Anda di halaman 1dari 13

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1. Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Sekolah Dasar

Bahasa merupakan produk budaya yang berharga dari genarasi ke genarasi

berikutnya. Bahasa adalah hasil budaya yang hidup dan berkembang dan harus

dipelajari. Seorang anak manusia yang tidak pernah diajar berbicara, maka tidak

akan pernah memiliki kemampuan berbicara.Contoh kongkret, sejak bayi seorang

anak yang hidup di lingkungan srigala, maka anak tersebut tidak pernah

mempunyai kemampuan berbicara dan bahkan tidak mampu berfikir sebagaimana

layaknya anak manusia Pirozzi (Zulela, 2012:3). Dengan bahasa manusia

dapat memberi nama segala sesuatu yang pernah dialami, diamati, baik yang

tampak maupun tidak tampak. Nama-nama tersebut tersimpan dalam memori dan

menjadi pengalaman, kemudian diolah dan difikirkan kemudian menjadi

pengertian. Selanjutnya Chaucard (Zulela, 2012:3), menyatakan “Apabila

seorang anak tidak mengadakan kontak dengan manusia lain, maka pada dasarnya

dia bukan manusia, bentuknya manusia namun, tidak bermartabat manusia”.

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa bahasa

bukan hanya alat komunikasi antar manusia, tetapi sebagai alat pengembangan

intelektual untuk mencapai kesejahteraan manusia. Bahasa memiliki peran sentral

dalam pengembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan

penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran

7
8

bahasa diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya, dan budaya

orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan.

Mata pelajaran bahasa Indonesia diberikan disemua jenjang pendidikan

formal. Dengan demikian, diperlukan standar kompetensi mata pelajaran bahasa

Indonesia yang memadai dan efektif sebagai alat komunikasi, berinteraksi sosial,

media pengembangan ilmu, dan alat pemersatu bangsa Depdiknas.

Pengajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar berdasarkan kurikulum tahun 2006

atau KTSP yang sekarang sebagian sekolah sudah diganti dengan kurikulum 2013

bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran

(Febriani dkk, 2014:2).

Menurut Depdiknas (2003: 7) bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia secara

umum dikembangkan menjadi keterampilan berbahasa yang meliputi mendengarkan,

berbicara, membaca, dan menulis. Menurut Depdiknas (2003:10-11), keempat aspek

keterampilan berbahasa tersebut, di Sekolah Dasar memiliki standar kompetensi.

Masing-masing standar kompetensi dari keempat dasar tersebut sebagai berikut:

a. Mendengarkan

Mampu berdaya tahan dalam berkonsentrasi, mendengarkan sampai dengan

tiga puluh menit, dan mampu menyerap gagasan pokok dari berita, petunjuk,

pengumuman, perintah, bunyi atau suara, bunyi bahasa, lagu, kaset, pesan,

penjelasan, laporan, ceramah, pidato, pembicaraan nara sumber, dialog, serta

percakapan yang didengar dengan memberikan respons secara tepat, serta

mengaprisiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengarkan hasil

sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi

anak, syair lagu, pantun, dan menonton drama anak


9

b. Berbicara

Mampu mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan sambutan,

dialog, pesan, pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri, teman,

keluarga, masyarakat, benda, tanaman, binatang, pengalaman, gambar tunggal,

gambar seri, kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh, kesulitan atau ktidaksukaan,

kegemaran, peraturan, tata tertib, petunjuk dan laporan, serta mengapresiasi

dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra berupa

dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu,

pantun, dan menonton drama anak.

c. Membaca

Ketika mampu membaca lancar beragam teks, dan mampu menjelaskan

isinya, membaca huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf, berbagai teks bacaan,

denah, petunjuk, tata tertib, pengumuman, kamus, ensiklopedi, serta

mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra

berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak,

syair lagu, pantun, dan menonton drama anak

d. Menulis

Mampu menulis huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf dengan tulisan yang

rapi dan jelas, mneulis karangan sederhana, berbagai petunjuk, berbagai teks,

surat pribadi dan surat resmi, serta memerhatikan tujuan dan ragam pembaca

serta menggunakan ejaan dan tanda baca, kosakata yang tepat dengan

menggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk, mneulis berbagai formulir,

pnegumuman, tata tertib, berbagai laporan, buku harian, poster, iklan, teks pidato dan

sambutan, ringkasan dan rangkuman, prosa, serta puisi sederhana.


