Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEPESANTRENAN
(PESANTREN DAN ASWAJA)

Dosen Pengampu :
( Muhammad Najib, S.PD, M.PD.I )

Oleh :
Muhammad Masnukh
Fitri Setyowati

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) QOMARUDDIN GRESIK


TAHUN AKADEMIK 2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayahnya penulis dapat menyeselsaikan makalah ini yang berjudul “Pesantren dan Aswaja”
dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah memberikan
tugas ini kepada penulis, dengan ini penulis bisa mengetahui dan mengerti Pesantren dan
Aswaja. Tak lupa kepada semua pihak yang bersangkutan, penulis ucapkan terima kasih,
karena telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pihak pembaca penulis perlukan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca unutuk menambah pengetahuan.

Gresik, 30 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
2.1. Prinsip Prinsip Aswaja.................................................................................3
2.2. Menifestasi Atau Penerapan Prinsip Aswaja................................................5
BAB III PENUTUP..........................................................................................................14
3.1. Kesimpulan................................................................................................14

Daftar Pustaka..................................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dunia pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam dimana


didalamnya belajar ilmu agama. Seperti kitab-kitab kalasik, dan kitab-kitab syariat
lainnya. Dan pada perkembangannya pondok pesantren mengalami kemajuan
yang tidak hanya berkutat pada pengkajian agama atau kitab-kitab klasik,
Melaikan pengajaran tentang ilmu-ilmu pengetahuan umum modern yang sudah
diperkenalkan termasuk teknologi.
Adanya berbagai macam bidang kemajuan keilmuan yang diadopsi oleh
pesantren tetap menjadi perhatian dan pengawasan pesantren, karena hal ini perlu
dilakukan oleh pesantren untuk mengantisipasi adanya masalah, utamanya dalam
menyaring dampak negatif keilmuan-keilmuan modern yang akan merusak citra
pondok pesantren itu sendiri, sehingga pemprogramannyapun dibatasi dan hanya
sebagai kepentingan tertentu saja.
Sehubungan dengan hal tersebut pondok pesantren tidak hanya sebagai
wadah pengkajian ilmu agama islam melainkan juga sebagai wahana pemberdaya
umat. hal ini dikarenakan kemajuan pondok pesantren dari masa ke masa, Seperti
yang kita ketahui bersama bahwa visi dan misi pondok pesantren bukanlah rahasia
publik akan tetapi fungsi maupun peran pesantren memanglah benar sebagai
pemberdaya umat baik dari berbagai bidang seperti; syi’ar keagamaan (dakwah)
pengkajian kitab, sejarah, seni budaya, ilmu pengatahuan alam, astronomi,
teknologi, olahraga, politik, bidang ekonomi, dan lain sebagainya.
Sampai sekarang masih banyak pondok pesantren yang menganut paham
Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Dengan latar belakang diatas serta rumusan masalah
yang diambil diharapkan menjadikan titik temu bukti terhadap adanya judul
makalah diatas.
.

1
1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa saja prinsip-prinsip aswaja?


2.      Bagaimana cara menifestasi atau penerapan prinsip aswaja?

1.3  Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui prinsip-prinsip aswaja.


2.      Mengetahui cara menifestasi atau penerapan prinsip aswaja.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prinsip-prinsip Aswaja


Di Indonesia penyebaran Aswaja  dikembangkan oleh NU dan memiliki
lima prinsip dasar yang menjadi paradaigma keagamaan warga NU.

Pertama, prinsip al-tawassuth, yaitu jalan tengah, tidak ekstrem kanan atau kiri.
Dalam paham Ahlussunnah Wal Jamaah, baik bidang hukum (syariah) bidang
akidah, maupun bidang akhlak, selalu dikedepankan prinsip tengah-tengah. Juga
di bidang  kemasyarakatan selalu menempatkan diri pada prinsip hidup
menjunjung tinggi keharusan berlaku adil, lurus di tengah-tengah kehidupan
bersama, sehingga ia menjadi panutan dan menghindari segala bentuk pendekatan
ekstrem.

