Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

STRATEGI PEMBELAJARAN BINA DIRI ANAK TUNAGRAHITA


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bina Diri Anak Tunagrahita
Dosen Pengampu : Dedi Mulia, S.Pi.,S.Pd.,M.Pd.

Disusun oleh Kelompok 7


Soleha 2287190017
Neza Ishmah 2287190025
Salma Hervie Maharani 2287190031

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS KEGURUAN ILMU DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan sehat
yang telah diberikan. Sehingga kami dapat menyelesiakan penulisan makalah yang
berjudul “Strategi Pembelajaran Bina Diri Anak Tunagrahita” tepat pada waktunya.

Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dedi Mulia,
S.Pi.,S.Pd.,M.Pd. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Bina Diri Anak Tunagrahita
yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada kami. Tak lupa kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.

Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan belum
sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, kami meminta kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat membangun agar menjadi bahan evalusi untuk kami agar bisa lebih baik
lagi.

Senin, 07 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB 1
PENDAHULUAN
ii
1.1 Latar Belakang Masalah

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang
terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif.
Secara harafiah kata tuna adalah merugi, sedangkan grahita adalah pikiran, dengan
demikian ciri utama dari anak tunagrahita adalah lemah dalam berpikir atau bernalar.
Kurangnya kemampuan belajar dan adaptasi sosial berada di bawah rata-rata, untuk
mengatasi hambatan-hambatan tersebut, anak tunagrahita diberikan cara pelayanan
pendidikan yang berbeda dengan anak normal dan harus disesuaikan dengan taraf
kelainannya.

Pembelajaran bina diri bagi anak normal pada umumnya tentu bukanlah hal yang
sulit, mereka belajar dari apa yang mereka lihat dari lingkungannya dan mereka dengan
mudah dapat mengaplikasikannya. Berbeda dengan anak tunagrahita yang mengalami
keterbelakangan mental, walaupun mereka juga dapat melihat, mendengar arahan dari
lingkungan sekitar namun keterbatasan intelektual menjadikan mereka sulit memahami
dan memaknai setiap pembelajaran yang mereka dapat, sehingga sulit dalam
pengaplikasiannya. Anak tunagrahita memerlukan usaha keras untuk terus berlatih.
Pembelajaran bina diri bagi anak tunagrahita bukanlah semata-mata tugas orang tua, tapi
juga merupakan tugas guru di sekolah. Pembelajaran bina diri merupakan mata pelajaran
kekhususan bagi anak tunagrahita yang didalamnya memuat banyak komponen,
diantaranya mengurus diri, merawat diri, melindungi diri, dan lain-lain. Oleh karena itu,
Guru sebagai pelaksana kurikulum berkewajiban untuk mengajarkan bina diri sesuai
dnegan kebutuhan dan potensi anak tunagrahita agar anak tunagrahita dapat menjalankan
aktivitasnya dengan baik tanpa banyak bergantung dengan orang-orang disekitarnya
terutama pada orang tua di rumah.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut, ditemukan beberapa rumusan masalah, yaitu:

1) Bagaimana pengertian strategi pembelajaran?

2) Bagaimana strategi pembelajaran bina diri anak tunagrahita?

3) Bagaimana metode pembelajaran bina diri anak tunagrahita?

4) Bagaimana teknik pembelajaran bina diri anak tunagrahita?

5) Bagaimana alat dan media pembelajaran bina diri anak tunagrahita?

6) Bagaimana pengertian evaluasi?

7) Bagaimana instrumen evaluasi?

iii
1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk:

1) Untuk mengetahui pengertian strategi pembelajaran!

2) Untuk mengetahui strategi pembelajaran bina diri anak tunagrahita!

3) Untuk mengetahui metode pembelajaran bina diri anak tunagrahita!

4) Untuk mengetahui teknik pembelajaran bina diri anak tunagrahita!

5) Untuk mengetahui alat dan media pembelajaran bina diri anak tunagrahita!

6) Untuk mengetahui pengertian evaluasi!

7) Untuk mengetahui instrumen evaluasi!

