip pada setiap
kemerahan, nyeri dan bengkak di daerah tindakan yang memberikan manipulasi
penusukan atau sepanjang pembuluh darah pada daerah infus. Studi melaporkan
vena (Komariah Abdullah, 2014). stopcock yang digunakan sebagai jalan
Komplikasi yang sering terjadi di ruang pemberian obat, pemberian cairan infus
rawat inap terkait terapi IV pada pasien atau pengambilan sampel darah merupakan
yang disebut flebitis. Peradangan pada vena jalan masuk kuman. Dianjurkan untuk
superfisial karena iritasi di pembuluh darah melakukan rotasi infus atau penggantian
disebut flebitis (Kurniadi, 2013). Menurut posisi infus setiap 48-72 jam untuk
(Lubis, 2004) pengendalian HAIs baik itu membatasi potensi terjadinya infeksi oleh
pada tindakan pemasangan infus maupun mikroorganisme. Pencegahan flebitis dapat
tindakan invasif lainnya dikatakan berhasil dilakukan dengan aseptic dressing setiap 24
tidak ditentukan oleh kecanggihan alat yang jam dengan penggantian kasa steril (Lubis,
ada, tapi ditentukan oleh perilaku petugas 2004).
dalam melaksanakan perawatan klien
secara benar. Dalam pelayanan yang Pengetahuan/kognitif adalah hasil dari
diberikan secara interdependen tidak informasi yang didapat melalui
terlepas dari kepatuhan perilaku perawat penginderaan tertentu. Pengetahuan
profesional dalam setiap tindakan menjadi suatu domain yang penting agar
prosedural di rumah sakit yang bersifat terbentuknya tindakan seseorang
invasif seperti halnya pemasangan infus (Fazrinnor, 2018). Perilaku akan lebih awet
(Lestari, 2015). bilaada pengetahuan yang mendasarinya,
sebaliknya perilaku akan kurang awet bila
Kontaminasi infus dapat terjadi selama tidak ada pengetahuan yang mendasarinya.
pemasangan kateter intravena sebagai Ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu
akibat dari cara kerja yang tidak sesuai mengenal (know), memahami
prosedur serta pemakaian yang terlalu (Comprehension), aplikasi (application),
lama. Pemasangan infus tidak boleh lebih penyelidikan (analysis), penyusunan
dari 72 jam kecuali untuk penanganan (synthesis), evaluasi (evaluation) (Hidayat,
darah. Apabila terjadi flebitis, maka 2008). Pentingnya perilaku (over behavior)
pemberian terapi intravena harus pada seseorang yang terbentuk didasari
dihentikan dan pasang selang infus yang oleh pengetahuan yang bersifat lama
baru ke dalam vena yang lain. Berikan (Kepmenkes, 2010).
kompres hangat, lembab dan panas pada
tempat yang terjadi flebitis, ini akan Fungsi pengawasan dalam penerapannya
mengurangi rasa nyeri pada pasien. digunakan patokan berupa input, proses,
output, dan outcome yang dijabarkan
Flebitis berpotensi membahayakan, karena padasasaran atau langkah kerja dengan
bekuan darah (tromboflebitis) dapat terjadi tujuan agar dapat diefesiensikan
dan pada beberapa kasus dapat penggunaan sumber daya, dan tujuan
menyebabkan pembentukan emboli (Lubis, program yang efektif dapat dicapai dengan
2004). Pencegahan flebitis dari para ahli tugas-tugas para staf (Anwar, 2016).
dalam (Potter P. P., 2005) yaitu : Mencegah Pengawasan di ruang rawat inap
flebitis akibat faktor bakterial. Petunjuk dilaksanakan oleh kepala ruang yang
yang disarankan yaitu lebih kepada teknik bertugas sebagai pengawas dan melakukan
aseptik, perawatan bagian infus, dan komunikasi langsung terhadap ketua
kebersihan tangan.tindakan aseptik dan maupun anggota tim pelaksana untuk
selalu waspada. mengevaluasi hasil kerja dan melakukan
perbandingan terhadap perencanaan yang
Aseptik merupakan upaya pencegahan telah dibuat, serta memperbaiki
infeksi akibat masuknya bakteri ke dalam kelemahan-kelemahan yang ditemukan
Fitria Noviana / Fungsi Pengawasan Supervisor Dengan Pengetahuan Perawat Dalam Pencegahan Flebitis
Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 4 No 1, Mei 2021
pada saat itu (Suddarth, 2002). Supervisi penggantian lokasi infus. Penelitian ini
manajemen keperawatan merupakan suatu bertujuan untuk mengetahui hubungan
pengamatan yang dilakukan sebagai sarana fungsi pengawasan supervisor dengan
untuk mengetahui kesalahan di awal agar pengetahuan perawat dalam pencegahan
dapat diperbaiki atau dimodifikasi secara flebitis di ruang Rawat Inap RSD Idaman
langsung sesuai dengan ketentuan Kota Banjarbaru.