Sikap moderasi Ahlussunnah Wal Jamaah tercermin pada metode pengambilan


hukum (istinbath) yang tidak semata-mata menggunakan nash, namun juga
memperhatikan posisi akal. Begitu pula dalam wacana berfikir selalu
menjembatani antara wahyu dengan rasio (al-ra’y). Metode (manhaj) seperti
inilah yang diimplementasikan oleh imam mazhab empat serta generasi lapis
berikutnya dalam menelorkan hukum-hukum pranata sosial/fikih.  Moderasi
adalah suatu ciri yang menegahi antara dua pikiran yang ekstrem; antara
Qadariyah (reewillisme) dan Jabariyah (fatalisme), ortodoks Salaf dan
rasionalisme Mu'tazilah, dan antara sufisme falsafi dan sufisme salafi.

Penerapan sikap dasar tawassuth dalam usaha pemahaman al-Qur’an dan al-
Hadits sebagai sumber ajaran Islam, dilakukan dalam rangka: (1) Memahami
ajaran Islam melalui teks mushhaf al-Qur’an dan kitab al-Hadits sebagai dokumen
tertulis; (2) Memahami ajaran Islam melalui interpretasi para ahli yang harus
sepantasnya diperhitungkan, mulai dari sahabat, tabi’in sampai para imam dan
ulama mu’tabar; (3) Mempersilahkan mereka yang memiliki persyaratan cukup

3
untuk mengambil kesimpulan pendapat sendiri langsung dari al-Qur’an dan al-
Hadits.

Kedua, prinsip tawazun, yakni menjaga keseimbangan dan keselarasan, sehingga


terpelihara secara seimbang antara kepentingan dunia dan akherat, kepentingan
pribadi dan masyarakat, dan kepentingan  masa kini dan masa datang. Pola ini
dibangun lebih banyak untuk persoalan-persoalan yang berdimensi sosial politik.
Dalam bahasa lain, melalui pola ini Aswaja ingin menciptakan integritas dan
solidaritas sosial umat.

Sikap netral (tawazun) Ahlussunnah Wal Jamaah berkaitan dengan sikap mereka
dalam politik. Ahlussunnah Wal Jamaah tidak selalu membenarkan kelompok
garis keras (ekstrem). Akan tetapi, jika berhadapan dengan penguasa yang lalim,
mereka tidak segan-segan mengambil jarak dan mengadakan aliansi. Dengan kata
lain, suatu saat mereka bisa akomodatif, suatu saat bisa lebih dari itu meskipun
masih dalam batas tawazun.

Ketiga, prinsip al-tasamuh, yaitu bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan,


terutama dalam hal-hal yang bersifat furu’iyah, sehingga tidak terjadi perasaan
saling terganggu, saling memusuhi, dan sebaliknya akan tercipta persaudaraan
yang islami (ukhuwah islamiyah). Berbagai pemikiran yang tumbuh dalam
masyarakat Muslim mendapatkan pengakuan yang apresiatif. Keterbukan yang
demikian lebar untuk menerima berbagai pendapat menjadikan Aswaja meimiliki
kemampuan untuk meredam berbagai konflik internal umat. Corak ini sanagt
tampak dalam wacana pemikiran hukum Islam. Sebuah wacana pemikiran
keislaman yang paling realistik dan paling banyak menyentuh aspek relasi sosial.

 Dalam diskursus sosial-budaya, Aswaja banyak melakukan toleransi terhadap


tradisi-tradisi yang telah berkembang di masyarakat, tanpa melibatkan diri dalam
substansinya, bahkan tetap berusaha untuk mengarahkannya. Formalisme dalam
aspek-aspek kebudayaan dalam Aswaja tidaklah memiliki signifikansi yang kuat.

