Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan sehat
yang telah diberikan. Sehingga kami dapat menyelesiakan penulisan makalah yang
berjudul “Strategi Pembelajaran Bina Diri Anak Tunagrahita” tepat pada waktunya.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dedi Mulia,
S.Pi.,S.Pd.,M.Pd. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Bina Diri Anak Tunagrahita
yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada kami. Tak lupa kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan belum
sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, kami meminta kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat membangun agar menjadi bahan evalusi untuk kami agar bisa lebih baik
lagi.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
ii
1.1 Latar Belakang Masalah
Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang
terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif.
Secara harafiah kata tuna adalah merugi, sedangkan grahita adalah pikiran, dengan
demikian ciri utama dari anak tunagrahita adalah lemah dalam berpikir atau bernalar.
Kurangnya kemampuan belajar dan adaptasi sosial berada di bawah rata-rata, untuk
mengatasi hambatan-hambatan tersebut, anak tunagrahita diberikan cara pelayanan
pendidikan yang berbeda dengan anak normal dan harus disesuaikan dengan taraf
kelainannya.
Pembelajaran bina diri bagi anak normal pada umumnya tentu bukanlah hal yang
sulit, mereka belajar dari apa yang mereka lihat dari lingkungannya dan mereka dengan
mudah dapat mengaplikasikannya. Berbeda dengan anak tunagrahita yang mengalami
keterbelakangan mental, walaupun mereka juga dapat melihat, mendengar arahan dari
lingkungan sekitar namun keterbatasan intelektual menjadikan mereka sulit memahami
dan memaknai setiap pembelajaran yang mereka dapat, sehingga sulit dalam
pengaplikasiannya. Anak tunagrahita memerlukan usaha keras untuk terus berlatih.
Pembelajaran bina diri bagi anak tunagrahita bukanlah semata-mata tugas orang tua, tapi
juga merupakan tugas guru di sekolah. Pembelajaran bina diri merupakan mata pelajaran
kekhususan bagi anak tunagrahita yang didalamnya memuat banyak komponen,
diantaranya mengurus diri, merawat diri, melindungi diri, dan lain-lain. Oleh karena itu,
Guru sebagai pelaksana kurikulum berkewajiban untuk mengajarkan bina diri sesuai
dnegan kebutuhan dan potensi anak tunagrahita agar anak tunagrahita dapat menjalankan
aktivitasnya dengan baik tanpa banyak bergantung dengan orang-orang disekitarnya
terutama pada orang tua di rumah.
iii
1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk:
5) Untuk mengetahui alat dan media pembelajaran bina diri anak tunagrahita!
1.4 Manfaat
Makalah ini disusun agar dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca mengenai strategi pembelajaran bina diri anak tunagrahita.
iv
BAB 2
KAJIAN TEORI
Menurut Kosasih (2012: 140), bahwa tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang
kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan
ketidakcakapan terhadap komunikasi sosial. Anak tunagrahita juga sering dikenal dengan
istilah keterbelakang mental dikarenakan keterbatasan kecerdasannya yang
mengakibatkan anak tunagrahita ini sukar untuk mengikuti pendidikan disekolah biasa.
Menurut Somantri (2012: 103), bahwa tunagrahita adalah istilah yang digunakan
untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam
kepustakaan bahasa asing digunakan istilah mental retardation, mentally retarded, mental
deficiency, mental defective dan lain-lain. Istilah tersebut memiliki arti yang sama yang
menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh
keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Fungsi intelektual
dapat diukur dengan menggunakan Intellegence Quoetient (IQ), yang bernilai 70 sampai
75 atau kurang. Defisit pada prilaku disfungsional ditentukan oleh kekuatan yang meliputi
komunikasi, perawatan diri, kehidupan rumah tangga, ketrampilan sosial, waktu luang,
kesehatan dan keamanan, tujuan diri, kemampuan akademik, kegunaan dalam
bermasyarakat dan pekerjaan (Frederick & Williams dalam Wong, 2009).
v
(di bawah normal). Tunagrahita bukan penyakit melainkan suatu kondisi yang melibatkan
berbagai faktor, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ketunagrahitaan.
