Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

RISIKO BUNUH DIRI

Disusun untuk Memenuhi Penugasan Stase Keperawatan Jiwa Dosen


Pembimbing: Ns. Wahyudi Mulyaningrat, M.Kep

STASE JIWA

OLEH:
DONI WIDIANTO
I4B019061

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN MASALAH GANGGUAN JIWA
RISIKO BUNUH DIRI

A. Definisi
Menurut beberapa sumber, bunuh diri merupakan upaya yang
dilakukan dengan sadar untuk mengakhiri kehidupan secara sadar
berupaya untuk mati (Muhith 2015). Bunuh diri adalah setiap aktivitas
yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart, 2011).
Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman
verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri
sendiri (Yosep & Sutini 2016).
Ssedangkan Risiko Bunuh Diri (RBD) merupakan perilaku yang
beresiko untuk mencederai diri sendiri secara sadar yang dapat
mengancam kehidupan. Masalah tersebut termasuk kedalam masalah
psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya.
Perilaku tersebut biasanya disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Selain itu ada beberapa alasan individu mengakhiri kehidupanya
seperti kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi
stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/
bermusuhan, sehingga memilih melakukkan bunuh diri saja sebagai
bentuk hukuman pada diri sendiri dan cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart, 2013).
B. Etiologi
Menurut Stuart (2013) menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang
dapat menyebabkan seseorang melakukkan bunuh diri. Faktor trtsebut
diantaranyya adalah :
a. Faktor Predisposisi/faktor pendorong
- Diagnostic psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk
bunuh diri yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan
obat, dan skizofrenia. Hampir lebih dari 90% orang dewasa
yang melakukkan bunuh diri mempunyai hubungan dengan
gangguan jiwa.
- Sifat kepribadian
Sifat kepribadian yang erat kaitanya dengan resiko perilaku
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
- Lingkungan psikososial
Faktor penting lingkungan social yang dapat memengaruhi
perilaku resiko bunuh diri adalah baru saja mengalami
kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini,
dan berkurangnya dukungan social.
- Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor resiko untuk perilaku resiko bunuh diri.
- Faktor biokimia/obat obatan.
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat
menimbulkan perilaku resiko bunuh diri.
b. Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi yang berkaitan dengan bunuh diri
adalah :
- Perasaan terisolasi, hal ini dapat terjadi karena kehilangan
hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti.
- Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres
yang dialaminya.
- Perasaan marah/bermusuhan, beberapa kasus bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri.
- Cara untuk mengakhiri keputusasaan yang dialami.
C. Proses Terjadinya Risiko Bunuh Diri
Menurut Stuart (2016) perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3
kategori, yaitu:
 Ancaman bunu diri
Biasanya ditandai dengan peningkatan verbal dan non verbal yang
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respons positif
dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
 Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah
 Bunuh diri
Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami
depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga
dirinya.
D. Rentang Respon
RENTANG RESPON

Respon adaptif Respon Maladaptif

Peningkatan Pengambilan Risiko Perilaku Penced Bunuh


Bunuh Diri Yang Desdruktif eraan diri
Meningkatkan Diri Diri
Pertumbuhan Langsung

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma


sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :
1) Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan
meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan
koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu
mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang
membantu.
2) Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis
akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai.
Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian,
perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang
semuanya dapat berakhir dengan bunuh diri.
a) Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh
diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi
berat.
b) Bunuh diri
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan

koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang


dihadapi (Yosep, 2009).
Rentang bunuh diri dapat berlangsung beberapa tahap diantaranya
adalah :
1. Peningkatan bunu diri, pada tahap ini biasanya seseorang
sudah memikirkan cara namun tidak bertindak, bahkan
seseorang terkadang tidak mengungkapkan idenya selama ia
tidak mendapat tekanan. Pada tahap ini perawat perlu
menyadari bahwa klien memiliki keinginan terhadap kematian
walaupun ia tidak mengungkapkan idenya.
2. Pengambilan risiko yang meningkatkan pertumbuhan, pada
tahap ini biasanya klien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang jelas untuk melakukan bunuh diri.
3. Perilaku desdruktif diri langsung, pada tahap ini biasanya klien
mengespresikan keinginanya yang mendalam untuk
mengakhiri keidupanya. pada tahap ini klien menunjukkan
perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang
bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah
pada percobaan untuk melakukan bunuh diri.
4. Pencederaan diri, pada tahap ini sudah ada sebuah tindakan
destruktif yang tidak ingin dicegah untuk mengakhiri
kehidupanya. Seperti meminum racun, melukai tubuhnya dll.
5. Bunuh diri, tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri,
hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri
sebelumnya.
E. Tanda dan Gejala
Tanda gejala atau manifestasi klinis dari resiko perilaku bunuh diri
diantaranya adalah :