4
Karena itu, tidak mengherankan dalam tradisi kaum Sunni terkesan wajah kultur
Syi'ah atau bahkan Hinduisme.

Sikap toleran Aswaja yang demikian telah memberikan makna khusus dalam
hubungannya dengan dimensi kemanusiaan secara lebih luas. Hal ini pula yang
membuatnya menarik banyak kaum muslimin di berbagai wilayah dunia.
Pluralistiknya pikiran dan sikap hidup masyarakat adalah keniscayaan dan ini
akan mengantarkannya kepada visi kehidupan dunia yang rahmat di bawah prinsip
ketuhanan.

Keempat, prinsip ta’adul (keseimbangan) Ahlussunnah Wal Jamaah terefleksikan


pada kiprah mereka dalam kehidupan sosial, cara mereka bergaul serta kondisi
sosial pergaulan dengan sesama muslim yang tidak mengkafirkan ahlul qiblat
serta senantiasa bertasamauh terhadap sesama muslim maupun umat manusia pada
umumnya.

Kelima, prinsip amar ma’ruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran). Dengan prinsip ini, akan timbul kepekaan dan
mendorong perbauatan yang baik/saleh dalam kehidupan bersama serta kepekaan
menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan kehidupan ke
lembah kemungkaran. Jika empat prinsip ini diperhatikan secara seksama, maka
dapat dilihat bahwa ciri dan inti ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah adalah pembawa
rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamain).

2.2 Menifestasi Atau Penerapan Prinsip Aswaja

Penerapan prinsip aswaja di dalam pondok pesantren bisa diartikan penerapan


prinsip aswaja dalam bidang pendidikan, ada beberapa prinsip aswaja dalam
pendidikan sebagai berikut :

5
A. Peran Aswaja Terhadap Pendidikan
Aswaja dalam bidang pendidikan islam sangat krusial/penting sekali
dikembangkan sebagai nilai pendidikan islam di Indonesia, disamping itu
pendidikan aswaja muncul karena kebutuhan masyarakat Indonesia, yaitu
pendidikan agama dan moral.
Hal diatas dapat dibuktikan dengan keadaan bangsa yang kita rasakan
sekarang, dewasa ini banyak anak cucu kita yang meniru budaya barat,
misalnya, berpakaian yang mengundang hawa nafsu, pergaulan bebas dll .
Hal itu membuktikan bahwasannya nilai agama dan nilai moral generasi
penerus bangsa ini melemah. Akan tetapi, permasalahan tersebut adalah
bagaimana jika para orang tua lemah dalam nilai-nilai agama dan moralitas.
Sehingga tak ada contoh bagi pemuda bangsa untuk memperbaiki moral?

Pendidikan Aswaja muncul sebagai jawaban dari pertanyaan diatas.


Pendidikan aswaja mempunyai kelebihan, salah satunya: pendidikan aswaja
tidak hanya ditujukan ke lembaga pendidikan saja namun juga di tujukan
kepada masyarakat luas, hal ini dapat memperkuat aspek agama maupun
moralitas masyarakat. Misalnya acara pengajian rutin yang di isi oleh ulama’ ,
hal itu sangat baik untuk meningkatkan nilai-nilai agama dalam masyarakat.
Hal lain yang istimewa dari pendidikan aswaja adalah: pendidikan yang
lebih dikonsentrasikan pada lembaga pendidikan islami atau dapat disebut
pondok pesantren. Hal itu dapat membantu kita selaku orang tua supaya anak
cucu kita dapat mengenal nilai-nilai agama dan moral.

B.  Tujuan Aswaja Terhadap Pendidikan

Pendidikan Aswaja baik di tingkat dasar maupun menengah bertujuan


untuk memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai paham Aswaja secara
keseluruhan kepada peserta didik, sehingga nantinya akan menjadi muslim
yang terus berkembang dalam hal keyakinan, ketakwaan kepada Allah Swt.,
serta berakhlak mulia dalam kehidupan individual maupun kolektif, sesuai

6
dengan tuntunan ajaran Islam Ahlussunnah Waljama’ah yang dicontohkan
oleh jama’ah, mulai dari sahabat, tabi’in, tabi’it dan para ulama dari generasi
ke generasi.