pekerjaan yang telah disepakati bersama
(Medik, 2005). Seorang supervisor sangat METODE
berperan dalam pelayanan keperawatan,
termasuk kegiatan koreksi dan perbaikan Penelitian ini dirancang dengan
mutu pelayanan keperawatan (Budi, 2017). menggunakan non-eksperimen dengan
desain cross sectional. Penelitian ini
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh dilakukan di ruangan Rawat Inap RSD
peneliti di RSD Idaman Kota Banjarbaru Idaman Kota Banjarbaru dengan
pada Oktober 2018 dengan data angka mengambil 5 ruangan yaitu Ruang Nuri,
kejadian flebitis periode Januari s/d Mei Ruang Kenari, Ruang Kasuari, Ruang Camar,
tahun 2018 terjadi peningkatan dan Ruang Merak, dan Ruang VIP Murai.
penurunan dengan standar 10%. Dari bulan Populasi yang diambil sebanyak 101.
Januari s/d Maret 2018 terjadi peningkatan,
pada bulan Januari yaitu sebanyak 3% yang Teknik pengambilan sampel menggunakan
mengalami flebitis, meningkat pada bulan probability sampling dengan jenis stratified
Februari sebanyak 4,8 %, dan mengalami random sampling dan sesuai dengan kriteria
peningkatan kembali pada bulan Maret inklusi yakni perawat pelaksana yang
sebanyak 5 %. Pada bulan April sebanyak bersedia menjadi responden di RSD Idaman
2,2%, dan di bulan Mei terjadi penurunan Kota Banjarbaru, perawat pelaksana yang
kembali yaitu 1,2%. Departemen Kesehatan bekerja pada ruangan rawat inap RSD
Republik Indonesia menetapkan bahwa Idaman Kota Banjarbaru, dan Perawat
salah satu indikator mutu pelayanan adalah pelaksana minimal 1 tahun kerja. Sampel
angka kejadian HAIs yang rendah, yaitu di didapatkan dari hasil perhitungan slovin
bawah 8% (Moniung, 2016). yaitu 81 perawat pelaksana di ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Daerah Idaman Kota
Hasil wawancara dengan supervisor Banjarbaru.
ruangan yaitu mereka mengatakan dengan
melakukan pengawasan laporan insiden Data dalam penelitian ini diambil dengan
yang terjadi di setiap tindakan, melakukan memberikan kuesioner A yaitu data
pembahasan terhadap permasalahan yang demografi dari perawat pelaksana,
terjadi di ruangan, melakukan pelaporan kuesioner B fungsi pengawasan supervisor
setiap ada kejadian flebitis lalu diserahkan yang sudah dimodifikasi dari Yuswardi,
ke PPI. Supervisi adalah salah satu fungsi (Anwar, 2016) sebanyak 8 pernyataan dan
dari pengawasan serta pengarahan yang kuesioner C yaitu pengetahuan perawat
bertujuan dapat menunjang kualitas dalam pencegahan flebitis yang dibuat
pelayanan di dalam keperawatan dengan sendiri oleh peneliti dengan jumlah
cara menjaga suatu program dapat berjalan sebanyak 18 pertanyaan dengan hasil uji
dengan baik dan lancar (Muninjaya, 2011). expert yaitu 1.
Hasil wawancara dari 10 perawat, dari 7 Uji analisis pada penelitian ini
orang perawat mengatakan pencegahannya menggunakan korelasi Spearman.
yaitu dengan melakukan perawatan daerah Penelitian ini telah dinyatakan layak
infus dan penggantian lokasi pemasangan berdasarkan surat kelayakan etik penelitian
infus, memonitor infus setiap hari dan 3 (ethical clearance) dari Komisi Etik
orang mengatakan dengan melakukan Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran
Fitria Noviana / Fungsi Pengawasan Supervisor Dengan Pengetahuan Perawat Dalam Pencegahan Flebitis
Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 4 No 1, Mei 2021
Universitas Lambung Mangkurat dengan dan kekuatan individu dalam berfikir logis
No. 555/KEPK-FK UNLAM/EC/X/2019. dan bekerja dipengaruhi oleh usia (Potter P.