Kondisi yang dialami Petunjuk psikiatrik Kondisi psikososial


keputusasaan, celaan upaya bunuh diri baru berpisah,
terhadap diri sendiri, sebelumnya, kelainan bercerai/kehilangan, hidup
perasaan gagal dan tidak afektif, alkoholisme dan sendiri, tidak bekerja,
berguna, alam perasaan penyalahgunaan obat, perubahan/ kehilangan
depresi, agitasi dan kelaianan tindakan dan pekerjaan baru dialami, faktor-
gelisah, insomnia yang depresi mental pada faktor kepribadian: implisit,
menetap, penurunan BB, remaja, dimensia dini/ agresif, rasa bermusuhan,
berbicara lamban, status kekacauan mental kegiatan kognitif dan negatif,
keletihan, menarik diri pada lansia keputusasaan, harga diri rendah,
dari lingkungan sosial batasan/gangguan kepribadian
antisosial

F. Penatalaksanaan
1) Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :
a) Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang,
rendah.
b) Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya
hidup, dukungan sosial yang tersedia, rencana tindakan
yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme
yang biasa digunakan.
2) Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan
resiko, managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi
a) Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya
ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di
monitor oleh perawat.
b) Mengidentifikasi dan mengamankan benda-benda yang
dapat membahayakan klien misalnya: pisau, gunting, tas
plastik, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya
lainnya.
3) Bantu meningkatkan harga diri klien
a) Tidak menghakimi dan empati
b) Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
c) Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang
lain
d) Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien
dengan control impuls yang rendah
e) Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan
perilaku bila diindikasikan.
4) Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan
sosial
a) Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa
klien membutuhkan dukungan sosial yang adekuat
b) Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di
punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses.
c) Dorong klien untuk melakukan aktivitas sosial
5) Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif.
a) Dorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
b) Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan
bunuh diri.
c) Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi “apa yang
terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri”
d) Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
e) Explorasi perilaku alternatif
f) Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai ( Kaplan, 2008)

G. Pohon masalah

Resiko mencederai
diri sendiri, orang Akibat
lain dan lingkungan

Risiko bunuh diri Masala utama

Koping tidak efektif,


Harga diri rendah, Penyebab
keputusasaan

H. Diagnosa keperawatan
Risiko bunuh diri
I. Rencana Intervensi
a. Risiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
3) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
4) Klien dapat meningkatkan harga diri
5) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Intervensi:
1) Perkenalkan diri dengan klien. Tanggapi pembicaraan klien dengan
sabar dan tidak menyangkal. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
Bersifat hangat dan bersahabat. Temani klien saat keinginan
mencederai diri meningkat.
2) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain). Tempatkan klien di ruangan
yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat. Awasi klien secara
ketat setiap saat
3) Dengarkan keluhan yang dirasakan. Bersikap empati untuk
meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan. Beri
dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain lain. Beri dukungan pada tindakan
atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup
4) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal
individu. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama,    keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia
cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang
lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan. Beri
dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M, et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi


Bahasa Indonesia. Indonesia : Elsevier.

Herdman, T. Heather. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klarifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC

Kaplan, Harold. (2008). Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Jakarta.

Moorhead, S, et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi


Bahasa Indonesia. Indonesia : Elseiver.Psikiatri edisi V. Jakarta: EGC

Stuart, G.W. 2013, Buku saku keperawatan jiwa, V (Revisi)., EGC, Jakarta.

Stuart, G.W. 2016, Prinsip dan praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart, B.A.
Keliat (ed.), Elsevier, Jakarta.

Townsend, Marry C. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada


Perawatan

Yosep. (2009). Keperawatan Jiwa Bandung: Refika Aditama.


STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN MASALAH RESIKO BUNUH DIRI

Masalah : Resiko Bunuh Diri (RBD)


Pertemuan : Ke I (Pertama)

A. PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan :
1. Kondisi Pasien
Data subjektif :
Pasien mengatakan ingin mengakhiri hidupnya saja dan Karena sudah putus
asa dan merasa hidup sudah tidak ada gunanya lagi.
Data objektif :
Pasien tampak menyendiri, tampak tatapan kosong dan raut muka sedih.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri (RBD)
3. Tujuan
Umum : Pasien mampu mengontrol resiko bunuh diri
Khusus :
 Klien mampu mendapat perlindungan dari lingkungannya.
 Klien mampu mengungkapkan perasaannya.
 Klien mampu meningkatkan harga dirinya.
 Klien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
B. STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

1. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke tempat


yang aman.
2. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali
pinggang).
3. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat.
4. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
CONTOH :
1. Fase Orientasi
“Selamat pagi Pak, ini dengan pak siapa?”. “Senang dipanggil apa
pak?”. “Perkenalkan saya Doni widianto, biasa di panggil perawat
Doni, saya mahasiswa Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto yang mendapat tugas jaga diruang ini, saya dinas pagi dari
jam 07.00 – 14.00.”. “Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-
bincang mengenai apa yang Pak.A rasakan selama ini, saya siap
mendengarkan sesuatu yang ingin Pak.A sampaikan dan saya akan
menjaga kerahasiannya. Sesuai kesepakatan kemarin, kita berbincang-
bincang disini ya.”
2. Fase Kerja
“Bagaimana perasaan Pak.A hari ini?”. “Apa yang Pak.A rasakan setelah
ini terjadi?”. “Apakah dengan masalah ini Pak.A paling menderita di
dunia ini?”. “Apakah Pak.A pernah kehilangan kepercayaan diri untuk
menghadapi hidup ini?”. “Apakah Pak.A merasa tidak berharga atau
bahkan lebih rendah dari pada orang lain?”. “Apakah Pak.A merasa
bersalah atau pernah mempersalahkan diri sendiri?”. “Apakah Pak.A
sering mengalami kesulitan berkonsentrasi?”. “Apakah Pak.A berniat
untuk menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri atau berharap bahwa
Pak.A mati saja? Apakah Pak.A pernah mencoba bunuh diri? Apa
sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang Pak.A rasakan setelah
mencoba melakukannya?”.
“Baiklah, tampaknya Pak.A membutuhkan pertolongan segera karena
ada keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar Pak.A ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang
membahayakan Pak.A”. “Karena Pak.A tampaknya masih memiliki
keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup, maka saya tidak akan
membiarkan Pak.A sendiri”. “Apa yang Pak.A lakukan ketika keinginan
bunuh diri muncul?”. “Ya, saya setuju dengan Pak.A, kalau keinginan
itu muncul maka Pak.A harus langsung minta bantuan kepada perawat di
ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang membesuk. Jadi
Pak.A jangan sendirian ya, katakan kepada teman, perawat, atau
keluarga jika ada dorongan untuk mengakhiri hidup.”. “Saya percaya
Pak.A dapat mengatasi masalah ini.”
3. Fase Terminasi

“Bagaimana perasaan Pak.A setelah kita berbincang-bincang?”.“Tadi


kita sudah berdikusi tentang cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri,
coba sekarang Pak.A sebutkan cara tersebut?”. “Ya benar, pintar sekali
Pak.A. Untuk pertemuan selanjutnya kita akan membicarakan tentang
meningkatkan harga diri ya Pak.A Jam berapa Pak.A bersedia
berbincang-bincang seperti ini lagi? Mau dimana tempatnya?”. “Baik
kalau begitu saya permisi dulu ya Pak.A, selamat pagi Pak.A.”
SP 2 : Perlindungan klien dengan isyarat bunuh diri
1. Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.Berikan
pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang positif.
2. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu
dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.