Tujuan aswaja sebenarnya adalah mengarahkan kepada pembentukkan


generasi baru (generasi yang beriman dan berpegang teguh  kepada ajaran-
ajaran Islam yang benar) yang mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW,
dimana generasi baru itu bekerja untuk memformat umat ini
dengan format Islam dalam semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, sarana
yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut terbatas pada perubahan
terbatas pada perubahan tradisi pada umumnya dan pembinaan para
pendukung dakwah agar komitmen dengan ajaran-ajaran Islam, sehingga
mereka menjadi teladan bagi orang lain dalam berpegang teguh kepada-Nya,
memelihara dan tunduk kepada hukum-hukum-Nya.
Serta agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada
dalam jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu
Wata’ala. Inilah yang akan mengantarkan  manusia kepada kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
Pengabdian kepada Allah Ta’ala merupakan esensi dari tujuan
pendidikan akhlak. Dan termasuk pengabdian kepada Allah Ta’ala adalah
berakhlaq mulia. Akhlaq seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya
mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an. Dan assunah
juga yang termasuk dalam tujuan pendidikan akhlaq adalah mencetak pribadi
yang berkarakter Islami yang menjalankan syari’at Islam sesuai dengan
sunnah Rosulullah Shoalllohu ‘alaihi Wasalam.
Pendidikan akhlaq dalam Islam berbeda dengan pendidikan-pendidikan
moral lainnya karena pendidikan akhlaq dalam Islam lebih menitik beratkan
pada hari esok. Dari sini tampak bahwa pendidikan akhlaq dalam Islam lebih
mengedepankan aspek pembentukan akhlaq.

7
C.  Pendidikan Berbasis Aswaja

Mata pelajaran muatan lokal pengembangannya sepenuhnya ditangani


oleh sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan penanganan secara
profesional dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya. Dengan
demikian di samping mendukung pembangunan daerah dan pembangunan
nasional, perencanaan, pengelolaan, maupun pelaksanaan muatan lokal
memperhatikan keseimbangan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Penanganan secara profesional muatan lokal merupakan tanggung jawab
pemangku kepentingan ( stakeholders) yaitu sekolah dan komite sekolah.
Muatan lokal terdiri dari beberapa macam, namun salah satunya adalah Ke-
Nu-An / Aswaja.
Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP
Ma’arif NU) telah menyelesaikan penyelerasan Kurikulum Aswaja dan ke-
NU-an sesuai dengan karakteristik Kurikulum 2013 (K-13). Kegiatan ini
sendiri dilaksanakan pada tanggal 13-15 Agustus 2014 di Bogor. Hadir dalam
kegiatan perwakilan dari Pengurus Wilayah LP Ma’arif NU Jawa Timur,
Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Lampung.
Penyelarasan kurikulum Aswaja ini dinilai sangat penting, disamping
untuk mewujudkan proses pembelajaran yang lebih baik, juga diharapkan
akan mendorong Kemenag RI untuk memberikan pengakua secara tertulis
bahwa Aswaja sebagai muatan lokal yang diajarkan di lingkungan Nahdlatul
Ulama.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Sekretaris Pengurus Pusat LP
Ma’arif NU, Zamzami, S.Ag., M.Si, “Nanti kita akan dorong Kemenag RI
untuk memberikan pengakuan secara tertulis Kurikulum Aswaja dan ke-NU-
an ini sebagai muatan lokal di lingkungan Nahdlatul Ulama,”.