1.4 Manfaat

Makalah ini disusun agar dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca mengenai strategi pembelajaran bina diri anak tunagrahita.

iv
BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1 Definisi Tunagrahita


Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan intelektual dibawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan
ketidakcakapan terhadap komunikasi sosial. Tunagrahita dikenal dengan istilah
terbelakang mental karena memiliki keterbatasan dalam hal kecerdasannya. Definisi
retradasi mental dibuat berdasarkan tiga komponen yang meliputi, fungsi intelektual,
fungsi kekuatan dan kelemahan, dan pada saat ditegakkan diagnosis (usia kurang dari 18
tahun).

Menurut Kosasih (2012: 140), bahwa tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang
kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan
ketidakcakapan terhadap komunikasi sosial. Anak tunagrahita juga sering dikenal dengan
istilah keterbelakang mental dikarenakan keterbatasan kecerdasannya yang
mengakibatkan anak tunagrahita ini sukar untuk mengikuti pendidikan disekolah biasa.

Menurut Somantri (2012: 103), bahwa tunagrahita adalah istilah yang digunakan
untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam
kepustakaan bahasa asing digunakan istilah mental retardation, mentally retarded, mental
deficiency, mental defective dan lain-lain. Istilah tersebut memiliki arti yang sama yang
menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh
keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Fungsi intelektual
dapat diukur dengan menggunakan Intellegence Quoetient (IQ), yang bernilai 70 sampai
75 atau kurang. Defisit pada prilaku disfungsional ditentukan oleh kekuatan yang meliputi
komunikasi, perawatan diri, kehidupan rumah tangga, ketrampilan sosial, waktu luang,
kesehatan dan keamanan, tujuan diri, kemampuan akademik, kegunaan dalam
bermasyarakat dan pekerjaan (Frederick & Williams dalam Wong, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tunagrahita disebut


juga dengan istilah berkelainan mental. Istilah tersebut memiliki arti yang sama yaitu
menjelaskan kondisi anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya

v
(di bawah normal). Tunagrahita bukan penyakit melainkan suatu kondisi yang melibatkan
berbagai faktor, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ketunagrahitaan.

2.2 Klasifikasi Tunagrahita


Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi empat (DSM-IV)
dalam Wong (2009), mengklasifikasikan anak tunagrahita yaitu berdasarkan tingkatan
beradaptasi mereka dalam kehidupan, yang meliputi:

a. Tunagrahita Ringan

Anak tunagrahita ringan tingkat IQ berada pada rentang 50-55 sampai 70 atau
setara dengan anak tunagrahita yang mampu didik. Estimasi anak tunagrahita ringan yaitu
sebanyak 85%, anak tunagrahita dapat mengembangkan komunikasi dan sedikit bedannya
dalam sensorik dan motorik pada usia pra sekolah dan tidak dapat dibedakan pada anak
normal.

b. Tunagrahita Sedang

Anak tunagrahita sedang berada pada tingkatan IQ rentan 35-40 sampai 50-55
dan setara dengan anak tunagrahita yang mampu latih. Estimasi anak tunagrahita sedang
sebanyak 10%. Anak tunagrahita mampu merasakan latihan kecakapan dalam
berkomunikasi, meskipun kemampuan akademiknnya setara dengan anak sekolah dasar.

c. Tunagrahita Berat

Anak tunagrahita berat memiliki tingkatan IQ dalam rentan 20-25 sampai 35-40.
Estimasi pada anak tunagrahita berat sebanyak 3-4%. Anak tunagrahita berat tidak
mampu dalam berkomunikasi bahasa pada saat usia pra sekolah, akan tetapi dapat belajar
bicara untuk kecakapan dalam mengurus diri sendiri saat usia sekolah.

d. Tunagrahita Sangat Berat

Anak tunagrahita sangat berat memiliki tingkatan IQ dibawah 20 atau 25.


Estimasi pada anak tunagrahita sangat berat sekitar 1-2%. Anak tunagrahita sangat berat
akan mengalami gangguan dalam bidang sensorimotor.

2.3 Karakteristik Tunagrahita


Tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami
hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Untuk

vi
memudahkan pembuatan program dan pelaksanaan layanan pendidikan pada anak
tunagrahita, para guru harus mengenal karakteristik anak tunagrahita. Menurut Somantri
(2012: 105) ada beberapa karakteristik umum tunagrahita, yaitu:

1) Keterbatasan Intelegensi

Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai


kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan menyesuaikan
diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman
masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-
kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa
depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut.

