Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK LANSIA


DENGAN HYPERTENSI
DI WILAYAH RW 09 KEL LAGOA KEC KOJA JAKARTA UTARA

NAMA : NANI CAHYA NN, Skep


NIM : 20200305010

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
TAHUN AJAR GANJIL 2020
A. KONSEP LANSIA
1. DEFINISI LANSIA
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang
telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process
atau proses penuaan.
Lanjut usia didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya
kerentanan terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya
mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia
(Aru, 2009).
Lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun keatas baik pria maupun
wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak
berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain
untuk menghidupi dirinya (Tamher, 2009).

2. BATASAN LANSIA
Batasan-batasan usia lanjut Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu
berbeda.
Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006)


pengelompokkan lansia menjadi :

a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan


kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa
usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia
>65 tahun)
3. CIRI – CIRI LANSIA
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran. Kemunduran pada lansia sebagian
datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang
penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki
motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi
yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas. Kondisi ini sebagai akibat dari
sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh
pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang
lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran. Perubahan peran tersebut dilakukan
karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan
peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di
masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan
lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia. Perlakuan yang buruk terhadap lansia
membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk
sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi
inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

4. TIPOLOGY DAN KARAKTERISTIK LANSIA

Pandangan sekarang :
a. Tipe arif bijaksana : kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri : mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, teman, memenuhi undangan.
c. Tipe pasrah : menerima dan menunggu nasib baik mengikuti kegiatan
beribadat, ringan kaki, pekerjaan apapun dilakukan.
d. Tipe tidak puas : konflik lahir / bathin menghadapi proses ketuaan, banyak
merasa kehilangan (kecantikan, daya tarik, kekuasaan, teman yang disayangi,
status etc) pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan menuntut
e. Tipe bingung : kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, acuh dan tak acuh.

Menurut karakter, pengalaman, lingkungan, dan kondisi fisik, mental sosial-


ekonomi :

a. Tipe optimis (santai dan riang)


b. Tipe konstruktif
c. Tipe dependent (ketergantungan)
d. Tipe defensive e. Tipe militant dan serius
e. Tipe marah/ frustasi
f. Tipe putus asa (benci pada diri sendiri)

Berdasarkan kemampuan

a. Mandiri sepenuhnya
b. Mandiri dengan bantuan langsung
c. Mandiri dengan bantuan tidak langsung
d. Panti sosial tresna werdha
e. Lansia yang di rawatdi rumah sakit
f. Lansia yang menderita gangguan mental

5. TEORI PROSES PENUAAN


a. Teori Biologis
Teori biologis terdiri dari:
1) Teori sel Ada 3 komponen sel yaitu sel yang reproduce, yang tidak
reproduce dan materi intraseluler
2) Teori Mutasi Somatik Terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel
somatic akan menyebabkan tejadinya penurunan kemampuan
fungsional sel tersebut. Salah satu yang berhubungan dengan mutasi
sel somatik adalah hipotesis “ Error Catastrophe “ : “ menua
disebabkan oleh kesalahan kesalahan yang terjadi dalam proses
transkipsi ( RNA protein / enzim ). Kesalahan yang beruntun
sepanjang kehidupan dan dalam waktu yang cukup lama menyebabkan
fungsi sistem tubuh tidak dalam tingkat yang optimal”.
3) Teori Radikal Bebas Radikal bebas adalah suatu molekul / atom
dengan suatu electron dalam orbitnya di lingkaran luar. Radikal bebas
merupakan bioproduk dari metabolisme yang tidak stabil, aktif agresif
dan merusak membrane sel, jika jumlah nya terakumulasi lebih
banyak, maka tubuh membutuhkan antioksida untuk menangkal radikal
bebas ini

4) Teori Cross Linkage Teori ini dikemukakan oleh hyflick (1996) dia
berpendapat bahwa proses penuan terjadi karena seiring dengan
bertambahnya usia beberapa protein di dalam tubuh akan saling
bertautan sehingga akan mengganggu pada proses metabolic, dimana
proses metabolic yang normal tidak terjadi, sisa sisa metabolism
tertumpuk di dalam sel yang berpengaruh pada rusaknya fungsi
jaringan.
5) Programmed aging theory Disebut juga : hayflick theory/ biological
clock/ cellular aging / genetic theory. Kehidupan organism deprogram
melalui gen nya yang mengontrol sepanjang hidup manusia (Hershey),
menua telah terprogram secara genetic untuk spesies tertentu. Hyflick
dan moorehead menyatakan bahwa pengontrolan genetik umur
dikontrol dalam tingkat seluler (Hayflick).
6) Teori Imunitas Perubahan perubahan terjadi dalam sistem imun
terutama pasa sel limfosit T sebagai hasil penuaan. Perubahan
perubahan itu menyebabkan individu lebih rentan terhadap penyakit
(Phipps, sands, marek )
b. Teori Psikologis
1) Teori Psikologis
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Tiap individu memiliki kebutuhan
dasar internal yang memotivasi seluruh perilakunya (Maslow).
Motivasi manusia dipandang sebagai suatu hierarki kebutuhan yang
penting untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Individu adalah
partisipan aktif dalam kehidupannya, yang berusaha untuk mencapai
aktualisasi diri (Carson, Arnold), dibawah ini bagan hierarki Maslow

