Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS FIQIH INDUSTRI HALAL

DR. NASRULLAH BIN SAPA, LC., MM


DAFTAR PEMBAHASAN

•Produk dan Jasa Halal


•Sumber Modal Entitas Usaha
•Model dan Bentuk Operasional Entitas Usaha
INDUSTRI HALAL

• Industri halal merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan


kegiatan industri yang dimulai dari perolehan bahan baku, pengolahan,
hingga menghasilkan produk halal harus menggunakan sumber daya maupun
cara yang diizinkan oleh syariat islam. Seiring perkembangannya, industri
halal bukan hanya mencakup pada makanan dan minuman, tetapi merambah
hingga gaya hidup seperti sektor pariwisata, kosmetik, pendidikan, keuangan,
mode busana, media rekreasi, serta seni dan kebudayaan
BERKAITAN DG HALAL & HARAM INI, ADA BEBERAPA
PRINSIP YG DITAWARKAN ISLAM:

• Pada dasarnya sesuatu itu boleh hukumnya,


• Penghalalan dan pengharaman hanyalah wewenang Allah swt.,
• mengharamkan yg halal/menghalalkan yg haram termasuk perbuatan syirik kpd
Allah swt.,
• Sesuatu itu diharamkan karena sesuatu itu buruk,
• Sesuatu yg menghantarkan kepada yg haram mk hukumnya adalah haram,
• Berhati-hati kepada yg syubhat agar tdk jatuh ke dlm yg haram,
• Dharurat mengakibatkan sesutu yg terlarang mejadi boleh.
MAKANAN (JASA) YG HARAM ADA 3 MACAM.

1. Haram krn zatnya spt babi, bangkai dan darah.


2. Haram bkn karena zatnya mis. karena hasil usaha & kerja yg haram spt.
hasil curian, korupsi, penipuan dll.
3. Makanan yg pd zatnya halal ttp membahayakan jiwa raga mns spt
makan kaca dsb.
MAKANAN & MINUMAN HARAM (QS. AL-BAQARAH
(2):173, QS. AL-MAIDAH (5): 3,

• Bangkai • Binatang yang kotor/menjijikkan


• Darah • Binatang Buas dan Binatang yang Bercakar
• Yang tercekik, dipukuli, ditanduk/diterkam • Khamar dan Sejenisnya yang memabukkan
binatang
• Anjing
• Daging Babi
• Rokok
• Daging yang disembelih bukan atas nama
Allah SWT
APA TUJUAN DARI HALAL SUPPLY CHAIN?

• Tujuan dari halal supply chain ada untuk mempertahankan dan memastikan
bahwa produk yang dihasilkan tidak hanya halal dari segi material
penyusunnya saja. Tetapi juga melibatkan serangkaian alat bantu produksi
dan distribusi yang sesuai dengan prinsip-prinsip dalam syariat islam.
• Cara kerja dari halal supply chain yaitu dengan menghindari kontak langsung
dengan barang atau material non-halal, serta mempertimbangkan risiko
kontaminasi atau campuran antara produk halal dan non-halal.
RAGAM PENDAPAT FIQIH SOAL KRITERIA
THAYYIBAN DALAM PRODUK HALAL
• Thayyib menjadi lawan kata dari khabits, merujuk pada al-A’raf ayat 157 di
atas. Makna khabits, yang merupakan turunan kata dari khabutsa –
yakhbutsu – khubtsan, dalam Mu’jam al-Wasith diartikan sebagai sesuatu
yang rusak, buruk, atau tidak menyenangkan.
• Lafal thayyibat mencakup makna halal karena makanan yang thayyib tidak
akan mengandung bahaya, larangan maupun madharat lain di dalamnya,
sehingga ia halal. Jika yang thayyib berarti halal, maka yang buruk (khabits)
dapat dinilai haram.
RAGAM PENDAPAT FIQIH SOAL KRITERIA
THAYYIBAN DALAM PRODUK HALAL
• Sedangkan dalam konteks layak, enak, atau lezat, lumrahnya manusia
memandang kelayakan, rasa dan lezatnya makanan atau minuman sebagai
hal yang baik. Pandangan seperti ini meniscayakan bahwa layak tidaknya
makanan/minuman untuk dikonsumsi dinilai dari pengetahuan manusia seputar
kelayakan dan manfaat barang tersebut.
CATATAN PINGGIRAN FIQIH