Pada tahun ajaran ini, lanjut Zamzami, Kurikulum Aswaja dan ke-NU-
an sudah bisa diterapkan di seluruh madrasah dan sekolah LP Ma’arif NU

8
yang berjumlah kurang lebih 13 ribu unit. “Pendidikan Aswaja kami
harapkan akan berjalan semakin masif kedepannya.
Sekolah/madrasah memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar,
sebab di madrasah-lah seorang anak menghabiskan sebagian besar waktunya.
Madrasah merupakan tempat kedua setelah rumah, sebagaimana di dalamnya
berkumpul dengan berbagai anak dari berbagai latar belakang lingkungan dan
sosial, sehingga mereka membawa berbagai macam pemikiran, adat
kebiasaan dan karakter kepribadian juga menjelaskan dan
mentransformasikan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya.
Yang merupakan tugas atau peranan penting yang paling mendasar oleh
sebuah madrasah adalah mengimplementasikan ibadah kepada Alloh Azza
Wa Jala, juga meluruskan pemahaman yang salah dari segi akidah maupun
ibadahnya serta untuk menuai akhlaq yang mulia dan terpuji. Serta
mengosongkan seorang pembelajar dari kejahiliyahan dan pembangkangan
baik itu dari segi akidah, ibadah, akhlaq dan pemikirannya, menghiasinya
dengan pendidikan yang benar baik dari segi akidah, ibadah, akhlaq, dan
pemikirannya bukan sekedar teori tetapi dengan implementasi yang nyata.
Madrasah juga memiliki komponen-komponen yang mesti ada di
dalamnya, seperti: mu’alim (pendidik), metode pembelajaran, kegiatan
belajar, serta idaroh madrasah.

Macam- pendidikan antara lain:

1. Pendidikan Akidah

Pendidikan pertama yang harus diterima setiap pemuda muslim ialah


pendidikan akidah yang benar. Yaitu akidah Salafiyah yang dianut oleh
generasi salaf umat ini. Sebab Alloh Ta’ala telah menjadikan akidah para
sahabat sebagai standar akidah yang benar. Allah Ta’ala berfirman yang
artinya:
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya,
sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling,

9
Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah
akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.
Ibn Al-Qoyyim rohimahulloh mengatakan: “tauhid adalah perkara pertama
yang didakwahkan oleh para Rosul, persinggahan pertama di tengah jalan,
dan pijakan pertama yang menjadi pijakan orang yang melangkah kepada
Alloh ta’ala.
Jadi, setiap pendidik hendaknya tidak pernah membiarkan setiap kesempatan
berlalu tanpa membekali para anak didik dengan bukti-bukti yang
menunjukkan kepada Alloh Ta’ala, bimbingan-bimbingan yang bisa
memperkokoh iman, dan peringatan-peringatan yang bisa memperkuat aspek
akidah. Teknik pemanfa’atan kesempatan untuk memberikan nasihat-nasihat
keimanan ini adalah teknik yang dipillih oleh sang pendidik pertama
(Muhammad sholallohu ‘alaihi wasalam). Beliau selalu berusaha
mengarahkan para peserta didik untuk mengangkat dan memperkuat
keimanan dan keyakinan yang ada di dalam hati mereka.

2. Pendidikan Pemikiran

Yang dimaksud pendidikan pemikiran di sisni ialah mendidik generasi muda


Islam dengan pola pikir Salaf, menankan paham-paham yang benar di dalam
jiwa mereka, dan mengingatkan mereka agar waspada terhadap paham-paham
yang salah.
Sistem pendidikan pemikiran ini yang benar ini diharapkan akan
membuahkan pemuda-pemuda yang terdidik dengan pola pikir Salaf dan
mengikuti cara Salaf dalam memahami al-Qur’an dan Hadits.
Disamping itu mereka juga memiliki kekebalan terhadap pemikiran-
pemikiran salah yang ada di dunia Islam dan paham-paham yang
bertentangan dengan apa yang dianut oleh generasi Salaf.
Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “para pendidik harus mengajarkan
kepada para pembelajar semenjak remaja mengenai fakta-fakta berikut ini:

10
a). Islam adalah Din yang abadi dan berlaku dimana saja dan kapan saja.
b). Komitmen tinggi dan beristiqomah dalam mengamalkan hukum-hukum
Alloh akan meraih kejayaan.
c). Terbongkarnya perencanaan-perencanaan yang dirumuskan oleh musuh-
musuh Islam.
d). Terungkapnya fakta tentang peradabaan Islam yang selama kurun waktu
tertentu dalam sejarah pernah menjadi guru bagi seluruh isi dunia.
e). Para pembelajar harus mengetahui bahwa kita memasuki panggung
sejarah bukan dengan Abu Jahl dan Ubay bin khalaf. Kita memasuki
panggung sejarah dengan Rosul, Abu Bakr dan ‘Umar.

3. Pendidikan Iman.

Yang dimaksud pendidikan  iman  ialah upaya untuk menambah iman kepada
Alloh Ta’ala dan hari akhir, memperdalam makna iman, dan meningkatkan
kualitas hati sampai pada level dia dapat merasakan manisnya iman,
mencintai keta’atan kepada Alloh Ta’ala dan menjauhi kenakalan dan
kemaksiatan.

4. Pendidikan Akhlak

Menurut Ibnu Masykawaih, akhlaq adalah kondisi kejiwaan yang mendorong


manusia melakukan sesuatu tanpa pemikiran dan pertimbangan. Kondisi ini
terbagi menjadi 2 macam:
a). Kondisi alami yang berasal dari watak dasar seseorang.
b). Kondisi yang diperoleh melalui kebiasaan dan latihan. Kondisi ini
terkadang diawali dengan pertimbangan dan pemikiran, tetapi kemudian
berlanjut sedikit demi sedikit hingga menjadi tabi’at dan perangai.
Kondisi yang kedua inilah yang dimaksud dengan pendidikan akhlak.
Maksudnya mendidik generasi muda Islam dengan akhlak-akhlak yang mulia,
seperti jujur, amanah, istiqomah, itsar dan lain-lain.

11
5. Pendidikan Adab dan Sunnah Nabi Sholallohu ‘alaihi Wasalam

Salah saatu materi pendidikan yang harus diajarkan kepada generasi muda
Islam yang memiliki cita-cita membangun masyarakat muslim dan
mengembalikan khilafah Islamiyah menurut cara Nabi Sholallohu ‘alaihi
Wasalam ialah adab-adab dan sunnah-sunnah Nabi Sholallohu ‘Alaihi
Wasalam.Adab-adab itu banyak jumlahnya, ada adab-adab yang diterima
seorang muslim dirumah dan sekolahnya melalui suri tauladan yang baik.
Akan tetapi sekarang ini kita hidup di zaman mana suri tauladan yang baik
sulit ditemukan. Kini, sebagian besar rumah tangga muslim tidak
memilikinya dan menggantinya dengan adab-adab Barat dan nilai-nilai yang
diimpor dari peradaban Barat yang kafir.
Hal itu adalah akibat dari penyebaran piranti-piranti keji, seperti televisi yang
merusak banyak sekali nilai-nilai ke-islaman dan adab-adab yang diajarkan
Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasalam, membunuh rasa cemburu suami,
menghilangkan rasa malu wanita, dan membuat masyarakat muslim tidak
banyak berbeda dengan masyarakat Barat yang kafir.
Oleh karena itu, para praktisi pendidikan harus memperhatikan upaya-upaya
untuk menghidupkan nilai-nilai yang luhur dan adab-adab Islam, lalu
menyiarkan, menyebarluaskan dan mengajarkannya. Mudah-mudahan
AllohTa’ala berkenan memberkahi usaha-usaha tersebut dan menyelamatkan
anak-anak muslim dari terjangan banjir maksiat dan syahwat, dan segala
macam upaya untuk memalingkan dari Alloh Ta’ala.