10

2.2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran Bahasa Indonesia SD diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik secara lisan

maupun tulisan. Di samping itu, dengan pembelajaran bahasa Indonseia juga

diharapkan dapat menumbuhkan apresiasi siswa terhadap hasil karya sastra

Indonesia. Standar kompetensi pembelajaran Bahasa Indonesia di SD merupakan

kualifikasi minimal peserta didik, yang menggambarkan penguasaan keterampilan

berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.

Dasar standar kompetensi tersebut, maka menurut Zulela (2012: 4)

tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

adalah agar peserta didik dapat:

a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,

baik secara lisan maupun tulisan.

b. Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan dan bahasa negara.

c. Memahami Bahasa Indonesia dan dapat menggunakan dengan tepat dan efektif

dalam berbagai tujuan.

d. Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,

serta kematangan emosional dan sosial.

e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,

menghaluskan budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

berbahasa.
11

f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan

intelektual manusia Indonesia.

2.3. Model Pembelajaran Jigsaw

Menurut Rusman (2011: 217) “Model pembelajaran ini dikembangkan dan

diuji oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas. Arti jigsaw

dalam bahasa inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan

istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar”. Pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw ini mengambil pola cara kerja seperti sebuah gergaji (zigzag),

yaitu peserta didik melakukan suatu kegiatan dengan cara bekerjasama dengan

peserta didik lain untuk mencapai tujuan bersama.

Rusman (2011: 218), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

merupakan sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan pada kerja

kelompok peserta didik dalam bentuk kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai

enam peserta didik dan peserta didik tersebut bekerja sama saling ketergantungan

positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Menggabungkan konsep pengajaran

pada teman kelompok atau teman sebaya dalam usaha membantu belajar.

Purwowidodo (2010: 67) bahwa, pada hakikatnya model pembelajaran Jigsaw

merupakan model pembelajaran kooperatif yang berpusat pada peserta didik. Peserta

didik memiliki tanggungjawab besar dalam pembelajaran. Dalam model

pembelajaran Jigsaw guru hanya sebagai fasilitator dan motifator. Selain itu guru

memperhatikan skemata atau memperhatikan latar belakang peserta didik dan

membantu peserta didik untuk mengaktifkan latar belakang pengalaman agar bahan

pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu peserta didik dalam suasana bergotong
12

royong dan memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan

meningkatkan ketrampilan berkomunikasi.

Menurut Rusman (2011: 220) menyatakan bahwa, “tujuan dari model

pembelajaran jigsaw adalah meningkatkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif

dan penguasaan pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh peserta

didik apabila peserta didik mempelajari materi secara individu”. Purwowidodo

(2010: 66), selain itu model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw meningkatkan rasa

tanggungjawab peserta didik terhadap pembelajarannnya sendiri dan pembelajaran

orang lain. Peserta didik tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi

mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada

anggota kelompok yang lain. Meningkatkan kerja sama secara kooperatif untuk

mempelajari materi yang ditugaskan.

Jumlah peserta didik yang bekerja sama dalam masing-masing kelompok

harus di batasi, agar kelompok-kelompok yang di bentuk dapat bekerja sama secara

efektif. Apabila jumlah anggota dalam satu kelompok makin banyak, maka dapat

mengakibatkan makin kurang efektif kerjasama antar anggotanya (Isjoni, 2012: 78).

Dalam model pembelajaran Jigsaw, peserta didik dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu kelompok awal dan kelompok ahli. Setiap kelompok yang ada pada kelompok

awal mempelajari satu unit materi pembelajaran yang berbeda. Peserta didik dalam

kelompok awal ini kemudin dibagi lagi untuk masuk kedalam kelompok ahli untuk

mendiskusikan materi yang telah diberikan. Peserta didik dalam kelompok ahli

kemudian kembali pada kelompok awal untuk mendiskusikan materi hasil dari

kelompok ahli. Dalam model pembelajaran jigsaw, peserta didik memiliki banyak

kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan informasi yang di dapat dan dapat
13

meningkatkan ketrampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab

atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan

dapat menyampaikan kepada kelompoknya (Isjoni, 2012: 220).