2) Keterbatasan Sosial

Anak tunagrahita memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam


masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung
berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua
sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga
mereka harus selalu dibimbing dan diawasi.

3) Keterbatasan Fungsi-fungsi Mental Lainnya

Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama menyelesaikan reaksi pada


situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya mengikuti hal-
hal yang secara rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari-ke hari. Anak tunagrahita
tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama.

2.4 Faktor Penyebab Tunagrahita


Menurut Gunardi (2011), anak tunagrahita memiliki beberapa penyebab
diantarannya yaitu, faktor keturunan, metabolisme, infeksi dan keracunan, trauma zat
radioaktif serta masalah pada saat melahirkan.

1) Faktor keturunan

Faktor keturunan (genetik) terjadi diakibatkan oleh kerusakan atau kelainan


struktur biokimia tubuh dan terjadi abnormalitas kromosom.

vii
2) Gangguan metabolisme

Kurangnnya asupan nutrisi tertentu akan dapat menyebabkan kondisi pada anak
tunagrahita. Kelainan yang disebabkan oleh beberapa gangguan metabolisme
diantarannya adalah :

a. Phenylketonuria

Gangguan pada metabolisme asam amino disebabkan oleh suatu mutasi


gen phenylalanine hydroxylase. Mutasi ini akan mengakibatkan ketidakmampuan
phenylalanine berubah menjadi tyrosin sehingga akan terjadi suatu penimbunan
phenylalanine dalam darah yang akan menyebabkan retradasi mental.

b. Gargoylisme

Merupakan kondisi yang disebabkan terjadinnya kerusakan pada


metabolisme saccharide yang merupakan tempat penyimpanan asam
mucopolusaccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak dan hal ini akan
mengakibatkan kondisi tunagrahita.

c. Kretinisme

Merupakan kekurangan kronis terhadap hormon tyroid selama didalam


kandungan dan setelah proses kelahiran. Kretinisme akan tampak pada bulan
kelima setelah bayi lahir.

3) Infeksi keracunan

Infeksi yang diderita oleh ibu pada saat mengandung menyebabkan keadaan
tunagrahita. Dimana, disebabkan oleh infeksi virus rubella, sifilis, toksoplasmosis,
kecanduan alcohol, narkotika, obat terlarang dan gas beracun.

4) Trauma zat radioaktif

Trauma yang terjadi pada bayi akan menyebabkan perdarahan yang


mengakibatkan terjadinnya cacat otak. Sinar X juga bisa mengakibatkan terjadinnya
tungrahita mikrosefalus.

viii
2.5 Dampak Anak Tunagrahita
Menurut Efendi (2009), dampak yang dapat ditimbulkan pada anak tunagrahita
ada empat tahap yaitu meliputi:

a. Tahap I

Pada tahap satu akan diketahui kelainan atau ketunaan pada salah satu organnya
atau lebih. Dalam hal ini akan berkurang dalam kemampuannya untuk memfungsikan
secara maksimum organ atau istrumen anggota tubuh yang akan mengalami kelainan.

b. Tahap II

Pada tahap dua alat motorik dan sensori yang tidak berfungsi akan berdampak
pada anak tunagrahita yang melakukan eksplorasi sehingga akan mengalami hambatan
dalam melakukan aktivitas.

c. Tahap III

Pada tahap tiga anak tunagrahita akan mengalami hambatan pada saat melakukan
aktivitas dan akan menimbulkan reaksi emosional akibat ketidakberdayaannya.

d. Tahap IV

Pada tahap empat reaksi emosional yang ditimbulkan terus menumpuk dan
intensitasnnya semakin meningkat, maka reaksi emosionalnya yang muncul tidak akan
menguntungkan bagi perkembangan kepribadiannya.

