BAjj
BAjj
TINJAUAN TEORITIS
Struktur tulang dari jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat
badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan fungsi
sistem moskuloskletal sangat bergantung pada sistem tubuh yang lain.
Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk
otak, jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang
kuat untuk menyangga struktur tubuh.
6
7
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-
selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit, dan osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensek-
resikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2%
substansi dasar (glukosaminoglikan, asam poli sakarida, dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam
mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat
dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit
matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak)
yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remodeling tulang.
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organik (hidup) dan
70% endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari
lebih dari 90% serat kolagen dan kurang dari 10% proteoglikan
(protein plus sakarida). Deposit garam terutama kalsium dan fosfat,
dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-
garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui
proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki
kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan).
Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan
kompresi (kemampuan menahan tekanan).
“Frakture Traumatic injury to a bone that occurs when a force exerted upon
the bone is stronger than it can withstand” (Gayle McKenzie &Tanya Porter
2011: 370).
Menurut Soedarman (2000) yang dikutip oleh Abdul Wahid (2013: 8) Patah
tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak ada hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
15
Menurut FKUI (1995) sebagai mana dikutip oleh Sugeng Jitowiyono & Weni
Kristiyanasari (2012: 15) fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas
batang femur yang bisa terjad akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian). Dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki
dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan pendarahan yang cukup
banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Fraktur femur tertutup atau patah tulang paha tertutup adalah hilangnya
kontinuitas tulang paha tanpa disertai kerusakan jaringan kulit yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi
tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang
menyebabkan fraktur patologis (Arif Muttaqin, 2011: 222)
2.3 Klasifikasi
Menurut Abdul Wahid (2013: 9) penampilan fraktur dapat sangat bervariasi
tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
2.3.1 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
2.3.1.1 Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2.3.1.2 Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
16
2.4 Etiologi
Menurut Abdul Wahid (2013: 8) Etiologi fraktur yaitu:
2.4.1 Kekerasan/trauma langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
20
2.5 Patofisiologi
Menurut Arif Muttaqin (2013: 222) patofisiologi fraktur femur tertutup yaitu:
Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang
femur individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian.
Biasanya pasien ini mengalami trauma multipel yang menyertainya. Kondisi
degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan tulang paha yang
menyebabkan fraktur patologis tanpa riwayat trauma, memadai untuk
mematahkan tulang femur.
adalah kematian jaringan bagian distal dan memberikan implikasi pada peran
perawat memberi kontrol yang optimal terhadap pembengkakan yang hebat
pada klien fraktur femur.
Ketidak mampuan
melakukan Terapi Imobilisasi
pergerakan kaki Traksi Kerusakan Saraf
Terapi bedah Spasme Otot
Fiksasi internal
dan fiksasi eksternal
Hambatan Nyeri
mobilitas fisik,
resiko tinggi Kerusakan
Vaskular
trauma
Sumber Data: Arif Muttaqin, Buku Saku Gangguan moskuloskletal: Aplikasi pada
Praktik Klinik. (2013:223)
23
2.8.2.2 Reduksi/manipulasi/reposisi
Menurut Brunner, (2001) yang dikutip oleh Abdul Wahid
(2013: 13) Upaya untuk manipulasi fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimum. Dapat juga diartikan
reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis
2.8.2.3 Reyensi/imobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembalis seperti semula secara optimal. Imobilisasi
fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode
fiksasi interna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
2.8.2.4 Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
diupayakan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan. Status neurovaskuler (misalnya pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli
bedah ortopedi diberi tahu segera bila ada gangguan
neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan
dikontrol dengan berbagai pendekatan (misalnya
meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaran nyeri,
termasuk analgetik). Latihan isometrik dan seting otot
diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas
27
2.9 Prognosis
Area fraktur perlu dikenali (via sinar x) diperlakukan dengan baik untuk
mendapatkan kesembuhan. Area yang patah biasanya perlu disetel kembali
dan kemudian dilumpuhkan (imobilisasi) untuk memungkinkan
penyembuhan. Selama waktu imobilisasi, sel tulang masuk kedalam area
unttuk membangun kembali tulang baru guna memperbaiki area yang rusak.
Priode imobilisasi biasanya 6 sampai 8 minggu, tergantung tingkat dan lokasi
kerusakan. Kekuatan struktural yang penuh biasanya belum kembali sampai
beberapa bulan setelah fraktur, bergantung pada lokasi dan ukuran fraktur.
Waktu untuk penyembuhan penuh bervariasi dari 6 minggu pada orang
dewasa muda yang sehat dengan patah tulang biasa hingga hingga dua bulan
pada pasien lebih tua dengan permasalahan kesehatan lain. Pasien lebih tua
mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas yang signifikan setelah retak
pinggul.
Kelemahan otot terjadi pada area yang tidak digerakkan terapi fisik dapat
membantu pasien untuk mendapatkan kembali kekuatan fungsional penuh
area tersebut (Mary DiGIulio, et al. 20014: 271).
2.11 Komplikasi
Menurut Abdul Wahid (2013: 19) komplikasi dari fraktur yaitu:
2.11.1 Komplikasi Awal
2.11.1.1 Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal,
hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
31
2.11.1.4 Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit
(superfisial) dan masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
2.11.1.6 Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2.12.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
Anamnesa
2.12.1.1 Pengumpulan data
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. Register,
tanggal MRS, diaknosa medis.
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
1) Profoking incident: apakah ada peristiwa yang
menjadi faktor prespitasi nyeri.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan atau di gambarkan klien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut atau menusuk.
3) Region: radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atu mnyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
4) Severity (scale) of pain: seberapa jauh nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan sekala nyeri atau
klie menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsional.
34
f. Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat beserta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup keren
seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsum-
sian alkohol yang bisa mengganggu keseim-
bangannya dan apakah klien melakukan olahraga
atau tidak.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Page lain waktu harus mengkonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-hari nya seperti kalsium,
zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. evaluasi
terhadap pola nutrisi lain bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal
dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. selain itu juga obesitas juga
36
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak
ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada
lesi, simetris, tak ada oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjung tiva tidak
anemis (karena tidak terjadi pendarahan).
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
h) mulut dan faring
tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
pendarahan, mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intracostae, gerakan
dada simetris.
j) Paru
Inspksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidak-
nya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru.
Palpasi
Pergerakan sama atau simetris.
Perkusi
Suara ketok sonor, tidak ada redup atau
suara tambahan lainnya.
40
Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
k) Jantung
Inspeksi
Tidak tampak iktus kordis
Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-
mur.
l) Abdomen
Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands moskuer,
hepar tidak teraba.
Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelembung
cairan.
Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m) Inguinal- genetalia anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak
ada kesulitan BAB
b. Keadaan lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian
distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk
status neurovaskuler → 5P yaiu pain, palor, parestesia,
41
2.12.3 Intervensi
2.12.3.1 Nyeri berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang,
kompresi saraf, cedera neuromuskular, trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam, nyeri berkurang, hilang atau
teratasi
Kriteria hasil: secara subjektif klien melaporkan nyeri
berkurang atau dapat teradaptasi, mengidentifikasi aktivitas
44