2) Teori Individualisme Jung Menurut carl jung (1996) seorang ahli


psikologi swiss, perkembangan terjadi sepanjang kehidupan manusia,
terutama manusia dewasa, dengan self realization sebagai tujuan dari
perkembangan kepribadian. Sebagai seorang lansia, individu
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi seseorang yang lebih
religious .
3) Teori Tahap Perkembangan Ericson Menurut Eric Ericson, setiap
manusia akan melewati delapan tahap perkembangan dengan tugas
tugas selama hidupnya. Individu harus melewati setiap tahapan itu
sebelum melanjutkan ketahap berikutnya. Tahap perkembangan pada
lansia yaitu : Ego Integrity Vs Despair tugas perkembangan pada tahap
ini adalah : penerimaan terhadap kehidupan yang penuh arti dan
kematian sebagai akhir dari hidupnya. Despair (putus asa) dimana
seorang lansia gagal menerima kehidupannya yang tidak berarti dan
ketakutan menghadapi kematian.
4) Teori selektif optimis dengan kompensasi Kapasitas fisik menurun
sejalan dengan bertambahnya usia. Lansia berhasil mengkompensasi
defisit tersebut melalui seleksi optimisasi dan kompensasi (schroots,
1996).
5) Teori Tugas perkembangan Havighrust Later maturity adlah istilah
yang digunakan oleh havighrust untuk lansia. Tugas dari later maturity
ini adalah disengagement/ pelepasan.
c. Teori Sosiologis
1) Teori Pelepasan (Disengagement Theory) Penarikan diri individu usia
lanjut dari masyarakat atau sebaliknya adalah suatu keadaan yang tidak
mungkin dielakan dan menimbulkan penurunan interaksi diantara
keduanya. Inisiatif penarikan diri dapat muncul dari individu dan atau
masyarakat (cumming, henry).
2) Teori Aktivitas Individu membutuhkan suatu kegiatan untuk tetap aktif
pada usia lanjut. Aktivitas penting untuk mencapai kepuasan hidup dan
konsep diri yang poditif (havighrust, neugarten, tobin). Kepuasan
hidup usia lanjut akan timbul bila yang bersangkutan mempertahankan
aktivitas sosial pada tingkat optimum (Watson).
3) Teori Kontinuitas Seorang individu akan berespon terhadap penuaan
dengan kepribadian dan penyesuaian interpersonal yang sama
(kepribadian, pilihan, komitmen, nilai-nilai, kepercayaan, dan semua
faktor yang berkontribusi pada kepribadiannya (Havighrust,
Neugarten, Tobin ).
4) Teori Stratifikasi usia Society/ masyarakat terdiri dari berbagai
kelompok berdasarkan tingkatan usia. Orang-orang dan peran dalam
kelompok ini selalu berubah dan saling mempengaruhi satu sama lain
sebagai halnya dalam satu kelompok besar. Interdepedensi tingkat
tinggi terjadi antara kelompok usia lanjut dengan masyarakat (Riley,
Johnson, Foner).
5) Teori Person Environment Setiap individu memiliki kemampuan atau
kompetensi pribadi yang membimbing individu untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Kompetensi ini akan berubah seiring
bertambahnya usia yang akan mempengaruhi kemampuan individu
untuk berhubungan dengan lingkungannya (Lawton).
d. Teori Lingkungan
1) Teori Wear and Tear Sinar matahari yang berlebih membentuk kulit
menjadi kering, tipis, dan cepat mengalami penuaan. Menurut pelman
(2000) human aging is “desease syndrome” arising from strunggle
between environment stress and biological and relative adaption to the
effect of the stressor agent (air pollution, chemicals, psicological and
sosiologic event) penuaan pada manusia adalah suatu “syndrome
penyakit” yang timbul dari hasil perjuangan antara stress lingkungan
denga pertahanan biologis dan adaptasi relative dari agen-agen stressor
(polusi udara, kimia, peristiwa psikologis dan sosial).
2) Model Ekologikal Prilaku adalah produk interaksi seseorang dengan
lingkungan, oleh sebab itu interaksi tersebut harus dipahami (Lawton
& Nahemow ).

6. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA


Perubahan Fisik
Perubahan fisik meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem
organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal,
genito urinaria, endokrin dan integumen.
1) Perubahan sistem neurologi
 Berat otak menurun 10-20%
 Mengecilnya saraf panca indra
 Kurang sensitif terhadap sentuhan
 Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
 Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
 Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
 Meningkatnya lipopusin sepanjang neuron sehingga terjadi
vasokontriksi dan vasodilatsi inkomplit.
2) Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.
a. Penglihatan
 Hilangnya irama kelopak mata dan lemahnya kelopak mata
menyebabkan ptosis, mal posisi kelopak mata
 Alis mata menjadi kasar dan berwarna abu
 Membrane konjungtiva mengering karena kurangnya
kuantitas dan kualitas produksi air mata sehingga menjadi
sedikit dan menimbulkan rasa gatal Kemampuan akomodasi
menurun Kornea lebih berbentuk skeris.
 Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar.
 Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
 Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam
cahaya gelap.
 Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas
pandang.
 Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna
hijau pada skala.
b. Pendengaran.
 Daun telinga tampak membesar karena formasi kartilago
yang menerus dan hilangnya elastisitas kulit
 Kanal auditori menyempit karena kolaps bagian dalam
 Lapisan kanal pendengaran menjadi kasar dan kaku
 Penurunan lambat dari fungsi sensorineural ; tekhnik
komunikasi terganggu
 Atrofi membran timpani menyebabkan otosklerosis
 Pengumpulan dan penegerasan serumen karena
meningkatnya keratin
 Terjadinya tinnitus
 Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) : Hilangnya
kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 %
terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
c. Pengecap dan penghidu.
 Perubahan mukosa oral dan lidah serta patologi meatus
nasalis
 Kemunduran usia menjadi sensitive terhadap pencemaran
udara dan rangsangan zat kimia sehingga harus menjaga
kebersihan mulut saat bersin dan batuk
 Vertigo yaitu rasa pusing akibat gangguan keseimbangan
sehingga lansia diajarkan dengan latihan untuk mengurangi
pusing seperti gerakan lambat, menghindar dari cahaya
yang menyilaukan Menurunnya kemampuan pengecap.
 Menurunnya kemampuan penghidu sehingga
mengakibatkan selera makan berkurang.
d. Peraba.
 Hilangnya sensitifitas ringan karena menurunnya densitas
reseptor kutaneous untuk sensasi sentuhan
 Meningkatnya progresivitas batas vibratory, taktil karena
perubahan sensitifitas reseptor korpuskel paccini
Kemunduran dalam merasakan sakit.
 Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
3) Perubahan Sistem Cardiovaskuler pada usia lanjut.
a. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
b. Elastisitas aorta menurun
c. Ventrikel kiri menebal sehingga menurunnya kekuatan kontraksi
d. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
e. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Kurangnya efektifitasnya
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari
tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak ).
f. Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).
4) Perubahan Sistem gastrointestinal pada lansia
a. Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang
biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi
kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
b. Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput
lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari
syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
c. Esofagus melebar.
d. Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam
lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
e. Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
f. Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
g. Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
5) Perubahan Sistem Urinaria pada lansia
a. Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai
50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan
mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria
( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat.
b. Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi
BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria
lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
c. Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
d. Atropi vulva.
e. Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga
permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi
sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna.
f. Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi
kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.
6) Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan seksual pada lansia
a. Perubahan sistem reprduksi :
 selaput lendir vagina menurun/kering.
 menciutnya ovarium dan uterus.
 atropi payudara.
 testis masih dapat memproduksi meskipun adanya
penurunan secara berangsur berangsur.
 dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal
kondisi kesehatan baik.
b. Kegiatan sexual.
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi
kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang
mempunyai kebutuhan sexual, disini kita bisa membedakan dalam
tiga sisi :
 fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara
biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan
proses reproduksi,
 rohani, Secara rohani Ù tertuju pada orang lain sebagai
manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan
kepuasan sexualitas melalui pola pola yang baku seperti
binatang dan
 sosial, Secara sosial Ù kedekatan dengan suatu keadaan
intim dengan orang lain yang merupakan suatu alat yang
apling diharapkan dalammenjalani sexualitas.
 Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya,
yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat
pihak lain mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda.
Juga sebagai pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan
badan, msih banyak cara lain unutk dapat bermesraan
dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang
menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil
alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.
7) Perubahan sistem Muskuloskeletal
a. Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.
b. resiko terjadi fraktur.
c. kyphosis.
d. persendian besar & menjadi kaku.
e. pada wanita lansia > resiko fraktur.
f. Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
g. Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi
badan berkurang ).
8) Perubahan sistem integument dan jaringan ikal
a. Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
b. Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan
hilangnya jaringan adipose
c. Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga
tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
d. Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya
aliran darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.
e. Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan
penyembuhan luka luka kurang baik.
f. Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
g. Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta
warna rambut kelabu.
h. Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang
menurun.
i. Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang
menurun.
j. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak rendahnya akitfitas otot.
9) Perubahan sistem endokrin dan metabolisme pada lansia
a. Produksi hampir semua hormon menurun.
b. Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
c. Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya
ada di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH,
TSH, FSH dan LH.
d. Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya daya
pertukaran zat.
e. Menurunnya produksi aldosteron.
f. Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen,
testosteron.
g. Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi
dari sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan
jiwa (stess).
Perubahan Psikologi
Menjadi tua tidak berarti mundur secara psikologis. Daya ingat memang
berkurang, sebab orang lebih memperhatikan hal-hal penting, sedangkan
yang kurang penting tidak diingat. Di luar negeri pernah diadakan
percobaan mendirikan universitas yang menerima mahasiswa yang sudah
berusia lanjut. Ternyata banyak orang yang berusia lanjut yang berhasil.
Semangat belajar mereka lebih besar daripada orangorang muda. Hal ini
disebabkan mereka mempunyai pengalaman hidup yang lebih banyak
dibandingkan dengan yang muda.
Beberapa masalah sosial dan psikologi yang dihadapi pada usia lanjut
antara lain :
a. Pensiun Idealnya, masa pensiun merupakan waktu untuk menikmati
hal lain dalam hidup ini, menjadi santai, melaksanakan cita-cita
berkelana, aktif dalam bidang sosial dan filsafat. Tetapi kadang-kadang
dalam kenyataannya pensiun sering diartikan sebagai ”kehilangan”
pekerjaan, penghasilan, kedudukan, jabatan, peran sosial, dan juga
harga diri.
b. Fungsi Mental Pada umumnya terjadi penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi prises belajar, pemahaman,
pengertian, tindakan dan lain-lain menurun, sehingga perilaku
cenderung lebih lambat. Usia senja yang menderita demensia,
perubahan dan penurunan fungsi kognitif akan lebih jelas dan
progresif. Fungsi psikomotor yang meliputi dorongan
kehendak/bertindak pada umumnya mulai melambat sehingga reaksi
dan koordinasinya juga menjadi lambat. Sedangkan hal yang positif
yaitu dihormati, dituakan, disegani, lebih bijaksana, lebih hati-hati
dalam tindakan, tempat meminta nasehat.
Secara garis besar ada 5 tipe kepribadian pada usia senja :
 Tipe Konstruktif : Orang yang sejak muda dapat menerima
fakta dan kehidupan, menjadi tua diterima dengan santai.
Mereka memiliki sifat yang toleran dan fleksibel, sehingga
lentur dalam menerima kenyataan misalnya pensiun,
kehilangan pasangan dan sebagainya, mereka nrimo tetapi
bukan pasrah.
 Tipe Dependen : Sifat pasif tak berambisi, optimistik tak
dilaksanakan perkawinan terlambat, didominasi oleh istri. Pada
usia senja senang karena pensiun dan santai, banyak makan dan
menikmati hari libur. Tetepi bila mereka kehilangan pasangan
hidupnya merasa kehilangan tempat bergantung yang
merupakan masalah besar, sehingga tidak jarang mereka terus
menerus sakit-sakitan dan akhirnya menyusul pasangannya
lebih cepat.
 Tipe Independen (mandiri): Pada masa mudanya merupakan
orang yang aktif dalam pergaulan sosial, reaksi penyesuaian
diri cukup baik dan cenderung menolak tawaran / bantuan
orang lain. Keadaan tersebut cenderung dipertahankan sampai
usia senja sehingga cemas menghadapi masa tua, misalnya
cenderung menunda masa pensiun atau tetap bertahan aktif
dalam profesi atau pekerjaannya dan tidak tampak menikmati
masa tuanya.
c. Kehilangan pasangan Kematian pasangannya merupakan stress
psikososial yang sangat berat.
d. Menemukan Kebahagiaan
Bentuk-bentuk pernyataan kebahagiaan dan kegembiraan yang khas
pada masa muda, tidak lagi mempunyai daya tarik pada masa usia
senja. Ada beberapa kegiatan menarik yang tidak bisa dilaksanakan,
misalnya kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik misalnya olah raga
atau perjalanan jauh Kebahagiaan di masa lampau sewaktu masih
muda, kini bagi kebanyakan usia senja halhal tersebut hanya menjadi
kenangan. Bagi usia senja, tidaklah menguntungkan untuk bermimpi
diluar jangkauannya. Dalam hidup ini tahap demi tahap orang harus
mengembangkan minat pada hal-hal yang memberikan kegembiraan
apabila mau menjadi orang sepenuhnya. Setiap orang harus
menemukan caranya sendiri untuk mendapatkan kebahagiaan di masa
tuanya. Bagi sementara orang bisa terjadi, cuculah yang menjadi
sumber kesenangan dan kepuasan. Orang lain mengembangkan
perhatiannya di bidang seni, musik dan bukubuku
e. Kematangan Iman
Setelah seseorang memasuki usia tua, banyak terjadi
persoalanpersoalan mengenai kesehatan, dorongan seksual, jaminan
ekonomi. Hal-hal seperti ini nampak tidak stabil lagi sebagaimana
tahun-tahun sebelumnya. Maka tidaklah mengherankan apabila timbul
kebimbangan iman. Orang akan mempunyai problema yang berat,
apabila imannya tidak berkembang matang. Pada usia senja, iman
kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu diperdalam dan dimatangkan,
agar persoalan-persoalan yang dihadapi tidak menjadi terlalu berat.

