Disusun:
Wildan Hasbullah Qomainy (201824964/A3)
A. Latar Belakang
Tahun 2020 terjadi pandemi yang menghebohkan dunia. Pandemi ini muncul
disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2)
atau yang lebih jamak dikenal sebagai Covid-19. Virus ini pertama kali muncul pada
bulan desember di kota Wuhan China, penyebaran virus ini sangat cepat sehingga
mampu menciptakan pandemi, sudah lebih dari satu juta orang di dunia terinfeksi virus
ini, dan puluhan ribu diantaranya meninggal dunia, virus ini juga menyebabkan
perlambatan ekonomi dunia.
Pada maret 2020 Covid-19 memasuki Indonesia. Pada awal kemunculan-nya
virus ini sempat diremehkan oleh pemerintah Indonesia, sehingga tidak ada tindakan
preventif dari pemerintah medio januari-februari 2020. Padahal World Health
Organization (WHO) memperingtkan bahwa seharusnya wabah ini akan menjadi
pandemi dalam beberapa bulan kedepan-nya. Oleh karena itu saat virus ini mewabah di
Indonesia terjadi kepanikan yang luar biasa, yang ujung-ujungnya menggoyahkan
ekonomi Indonesia. Sampai saat ini (08/05/2020), tercatat ada 12.776 orang yang positif
terinfeksi Covid-19, 930 orang meninggal, dan ada 2.381 yang sudah dapat pulih
kembali dan sudah menyebar merata keseluruh wilayah Indonesia.
Untuk mengedalikan laju penyebaran Covid-19 pemerintah pusat menerapkan
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dijalankan di beberapa wilayah yang
memiliki persebaran virus masif, mayoritas daerahnya berada di Pulau Jawa. PSBB ini
menyebabkan berkurang-nya interaksi antar masyarakat Indonesia, beberapa pusat
perbelanjaan, pasar, jalan dan fasilitas umum lain menjadi sepi karena adanya hal ini.
Terbatasnya interaksi ini menyebabkan goyahnya perekonomian di masyarakat, bukan
hanya usaha yang sudah besar saja yang terkena, usaha kecil mikro dan menengah
masyarakat juga sangat terpukul oleh wabah ini. Praktis mereka di masa-masa seperti
harus memutar otak lebih keras lagi untuk mempertahankan usaha mereka. Bantuan
dan stimulus kebijakan dari pemerintah akan menajdi sesuatu yang sangat krusial untuk
bertahan-nya usaha mereka, disamping kreatifitas mereka untuk memasarkan produk
mereka.
Kabupaten Klaten, sebuah Kabupaten yang terletak di antara Kota Solo dan
Provinsi D.I Yogyakarta, Kabupaten ini tergabung dalam Provinsi Jawa Tengah.
Berada di sebelah tenggara gunung merapi membuat Kabupaten Klaten memiliki
sumber daya alam yang beragam, mulai dari keindahan alam, sumber air, hingga
tanahnya yang sangat subur. Perekonomian di Klaten mayoritas tergerak dari sektor
kecil, mikro dan menengah pada bidang pariwisata, kerajinan, pertanian, peternakan,
jasa, dan kuliner.
Mewabahnya Covid-19 ini sangat menyulitkan bagi masyarakat Kabupaten
Klaten yang menggantungkan hidup mereka pada usaha kecil, mikro dan menengah.
Tercatat ada 50.000 UMK di Klaten, 38.000 di antarannya adalah usaha mikro.
Pemerintah Kabupaten Klaten mengelompokkan UMK tersebut pada 11 kluster yang
terdiri dari, mebel, handicraft, lereng merapi, makanan olahan, konveksi, batik, lurik,
minapolitan, logam, wisata, dan keramik di sini penulis tertarik untuk menganalisis
kebijakan Bupati Klaten dalam memperkuat ekonomi masyarakat terutama UMKM
saat menghadapi wabah Covid-19.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kebijakan Bupati Klaten untuk memperkuat ekonomi UMKM?
2. Bagaimana pengaruh kebijakan tersebut untuk UMKM?
3. Apa saja manfaat kebijakan tersebut untuk ekonomi daerah secara luas?
C. Tujuan
1. Mengetahui kebijakan apa saja yang dibuat Bupati untuk UKMK
2. Mengetahui bagaimana pengaruh kebijakan tersebut untuk UKMK .
3. Mengetahui manfaat dan kontribusi kebijakan tersebut untuk perekonomian
daerah secara luas
BAB II
PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN
Covid-19 membawa dampak kepada ekonomi Indonesia bisa sangat besar.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan turun 4,7 persen dari kondisi awal. Artinya,
dalam kondisi yang paling parah, ekonomi kita hanya akan tumbuh 0,3 persen, bila tak
dilakukan mitigasi (McKibbin & Fernando , 2020). Bisa dibayangkan bagaimana
dahsyatnya dampak pandemi ini bagi perekonomian di Indonesia, kebijakan-kebijakan
yang diambil pemerintah seperti PSBB menjadi anti tesis bagi perekonomian.