P., 2005). Meskipun usia telah matang serta
HASIL pengalaman yang banyak, tidak menjamin
seorang perawat terampil dalam terapi
Tabel 1 menunjukkan adanya jenis kelamin infus tanpa melakukan kegiatan-kegiatan
perempuan lebih banyak dibanding laki- untuk meningkatkan pengetahuannya,
laki. Perawat perempuan yaitu 44 orang terutama hasil evidence based sehingga
(54,3%) dan perawat laki-laki 37 orang perawat diharapkan bisa menerapkan
(45,7%). Profesi keperawatan lebih banyak prosedur pemasangan dan perawatan infus
diminati oleh perempuan, karena pekerjaan dengan baik (Potter P. P., 2005). Masa kerja
dan masalah-masalah yang ada pada profesi responden yaitu rata-rata 4,88 tahun
keperawatan lebih mengutamakan rasa dengan rentang 1-25 tahun. Pengalaman
empati yang lebih tinggi dan rasa keibuan. dari kehidupan sehari-hari dapat
mempengaruhi proses berfikir seseorang
Pada jenjang karir terbanyak adalah PK I secara kritis dan berperilaku (Qalbia
sebesar 61 orang (75,3%) dan terendah Muhammad Nur, 2013). Lama kerja serta
adalah PK III sebesar 7 orang (8,6%). pengalaman bisa berpengaruh terhadap
Menurut penelitian Rizany dkk (2019) kinerja. Sumber daya manusia menjadi
menjelaskan bahwa jenjang karier faktor individu untuk menetapkan tujuan
merupakan tingkat kompetensi perawat dan targetnya untuk menuju jenjang karir
dalam intervensi keperawatan yang yang lebih tinggi. Untuk mencapai jenjang
dilatarbelakangi dengan pendidikan atau yang tinggi pengetahuan sangat diperlukan
masa kerja. (Rizany I., 2019). Semakin lama seseorang
bekerja maka mempunyai keterampilan
Pada pendidikan didapatkan bahwa jenjang yang banyak dan pengalaman yang banyak
pendidikan yang terbanyak adalah DIII pula dalam melaksanakan pekerjaan
Keperawatan sebesar 53 responden (Rojas-sánchez, 2015). Nilai median fungsi
(65,4%) dengan pendidikan jumlah pengawasan supervisor pada ruangan
terendah adalah S1 Keperawatan yaitu 6 rawat inap Rumah Sakit Daerah Idaman
responden (7,4%). Meskipun tingkat Kota Banjarbaru dengan jumlah responden
pendidikan tinggi, keterampilan perawat 81 sebesar 32,00 (75% dari nilai tertinggi),
dalam terapi infus tidak terjamin tanpa dengan nilai yang paling sering muncul
adanya kegiatan-kegiatan untuk yaitu 32 serta skor pernyataan terendah
mengembangkan pengetahuannya yaitu 11 dan tertinggi 40 dengan standar
(Notoatmodjo S. , 2010). Setiap pekerjaan deviasi 5,869.
memerlukan keterampilan dan
pengetahuan yang didukung dengan Hasil penelitian menunjukan median dari
pelatihan dan pendidikan (Nursalam, fungsi pengawasan supervisor yaitu 32,00
2011). (75% dari nilai tertinggi) dari hasil tersebut
dapat dikatakan baik, karena melebihi nilai
Hasil penelitian menjelaskan tentang rata- dari median atau nilai tengahnya.
rata usia responden yaitu 29,67 tahun,
dengan usia terbanyak yaitu 25 tahun serta Nilai median pengetahuan perawat dalam
usia lebih muda yaitu 23 tahun dan usia pencegahan flebitis pada ruangan rawat
lebih tua yaitu 45 tahun. Hasil penelitian inap Rumah Sakit Daerah Idaman Kota
oleh (Widaningsih, 2016) didapatkan Banjarbaru dengan jumlah responden 81
rentang umur perawat berkisar 21-56 sebesar 13,00 (72,2 dari nilai tertinggi)
tahun merupakan usia yang dapat dengan nilai yang paling sering keluar yaitu
menentukan kemampuan individu dalam 12 serta skor pertanyaan terendah yaitu 9
mengambil keputusan. Tingkat kematangan dan tertinggi 17 dengan standar deviasi
Fitria Noviana / Fungsi Pengawasan Supervisor Dengan Pengetahuan Perawat Dalam Pencegahan Flebitis
Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 4 No 1, Mei 2021
Fitria Noviana / Fungsi Pengawasan Supervisor Dengan Pengetahuan Perawat Dalam Pencegahan Flebitis
Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 4 No 1, Mei 2021
Fitria Noviana / Fungsi Pengawasan Supervisor Dengan Pengetahuan Perawat Dalam Pencegahan Flebitis
Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 4 No 1, Mei 2021
oleh (Wayunah, 2013) menyatakan bahwa Pemasangan Infus Sesuai Standar Prosedur
pengetahuan perawat dipengaruhi oleh Operasional.
pengalaman kerja. Fazrinnor. (2018). Hubungan Pelaksanaan Supervisi
Oleh Supervisor Dengan Penerapan Patient
Safety Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rsud Ulin
SIMPULAN
Banjarmasin.