6. Pendidikan Jasmani

Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “salah satu sarana pendidikan yang


paling efektif yang ditetapkan oleh Islam dalam mendidik individu-individu 
dalam masyarakat secara fisik dan menjaga kesehatan mereka adalah mengisi
waktu luang mereka dengan kegiatan-kegiatan jihad, latihan-latihan
ketangkasan dan olahraga setiap ada waktu dan kesempatan.

12
Hal itu mengingat agama Islam dengan prinsip-prinsipnya yang toleran dan
ajaran-ajarannya yang luhur telah menggabungkan antara keseriusan dan
kesantaian, atau dengan kata lain memadukan antara tuntunan ruhani dan
kebutuhan jasmani. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap
pendidikan jasmani dan perbaikan mental dengan intensitas yang sama
Dan ketika sudah menginjak usia aqil baligh, dia membutuhkan perhatian
yang besar dalam aspek pendidikan kesehatan dan pembentukan fisiknya.
Bahkan baginya lebih diutamakan mengisi waktu-waktu luangnya dengan
segala macam kegiatan yang menyehatkan badannya, menguatkan organ-
organ tubuhnya, dan memberrikan kesegaran dan kebugaran keseluruh
tubuhnya.
Hal itu disebabkan oleh 3 hal:
a). Banyaknya waktu luang yang dimilikinya.
b). Untuk melindunginya dari serangan berbagai macam penyakit.
c). Untuk membiasakannya dengan latihan-latihan olahraga dan kegiaatan-
kegiatan jihad.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Prinsip umum Ahlu Sunnah Wal Jama’ah mencakup Akidah, syari’ah,
akhlak, pergaulan antar golongan, kehidupan bernegara, kebudayaan dan dakwah.
Dari masing-masing point tersebut diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari
warga ahlus sunnnah wal jama’ah yang di Indonesia di akomodir oleh organisasi
kemasyarakatan Nahdhatul Ulama.
Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa pendidikan islam di indonesia dengan
nilai-nilai aswajanya harus mengoptimalkan perannya dalam pembentukan
karakter bangsa melalui pendidikan. Cita-cita luhur yang mengikuti sunah Nabi
Muhammad SAW, menciptakan generasi-generasi yang mandiri, manju, cakap,
dan beretika bisa dicapai dengan dengan baik. Hal ini sesuai dengan diutusnya
Rasulullah SAW ke muka bumi ini yaitu untuk menyempurnakan akhlaq, atau
dengan bahasa lain untuk mewujudkan pendidikan karakter yang arif, bijaksana
dan kontekstual. Ini menjadi tugas berat bagi kita sebagai orang yang beriman
untuk bersama-sama menjaga kelestarian ajaranajaran Rasulullah seiring
perubahan zaman. Semoga kita benar-benar perpegang teguh al-muhafadzatu ala
al-qadimis shalih wal akhdzu bi al-jadiidil ashlah dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan bernegara.
Disemua ajarah dan prinsip ahlus sunnnah wal jama’ah diatas mempunyai
cirri khas dalam mengimplementasikan setiap nilai-nilainya sesuai konteks yang
ada dalam kehidupan tanpa menghilangkan kultur dan ajaran yang telah ada.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Pemikiran KH. M. Tholhah Hasan dalam Seminar Publikasi PBNU tanggal


30 Desember 2003
2. FKI LIM, Gerbang Pesantren, Pengantar Memahami Ajaran Ahlussunnah wal
Jama’ah Kediri : Litbang Lembaga Ittihadul Muballigin PP. Lirboyo, 2010,
cet. 2.
3. http://www.maarif-nu.or.id/Warta/tabid/156/ID/2676/Kurikulum-2013-untuk-
Mata-Pelajaran-Aswaja-dan-ke-NU-an-Sudah-Siap-Diterapkan.aspx
4. Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal
Jama’ah,Surabaya: Pustaka elba, 2011
5. http://miftahudinaic.blogspot.com/2015/06/peran-aswaja-dalam-melestarikan-
nilai.html

15

Anda mungkin juga menyukai