Masyarakat menjadi terbatas ruang geraknya, yang berimplikasi pada melambatnya
pertumbuhan ekonomi. Pembatasan menjadikan proses-proses produksi
terganggu, sehingga berdampak pada kegiatan turunan di bawahnya, terutama bagi para
pelaku UMKM. Pembatasan sosial membuat distraksi pada penawaran dan juga
permintaan barang maupun jasa. Pemerintah juga mengeluarkan berbagai macam
kebijakan yang diharapkan dapat menstimulus ekonomi masyarakat -termasuk untuk
UMKM- salah satunya pemberian BLT kepada masyarakat dan pelaku UMKM yang
terdampa.
Namun kebijakan ini merupakan kebijakan yang berorientasi pada pengaruh
jangka pendek, dan tidak langsung memberi pengaruh signifikan pada perputaran
ekonomi UMKM dan ekonomi masyarakat secara luas, karena sumber masalah
utamanya belum bisa teratasi. Pemerintah harus fokus pada masalah kesehatan terlebih
dahulu, dengan mengatasi sumber masalah, ekonomi secara keseluruhan bisa diatasi
dengan baik, inilah yang penulis sebut dengan orientasi jangka panjang.
Covid-19 tidak hanya memberi dampak negatif. Ada juga dampak positif yang
timbul dari pandemi ini. Anak-anak muda yang semula tidak tertarik pada bisnis digital
sekarang sudah mulai kreatif memanfaatkan waktu luangnya di rumah untuk berjualan
secara daring.
B. SARAN
Ekonom UI Chatib basri memberikan pandangan-nya mengenai fokus
penanganan pandemi -dalam bidang ekonomi- kepada pemerintah melalui blognya.
Dalam masa pembatasan sosial, stimulus fiskal lebih baik difokuskan kepada sektor
kesehatan dan bantuan sosial untuk menanggulangi wabah ini (Basri, 2020). Memang
benar seharusnya pemerintah memberikan bantuan fiskal kepada sektor kesehatan
terlebih dahulu sembari menunggu tren persebaran covid-19 menurun, namun langkah
ini haruslah dibarengi dengan kebijakan lain yang dijalankan secara tegas dan kosisten,
tanpa adanya hal tersebut, stimulus fiskal tidak akan pernah memberi dampak positif.
Langkah pemerintah untuk memberikan BLT pada masyarakat yang tidak menerima
PKH juga merupakan suatu kebijakan yanng baik. Tapi apakah langkah ini akan
sanggup dijalankan secara terus menerus oleh pemerintah? Jawabannya tentu tidak
karena ada keterbatasan anggaran dan juga aturan maksimal defisit yang dapat
dianggarkan pemerintah. Jadi kuncinya kembali lagi ke penanganan sektor kesehatan
pemerintah harus secepat mungkin menurunkan kurva persebaran. Jika trennya segera
menurun maka pemerintah dapat menjalankan apa yang disebut dengan normal baru,
dalam pelaksanaan normal baru pemerintah juga harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. Angka R0 -angka reproduksi virus- kurang dari 1
2. Sistem kesehatan sudah mampu melakukan identifikasi, isolasi, pengecekan,
pelacakan kontak dan karantina pasien
3. Angka persebaran harus ditekan pada wilayah dengan kerentanan tinggi
4. Penetapan langkah-langkah pencegahan di lingkungan kerja
5. Bisa mengendalikan resiko penularan kasus di suatu tepat
6. Pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan tata cara new
normal
Apabila sudah dapat menjalankan normal baru dan tidak lagi ada pembatasan
sosial secara besar. Pemerintah secara bertahap dapat membuka kembali fasilitas-
fasilitas yang belakangan ini ditutup. Denggan penerapan protokol kesehatan yang ketat
lambat laun kehidupan ekonomi UMKM akan menjadi seperti semula, asal langkah-
langka untuk penurunan tren ini dilakukan dengan segera. Masyaakat sudah tidak ragu
lagi untuk berpergian dan berbelanja kebutuhan di tempat umum lag
DAFTAR PUSTAKA