Dampak pada orang tua dimana terjadinnya kondisi kritis pertama kali keluarga
menyadari bahwa anak mereka tidak normal seperti anak lainnya. Orang yang paling
banyak menanggung beban akibat ketunagrahitaan adalah keluarga anak tersebut. Dalam
memberitahukan kepada orang tua hendaknnya dilakukan terhadap keduannya (suami-
istri) secara bersamaan. Orang tua hendaknnya menyadari bahwa mereka memiliki anak
cacat (tunagrahita). Reaksi yang akan timbul pada keluarga berbeda-beda tergantung
pada beberapa faktor (Somantri, 2007).

ix
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Strategi Pembelajaran Bina Diri

3.2 Strategi Pembelajaran Bina Diri Anak Tunagrahita


Strategi pelaksanaan program Bina Diri didasarkan atas pendekatan-pendekatan:
 Berorientasi pada kebutuhan anak dan dilaksanakan secara integratif dan
holistik.
 Lingkungan yang kondusif. Lingkungan harus diciptakan sedemikian menarik
dan menyenangkan, dengan memperhatikan keamanan dan kenyamanan anak
dalam belajar.
 Menggunakan pembelajaran terpadu. Model pembelajaran terpadu yang
beranjak dari tema yang menarik anak (centre of interest) dimaksudkan agar
anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga
pembelajaran menjadi bermakna bagi anak.
 Mengembangkan keterampilan hidup.
 Menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Media dan sumber belajar
dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja
disiapkan.
 Pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan dan
kemampuan anak. Ciri-ciri pembelajaran ini adalah:
1) Anak belajar dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya
terpenuhi, serta merasakan aman dan tentram secara psikologis.
2) Siklus belajar anak berulang, dimulai dari membangun kesadaran,
melakukan penjelajahan (eksplorasi), memperoleh penemuan untuk
selanjutnya anak dapat menggunakannya.
3) Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan teman
sebayanya.
4) Minat anak dan keingintahuannya memotivasi belajarnya.
5) Perkembangan dan belajar anak harus memperhatikan perbedaan
individual.
6) Anak belajar dengan cara dari sederhana ke yang rumit, dan tingkat
yang termudah ke yang sulit.

x
3.3 Metode Pembelajaran Bina Diri Anak Tunagrahita

3.4 Teknik Pembelajaran Bina Diri Anak Tunagrahita


Ada beberapa teknik yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan suatu tingkah laku atau
ketrampilan yang baru kepada seorang anak, yaitu:
a) Memberi contoh (modelling), yaitu menunjukkan kepada anak apa yang harus
dikerjakan
b) Menuntun/mendorong (promting), ialah melakukan atau mengatakan sesuatu
untuk membantu anak agar dapat mengerti apa yang harus dilakukan
c) Mengurangi tuntunan (fading), ialah mengurangi tuntunan secara bertahap sejalan
dengan keberhasilan siswa
d) Pentahapan (shaping), ialah membagi kegiatan dalam beberapa pentahapan, bagi
pekerjaan/kegiatan yang dimulai dari yang mudah ke yang sukar. (Astati:2011)

3.5 Alat dan Media Pembelajaran Bina Diri Anak Tunagrahita

3.6 Pengertian Evaluasi


Pengertian evaluasi menurut para ahli seperti Wrigstone, dkk (1956) mengatakan
bahwa evaluasi adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan ke arah tujuan
atau nilai-nilai yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam perusahaan, pengertian evaluasi
adalah proses pengukuran akan efektifitas strategi dalam upaya mencapai tujuan bagi
perusahaan. Contohnya evaluasi proyek. Hal-hal yang dievaluasi dalam proyek adalah
tujuan dan pembangunan proyek, apakah sudah tercapai atau tidak, apakah sesuai dengan
rencana atau tidak, jika tidak, apa yang membuatnya tidak tercapai, apa yang harus
dilakukan agar sesuai. Hasil yang ditimbulkan dari evaluasi adalah bersifat kualitatif.
Adapun pengertian evaluasi juga dikemukakan oleh Sudijono (1996) yang
mengatakan bahwa pengertian evaluasi adalah penafsiran atau interpretasi bersumber
pada data kuantitatif, sedangkan data kuantitatif berasal dari hasil pengukuran.
3.7 Instrumen Evaluasi

xi
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

xii
DAFTAR PUSTAKA

xiii

Anda mungkin juga menyukai