f. Menemukan Makna Hidup


Salah satu persoalan pokok orang usia senja ialah pemikiran yang
menakutkan bahwa mungkin dirinya sudah tidak berarti lagi. Dia
merasa dirinya sudah tidak diperlukan lagi ditempat kerjanya, dalam
keluarga dan masyarakat. Banyak orang usia senja yang menderita
neurosis dan bermacam-macam ketidakseimbangan mental karena
kekosongan dan tidak adanya tujuan hidup di masa senja. Pada usia
senja, seseorang harus dapat menemukan kembali makna hidupnya.
Menemukan kembali makna hidup pada masa senja tergantung pada
kesehatan, kemampuan dan situasi konkrit kehodupan pribadi yang
bersangkutan. Bagi beberapa orang, merawat cucu-cucunya dapat
menghilangkan rasa takut dan dapat mengembalikan kesadaran baru
akan tujuan hidup dan kegembiraan di usia senja. Banyak orang usia
senja merasa lebih muda lagi ketika diminta memberi nasihat. Perasaan
berguna dan diperlukan, dapat mengembalikan kepercayaan kepada
diri sendiri yang sudah menipis dan memberikan makna hidup baru
dan tujuan hidupnya.
g. Membina Perkawinan Menjadi Satu Kesatuan Yang Baru
Bagi pasangan suami istri, saat suami pensiun dapat merusak hubungan
mereka, tetapi juga dapat menjadi awal hidup bersama yang sempurna.
Pada waktu pensiun, istri takut apabila suami mencampuri urusan
tumah tangga. Dengan ikut campurnya suami dalam urusan rumah
tangga, sering menimbulkan pertengkaran. Akan tetapi perkawinan
dapat juga mengalami perubahan yang sebaliknya. Pada masa suami
pensiun hubungan suami istri dapat menjadi intim. Untuk membina
perkawinan menjadi satu kesatuan diperlukan komunikasi, hubungan
yang mendalam antara suami dan istri
Perubahan mental
Perubahan dari usia muda menuju usia tua tentu akan terlihat dampaknya,
baik secara fisik maupun psikis. Bagi sebagian orang yang belum siap
menjadi tua tentu mengalami stress dan tingkat kecemasan yang tinggi.
Sebab itu perlunya kesiapan yang harus dimiliki setiap orang. Berikut ini
akan dibahas mengenai bagaimana sikap dan contoh perubahan mental
pada lansia yang dapat dijadikan sebagai pelajaran dan juga wawasan agar
kita siap untuk menghadapi tua kelak.
a. Perubahan Pada Pendengaran alias Tuli Satu contoh perubahan yang
akan dialami pada usia tua yaitu pendengaran yang mulai samar –
samar dan akhirnya menjadi tuli atau pikun. Hal ini sering terjadi pada
lansia baik wanita dan juga pria, penyakit yang alami ini terjadi apabila
gaya hidup dan juga faktor genetik yang dialami. Pikun sebenarnya
dapat dicegah dengan banyak menjaga pola asupan yang baik serta
menghindari kebiasaan buruk yang mempengaruhi saraf pendengaran.
Begitu penting perhatian juga peran orang tua dalam pengendalian
sosial.
b. Daya Ingat Menurun Selain itu contoh perubahan mental pada lansia
yaitu mulai menurunnya daya ingat atau memori yang sudah lemah.
Saat ini banyak usia muda pun di atas usia 35 tahun mengalami semi
pikun, mudah lupa dan rasa tidak ingat mengenai hal yang dilakukan.
Penyakit ini memang tidak bisa dipungkiri bagi para lansia, salah satu
alternatif untuk menumbuhkan daya ingat lebih tajam dengan banyak
latihan dan terapi memori. Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan
aturan dan juga petunjuk terapis atau dokter.
c. Perilaku Yang Seperti Anak Kecil Sikap lansia memang sering
membuat kita sedikit risih dan tidak nyaman, kebiasaan berperilaku
seperti anak kecil akan terjadi pada lansia di atas usia 70 tahun. Hal ini
merupakan faktor genetik dan kondisi fisik yang mulai menurun dan
juga lemah. Apabila hal ini tidak ditangani dengan sabar dan tekun,
maka kasihan para lansia karena kondisi seperti itu sebetulnya kondisi
yang tidak diinginkan oleh mereka. Terapi dan perawatan yang
sungguh penuh dengan kepedulian dan perhatian harus dilakukan
untuk menjaga agar mereka tetap nyaman, tenang dan semangat untuk
menjalani hidup.
d. Emosi dan Perasaan yang Lebih Sensitif Contoh perubahan mental
pada lansia berikutnya adalah terganggunya sensor perasaan dan juga
emosi. Emosi serta perasaan para lansia mudah terganggu oleh kondisi
yang membuat mereka tidak nyaman atau sedikit kecewa. Karena itu
butuh ekstra kesabaran dalam merawat para lansia dalam menjalani
kehidupan hari tuanya. Terkadang emosi dan perasaan mereka mudah
sedih, kecewa, marah dan kadang merekan bahagia. Pelajari
bagaimana mengetahui perkembangan emosi usia dewasa dalam tahap
perkembangan.
e. Penurunan Kesehatan Tubuh Usia tua tidaklah setegar dan sekuat usia
muda dulu, semakin seseorang memasuki usia di atas 45 tahun mulai
menurunlah stamina kesehatan tubuhnya. Satu persatu penyakit mulai
menimpa, dari yang ringan sampai yang kronis. Kebiasaan dimasa
muda juga menjadi salah satu pencetus timbulnya penyakit yang bisa
komplikasi, dan juga gaya hidup dan pola makan yang tidak dijaga
dengan baik dan benar. Karena itu sangat penting menjaga semua itu
selagi usia kita masih kuat dan muda agar terhindari dari masalah
penyakit menua kelak.
f. Menurunnya Kehidupan Bersosialisasi Satu lagi contoh perubahan
mental pada lansia yang umumnya terjadi yaitu menghindar dari
kehidupan bermasyarakat. Memasuki usia pensiun biasanya peran
orang tua akan menurun, dunianya dulu yang penuh dengan energik
dan semangat mulai memudar. Lebih banyak menghabiskan waktu
dirumah dengan hobi atau ibadah. Pergaulan antara lingkungan
menjadi kehidupan yang semu dan kelam, tidak memikirkan hiruk
pikuk gemerlap alam luar. Lebih senang akan suasana yang tenang,
damai dan rileks. Berikut ini contoh faktor psikologis yang
mempengaruhi masalah sosial.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
 Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
 Kesehatan umum
 Tingkat pendidikan
 Keturunan (hereditas)
 Lingkungan
 Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
 Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
 Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan famili.
 Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.

Perubahan kognitif
Berikut ini perubahan Kognitif pada lansia yaitu sebuah proses menua
yang secara sehat atau normal aging. Pengaruh pada beberapa aspek
seperti menurunnya daya ingat, seperti memori dalam kehidupan sehari –
hari. Karena itu mengapa usia tua identik dengan kepikunan atau lupa akan
segala hal. Selain itu juga peran orak sebelah kanan mengalami
kemunduran lebih cepat dibanding dengan otak sebelah kiri. Akibatnya
akan mengalami gangguan fungsi kewaspadaan juga perhatian. Penurunan
kognitif pada lansia juga bergantung pada faktor usia juga jenis kelamin
khususnya pada wanita, dikarenakan pada wanita ada peranan hormon seks
endogen dalam perubahan fungsi kognitif serta fungsi reseptor esterogen
di otak yang berperandalam pada fungsi belajar dan memori. Fungsi
Kognitif Pada umumnya kognitif pada lansia memiliki beberapa peranan,
contohnya dalam perubahan kognitif pada lansia. Berikut contohnya:
a. Proses penuaan akibat kinerja otak, terdapat adanya perubahan
pada otak yang berhubungan dengan usia. Setiap tahun terjadi
pengurangan volume pada masing – masing area lobus frontalis
juga lobus tempora. Hal inilah yang menjadi volume otak disertai
dengan menurunnya fungsi kognitif..
b. Faktor usia, dengan bertambahnya usia seseorang maka semakin
banyak terjadi perubahan pada sistem tubuh dan organnya, salah
satunya yaitu penurunan fungsi. Dalam hal ini pengaruh pada
fungsi kognitif yaitu menurunnya kemampuan intelektual,
kemampuan transmisi saraf otak menjadi lambat dan hilangnya
memori juga informasi yang ada.
c. Perubahan Fungsi Kognitif pada Lansia Perubahan Kognitif pada
lansia dapat diketahui dari beberapa fungsinya yaitu :
d. Memori atau daya ingat, yaitu menurunnya daya ingat yang
merupakan salah satu fungsi kognitif. Ingatan jangka panjang tidak
terlalu mangalami perubahan, namun untuk ingatan jangka pendek
mengalami penurunan.
e. IQ, salah satu fungsi intelektual yang dapat mengalami penurunan
dalam hal mengingat, menyelesaikan masalah, kecepatan respon
juga tidak fokus.
f. Kemampuan belajar juga bisa menurun, karena menurunnya
beberapa fungsi organ tubuh. Hal ini mengapa banyak dianjurkan
lansia banyak berlatih dan terapi dalam meningkatkan kemampuan
belajar walau butuh waktu.
g. Kemampuan pemahaman juga pada lansia bisa menurun, hal ini
yang menjadi salah satu Perubahan Kognitif pada lansia yang
mulai menurun. Seperti fokus dan daya ingat yang mulai
mengendur.
h. Sulit memecahkan masalah, dalam hal memecahkan masalah,
lansia juga agak sukar untuk melakukan hal tersebut. Hal ini
dikarenakan sistem fungsi organ yang menurun sesuai dengan usia.
i. Pengambilan keputusan juga begitu lambat, karena secara kognitif
peranan yang mulai menurun dan berkurang.
j. Perubahan motivasi dalam diri, yang baik itu motivasi yang
kognitif dan afektif dalam memperoleh suatu yang cukup besar.
Namun motivasi tersebut seringnya kurang memperoleh dukungan
karena kondisi fisik dan juga psikologis.
Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik
dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan
pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu
mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barangbarang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil. Menghadapi berbagai permasalahan di atas
pada umumnya lansia yang memiliki keluarga masih sangat beruntung
karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan
kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh
kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi lansia yang tidak punya keluarga
atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup
namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup
sendiri di perantauan, seringkali menjadi terlantar.
Perubahan aspek spiritual
pada lansia Perkembangan spiritualitas lansia terkait dengan kemunduran
aspek fisik, psikologis dan sosial. Dengan kemunduran aspek-aspek
tersebut banyak lansia mulai tertarik dalam kegiatan spiritual. Aktivitas
spiritual dilakukan untuk memberikan makna hidup, yang secara fisik,
ekonomi, psikologis dan sosial berkurang. Dalam setting masyarakat
Amerika, Hurlock, mengemukakan bahwa kepercayaan populer di
masyarakat bahwa lansia tertarik pada kehidupan keagamaan, meskipun
bukti-bukti empirik sangat sedikit. Lansia lebih tertarik pada kegiatan
keagamaan karena hari kematiannya semakin dekat, atau karena mereka
sangat tidak mampu. Dari fakta penelitian juga ditemukan banyak lansia
yang justru semakin jauh dari minat keagamaan. Dalam hal pelibatan
terhadap kegiatan keagamaan, umumnya mereka hanya meneruskan
kebiasaan pada usia awal. Apa yang dikemukakan Hurlock tersebut dapat
juga terjadi pada masyarakat lain. Dalam masyarakat muslim, umumnya
para lansia lebih meningkatkan keterlibatan dalam kegiatan keagamaan. Di
samping untuk menjadi sarana berhubungan sosial, mengisi kehidupan
akan lebih bermakna, intensitas pengamalan agama diyakini sebagai bekal
untuk menghadapi kematian dan kehidupan sesudah mati, yaitu di alam
kubur dan alam akherat.