•Istihalah
•Istihlak
•Dharurat
ISTIHALAH

• yaitu perubahan hukum suatu hal ke hal lain


• Bahwa menurut Ibn Abidin, kalau babi tenggelam di laut dan setelah itu
tubuhnya hancur, kemudian berubah menjadi garam maka garamnya halal
• Jika najis sudah menjadi abu, tidak dikatakan najis lagi
• Mazhab Hanafi menggunakan teori istihâlah ini secara mutlak, sedangkan
mazhab Syafi‘i lebih berhati-hati
ISTIHLAK

• Yang dimaksud dengan istihlak adalah bercampurnya benda haram atau


najis dengan benda lain yang suci dan halal yang jumlahnya lebih banyak.
• sehingga menghilangkan sifat najis dan keharaman benda yang sebelumnya
najis, baik rasa, warna, maupun baunya.
• contoh lain soal penggunaan enzim babi dalam vaksin. Kalau ternyata
jumlahnya sedikit dan dalam hasil akhir tidak lagi terdeteksi, maka bisa jadi
vaksin itu dinyatakan halal melalui teori istihlak ini.
DHARURAT

• Pakar Ushul al-Fiqh, Abu Zahrah mendefinisikan darurat sebagai suatu


keadaan yang memaksa untuk mengomsumsi sesuatu yang telah dilarang
namun dilakukan juga dalam rangka mempertahankan nyawa, atau khawatir
akan kehilangan harta atau karena kebutuhan daruri (pokok) seseorang
terancam jika dia tidak mempertahankannya kecuali dengan melakukan
sesuatu yang dilarang tanpa mengganggu hak orang lain
MENILIK KEHALALAN ENTITAS
USAHA
SUMBER MODAL ENTITAS USAHA

• Berhutang
• Menarik Investasi
HUTANG YANG DILARANG

• DEFINISI RIBA AD DUYUN


• Riba ad Duyun adalah tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi
hutang piutang, baik hutang piutang pada jual beli barang atau atas
pinjaman uang. Riba ad duyun terbagi lagi menjadi dua yaitu:
• Riba Nasyiah
• Riba Fadhl
HUTANG YANG DILARANG (LANJUTAN)

• Riba al Qardh
• Yaitu riba dalam bentuk seseorang memberikan pinjaman berupa uang kepada pihak
lain dengan ketentuan bahwa pihak tersebut harus mengembalikan uang pinjaman
dengan adanya tambahan sebesar jumlah tertentu atau sebesar kebiasaan yang
berlaku, atau dipersyaratkan adanya tambahan yang bersifat bulanan atau tahunan
atas dana yang dipinjam.
• Riba an Nasi’ah / Jahiliyyah
• Yaitu adanya tambahan yang dipersyaratkan yang melebihi pokok hutang, disebabkan
penangguhan hutang tersebut.
BENTUK LAIN RIBA

• DEFINISI RIBA AL BUYU’


• Riba al Buyu’ adalah riba yang terjadi pada pertukaran dua barang ribawi, yang
sejenis ataupun tidak sejenis. Riba al buyu’, terbagi dua antara lain:

• Riba al Fadhl
• Yaitu adanya kelebihan pada pertukaran dua barang ribawi yang sejenis

• Riba an Nasa’
• Yaitu pertukaran dua barang ribawi yang sejenis atau tidak sejenis, dalam klasifikasi
yang sama, dengan adanya penangguhan.
INVESTASI YANG DILARANG

• Investasi dapat diartikan sebagai kegiatan usaha yang mengandung risiko,


karena memiliki unsur ketidakpastian. Hal ini berarti perolehan kembali
(return) dalam investasi itu tidak dapat dipastikan dan bersifat tidak tetap.
INVESTASI YANG DILARANG