2.4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw

Menurut Priyanto (Wena, 2013: 194-195), penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu sebagai

berikut:

a) Pembentukan kelompok asal

Setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang anggota dengan kemampuan yang

beragam.

b) Pembelajaran pada kelompok asal

Setiap anggota dari kelompok asal mempelajari materi pelajaran yang akan

menjadi keahliannya. Kemudian masing-masing mengerjakan tugas secara

individual.

c) Pembentukan kelompok ahli

Ketua kelompok asal membagi tugas kepada masing-masing anggota untuk

menjadi ahli dalam satu materi pelajaran. 4) Diskusi kelompok ahli Kemudian

masing-masing ahli sub materi yang sama dari kelompok yang berlainan bergabung

membentuk kelompok baru yang disebut dengan kelompok ahli. 5) Diskusi

kelompok asal Anggota kelompok ahli mengerjakan tugas dan saling berdiskusi

tentang masalah-masalah yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap anggota

kelompok tim ahli mempelajari materi pelajaran sampai mencapai taraf yakin
14

mampu menyampaikan dan memecahkan permasalahan yang menyangkut sub materi

pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

d) Diskusi Kelompok Ahli

Kemudian masing-masing ahli sub materi dalam tim ahli, saling berdiskusi

untuk memecahkan masalah tentang membuat karangan deskriptif. Menurut

Emildadiyani (2012) anggota kelompok ahli mengerjakan tugas dan saling berdiskusi

tentang masalah-masalah yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap anggota

kelompok tim ahli mempelajari materi pelajaran sampai mencapai taraf yakin

mampu menyampaikan dan memecahkan permasalahan yang menyangkut sub materi

pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

e) Diskusi Kelompok Asal

Kelompok tim ahli kembali ke kelompok asalnya untuk berdiskusi kembali

dan melakukan presentasi di depan kelas sesuai dengan sub materi gambar yang telah

diberikan.

2.5. Keterampilan Menulis Cerita

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keterampilan adalah kecakapan

seseorang untuk memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak dan

berbicara. Seseorang dapat menciptakan ide dan kreatifitasnya dalam mengerjakan

sesuatu menjadi lebih bermakna dan menghasilkan sebuah nilai melalui sebuah

keterampilan. Keterampilan harus dilatih dan dikembangkan secara optimal agar

keahlian yang dimiliki dapat dikuasai dengan maksimal sehingga dapat bermanfaat

bagi manusia.
15

Fuad (2012: 67), “menulis adalah suatu proses menuangkan pikiran, perasaan

dan pengalaman seseorang untuk disampaikan kepada orang lain dalam bahasa

tertulis”. Seorang penulis harus mampu memikirkan ide yang hendak disampaikan

agar apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi pembaca. Jamaris (2014: 155)

menyatakan bahwa “di dalam menulis dibutuhkan pengetahuan dan kemampuan

dalam mengenal abjad, kemampuan dalam membedakan berbagai bentuk huruf,

kemampuan dalam menentukan tanda baca, dan kemampuan dalam menggunakan

huruf besar dan huruf kecil”. Menulis dapat menumbuhkan keberanian seseorang,

karena ketika menulis seseorang berani mengemukakan pemikiran dan perasaannya

untuk dinikmati oleh pembaca.

Widagdho (2012: 106) Cerita adalah karangan yang menceritakan satu atau

beberapa peristiwa dan bagaimana peristiwa-peristiwa itu dapat berlangsung serta

berisi tentang fakta yang benar-benar terjadi ataupun sesuatu yang kita khayalkan.

Rangkaian kejadian ini disusun secara kronologis dan dituangkan dalam bentuk

bahasa tulis ataupun bahasa lisan. Di dalam sebuah karangan terdapat beberapa tokoh

dan kejadian yang dapat membuat sebuah cerita menarik untuk dibaca oleh pembaca.

Setiap orang pasti mempunyai cerita dalam hidupnya yang bisa dituangkan dalam

sebuah tulisan. Cerita tersebut bisa berupa cerita pengalaman yang membahagiakan

dan cerita pengalaman yang menyedihkan.

Dari ketiga pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa

keterampilan menulis cerita adalah kecakapan berbahasa seseorang untuk

menuangkan pikiran, perasaan dan pengalaman yang dimiliki untuk dituangkan

dalam bahasa tulis yang bersumber dari kejadian nyata ataupun imajinasi untuk dapat

dinikmati oleh pembaca. Keterampilan menulis cerita merupakan salah satu


16

keterampilan yang harus dikuasai oleh peserta didik, karena menulis merupakan

salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat pemahaman peserta didik

terhadap materi yang sudah disampaikan. Menulis juga merupakan kegiatan

komunikasi secara tidak langsung antara penulis dan pembacanya. Oleh karena itu

dalam membuat tulisan penulis tidak hanya mengungkapkan pikiran melalui bahasa

tulis, akan tetapi harus mampu membuat tulisan yang dapat dipahami oleh pembaca.