7. PERMASALAHAN PADA LANSIA


Permasalahan Pada Lanjut Usia Lanjut usia merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap manusia. Pada
tahap ini manusia mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,
dimana terjadi kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya.Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas. Sebagai dampak keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia salah
satunya adalah meningkatnya angka harapan hidup di Indonesia sehingga populasi
lansia juga meningkat. Permasalahan yang dapat terjadi adalah:
a. Penurunan fungsi
 Kehilangan dalam bidang sosial ekonomi Kehilangan keluarga atau
teman karib, kedudukan sosial, uang, pekerjaan (pensiun), atau
mungkin rumah tinggal, semua ini dapat menimbulkan reaksi yang
merugikan. Perasaan aman dalam hal sosial dan ekonomi serta
pengaruhnya terhadap semangat hidup, rupanya lebih kuat dari pada
keadaan badani dalam melawan depresi (Maramis, 2009).
 Seks pada usia lanjut Orang usia lanjut dapat saja mempunyai
kehidupan seks yang aktif sampai umur 80-an. Libido dan nafsu
seksual penting juga pada usia lanjut, tetapi sering hal ini
mengakibatkan rasa malu dan bingung pada mereka sendiri dan anak-
anak mereka yang menganggap seks pada usia 19 lanjut sebagai tabu
atau tidak wajar. Orang yang pada masa muda mempunyai kehidupan
seksual yang sehat dan aktif, pada usia lanjut masih juga demikian,
biarpun sudah berkurang, jika saat muda sudah lemah, pada usia lanjut
akan habis sama sekali (Maramis, 2009). Memang terdapat beberapa
perubahan khusus mengenai seks. Pada wanita karena proses penuaan,
maka pola vasokongesti pada buah dada, klitoris dan vagina lebih
terbatas. Aktivitas sekretoris dan elastisitas vagina juga berkurang.
 Penurunan fungsi kognitif Setiati, Harimurti & Roosheroe (2009)
menyebutkan adanya perubahan kognitif yang terjadi pada lansia,
meliputi berkurangnya kemampuan meningkatkan fungsi intelektual,
berkurangnya efisiensi tranmisi saraf di otak menyebabkan proses
informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi,
berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan
mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat
kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat
kejadian yang baru saja terjadi. Penurunan 20 menyeluruh pada fungsi
sistem saraf pusat dipercaya sebagai kontributor utama perubahan
dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam pemrosesan informasi.
 Kejadian Jatuh Pada usia lanjut, kejadian jatuh merupakan
permasalahan yang sering dihadapi, dikarenakan lansia mengalami
penurunan fungsi tubuh yang meningkatkan kejadian jatuh. Kejadian
jatuh pada lansia dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera,
kerusakan fisik dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti
dari kejadian jatuhadalah patah tulang panggul. Dampak psikologs
adalah walaupu cedera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa
takut akan jauh lagi dapat memiliki banyak konsekuen termasuk
ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas
sehari-hari dan fobia jatuh (Stanley, 2006).
b. Penyakit Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda
dari orang dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu
kumpulan gejala-gejala mengenai kesehatan yang sering dikeluhkan oleh para
lanjut usia dan atau keluarganya yaitu :
 Immobility (kurang bergerak)
 Instability (mudah jatuh)
 Incontinence (beser BAB/BAK) 4) Intellectual impairment (gangguan
intelektual/ demensia)
 Infection (infeksi)
 Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
 Isolation (Depression)
 Inanition (malnutrisi)
 Impecunity (kemiskinan)
 Iatrogenic (menderita penyakit pengaruh obat-obatan)
 Insomnia(sulit tidur)
 Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
 Impotence(Gangguan seksual)
 Impaction (sulit buang air besar)
 Immobility (kurang bergerak)

B. KONSEP PENYAKIT HIPERTENSI


1. DEFINISI
Menurut Sheps (2005) dalam Masriadi (2016), hipertensi adalah penyakit dengan
tanda adanya gangguan tekanan darah sistolik maupun diastolik yang naik diatas
tekana darah normal. Tekanan darah sistolik adalah tekanan puncak yang tercapai
ketika jantung berkontraksi dan memompakan darah keluar melalui arteri.
Tekanan darah diastolik diambil tekanan jatuh ketitik terendah saat jantung rileks
dan mengisi darah kembali.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan
darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan
memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus– menerus lebih
dari suatu periode (Irianto, 2014). Hipertensi sering juga diartikan sebagai suatu
keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik
lebih dari 80 mmHg (Muttaqin, 2009).

2. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Klasifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik dibagi menjadi empat kalasifikasi
(Smeltzer, 2012), yaitu :
a. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik Dan Diastolik
(Smeltzer, et al, 2012)
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Prahipertensi 120 – 139 mmHg 80 – 89 mmHg
Stadium I 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium II ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg

b. Klasfikasi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah Pada Orang Dewasa


(Triyanto, 2014)
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal Tinggi 130 – 139 mmHg 85 – 89 mmHg
Stadium 1 (ringan) 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium 2 (sedang) 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg
Stadium 3 (berat) 180 – 209 mmHg 110 – 119 mmHg
Stadium 4 (maligna) ≥ 210 mmHg ≥ 120 mmHg

3. ETIOLOGI
a. Hipertensi primer atau esensial
Hipertensi primer atau esensial adalah tidak dapat diketahuin
penyebabnya. Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses labil
(intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan 50-an dan secara bertahap
“ menetap “ pada suatu saat dapat juga terjadi mendadak dan berat,
perjalanannya dipercepat atau “maligna“ yang menyebabkan kondisi
pasien memburuk dengan cepat. Penyebab hipertensi primer atau esensial
adalah gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, kopi,
obat – obatan, factor keturunan (Brunner & Suddart, 2015). Sedangkan
menurut Robbins (2007), beberapa faktor yang berperan dalam hipertensi
primer atau esensial mencakup pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan
seperti: stress, kegemukan, merokok, aktivitas fisik yang kurang, dan
konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen
dalam hipertensi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah dengan penyebab
tertentu seperti penyempitan arteri renalis, penyakit parenkim ginjal,
berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan (Brunner & Suddart,
2015). Sedangkan menurut Wijaya & Putri (2013), penyebab hipertensi
sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes,
kelainan adrenal, kelainan aorta, kelianan endokrin lainnya seperti
obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme dan pemakaian obat-obatan
seperti kontrasepsi oral dan kartikosteroid.

4. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko hipertensi yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah
oleh penderita hipertensi menurut Black & Hawks (2014) adalah sebagai berikut :
Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah
 Riwayat keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada
seseorang dengan riwayat keluarga, beberapa gen berinteraksi
dengan yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan
tekanan darah naik dari waktu ke waktu. Klien dengan orang tua
yang memiliki hipertensi berada pada risiko hipertensi yang lebih
tinggi pada usia muda.
 Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun.
Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia 50-60 % klien yang
berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg. Diantara orang dewasa, pembacaan tekanan darah
sistolik lebih dari pada tekanan darah diastolik karena merupakan
prediktor yang lebih baik untuk kemungkinan kejadian dimasa
depan seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, dan
penyakit ginjal.
 Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita
sampai kira-kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan wanita
hamper sama antara usia 55 sampai 74 tahun, wanita beresiko lebih
besar.
 Etnis
Peningkatan pravelensi hipertensi diantara orang berkulit hitam
tidaklah jelas, akan tetapi penigkatannya dikaitkan dengan kadar
rennin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap
vasopressin, tinginya asupan garam, dan tinggi stress lingkungan.
Faktor-faktor resiko yang dapat diubah
 Diabetes mellitus
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dua kali lipat pada klien
diabetes mellitus karena diabetes mempercepat aterosklerosis dan
menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah
besar.
 Stress
Stress meningkat resistensi vaskuler perifer dan curah jantung serta
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Stress adalah permasalahan
persepsi, interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan
banyak stressor dan respon stress.
 Obesitas
Obesitas terutama pada tubuh bagian atas, dengan meningkatnya
jumlah lemak disekitar diafragma, pinggang dan perut,
dihubungkan dengan pengembangan hipertensi. Kombinasi
obesitas dengan factor faktor lain dapat ditandai dengan sindrom
metabolis, yang juga meningkatkan resiko hipertensi.
 Nutrisi
Kelebihan mengosumsi garam bias menjadi pencetus hipertensi
pada individu. Diet tinggi garam menyebabkan pelepasan hormone
natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak langsung
meningkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga menstimulasi
mekanisme vaseoresor didalam system saraf pusat. Penelitan juga
menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsim, kalium, dan
magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan hipertensi.
 Penyalahgunaan obat
Merokok sigaret, mengosumsi banyak alcohol, dan beberapa
penggunaan obat terlarang merupakan faktor-faktor resiko
hipertensi. pada dosis tertentu nikotin dalam rokok sigaret serta
obat seperti kokain dapat menyebabkan naiknya tekanan darah
secara langsung.

5. PATOFISIOLOGI
Menurut Yusuf (2008), Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan
tahanan perifer. Tubuh mempunyai sistem yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang bereaksi ketika terjadi
perubahan tekanan darah dan ada juga yang bereaksi ketika terjadi perubahan
tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang bereaksi ketika terjadi
perubahan tekanan darah dan ada yang bereaksi lebih lama. Sistem yang cepat
tersebut antara lain reflek kardiovaskular melalui baroreseptor, reflek
kemorereptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan reflek yang berasal dari
atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos. Sistem lain yang kurang cepat merespon
perubahan tekanan darah melibatkan respon ginjal dengan pengaturan hormon
angiotensin dan vasopresor.
Kejadian hipertensi dimulai dengan adanya atherosklerosis yang merupakan
bentuk dari arterioklerosis (pengerasan arteri). Antherosklerosis ditandai oleh
penimbunan lemak yang progresif pada dinding arteri sehingga mengurangi
volume aliran darah ke jantung, karena sel-sel otot arteri tertimbun lemak
kemudian membentuk plak, maka terjadi penyempitan pada arteri dan penurunan
elastisitas arteri sehingga tidak dapat mengatur tekanan darah kemudian
mengakibatkan hipertensi. Kekakuan arteri dan kelambanan aliran darah
menyebabkan beban jantung bertambah berat yang dimanisfestasikan dalam
bentuk hipertrofo ventrikel kiri (HVK) dan gangguan fungsi diastolic karena
gangguan relaksasi ventrikel kiri sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
darah dalam sistem sirkulasi (Hull, 1996; dalam Bustan 2007).
Berdasarkan uraian patofisiologi hipertensi diatas dapat disimpulkan bahwa
hipertensi dimulai adanya pengerasan arteri. Penimbunan lemak terdapat pada
dinding arteri yang mengakibatkan berkurangnya volume cairan darah ke jantung.
Penimbunan itu membentuk plak yang kemudian terjadi penyempitan dan
penurunan elastisitas arteri sehingga tekanan darah tidak dapat diatur yang artinya
beban jantung bertambah berat dan terjadi gangguan diastolik yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

6. MANIFESTASI KLINIS
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat edema pupil (edema pada diskus optikus ) (Brunner & Suddart,
2015).’
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejal sampai
bertahun – tahun.Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi
oleh pembuluh darah bersangkutan.Penyakit arteri koroner dengan angina adalah
gejala yang paling menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai
respons peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan
tekana sistemik yang menigkat.Apabila jantung tidak mampu lagi menahan
peningkatan beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri (Brunner &
Suddart, 2015).
Crowin (2000) dalam Wijaya & Putri (2013), menyebutkan bahwa sebagian besar
gejala klinis timbul :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang–kadang disertai mual dan muntah
akibat peningkatan tekana intracranial.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat,
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko
seperti hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
d. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
f. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiovaskuler)
g. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi
dan hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
i. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
atau adanya diabetes.
j. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan
adanya feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
k. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
l. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar rennin
dapat juga meningkat.
m. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
n. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub;
deposit pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
o. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau
feokromositoma.
p. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi.
(Anonim, 2013)

8. KOMPLIKASI
Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan menyebabkan
kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari
arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ tubuh
menurut Wijaya & Putri (2013), sebagai berikut :
a. Jantung
Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung
koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat,
otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut
dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu memompa sehingga
banyaknya cairang yang tetahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang
dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal
jantung.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila tidak
diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat
menyebabkan kerusakan system penyaringan didalam ginjal akibat lambat
laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh
yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.
d. Mata
Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat
menimbulkan kebutaan.