a. Tunagrahita Ringan
Anak tunagrahita ringan tingkat IQ berada pada rentang 50-55 sampai 70 atau
setara dengan anak tunagrahita yang mampu didik. Estimasi anak tunagrahita ringan yaitu
sebanyak 85%, anak tunagrahita dapat mengembangkan komunikasi dan sedikit bedannya
dalam sensorik dan motorik pada usia pra sekolah dan tidak dapat dibedakan pada anak
normal.
b. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang berada pada tingkatan IQ rentan 35-40 sampai 50-55
dan setara dengan anak tunagrahita yang mampu latih. Estimasi anak tunagrahita sedang
sebanyak 10%. Anak tunagrahita mampu merasakan latihan kecakapan dalam
berkomunikasi, meskipun kemampuan akademiknnya setara dengan anak sekolah dasar.
c. Tunagrahita Berat
Anak tunagrahita berat memiliki tingkatan IQ dalam rentan 20-25 sampai 35-40.
Estimasi pada anak tunagrahita berat sebanyak 3-4%. Anak tunagrahita berat tidak
mampu dalam berkomunikasi bahasa pada saat usia pra sekolah, akan tetapi dapat belajar
bicara untuk kecakapan dalam mengurus diri sendiri saat usia sekolah.
vi
memudahkan pembuatan program dan pelaksanaan layanan pendidikan pada anak
tunagrahita, para guru harus mengenal karakteristik anak tunagrahita. Menurut Somantri
(2012: 105) ada beberapa karakteristik umum tunagrahita, yaitu:
1) Keterbatasan Intelegensi
2) Keterbatasan Sosial
1) Faktor keturunan
vii
2) Gangguan metabolisme
Kurangnnya asupan nutrisi tertentu akan dapat menyebabkan kondisi pada anak
tunagrahita. Kelainan yang disebabkan oleh beberapa gangguan metabolisme
diantarannya adalah :
a. Phenylketonuria
b. Gargoylisme
c. Kretinisme
3) Infeksi keracunan
Infeksi yang diderita oleh ibu pada saat mengandung menyebabkan keadaan
tunagrahita. Dimana, disebabkan oleh infeksi virus rubella, sifilis, toksoplasmosis,
kecanduan alcohol, narkotika, obat terlarang dan gas beracun.
viii
2.5 Dampak Anak Tunagrahita
Menurut Efendi (2009), dampak yang dapat ditimbulkan pada anak tunagrahita
ada empat tahap yaitu meliputi:
a. Tahap I
Pada tahap satu akan diketahui kelainan atau ketunaan pada salah satu organnya
atau lebih. Dalam hal ini akan berkurang dalam kemampuannya untuk memfungsikan
secara maksimum organ atau istrumen anggota tubuh yang akan mengalami kelainan.
b. Tahap II
Pada tahap dua alat motorik dan sensori yang tidak berfungsi akan berdampak
pada anak tunagrahita yang melakukan eksplorasi sehingga akan mengalami hambatan
dalam melakukan aktivitas.
c. Tahap III
Pada tahap tiga anak tunagrahita akan mengalami hambatan pada saat melakukan
aktivitas dan akan menimbulkan reaksi emosional akibat ketidakberdayaannya.
d. Tahap IV
Pada tahap empat reaksi emosional yang ditimbulkan terus menumpuk dan
intensitasnnya semakin meningkat, maka reaksi emosionalnya yang muncul tidak akan
menguntungkan bagi perkembangan kepribadiannya.
Dampak pada orang tua dimana terjadinnya kondisi kritis pertama kali keluarga
menyadari bahwa anak mereka tidak normal seperti anak lainnya. Orang yang paling
banyak menanggung beban akibat ketunagrahitaan adalah keluarga anak tersebut. Dalam
memberitahukan kepada orang tua hendaknnya dilakukan terhadap keduannya (suami-
istri) secara bersamaan. Orang tua hendaknnya menyadari bahwa mereka memiliki anak
cacat (tunagrahita). Reaksi yang akan timbul pada keluarga berbeda-beda tergantung
pada beberapa faktor (Somantri, 2007).
ix
BAB 3
PEMBAHASAN
x
3.3 Metode Pembelajaran Bina Diri Anak Tunagrahita
xi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
xii
DAFTAR PUSTAKA
xiii