Hasil penelitian ini menunjukan nilai rata- Hidayat, A. A. (2008). Metode Penelitian Keperawatan
dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta: Salemba
rata 32,17 (75%) dan dikatakan baik karena Medika.
melebihi nilai mediannya dengan melihat
modusnya yaitu 32 dan nilai rata-rata 12,98 Kepmenkes, R. (2010). Pedoman Teknis Sarana dan
Prasarana Rumah Sakit Kelas C. Jakarta.
dari nilai median 13,00 (72,2 dari nilai
tertinggi) dan modusnya yaitu 12. Simpulan Komariah Abdullah, A. I. (2014). Hubungan
Pengetahuan, Motivasi, dan Supervisi dengan
dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan Kinerja Pencegahan Infeksi Nosokomial Di
yang bermakna antara fungsi pengawasan Rsud Haji Makassar.
supervisor dengan pengetahuan perawat
Kurniadi, A. (2013). Manajemen Keperawatan dan
dalam pencegahan flebitis di Rumah Sakit Prospektifnya, Teori dan Aplikasi. Jakarta :
Daerah Idaman Kota Banjarbaru dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
nilai p value 0,00002; r = 0,451 yang
Lestari, T. (2015). Kumpulan Teori Untuk Kajian
korelasinya memiliki kekuatan sedang dan Pustaka Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
hubungannya memiliki arah positif. Dengan Nuha Medika.
demikian jika pengawasan dari supervisor Lubis, C. P. (2004). Infeksi Nosokomial Pada
makin baik maka makin tinggi tingkat Neonatus, Bagian Kesehatan Anak. Fakultas
pengetahuan perawat dalam mencegah Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
flebitis pada ruangan rawat inap, begitu Medik, D. R. (2005). Pedoman Pengelolaan Rekam
pula sebaliknya. Medis Rumah Sakit di Indonesia (1 ed.).
Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat
UCAPAN TERIMAKASIH Jendral Pelayanan Medik.
Moniung, F. R. (2016). Hubungan Lama Kerja dengan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Sop
responden yang telah ikut serta Pemasangan Infus di RSU Gmim Pancaran
Kasih Manado. 4.
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Muninjaya, G. (2011). Manajemen Kesehatan (3 ed.).
REFERENSI Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan dan Ilmu
Adawiyah, R. (2020). Hubungan Peran Supervisor Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
dengan Kualitas Pendokumentasian Asuhan Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan, Aplikasi
Keperawatan Sesuai SNARS di RSD Idaman Dalam Praktik Keperawatan Profesional (3
Kota Banjarbaru. Banjarbaru. ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Amalia AW & Hariyati, R. S. (2013). Hubungan Potter, P. P. (2005). Fundamental Keperawatan :
Karateristik Perawat dengan Pengetahuan Konsep, Proses dan Praktik. (S. Devi Yulianti,
Perawat tentang Proses Keperawatan dan Penyunt.) Jakarta: EGC.
Diagnosis Nanda. Jakarta : FK UI.
Qalbia Muhammad Nur, H. N. (2013). Hubungan
Anwar. (2016). Hubungan Fungsi Manajemen Motivasi Supervisi Terhadap Kinerja Perawat
dengan Penerapan Patient Safety Culture di Pelaksana Dalam Menerapkan Patient Safety
Rumah Sakit Umum Dr. Zaenoel Abidin Banda di Rawat Inap RS Universitas Hasanuddin.
Aceh. Idea Nursing Journal .
Rizany I., R. T. (2019). The Impact of Nurse Scheduling
Arsad, S. (2018). Kepemimpinan & Manajemen Management on Nurses’ Job Satisfaction in
Keperawatan,. Jakarta: Bumi Medika. Army Hospital: A Cross-Sectional Research.
Bachtiar, S. S. (2009). Manajemen Keperawatan SAGE Open , 1-9.
dengan Pendekatan Praktik. Jakarta: Erlangga. Rojas-sánchez, L. Z.-f. (2015). Incidence and factors
Budi, D. A. (2017). Hubungan Kualitas Supervisi associated with the development of phlebitis :
dengan Kepatuhan Perawat melakukan results of a pilot cohort study.
Fitria Noviana / Fungsi Pengawasan Supervisor Dengan Pengetahuan Perawat Dalam Pencegahan Flebitis
Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 4 No 1, Mei 2021
Fitria Noviana / Fungsi Pengawasan Supervisor Dengan Pengetahuan Perawat Dalam Pencegahan Flebitis