9. PENATALAKSANAAN
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh
derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan kualitas hidup sehubungan
dengan terapi (Brunner & Suddart, 2015).
a) Terapi nonfamakologis
Wijaya & Putri (2013), menjelaskan bahwa penatalaksanaan non
farmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup
sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
hipertensi dengan non farmakologis terdiri dari berbagai macam cara
modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
 Mempertahankan berat badan ideal
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), mengatasi
obesitas juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah
kolesterol namun kaya dengan serat dan protein, dan jika berhasil
menurunkan berat badan 2,5 – 5 kg maka tekanan darah diastolik
dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg.
 Kurangi asupan natrium
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), penguramgan
konsumsi garam menjadi ½ sendok the/hari dapat menurunkan
tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolic sebanyak
2,5 mmHg.
 Batasi konsumsi alcohol
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), konsumsi
alcohol harus dibatasi karena konsumsi alcohol berlebihan dapat
meningkatkan tekanan darah.Para peminum berat mempunyai
resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada
mereka yang tidak meminum berakohol.
 Diet yang mengandung kalium dan kalsium
Kaplan (2006) dalam Wijaya & Putri (2013), Pertahankan asupan
diet potassium ( >90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara konsumsi
diet tinggi buah dan sayur seperti : pisang, alpukat, papaya, jeruk,
apel kacang-kangan, kentang dan diet rendah lemak dengan cara
mengurangi asupan lemak jenuh dan lemat total. Sedangkan
menurut Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), kalium
dapat menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah
natrium yang terbuang bersama urin.Dengan mengonsumsi buah-
buahan sebanyak 3 - 5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai
asupan potassium yang cukup.
 Menghindari merokok
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), merokok
memang tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya
hipertensi, tetapi merokok dapat menimbulkan resiko komplikasi
pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka
perlu dihindari rokok karena dapat memperberat hipertensi.
 Penurunan Stress
Sheps (2005) dalam Wijaya & Putri ( 2013), stress memang tidak
menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode stress
sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat
tinggi.
 Terapi pijat
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), pada prinsipnya
pijat yang dikukan pada penderita hipertensi adalah untuk
memperlancar aliran energy dalam tubuh sehingga gangguan
hipertensi dan komplikasinya dapat diminalisir, ketika semua jalur
energi tidak terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain
maka risiko hipertensi dapat ditekan.
b) Terapi farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
 Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik bekerja dengan cara megeluarkan cairan berlebih dalam
tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
 Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
 Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk
menghambat aktifitas saraf simpatis.
 Betabloker (Metoprolol, propanolol dan atenolol)
 Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya
pompa jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang
mengalami gangguan pernafasan seperti asma bronkhial.
 Vasodilator (Prasosin, Hidralisin)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos pembuluh darah.
 Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)
Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat
angiotensin II dengan efek samping penderita hipertensi akan
mengalami batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
 Penghambat angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika jenis obat-obat
penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan
menghalangi penempelan zat angiotensin II pada resptor.
 Angiotensin kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK LANSIA


Langkah – Langkah praktek asuhan keperawatan kelompo lansia :
1. PERSIAPAN
2. PENGENALAN WILAYAH
3. LANGKAH PENGENALAN MASALAH KESEHATAN
Mengumpulkan data-data sekunder tentang Program Kesehatan yang
sedang atau akan dijalankan oleh Puskesmas setempat di wilayah kerjanya
dengan cara:
 Menanyakan tentang program kesehatan pada kelompok khusus
yang saat ini sedang dijalankan oleh Puskesmas di wilayak kerja
setempat meliputi; kebijaksanaan program, tujuan program,
kegiatan-kegiatan program, target dan pencapaian program.
 Pengkajian terhadap kader-kader kesehatan setempat tentang
program kegiatan pelayanan kesehatan yang telah dijalankan,
termasuk faktor-faktor pendukung dan penghambat kegiatan
 Tetapkan sasaran yang akan dikaji/dilakukan pendataan kesehatan
sesuai dengan pengkajian pada poin 1) dan 2) b. membuat
instrumen pengkajian/pengumpulan data sesuai dengan sasaran
yang telah ditetapkan, berdasarkan aspek-aspek pendataan yang
harus dikaji
 Melakukan proses pendataan dengan berbagai maca mode; survey,
angket wawancara, dan observasi
 Melakukan tabulasi data hasil survey dengan menghitung
frekwensi distribusi dan dilanjutkan dengan membuat tabel
distribusi frekwensi/grafik/diagram
 Membuat deskripsi hasil pendataan yang telah dilakukan dengan
wawancara dan observasi
 Melakukan analisa data dan identifikasi masalah dari poin d dan e
dengan cara: - kelompokkan data-data kesehatan yang bermakna
(memungkinkan masalah kesehatan) adakah kaitan erat antara
masalah satu dan lainnya - rumuskan masalah kesehatan yang
muncul (masalah kesehatan yang paling banyak muncul, perilaku
yang tidak sehat, target kegiatan yang belum tercapai atau
pelayanan kesehatan di masyarakat yang kurang efektif) -
identifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah
(faktor-faktor penyebab/etiologi) berdasarkan kelompok data
tersebut (kurangnya pengethuan, kurangnya kesadaran, kurangnya
sumber daya tenaga kader, fasilitas yang kurang mendukung,
kurangnya sumber dukungan di masyarakat, dll)