CONTOH :
1. Tahap orientasi
”Assalamu’alaikum Pak.A, masih ingat dengan saya khan?
Bagaimana perasaan Pak.A hari ini? O... jadi Pak.A merasa
tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah Pak.A ada perasaan
ingin bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan
membahas tentang bagaimana cara mengatasi keinginan bunuh
diri. Mau berapa lama? Dimana?”Disini saja yah!
2. Tahap kerja
“Baiklah, tampaknya Pak.A membutuhkan pertolongan segera
karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. ”Saya perlu
memeriksa seluruh isi kamar Pak.A ini untuk memastikan tidak
ada benda-benda yang membahayakan Pak.A.” ”Nah Pak.A,
karena Pak.A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat
untuk mengakhiri hidup Pak.A, maka saya tidak akan membiarkan
Pak.A sendiri.” ”Apa yang Pak.A lakukan kalau keinginan bunuh
diri muncul ? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk
mengatasinya Pak.A harus langsung minta bantuan kepada
perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi
usahakan Pak.A jangan pernah sendirian ya.
3. Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan Pak.A setelah kita bercakap-cakap? Bisa
sebutkan kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus
Pak.A. Bagimana Masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau
masih ada perasaan / dorongan bunuh diri, tolong panggil segera
saya atau perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan
bunuh diri saya akan ketemu Pak.A lagi, untuk membicarakan
cara meninngkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.

SP 3 : Peningkatan harga diri klien dengan isyarat bunuh diri


1. Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
2. Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang
positif.
3. Meyakinkan klien bahwa dirinya penting.
4. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
klien.
5. Merencanakan aktivitas yang dapat klien lakukan

CONTOH :
1. Tahap orientasi
“Assalamu’alaikum Pak.A! Bagaimana perasaan Pak.A saat
ini? Masih adakah dorongan mengakhiri kehidupan? Baik,
sesuai janji kita dua jam yang lalu sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang
masih Pak.A miliki. Mau berapa lama? Dimana?”
2. Tahap kerja
“Apa saja dalam hidup Pak.A yang perlu disyukuri, siapa
saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau Pak.A meninggal.
Coba Pak.A ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan
Pak.A. Keadaan yang bagaimana yang membuat Pak.A
merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan Pak.A masih ada
yang baik yang patut Pak.A syukuri. Coba Pak.A sebutkan
kegiatan apa yang masih dapat Pak.A lakukan selama
ini”.Bagaimana kalau Pak.A mencoba melakukan kegiatan
tersebut, Mari kita latih.
3. Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan Pak.A setelah kita bercakap-cakap?
Bisa sebutkan kembali apa-apa saja yang Pak.A patut syukuri
dalam hidup Pak.A? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik
dalam kehidupan Pak.A jika terjadi dorongan mengakhiri
kehidupan (affirmasi). Bagus Pak.A. Coba Pak.A ingat-ingat
lagi hal-hal lain yang masih Pak.A miliki dan perlu disyukuri!
Nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah
dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada
perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi saya
ya!”

SP 4 : Peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan


masalah pada klien dengan isyarat bunuh diri
1. Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan
masalahnya.
2. Mendiskusikan dengan klien efektivitas masing-masing cara
penyelesaian masalah. 3. Mendiskusikan dengan klien cara
menyelesaikan masalah yang lebih baik.

CONTOH :
1. Tahap orientasi
“Assalamu’alaikum Pak.A! Bagaimana perasaan Pak.A
saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri
kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu
sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas
pemberian Tuhan yang masih Pak.A miliki. Mau berapa
lama? Dimana?”
2. Tahap kerja
Apa saja dalam hidup Pak.A yang perlu disyukuri, siapa
saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau Pak.A
meninggal. Coba Pak.A ceritakan hal-hal yang baik
dalam kehidupan Pak.A. Keadaan yang bagaimana yang
membuat Pak.A merasa puas? Bagus. Ternyata
kehidupan B masih ada yang baik yang patut Pak.A
syukuri. Coba Pak.A sebutkan kegiatan apa yang masih
dapat Pak.A lakukan selama ini”.Bagaimana kalau
Pak.A mencoba melakukan kegiatan tersebut, Mari kita
latih.”
3. Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan Pak.A setelah kita bercakap-
cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja yang Pak.A
patut syukuri dalam hidup Pak.A? Ingat dan ucapkan
hal-hal yang baik dalam kehidupan Pak.A jika terjadi
dorongan mengakhiri kehidupan (affirmasi). Bagus
Pak.A. Coba Pak.A ingat-ingat lagi hal-hal lain yang
masih Pak.A miliki dan perlu disyukuri! Nanti jam 12
kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik.
Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada perasaan-
perasaan yang tidak terkendali segera hubungi saya
ya!”

Anda mungkin juga menyukai