2.5.1. Indikator Keterampilan Menulis

Menurut Rosidi (2013: 10) di dalam menulis sebuah cerita dibutuhkan

indikator yang harus dicapai agar dapat membuat sebuah cerita yang baik. Berikut

Indikator keterampilan menulis cerita:

a) Kesesuaian Judul dengan Isi Tulisan

Dalam membuat sebuah karangan harus memperhatikan kesesuaian antara

judul dengan isi cerita. Dalam membuat judul harus diperhatikan kemenarikannya

agar pembaca penasaran ingin membaca karangan kita

b) Ketepatan Penggunaan Ejaan dan Tanda Baca

Sebuah karangan dibangun atas paragraf-paragraf dan paragraf tersebut

dibangun atas beberapa kalimat. Penggunaan ejaan dan tanda baca yang tepat dalam

sebuah kalimat dapat membantu pembaca dalam memahami sebuah tulisan.

Penggunaan tanda baca dapat membedakan makna yang ada dalam sebuah kalimat.

c) Kesatuan, Kepaduan, dan Kelengkapan dalam Setiap Paragraf

Karangan yang baik adalah karangan yang terdiri dari paragraf yang memiliki

satu kesatuan. Dalam menggabungkan paragraf satu dengan paragraf lainnya harus

memperhatikan kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan dalam setiap paragraf.


17

Paragraf yang baik harus memperhatikan unsur koherensi artinya kalimat satu

dengan kalimat lainnya harus berhubungan dengan padu. Paragraf yang baik juga

harus memperhatikan unsur kelengkapan artinya sebuah paragraf harus mengandung

satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas.

d) Jelas

Dalam membuat sebuah karangan penulis harus membuat sebuah karangan

yang jelas dan dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca. Jangan membingungkan

pembaca dengan kalimat-kalimat yang membingungkan.

2.6. Media Gambar

Diantara banyak media pendidikan, gambar merupakan media yang sangat

mudah kita temukan. Kata-kata dan gambar merupakan perpaduan yang sangat baik

dalam proses pengiriman pesan, informasi atau materi pelajaran. Hasil dari belajar

dengan hanya melalui kata-kata seharusnya berbeda dengan hasil belajar melalui

perpaduan kata-kata dan gambar. Banyak definisi yang menjelaskan tentang media

gambar.

Menurut Sadiman, dkk (2011:28-29) menyatakan bahwa bentuk umum dari

media gambar terangkum dalam pengertian media grafis. Media grafis adalah suatu

media berbasis visual yang terdiri dari simbol-simbol, gambar, titik, garis untuk

menggambarkan dan merangkum suatu ide dan peristiwa. Media gambar adalah

suatu perantara yang paling umum dipakai. Dia merupakan bahasa yang umum, yang

dapat dimengerti dan dapat dinikmati dimana-mana. Menurut Kusnandi, dkk


18

(2013:41-42) menyatakan bahwa media gambar adalah media yang berfungsi untuk

menyampaikan pesan melalui gambar yang menyangkut indera penglihatan. Pesan

yang disampaikan dituangkan melalui simbol-simbol komunikasi visual. Media

gambar mempunyai tujuan untuk menarik perhatian, memperjelas materi,

mengilustrasikan fakta dan informasi.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa media gambar

merupakan suatu perantara atau pengantar pesan berbasis visual yang disajikan

melalui gambar, simbol-simbol, titik dan garis, untuk memberi gambaran secara

konkret dan jelas mengenai suatu materi, gagasan, ide atau peristiwa. Gambar yang

disajikan akan memberi pengarahan dan bayangan kepada peserta didik langsung

mengenai pesan yang ingin disampaikan oleh pengajar. Materi yang didapat oleh

siswa akan lebih faktual, berkesan dan tidak mudah dilupakan. Media gambar sangat

penting digunakan dalam usaha memberi pemahaman konseptual. Melalui gambar

guru dapat membantu memberi pengalaman dan pengertian pada peserta didik

menjadi lebih luas. Adapun gambar untuk diceritakan oleh siswa dapat dilihat

sebagai berikut

Gambar 2.1 Peristiwa Kecelakaan Rel Kereta Api


19

Gambar 2.2 Peristiwa Meletus Gunung Berapi

Gambar 2.3 Peritiwa Kecelakaan Truk Semen

Gmbar 2.4 Peristiwa Putus Jembatan

Anda mungkin juga menyukai