4. ASPEK-ASPEK PENGKAJIAN KELOMPOK/KOMUNITAS


Data Inti
 Riwayat/sejarah perkembangan komunitas Data dikaji melalui
wawancara kepada tokoh formal dan informal di komunitas dan
studi dokumentasi sejarah komunitas tersebut.
 Data demografi Mengkaji jumlah komunitas berdasarkan usia, jenis
kelamin, status perkawinan, suku dan agama.
 Vital statistik - Angka kematian - Penyebab kematian - Angka
pertambahan anggota - Angka kematian
 Status kesehatan komunitas - Berdasarkan kelompok umur (bayi,
balita, usia sekolah, remaja, lansia) - Berdasarkan kelompok
khusus di masyarakat (ibu hamil, pekerja industri, kelompok
penderita penyakit kronis, menular)
 Keluhan yang dirasakan saat ini - pusing - nyeri sendi -
demam - diare - batuk sulit tidur - cemas/stress - nyeri
lambung - nyeri pinggang - sesak nafas - mual dan muntah -
kurang nafsu makan - cepat lelah - jantung berdebar-debar,
dll
 Tanda-tanda vital - tekanan darah - nadi, respiratory rate
 Kejadian penyakit saat ini - ISPA - Hipertensi - Diabetes
melitus - Stroke - Penyakit ginjal - Penyakit asthma - TB
Paru - Penyakit kulit - Penyakit mata - Penyakit rheumatik -
Penyakit jantung - Ganguan jiwa - Kelumpuhan - Penyakit
menahun lainnya, dll
 Riwayat penyakit keluarga
 Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari - pola pemenuhan
nutrisi - pola pemenuhan cairan - pola istirahat tidur - pola
eliminasi - pola aktifitas gerak - pola pemenuhan
kebersihan diri
 Status psikososial - komunikasi dengan sumber-sumber
kesehatan - hubungan dengan orang lain - peran di
masyarakat - kesedihan yang dirasakan - stabilitas emosi -
penelantaran anak/lansia - perlakuan yang salah dalam
kelompok/perilaku tindak kekerasan
 Status pertumbuhan dan perkembangan
 Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan
 Pola pencegahan terhadap penyakit dan perawatan
kesehatan
 Pola perilaku tidak sehat - merokok - minum kopi - minum
alkohol - penyalahgunaan obat tanpa resep -
penyalahgunaan obat terlarang - pola konsumsi tinggi
garam. Lemak, purin
Data Lingkungan Fisik
 Pemukiman
 luas bangunan
 bentuk bangunan (rumah, petak, asrama, paviliun)
 jenis bangunan : permanen, semi permanen, non permanen
 atap rumah : genting, seng, welit, ijuk, kayu, asbes
 dinding : tembok, kayu, bambu, lainnya sebutkan
 lantai : semen, tegel, keramik, tana, kayu, lainnya sebutkan
 ventilasi : kurang/lebih dari 15% luas lantai
 pencahayaan : baik, kurang
 penerangan : baik, kurang
 kebersihan : baik, kurang
 pengaturan ruangan dan perabot : baik, kurang
 kelengkapan alat rumah tangga : lengkap, tidak
 Sanitasi
 penyediaan air bersih (MCK)
 penyediaan air minum
 pengelolaan jamban; jenis, jumlah, jarak dengan sumber air
 sarana pembuangan limbah (SPAL)
 pengelolaan sampah
 polusi udara, air, tanah, suara
 sumber polusi; pabrik, rumah tangga, industri lainnya
sebutkan
 Fasilitas
 peternakan, perikanan, dll
 pekarangan
 sarana olahraga
 taman, lapangan
 ruang pertemuan
 sarana hiburan
 sarana ibadah
 Batas-batas wilayah
 Kondisi geografis
Pelayanan Kesehatan dan Sosial
 Pelayanan kesehatan
 lokasi sarana kesehatan
 sumber daya yang dimiliki (tenaga kesehatan & kader)
 jumlah kunjungan
 sistem rujukan
 Fasilitas sosial (pasar, toko, dll)
 lokasi
 kepemilikan
 kecukupan

Ekonomi
 jenis pekerjaan
 jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan
 jumlah pengeluaran rata-rata tiap bulan
Kemanan dan Transportasi
 Kemanan
 Sistem keamanan lingkungan
 Penanggulangan kebakaran
 Penanggulangan bencana
 Penanggulangan polusi udara, air, tanah
 Transportasi
 Kondisi jalan
 Jenis transportasi yang dimiliki
Politik dan Pemerintahan
 sistem pengorganisasian
 struktur organisasi
 kelompok organisasi dalam komunitas
 peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan
Sistem Komunikasi
 sarana umum komunikasi
 jenis dan alat komunikasi yang digunakan dalam komunitas
 cara penyebaran informasi
Pendidikan
 tingkat pendidikan komunitas
 fasilitas pendidikan yang tersedia (formal & informal)
 jenis pendidikan yang diadakan di komunitas
 sumber daya yang tersedia
 jenis bahasa yang digunakan
Rekreasi
 kebiasaan rekreasi
 fasilitas tempat rekreasi - Pastikan bahwa data-data yang
mendukung timbulnya masalah dan etiologi tersebut benar-benar
ada dan valid

5. LANGKAH PERENCANAAN PEMECAHAN MASALAH KESEHATAN


susunlah Plan of Action (rencana kegiatan pemecahan masalah) dari
masing-masing masalah yang ditemukan dengan cara:
 menuliskan rumusan masalah kesehatan
 menetapkan tujuan umum dan tujuan khusus
menyusun prioritas masalah dengan menggunakan metode skoring dengan
kriteria:
 perhatian masyarakat yang meliputi; pengetahuan, sikap,
keterlibatan emosi masyarakat terhadap masalah kesehatan yang
dihadapi dan urgensinya untuk segera ditanggulangi
 prevalensi, yang menunjukkan jumlah kasus (masalah) yang
ditemkan pada saat tertentu
 beratnya masalah, adaah seberapa jauh masalah tersebut dapat
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat
 kemungkinan masalah untuk dikelola
 masing-masing kriteria tersebut diberi skor 1-4 :
 skor 4 bila masalah tersebut menjadi perhatia utama
masyarakat, jumlah kejadiannya paling banyak, masalah
tersebut dapat berdampak secara serius bila tidak
ditanggulangi, dan sangat mudah untuk dikelola
 skor 3 bila masalah tersebut menjadi perhatian di
masyarakat tapi tidak utama, jumlah kejadianya pada urutan
kedua, masalah tersebut dapat berdampak serius bila tidak
ditanggulangi, dan mudah untuk dikelola
 skor 2 bila masalah tersebut kurang menjadi perhatian
masyarakat, jumlah kejadiannya tidak banyak, masalah
tersebut kurang dapat berdampak serius di masyarakat bila
tidak ditanggulangi, dan bisa dikelola tapi tidak mudah
 skor 1 bila masalah tersebut tidak terjadi di masyarakat,
mudah untuk dikelola
Cara perhitungannya:
nilai total didapat dengan cara mengalikan semua nilai dari
masing- masing kriteria. Contoh; masalah gizi kurang =
3x3x4x3 = 108. Nilai tertinggi menjadi prioritas pertama
dalam mengatasi masalah
 Buatlah kerangka acuan kegiatan pada setiap kegiatan yang akan
dilaksanakan, meliputi:
 Judul kegiatan
 Tujuan kegiatan
 Waktu
 Tempat kegiatan
 Langkah-langkah kegiatan
 Pelaksanaan kegiatan
 Metode
 Media
 Lampiran materi
 Daftar hadir peserta (sasaran/masyarakat)

6. LANGKAH PELAKSANAAN KEGIATAN


Pastikan kerangka acuan kegiatan telah dibuat sebagai panduan anda
melaksanakan kegiatan
Pastikan sasaran kegiatan telah mengetahui jadwal yang telah ditetapkan
Laksanakan kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan
Catat evaluasi hasil kegiatan sesuai dengan tujuan kegiatan, dengan
mencatat: jumlah kehadiran dari sasaran, ketepatan jadwal kegiatan,
kelancaran kegiatan, respon dari peserta/sasaran.
Buat laporan hasil kegiatan dengan menuliskan evaluasi hasil kegiatan
tersebut, dengan menambahkan poin hasil kegiatan pada kerangka acuan
kegiatan saudara setelah poin 8)

7. LANGKAH EVALUASI KEGIATAN


evaluasi kegiatan merupakan penilaian
perkembangan/kemajuan/keberhasilan tujuan dan indikator yang telah
ditetapkan pada kerangka acuan kegiatan, dan merupakan rangkuman
evaluasi hasil tiap-tiap kegiatan yang telah dilaksanakan.
Buat evaluasi secara narasi dengan menguraikan tiap-tiap kegiatan
Buat rencana tindak lanjut (RTL).
Susunan RTL meliputi:
 sasaran RTL
 rumusan masalah
 tujuan RTL
 rencana tindak lanjut

Anda mungkin juga menyukai