• Investasi yang Mengandung Riba


• Investasi Berkaitan dengan Zat Haram
• Investasi Gharar
• Investasi dengan Unsur Kecurangan
• Investasi Penuh Spekulasi
KONSEP SYIRKAH DALAM ISLAM
PERSEROAN TERBATAS DALAM ISLAM
MAKNA SECARA BAHASA

• Pengertian syirkah secara makna bahasa adalah (AnNabhani, 2004)

• Syirkah menurut pengertian bahasa artinya adalah mencampurkan dua


bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan
satu bagian dengan bagian lainnya”.
MAKNA SECARA SYARIAH

• Sedangkan pengertian syirkah menurut makna syari’ah adalah (An-Nabhani,


2004):

• “Syirkah menurut makna syariah adalah suatu akad antara dua pihak atau
lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan
memperoleh keuntungan”.
DALIL-DALIL SYARIAH

• Hadits Nabi Saw berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau
diutus sebagai Nabi, banyak shahabat pada saat itu yang bermuamalah dengan cara
bersyirkah dan Nabi SAW-pun membenarkannya (men-taqrir-nya).
• Dalil yang lain adalah berdasarkan sabda dari Nabi SAW, sebagaimana dituturkan Abu
Hurairah ra:

• "Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang
bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya
berkhianat, Aku keluar dari keduanya" (HR. Abu Dawud, Al-Baihaqi dan AdDaruquthni).
KONSEKUENSI DEFENISI

• Setelah kita memahami dari definisi syirkah secara syar’i dan mengetahui
dalildalil yang menjadi sandarannya, maka kita dapat memahami bahwa
dari definisi tersebut ternyata mengandung konsekuensi yang cukup dalam
dan luas. Sekaligus, dari definisi tersebut kita juga bisa memahami hakikat
perseroan syari’ah, yang dapat dibedakan dengan jelas dengan bentuk
bentuk perseroan kapitalisme, khususnya dengan bentuk Perseroan Terbatas
(PT).
PRINSIP 1

• Dalam perseroan syari’ah, di antara para pesyirkah harus ada pihak yang
menjalankan usaha atau bisnis secara langsung, dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan. Perseroan syari’ah tidak boleh hanya kumpulan
pemodal saja, kemudian membuat badan hukum perseroan, selanjutnya yang
menjalankan bisnisnya justru adalah pihak lain yang digaji untuk menjalankan
perusahaannya, sebagaimana yang biasa terjadi pada perseroan
kapitalisme.
PRINSIP 2

• Dalam perseroan syari’ah, semua orang yang telah beraqad syirkah harus
siap melebur menjadi satu. Baik yang melebur itu adalah manusianya,
maupun modal yang disertakaannya.
• Berbeda dengan perseroan kapitalisme, peleburan itu hanya dilihat sebatas
modal yang disertakan.
PRINSIP 3

• Dalam perseroan syari’ah, jika ada pesyirkah yang menyertakan modal


dalam bentuk barang (misalnya rumah, yang kemudian dinilai besarnya
dengan uang), juga harus siap dileburkan sebagai milik bersama seluruh
anggota syirkah.
• Rumah itu juga tidak boleh disyirkahkan dalam bentuk sewa saja, yang
besarnya nilai sewa kemudian dianggap sebagai penyertaan modal
awalnya.
PRINSIP 4

• Dalam perseroan syari’ah, suara mengikuti manusianya, bukan mengikuti


modalnya, sebagaimana yang ada dalam perseroan kapitalisme. Oleh
karena itu, setiap individu pesyirkah yang menjadi pengelola akan memiliki
suara yang sama, walaupun modal yang disertakan itu berbeda-beda. Di
dalam perseroan kapitalisme, suara mengikuti prosentase jumlah saham atau
modal yang disertakan.
PRINSIP 5

• Dalam perseroan syari’ah, seluruh pesyirkah adalah pemilik perusahaan.


Sedangkan untuk para pengelola, mereka memiliki kewenangan, hak dan
kewajiban yang sama.
PRINSIP 6

• Dalam perseroan syari’ah, setiap keputusan yang dibuat harus disepakati oleh
seluruh pesyirkah yang menjadi pengelola, meskipun presentase modalnya kecil.
• Hal itu berbeda dengan perseroan kapitalisme, keputusan sangat ditentukan oleh
pemegang saham mayoritas. Jika ada 1 orang yag menguasai 51% saham, maka
apapun yang dia inginkan, harus disetujui dan diwujudkan oleh perusahaan,
walaupun 1 orang itu adalah “anak ingusan” , yang tidak tahu apaapa dalam
masalah bisnis (mungkin, saham mayoritas yang dimilikinya adalah warisan orang
tuanya)
PRINSIP 7

• Dalam perseroan syari’ah, jika akan ada penambahan modal baru atau
masuknya pesyirkah baru, harus disetujui oleh seluruh anggota syirkah yang
ada.
• Berbeda dengan perseroan kapitalisme, untuk menambah modal baru,
tinggal menjual saham-saham perusahaan, kepada siapa saja, dimana saja,
bahkan dapat menjual ke seluruh penjuru antero dunia.
PRINSIP 8

• Dalam perseroan syari’ah, jika ada salah satu pesyirkah yang tidak setuju
dalam sebuah permufakatan dan tetap kokoh dalam ketidaksetujuannya,
padahal seluruh pesyirkah lain sudah mufakat, maka perseroan itu harus
dibubarkan, dengan mengikuti ketentuan pembubaran syirkah.
• Hal itu berbeda dengan perseroan kapitalisme, keputusan tetap mengikuti
suara mayoritas. Jika ada pesero yang tidak setuju dan itu suara minoritas,
kesepakatan mayoritas harus dilaksanakan oleh perusahaan.
PRINSIP 9

• Dalam perseroan syari’ah, status perusahaan tidak boleh bersifat tetap


selamanya, sebagaimana badan hukum perseroan kapitalisme yang bersifat
tetap selamaya. Keberlangsungan perseroan syari’ah dikembalikan kepada
kesepakatan seluruh anggota yang bersyirkah. Jika mereka ingin
perusahaannya tetap ada, maka perusahaan itu akan tetap ada. Jika
mereka ingin bubar, maka perusahaan itu akan bubar, sesuai dengan
kesepakatan.
PRINSIP 10

• Dalam perseroan syari’ah, pembagian keuntungan mengikuti kesepakatan,


bukan mengikuti besarnya prosentase modal yang disertakan saja,
sebagaimana dalam perseroan kapitalisme. Semua anggota yang terlibat
dalam syirkah, memiliki hak untuk mendapatkan prosentase keuntungan, baik
didasarkan atas tenaganya saja, modalnya saja atau kedua-duanya. Namun,
dalam hal menanggung kerugian, pembagiannya didasarkan atas prosentase
modal yang disertakan.
JENIS SYIRKAH

• 1. SYIRKAH INAN
• Syirkah inân adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing
memberi konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl) sekaligus. Syirkah ini
hukumnya boleh (jaiz) berdasarkan dalil as-Sunnah dan Ijma Sahabat (An-
Nabhani, 2004).
JENIS SYIRKAH

2. SYIRKAH ‘ABDAN
Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-
masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal
(mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan
arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang
batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya). (An-Nabhani, 2004). Syirkah
ini disebut juga syirkah ‘amal (Al-Jaziri, 1996; Al-Khayyath, 1982).
JENIS SYIRKAH

3. SYIRKAH MUDHARABAH
Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan
ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak
lain memberikan konstribusi modal (mâl) (An-Nabhani, 2004). Istilah syirkah
mudhârabah banyak dipakai oleh ulama Irak, sedangkan untuk ulama Hijaz,
mereka menyebutnya dengan istilah qirâdh
JENIS SYIRKAH

4. SYIRKAH MUFAWADHAH
Syirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang
menggabungkan semua jenis syirkah yang telah disebutkan di atas (syirkah inân,
‘abdan, mudhârabah, dan Wujuh) (An-Nabhani, 2004; Al-Khayyath, 1982).
Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini hukumnya adalah boleh (jaiz). Sebab,
setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan
dengan berbagai jenis syirkah lainnya (An-Nabhani, 2004).
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai