Anda di halaman 1dari 52

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK

DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN


DIABETES MELITUS DI DESA TINGGEDE
KABUPATEN SIGI

PROPOSAL UNTUK SKRIPSI

DIAJUKAN OLEH
RIRIN SRI CINDRAYANA
PK 115 017 034

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INDONESIA JAYA
PALU, 2021

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Diabetes mellitus adalah salah satu diantara penyakit kronis yang

akan meningkat jumlahnya di masa mendatang. Diabetes juga merupakan

salah satu penyakit yang mengancam kesehatan manusia pada abad ke-21.

Meningkatnya prevelensi diabetes mellitus di beberapa negara

berkembang di sebabkan karena adanya peningkatan pendapatan perkapita

dan perubahan gaya hidup modern perkotaan yang serba cepat dan penuh

tekanan, sehingga menyebabkan peningkatan prevelensi penyakit

degenerative (Suyono,2007 ).

Dari data word heatlh organization (WHO) tahun 2014

melaporkan bahwa 9,2% penduduk dunia yang berusia 25 tahun bahkan

lebih akan mengalami peningkatan kadar gula darah (WHO, 2014).

Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2012

terdapat 102.399 kasus diabetes mellitus. WHO menunjukkan 23 juta

orang dewasa di Amerika serikat telah didiagnosis dengan diabetes

mellitus. Secara keseluruhan berdasarkan tipe, laporan diri dan

penggunaan insulin saat ini 0.55% orang dewasa amerika serikat telah

didiagnosis diabetes tipe I, tercatat 1.3 juta orang dewasa dan 8.6% telah

didiagnosis diabetes tipe II, yaitu sebanyak 21 juta orang dewasa.

2
Di Indonesia secara umum angka prevelensi diabetes mellitus

mengalami peningkatan cukup signifikan selama 5 tahun terakhir. Tahun

2018 prevelensi diabetes mellitus mencapai 8,5%. prevelensi diabetes

mellitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur >15 tahun

menurut provinsi tahun 2013-2018 tertinggi di DKI Jakarta sebanyak

3.4%. (Riskesdas,2018).

Berdasarkan hasil riset dari Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi

Tengah pada tahun 2019 di dapatkan prevalensi jumlah penduduk yang

menderita penyakit diabetes melitus Kabupaten Sigi berada di peringkat

keenam dengan jumlah penderita sebanyak 16.520 jiwa dan hanya

sebanyak 2.108 jiwa yang sudah mendapatkan pelayanan kesehatan.

Pencegahan dan pengendalian diabetes mellitus menurut Infodatin

2020 dilakukan melalui edukasi, deteksi dini factor resiko PTM, dan

tatalaksana sesuai standar. Dan beberapa hal yang dilakukan dalam

pengendalian diabetes mellitus yaitu : pengaturan pola makan

menyesuaikan dengan kebutuhan kalori yang dibutuhkan oleh penyandang

diabetes mellitus, aktivitas fisik menyesuaikan dengan kemampuan tubuh,

tatalaksana/terapi farmakologi harus mengikuti anjuran dokter, dan

pelibatan peran keluarga keterlibatan keluarga untuk mendorong

penyandang diabetes untuk patuh minum obat.

Menurut data yang didapatkan dari Puskesmas desa Tinggede

Kabupaten Sigi pada tahun 2020, penyakit diabetes mellitus menjadi yang

3
ke tiga dari lima besar penyakit terbanyak di wilayah kerja puskesmas

tinggede. Data yang diperoleh pada tahun 2020 untuk penyakit diabetes

mellitus yaitu 56 penderita dan untuk data 6 bulan terakhir yaitu 45

penderita diabetes mellitus di desa tinggede

Berdasarkan survey peneliti pada tanggal 6 agustus 2021 di

Puskesmas Tinggede Kabupaten Sigi dengan melakukan wawancara pada

6 orang penderita diabetes mellitus bahwa mereka mengatakan pola makan

mereka tidak baik karena masih makan makanan instan dan juga 3 orang

diantarnya mengatakan bahwa mereka kebiasaan minum minuman yang

manis seperti minum teh manis dan kopi dengan takaran gula yang

berlebih. sedangkan pola aktivitas mereka juga masih kurang dan jarang

berolahraga. Dipuskesmas Tinggede untuk penatalaksanaan penderita DM

mereka melibatkan masyarakat melalui Upaya Kesehatan Berbasis

Masyarakat (UKBM) dalam pengendalian diabetes mellitus atau yang

lebih di kenal dengan Posbindu sebagai deteksi dini factor resiko DM

termasuk pemeriksaan gula darah sewaktu oleh petugas kesehatan.

Kemudian menganjurkan untuk mengatur pola makan dengan baik, diet

untuk penderita yang kelebihan berat badan dan rajin olahraga.

Pada penderita diabetes mellitus faktor yang terpenting adalah pola

makan, perilaku yang menyimpang dan akan mengarah pada makanan

yang siap saji dengan kandungan berenergi tinggi, lemak dan sedikit serat

dapat memicu penyakit diabetes mellitus (Tarwoto, 2012).

4
Pada penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk menerapakan

pola makan yang sehat agar terhindar dari diabetes mellitus, dengan cara

mengonsumsi makanan secara seimbang terutama dengan mengonsumsi

lemak dan karbohidrat yang cukup serta meningkatkan konsumsi serat,

selain itu juga bisa dengan melakukan aktifitas fisik atau olahraga secara

teratur. Salah satu cara agar dapat mengurangi resiko terjadinya

komplikasi dan kekambuhan pada penderita diabetes mellitus dengan cara

penerapan kepatuhan diet DM, karena pada salah satu faktor yang dapat

menstabilkan kadar gula dalam darah menjadi normal dengan cara

mematuhi diet (Rahayu, 2011).

Selain pola makan, kurangnya aktivitas fisik merupakan factor

resiko independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan di

perkirakan menyebabkan kematian global (WHO 2013). Sebagian besar

factor resiko diabetes mellitus adalah gaya hidup yang tidak sehat seperti

kurangnya aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan tidak seimbang serta

obesitas. Maka dari itu hal terpenting dari pengendalian diabetes mellitus

adalah mengendalikan factor resik. Tujuan penting dari pengelolaan

diabetes mellitus adalah memulihkan kekacauan metabolic sehingga segala

proses metabolic kembali normal (Arisman, 2011 dalam paramitha, 2014).

Menurut penelitian Dolongseda, F. V., Masi, G. N., & Bataha, Y.

B. (2017) dalam penelitiannya mengenai hubungan pola aktivitas fisik dan

pola makan dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe II di

Poli Penyakit Dalam di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado.


5
Bahwa hasil penelitian yang di lakukan di Ruangan Poli Penyakit Dalam

Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado didapatkan bahwa sebagian

besar responden umur >45 tahun dengan jumlah 48 responden (64%) dan

umur <45 tahun dengan jumlah 27 responden (36,0%) menyimpulkan

bahwa terdapat hubungan antara pola aktifitas dan pola makan dengan

kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus. Dengan hasil tingkat

aktifitas fisik ringan, pola makan yang tidak baik, dan kadar gula darahnya

tinggi.

Fenomena yang menarik pada klien penderita diabetes mellitus

salah satunya adalah dengan merubah pola makan pasien yang dapat

memicu kadar gula darah tinggi, karena sebelumnya kadar gula darah

pasien tinggi hingga mencapai 300mg/dl.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan kadar

gula pada pasien diabetes mellitus di desa tinggede kabupaten sigi”.

B. Rumusan masalah

a. Bagaimana hubungan pola makan dengan kadar gula darah pada

pasien diabetes mellitus di desa tinggede kabupaten sigi

b. Bagaimana hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada

pasien diabetes mellitus di desa tinggede kabupaten sigi

6
C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan dan

aktivitas fisik dengan kadar gula pada pasien diabetes mellitus di desa

tinggede kabupaten sigi.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pola makan dengan kadar gula darah

pada pasien diabetes mellitus di rumah sakit torabelo kabupaten

sigi.

b. Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula

darah pada pasien diabetes mellitus di kabupaten sigi.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi petugas kesehatan

Hasil penelitian dapat di gunakan sebagai bahan informasi tambahan

mengenai hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan kadar gula

darah pada pasien diabetes mellitus, selain itu juga dapat di jadikan

acuan dalam meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien

diabetes mellitus.

2. Bagi responden

Diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan bagi

responden mengenai hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan

kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus.


7
3. Bagi desa Tinggede Kabupaten sigi

Digarapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukkan untuk

meningkatkan serta menerapkan pola makan dan aktivitas fisik

terhadap penderita diabetes mellitus.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Diabetes mellitus adalah penyakit yang terjadi ketika penkreas

tidak cukup dalam menghasilkan insulin ketika tubuh sedang tidak efisien

dalam menggunakan insulin. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula

darah adalah efek yang tidak terkontrol, pada penyakit diabetes mellitus

gula menumpuk dalam darah sehingga gagal masuk kedalam sel.

Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon insulin yang jumlahnya kurang.

Hormon insulin ialah hormone yang dapat mengatur kadar gula darah dan

dapat membantu masuknya gula darah. Efek yang terjadi pada

hiperglikemia dalam waktu panjang dapat menyebabkan terjadinya

kerusakan pada beberapa system dalam tubuh, khususnya padapembuluh

darah jantung, mata, ginjal dan syaraf (WHO, 2016).

Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes merupakan

penyakit kronik yang sangat kompleks sehingga perlu mendapatkan

perawatan medis secara rutin dengan strategi pengontrolan indeks

glikemik berdasarkan multifaktor resiko.

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh

jumlah hormone insulin yang tidak mencukupi atau tidak dapat bekerja

secara normal, padahal hormin ini memiliki peran utama dalam mengatur

kadar glukosa didalam darah. Diabetes mellitus merupakan sekumpulan


9
gangguan metabolic yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa

darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin,

atau keduannya (Brunner & Suddarth, 2018).

2. Etiologi

Faktor penyebab dari Diabetes Mellitus antara lain:

a. Jenis Kelamin

Pada Diabetes Mellitus type 2 jenis kelamin merupakan salah satu

faktor dalam perkembangan penyakit Diabetes Mellitus type 2 karena

secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh

yang lebih besar. (premenstrual syndrome) pasca menepouse yang

membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat

proses hormonal tersebut sehingga wanita beresiko menderita Diabetes

Mellitus type 2 lebih besar (Shara, dan Suryani, Pramono, Septiana,

2016).

b. Obesitas (Kegemukan)

Obesitas merupakan faktor utama dari insiden DM tipe 2.

Obesitas dapat terjadi karna banyak faktor, faktor utamanya adalah

Obesitas dapat terjadi karena ketidakseimbangan asupan energi dan

keluarnya energi (Betteng, Pangemanan, & Mayulu, 2016).

c. Usia

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologi yang secara

drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun dan muncul setelah

seseorang memasuki usia rawan, terutama setelah usia 45 tahun pada

10
mereka yang berat badan berlebih sehingga tubuhnya tidak peka lagi

terhadap insulin untuk metabolisme glukosa (Betteng, Pangemanan, &

Mayulu, 2016).

d. Makanan

Seringnya mengonsumsi makanan/minuman manis akan

meningkatkan resiko kejadia DM tipe 2 karena meningkatkan

konsentrasi glukosa dalam darah. Riwayat pola makan yang kurang

baik juga menjadi faktor resiko penyebab terjadinya DM pada wanita

usia produktif. Makanan yang dikonsumsi diyakini menjadi penyebab

meningkatnya gula darah, perubahan diet, seperti mengonsumsi

makanan tinggi lemak menjadi penyebab terjadinya DM (Betteng,

Pangemanan, & Mayulu, 2016).

e. Pendidikan

Orang yang tingkat pendidikannya lebih tinggi akan memiliki

banyak pengetahuan tentang kesehatan, dengan adanya tersebut orang

akan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya (Dewi, 2010

dalam Suryani, Pramono, Septiana, 2016).

f. Olahraga

Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke

dalam tubuh tidak dikelola melainkan ditimbun tubuh sebagai lemak

dan gula, jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa

menjadi energi maka akan timbul penyakit Diabetes Mellitus

(Kemenkes RI, 2012 dalam Suryani, Pramono, Septiana, 2017)

11
3. Patifisiologi

Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke

lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu

makanan di pecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat

menjadi glukosa protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam

lemak. Ketiga zat makan itu akan diserap oleh usus dan kemudian

masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk

dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar.

Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus

masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makan

terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil

akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme.

Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat

penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk

selanjutnya dapat dipergunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah

suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pancreas (Prof.

Dr. dr. Anies, 2018).

Pada DM type II jumlah insulin normal, malah mungkin lebih

banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel

yang kurang. Reseptor insulin ini dapat di ibaratkan sebagai lubang

kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi lubang kuncinya

yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi

12
karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk

sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa)

dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Prof. Dr. dr. Anies,

2018).

4. Manisfestasi Klinis

Adanya penyakit diabetes ini pada awlnya seringkali tidak

dirasakan dan tidak disadari oleh penderita, beberapa keluhan dan

gejala yang perlu di perhatikan (Medika, 2013):

a. Keluhan klasik

1) Poliuria (banyak kencing)

Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan

banyak urin yang sering diproduksi dalam jumlah banyak akan

mengganggu penderita, terutama pada saat malam hari.

2) Polidipsia (banyak minum)

Rasa haus yang sering dialami penderita karena banyak cairan yang

keluar melalui urin. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan.

Karena rasa haus yang disebabkan dengan udara panas atau beban

kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus penderita banyak

minum.

3) Polifagia (banyak makan)

Rasa lapar yang sering timbul pada penderita diabetes mellitus

karena pasien mangalami keseimbangan kalori negative, sehingga

timbul rasa lapar yang sangat besar.

13
4) Penurunan berat badan dan rasa lemah

Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu yang relativ

singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini desebabkan karena

glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel

kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Sumber tenaga

terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.

Akibatnya pasien kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga

menjadi kurus.

b. Keluhan lain

1) Gangguan saraf tepi/ kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada bagian

kaki.

2) Gangguan penglihatan

Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan

yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang

kali agar tetap dapat melihat dengan baik.

3) Gatal

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi pada daerah

kemaluan dan daerah lipatan kulit ketiak dan di bawah payudara.

Sering dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya.

14
Luka ini dapat timbul karena akibat luka lecet karena sepatu atau

tertusuk benda kecil seperti peniti.

4) Gangguan ereksi

Gangguan ereksi menjadi masalah yang tersembunyi karena

tidak secara terus terang dikemukakan penderita. Hal ini terkait

dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan

masalah seks.

5) Keputihan

Pada wanita keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering

ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya yang

dirasakan.

5. Klasifikasi

a. Insulin Depedent Diabetes Mellitus (IDDM)

IDDM yaitu insulin karena kerusakan sel-sel Langerhans yang

berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik,

predisposisi pada insulin fenomena autimun (cenderung ketosis dan

terjadi pada usia muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan

system imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel

langerhans di pancreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan

produksi insulin.

IDDM tergantung insulin biasanya terjebak pada masa anak-anak

atau masa dewasa dan menyebebkan ketoasidosis jika pasien tidak

15
diberikan terapi insulin. IDDM berjumlah 10% dari kasus diabetes

mellitus.

b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

NIDDM yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tapi

dapat terjadi pada semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan

berat badan.

c. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)

GDM dikenali pertama kali selama kehamilan dan

mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya

GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga,

dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi

peningkatan sekresi berbagai hormone yang mempunyai efek

metabolic terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu

keadaan genetic.

d. Tipe khusus lain

1) Kelainan genetic dalam sel beta. Diabetes subtype ini memiliki

prevalensi familiar yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14

tahun. Pasien sering kali obesitas dan resisten terhadap insulin.

2) Kelainan genetic pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi

insulin berat dan akantosis negrikans.

3) Penyakit pada eksokrin pancreas menyebabkan pankreatitis kronik.

4) Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali.

16
5) Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta dan infeksi.

6. Komplikasi

Tingginya kadar glukosa darah secara terus-menerus atau

berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi yang muncul dari

diabetes mellitus adalah (Nurrahmani U. 2017):

1. Penyakit Jantung

2. Serangan otak, biasanya diikuti dengan kelumpuhan atau stroke

3. Masalah pada mata (Retinopati, Katarak, Glaukoma)

4. Kerusakan saraf (Neuropati)

5. Gangguan pada ginjal

7. Penatalaksanaan

Yang harus dilakukan pada penatalaksanaan diabetes mellitus

adalah pengelolaan non farmakologis berupa perencanaan makan

dan kegiatan jasmani, setelah itu dilanjutkan dengan penggunaan

obat atau pengelolaan farmakologis (Soegondo & Soewondo, 2011)

a. Diet

Tujuan umum pada penatalaksanaan diet diabetes mellitus adalah :

1) Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati

normal

2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang normal

17
3) Mencegah komplikasi akut dan kronik

4) Meningkatkan kualitas hidup

Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika

Merekomendasikan 50-60% kalori yang berasal dari: Karbohidrat

(6070%), Protein (12-20%) dan Lemak (20-30%).

b. Olahraga

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali tiap minggu

selama ±½ jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rythmiccal

Intensity Prigressive Endurance). Latihan dilakukan terus menerus

tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur.

Latihan CRIPE minimal dilakukan selama 3 hari dalam seminggu,

sedangkan 2 hari yang lain dapat digunakan untuk melakukan

olahraga yang merupakan kesenangan atau hobi. Adanya kontraksi

otot yang teratur akan merangsang peningkatan aliran darah dan

penarikan glukosa ke dalam sel.

Olahraga juga dianjurkan pada pagi hari (sebelum jam 06.00)

karena udara masih bersih dan suasana tenang sehingga membantu

klien lebih nyaman dan tidak mengalami stress. Olahraga yang

teratur juga akan memperbaiki sirkulasi insulin dengan cara

meningkatkan dilatai sel dan pembuluh darah sehingga membantu

masuknya glukosa ke dalam sel (Soegondo & Soewondo, 2011).

c. Obat

1. Obat-obatan hipoglikemik oral (OHO)

18
Untuk sediaan obat hipoglikemik oral terbagi menjadi 3, yaitu :

a) Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin atau merangsang

sekresi insulin di kelenjar pancreas, meliputi obat hipoglikemik

oral golonga sulfonilure dan glinida (meglitinida dan truna

fenilalanin).

b) Sensitizer insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas

sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan

biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk

memanfaatkan insulin secara efektif.

c) Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara laian inhibitor

ɑglukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan

umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-

prandial.

2. Insulin,Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4,

yaitu:

a. Insulin masa kerja singkat (short-acting insulin) atau insulin

regular yaitu CZI (Crystal Zinc Insulin).

b. Insulin masa kerja sedang (intermediate-acting) bentuknya terlihat

keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan

menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan

cara memperlambat penyerapan insulin kedalam darah.

19
c. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat, yaitu insulin

yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang,

yang mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24jam).

d. Insulin masa kerja panjang (long-acting insulin) yaitu campuran

dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat

penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu

sekitar 24-36 jam.

3. Terapi Kombinasi

Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari

beberapan OHO atau OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum

adalah antara golongan sulfonylurea dengan biguanida.

Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pancreas

yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja

efektif. Kedua golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek

terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi

keduanya memiliki efek saling menunjang.

d. Pengontrolan gula darah secara mandiri

e. Perawatan kaki

Perawatan kaki merupakan sebagian dari upaya pencegahan

primer pada pengelolaan kaki diabetic yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya luka.

Upaya pencegahan primer, yaitu dengan edukasi kesehatan

diabetes mellitus, komplikasi dan perawatan kaki,

20
mempertahankan status gizi yang baik dan pengendalian diabetes

mellitus, pemeriksaan kaki penderita secara berkala, pemeriksaan

berkala diabetes mellitus dan komplikasinya,

pencegahan/perlindungan terhadap trauma, hygiene personal

termasuk kaki, menghilangkan faktor biomekanis yang mungkin

menyebabkan ulkus.

B. Tinjauan Umum Tentang Konsep Kadar Gula Darah

1. Definisi

Glukosa adalah karbohidrat terpenting yang kebanyakan diserap ke

dalam aliran darah sebagai glukosa dan gula lain diubah menjadi

glukosa dihati. Glukosa adalah bahan bakar utama dalam jaringan

tubuh serta berfungsi untuk menghasilkan energi. Kadar glukosa darah

sangat erat kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus (Amir, 2015).

Kadar gula (glukosa) darah adalah kadar gula yang terdapat dalam

darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan

sebagai glikogen di hati dan otot rangka. Kadar gula darah tersebut

merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh di otot dan jaringan

(Sustrani, 2006). Tanda seseorang mengalami DM apabila kadar gula

darah sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dl dan kadar gula darah

puasa di atas atau sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly, 2006).

2. Pemeriksaan Untuk Mendeteksi Adanya Diabetes Mellitus

Macam-macam pemeriksaan untuk mendeteksi adanya DM:

(Djojodidroto RD, 2001 dan Asmadi, 2008)

21
1) Tes darah kapiler

Tes darah kapiler merupakan cara screening yang lebih cepat

dan murah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menusuk

ujung jari untuk diambil darahnya dan tidak boleh lebih dari

setetes darah kapiler. Tes ini disebut finger-prick blood sugar

screening atau gula darah stick. Pada alat stick yang dipakai ini

sudah terdapat bahan kimia yang bila ditetesi darah akan bereaksi

dalam 1-2 menit. Setelah itu akan muncul hasil pengukuran gula

darah pasien. Pemeriksaan ini dapat dipakai untuk memeriksa

gula darah darah puasa, 2 jam sesudah makan, maupun sewaktu

atau acak.

2) Pemeriksaan gula darah vena

Pemeriksaan gula darah vena biasanya dilakukan oleh petugas

laboratorium. Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil darah dari

pembuluh darah vena pada lengan bagian dalam. Tujuan dari

pemeriksaan ini adalah untuk menilai kadar gula darah setelah

puasa (minimal 8 jam) dan glukosa darah 2 jam sesudah makan (2

jam pp-post prandial). Bagi pasien yang sudah pasti menderita

penyakit DM, pemeriksaan tetap dilakukan dalam keadaan pasien

yang mengkonsumsi obat atau suntik insulin seperti biasanya

karena gula darah puasa dapat memberikan gambaran bagaimana

keadaan gula darah kemarin harinya, sedangkan yang 2 jam pp

22
untuk melihat kira-kira bagaimana hasil minum obat yang diberikan

dan diet pada pagi itu.

3). Tes toleransi glukosa

Tes toleransi glukosa merupakan pemeriksaan yang dinilai

lebih teliti daripada lainnya. Pada pemeriksaan ini, setelah pasien

melakukan 10 jam puasa, pagi harinya pasien dianjurkan datang ke

laboratorium untuk memeriksakan gula darah. Kemudian dorong

pasien meminum glukosa 75 gram dan 2 jam kemudian

diperiksakan lagi gula darahnya. Namun apabila pasien terdapat

curiga mempunyai penyakit DM, maka perlu dipikirkan lagi dalam

melakukan tes toleransi glukosa ini.

3. Macam Kontrol Kadar Gula Darah

1. Kadar gula darah sewaktu

Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu adalah pemeriksaan

gula darah yang dilakukan setiap waktu, tanpa ada syarat puasa

dan makan. Pemeriksaan ini dilakukan sebanyak 4 kali sehari

pada saat sebelum makan dan sebelum tidur sehingga dapat

dilakukan secara mandiri (Andreassen LM, 2014). Pemeriksaan

kadar gula darah sewaktu tidak menggambarkan pengendalian

DM jangka panjang (pengendalian gula darah selama kurang

lebih 3 bulan). Normalnya hasil pemeriksaan kadar gula darah

sewaktu berkisar antara 80-144 mg/dl. Pemeriksaan ini

dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul

23
akibat perubahan kadar gula secara mendadak (Pangkalan I,

2007 dan Tandra H, 2013).

2. Kadar gula darah puasa

Pemeriksaan kadar gula darah puasa adalah pemeriksaan yang

dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam. Pemeriksaan

ini bertujuan untuk mendeteksi adanya diabetes atau reaksi

hipoglikemik. (Djojodidroto RD, 2016). Standarnya pemeriksaan

ini dilakukan minimal 3 bulan sekali. Kadar gula darah normal

pada saat puasa adalah 70100 mg/dl. Menurut IDF, ADA, dan

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) telah sepakat

bahwa apabila kadar gula darah pada saat puasa di atas 7,0 mmol/dl

(126 mg/dl) dan 2 jam sesudah makan di atas 11,1 mmol/dl (200

mg/dl) maka seseorang diagnosis mengalami DM (Tandra H, 2013

dan Uliyah M& AAH, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2013

menyebutkan bahwa dari 36 pasien yang teratur melakukan

pemeriksaan kadar gula darah puasa sebanyak 16,7% pasien

memiliki kadar gula darah baik yaitu kurang dari 100 mg/dl,

sebanyak 5,5% pasien memiliki kadar gula darah antara 100 - 126

mg/dl, dan sebanyak 77,8% memiliki kadar gula darah buruk atau

tidak terkontrol karena lebih dari 126 mg/dl (Masfufah M& VH,

2013).

3. Kadar gula darah 2 jam setelah makan (Postprandial)

24
Pemeriksaan kadar postprandial adalah pemeriksaan kadar gula

darah yang dilakukan saat 2 jam setelah makan. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk mendeteksi adanya diabetes atau reaksi

hipoglikemik. Standarnya pemeriksaan ini dilakukan minimal 3

bulan sekali. Kadar gula di dalam darah akan mencapai kadar yang

paling tinggi pada saat dua jam setelah makan. Normalnya, kadar

gula dalam darah tidak akan melebihi 180 mg per 100 cc darah.

Kadar gula darah 190 mg/dl disebut sebagai nilai ambang ginjal.

Jika kadar gula melebihi nilai ambang ginjal maka kelebihan gula

akan keluar bersama urin ( Tandra H, 2013 dan Departemen

kesehatan RI, 2008).

4. HbA1c

HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi antara glukosa dan

hemoglobin (bagian dari sel darah merah yang bertugas

mengangkut oksigen ke seluruh bagian tubuh). Makin tinggi kadar

gula darah, maka semakin banyak molekul hemoglobin yang

berkaitan dengan gula. Apabila pasien sudah pasti terkena DM,

maka pemeriksaan ini penting dilakukan pasien setiap 3 bulan

sekali.

Jumlah HbA1c yang terbentuk, bergantung pada kadar glukosa

dalam darah sehingga hasil pemeriksaan HbA1c dapat

menggambarkan rata-rata kadar gula pasien DM dalam waktu 3

bulan. Selain itu, pemeriksaan HbA1c juga dapat dipakai untuk

25
menilai kualitas pengendalian DM karena hasil pemeriksaan HbA 1c

tidak dipengaruhi oleh asupan makanan, obat, maupun olahraga

sehingga dapat dilakukan kapan saja tanpa ada persiapan khusus

(Tandra H, 2013).

Pasien didiagnosa menderita penyakit DM apabila kadar HbA1c

lebih dari 6%. Apabila kadar HbA1c pasien DM di bawah 6,5 %

dapat dikatakan bahwa pasien memiliki kadar gula darah yang baik

dan disebut buruk apabila kadar HbA1c lebih dari 8% (Pangkalan I,

2007).

Table 3.1 Kadar gula darah orang normal, pre diabetes dan

diabetes

Kadar gula darah normal Pre diabetes Diabetes

(mg/dl) (mg/dl) C.

Gula darah puasa < 100 ≥ 100 - < 126 ≥ 126

Gula darah 2 jam < 140 ≥ 140 - < 200 ≥ 200

sesudah makan

Tinjauan Umum Tentang Konsep Pola Makan

pola makan merupakan suatu cara atau usaha dalam pengaturan

jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti

mempertahankan kesehatan, status nustrisi, mencegah atau membantu

kesenbuhan penyakit. Pola makan sehari – hari merupakan pola makan

seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya

(Hardani, 2002), sedangkan baliwati (2004) mengatakan pola makan

26
atau pola konsumsi merupakan susunan jenis dan jumlah makanan yang

dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.

Menurut suyono (2007) dan suiraoka (2012), gaya hidup di

perkotaan dengan pola makan yang tinggi lemak, garam, dan gula

mengakibatkan masyarakat cenderung mengonsumsi makanan secara

berlebihan, selain itu pola makanan yang serba instan saat ini memang

sangat digemari oleh sebagian masyarakat, tetapi dapat mengakibatkan

peningkatan kadar glukosa darah. Penyakit menahun yang disebabkan

oleh penyakit degenerative seperti diabetes mellitus meningkat sangat

tajam. Perubahan pola penyakit ini diduga berhubungan dengan cara

hidup yang berubah. Pola makan di kota – kota telah bergeser dari pola

makan yang tradisional yang banyak mengandung karbohidrat dan serat

dari sayuran berubah menjadi pola makan yang kebarat-baratan dan

sedikit serat. Komposisi makanan yang tinggi lemak, garam, dan sedikit

serat pada makanan siap saji yang pada akhir-akhir ini sangat digemari

di kalangan masyarakat.

Pengaturan pola makan merupakan pilar utama dalam pengelolaan

Diabetes Mellitus, karena pengaturan diet pada penderita Diabetes

Mellitus merupakan pengobatan yang utama pada penatalaksanaan

Diabetes Mellitus. Menurut Suyono (2007) dikutip Sudaryanto,

Setiyadi, & Frankilawati (2014) Pola makan merupakan gambaran

mengenai macam-macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan yang

dimakan tiap hari oleh seseorang.

27
Secara umum makanan bagi penderita diabetes mellitus yang perlu

diperhatikan adalah (Irianto, Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak

Menular Panduan Klinis, 2014):

a. Komposisi kalori yang dianjurkan adalah karbohidrat 60-70%,

lemak 20-25%, dan protein 10-15%.

b. Hindari gula yang sudah diproses seperti yang terdapat dalam kue,

biskuit, soda, permen, cokelat, dan pudding.

c. Protein sebaiknya diperoleh dari ikan serta sayuran yang berbentuk

biji-bijian dan polong.

d. Buah-buahan yang dianjurkan seperti buah apel dan buah-buahan

yang kaya pektin. Hindari buah-buahan yang kering.

e. Sayuran segar dapat di jus

f. Mengurangi lemak, makanan dengan lemak yang tinggi misalnya

daging berlemak, dapat meningkatkan kadar kolesterol, dapat

membuat kerja insulin tidak efisien dan dapat mempertinggi resiko

penyakit jantung.

g. Mengkonsumsi makanan yang berserat karena dapat mengurangi

glukosa masuk ke aliran darah.

h. Tidak merokok, karena rokok dapat meningkatkan insulin

resistance, serta meningkatkan kolesterol darah.

i. Kurangi mengkonsumsi alkohol atau bahkan tidak mengkonsumsi

alkohol sama sekali, karena dapat meningkatkan insulin resistance.

1. Tepat jadwal

28
Menurut Tjokroprawiro (2012) jadwal diet harus sesuai dengan

intervalnya yang dibagi menjadi enam waktu makan, yaitu tiga kali

makanan utama dan tiga kali makanan selingan. Penderita Diabetes

Mellitus hendaknya mengkonsumsi makanan dengan jadwal waktu

yang tetap sehingga reaksi insulin selalu selaras dengan datangnya

makanan dalam tubuh. Makanan selingan berupa snack penting

untuk mencegah terjadinya hipoglikemia (menurunnya kadar gula

darah). Jadwal makan terbagi menjadi enam bagian makan (3 kali

makan besar tiga kali makan selingan) antara lain:

a. Makan pagi pukul 06.00 – 07.00

b. Selingan pagi pukul 09.00 – 10.00

c. Makan siang pukul 12.00 – 13.00

d. Selingan siang pukul 15.00 – 16.00

e. Makan malam pukul 18.00 – 19.00

f. Selingan malam pukul 21.00 – 22.00

2. Tepat jumlah

Jumlah makan (kalori) yang dianjurkan bagi penderita Diabetes

Mellitus adalah makan lebih sering dengan porsi kecil, sedangkan

yang tidak dianjurkan adalah makan dalam porsi banyak/besar

sekaligus. Tujuan cara makan seperti ini adalah agar jumlah kalori

terus merata sepanjang hari, sehingga beban kerja organ-organ tubuh

tidak berat, terutama organ pankreas. Cara makan yang berlebihan

tidak menguntungkan bagi fungsi pankreas. Asupan makanan yang

29
berlebihan merangsang pankreas bekerja lebih keras. Penderita

Diabetes Mellitus, diusahakan mengkonsumsi asupan energi yaitu

kalori basal 25-30 kkal/kgBB normal yang ditambah kebutuhan

untuk aktivitas dan keadaan khusus. Protein 10-20% dari kebutuhan

energi total. Lemak 20-25% dari kebutuhan energi total dan

karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total yaitu 45-65% dan serat

25 gr/hari (PERKENI, 2011) .

3. Tepat jenis

Jenis makanan perlu diperhatikan karena menentukan kecepatan

naiknya kadar gula darah. Penyusunan makanan bagi penderita

diabetes mellitus mencakup karbohidrat, lemat, protein,buah-buahan,

dan sayuran (Tjokroprawiro, 2012; Dewi, 2013).

D. Tinjauan Umum Tentang Konsep Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-

otot rangka sebagai suatu pengeluaran tenaga yang meliputi pekerjaan,

waktu senggang, dan aktivitas sehari-hari. Departemen kesehatan

menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah aktivitas sehari-hari yang

meliputi kegiatan waktu belajar, kegiatan berolahraga dan kegiatan waktu

luang yang diukur dengan skor yang telah ditetapkan (Depkes, 2008).

WHO mendefinisikan aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang

dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.

Olahraga atau aktivitas fisik merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari upaya peningkatan status kesehatan dan kebugaran. Seseorang

30
dengan aktivitas fisik yang rendah (sedentary) memiliki resiko yang lebih

tinggi terhadap berbagai gangguan kesehatan dan merupakan factor

risiko independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan

diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010).

Sedangkan menurut Baecke et al (1982) bahwa aktivitas fisik

merupakan aktivitas sehari-hari yang meliputi kegiatan waktu belajar,

kegiatan berolahraga, dan kegiatan waktu luang yang diukur dengan skor

yang telah ditetapkan. Berdasarkan tingkat intensitasnya, aktivitas fisik

dibagi menjadi aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat. Aktivitas fisik

berat adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan minimal selama 10

menit sampai denyut nadi dan napas meningkat lebih dari biasanya,

contohnya ialah menimba air, mendaki gunung, lari cepat, menebang

pohon, mencangkul, dll. Sedangkan aktivitas fisik sedang apabila

melakukan kegiatan fisik sedang (menyapu, mengepel, dll) minimal lima

hari atau lebih dengan durasi beraktivitas minimal 150 menit dalam satu

minggu. Selain kriteria di atas maka termasuk aktivitas fisik ringan

(WHO, 2015). Tidak semua orang melakukan aktivitas fisik dengan

kadar atau intensitas yang sama. Sehingga aktivitas fisik pun dibagi

sesuai dengan intensitasnya. Intinsitas aktivitas fisik berdasarkan oleh

besar energi yang digunakan dalam aktivitas tersebut. Ada beberapa

macam pengukuran yang dapat dilakukan untuk menilai apakah

intensitas yang dilakukan oleh seseorang tergolong dalam kategori

ringan, sedang, atau berat. Pengukuran intensitas tersebut dilakukan

31
dengan beberapa macam cara yaitu: skala Metabolic equivalents of task

(MET), maximum heart rate (HRmax), heart rate reserve (HRR), dan

VO2max. Metabolic Equivalent Turnover (MET) yaitu pengukuran

intensitas aktivitas fisik secara fisiologis yang dilakukan oleh seseorang.

MET dijadikan rasio pengukuran pada jenis aktivitas fisik yang spesifik.

Setiap

aktivitas fisik memiliki hasil yang berbeda – beda seperti berjalan 2.7

km/jam memiliki jumlah MET sebanyak 2.9 MET, menonton televisi 1

MET, lompat tali 10 MET, dan tidur sejumlah 0.9 MET.

A. Jenis Aktivitas Fisik

Jenis aktivitas fisik menurut Brown (2012) dibagi menjadi dua

yaitu Aerobik dan Anaerobik. Aktivitas aerobik didefinisikan sebagai

aktivitas yang sebagian besar menggunakan otot secara terus menerus

dan berirama, seperti otot lengan atau kaki. Aktivitas ini meningkatkan

kerja kardiorespirasi dan memasok energi ke otot-otot yang bekerja

aerobik disebut juga ketahanan, aktivitasnya meliputi berlari, berenang,

berjalan, bersepeda, dan menari. Anaerobik adalah aktivitas „tanpa

oksigen‟ yang biasanya dilakukan dalam durasi yang sangat singkat.

Energi yang di dapat adalah dari otot yang berkontraksi terlepas dari

oksigen yang dihirup, contoh aktivitas anaerobik adalah lari sprint jarak

pendek, High Intensiy Interval Hraining (HIIT), angkat beban.

B. Klasifikasi Aktifitas Fisik

32
Aktivitas fisik pada umumnya dikelompokkan menggunakan skala

rendah, sedang, dan tinggi. Beberapa pengelompokan aktivitas fisik di

antaranya :

1) Klasifikasi aktivitas fisik berdasarkan frekuensi denyut jantung

menurut Kurpad dkk (Hernowo Setyo Utomo, 2014) meliputi:

a. Tidak aktif < 96 kali/menit

b. Ringan 97 – 120 kali/menit

c. Sedang 121 – 145 kali/menit

d. Berat > 145 kali/menit

2) Klasifikasi aktivitas fisik berdasarkan tujuan aktivitas menurut

Kurpad dkk (Hernowo Setyo Utomo, 2014) meliputi:

a. Tidur : tidur pada malam hari; tidur siang;

b. Sekolah : belajar di kelas, istirahat, aktivitas sekolah lainnya;

c. Rumah tangga : menjaga anak, membersihkan rumah, mencuci

pakaian, menyiapkan makanan, membuat berbagai pekerjaan tangan,

mengambil air;

d. Produksi : aktivitas agrikultural, pembuatan kerajinan tangan,

pekerjaan tekstil, menangkap ikan, berkebun dan berdagang;

e. Di luar sekolah : perawatan diri dan kebersihan, istirahat, jalan-jalan

dan bepergian, pekerjaan rumah, bermain dan bersenang-senang,

aktivitas sosial dan keagamaan.

3) Klasifikasi berdasarkan tingkatan aktivitas fisik Norton et al. (2010)

meliputi :

33
a. Aktivitas Fisik Sedenter Kata sedentary berasal dari bahasa latin

“sedere” yang berarti “ duduk”. Aktivitas sedenter adalah aktivitas tidak

berpindah sama sekali (non- transport activities) atau menetap dalam

jangka waktu lama, aktivitas ini sering dikaitkan dengan aktivitas hanya

duduk, membaca, bermain game dan aktivitas berbaring atau tidur yang

sedikit bergerak, termasuk duduk bekerja di kantor. Istilah aktivitas

sedenter di beberapa jurnal digunakan dalam intensitas aktivitas fisik

kategori sangat rendah.

b. Aktivitas Fisik Ringan Aktivitas fisik ringan atau rendah yaitu

sebanding dengan aktivitas jenis aerobik yang tidak menyebabkan

perubahan berarti pada jumlah hembusan nafas. Contoh kegiatan ini

adalah berdiri, berjalan pelan atau jalan santai, pekerjaan rumah, bermain

sebentar. Jangka waktu aktivitas yang dilakukan adalah kurang dari 60

menit.

c. Aktifitas Fisik Sedang Aktivitas ini meliputi digambarkan berupa

melakukan aktivitas aerobik namun tetap dapat berbicara bercakap –

cakap atau tidak tersengal – sengal. Kegiatan ini meliputi berjalan 3,5 -

4,0 mil/jam, berenang, bermain golf, berkebun, bersepeda dengan

kecepatan sedang. Durasi kegiatan ini antara 30 sampai 60 mnt 1-2 kali

dalam 7 hari/seminggu.

d. Aktivitas Fisik Berat

Kegiatan yang sering atau rutin dilakukan dalam seminggu dan dengan

durasi kurang lebih 75 menit 5 – 6 kali meliputi aktivitas aerobik dan

34
aktivitas yang lain seperti berjalan cepat, naik turun tangga, memanjat,

kegiatan olahraga yang membuat nafas terengah-engah seperti jogging,

sepak bola, voli, dan basket, kompetisi tenis.

C. Manfaat Aktivitas Fisik

Menurut American Diabetes Association (2015), aktivitas fisik

bermanfaat untuk menjaga tekanan darah dan kolesterol, menurunkan

resiko penyakit jantung dan stroke, menjaga berat badan, menurunkan

tingkat stress, memperkuat jantung dan memperbaiki sirkulasi darah,

memperkuat tulang dan otot, menjaga fleksibilitas sendi, serta

menurunkan gejala depresi, dan memperbaiki kualitas hidup. Aktivitas

fisik merupakan faktor penting dalam memelihara kesehatan yang baik

secara keseluruhan. Menurut Nurmalina (2011), terdapat beberapa

macam manfaat yang diperoleh seseorang jika melakukan aktivitas fisik,

antara lain membantu menjaga otot dan sendi tetap kuat. Membantu

menurunkan kecemasan, stress, dan depresi (faktor yang berkontribusi

pada penambahan berat badan). Membantu untuk dapat tidur yang lebih

baik, menurunkan resiko penyakit jantung, stroke, tekanan darah tinggi,

dan diabetes, menungkatkan sirkulasi darah, meningkatkan fungsi organ-

organ vital seperti jantung dan paru-paru, mangurangi kanker yang

terkait dengan kelebihan berat badan, dan menurunkan resiko terkena

penyakit osteoporosis. Kegiatan fisik dan olahraga secara teratur dapat

membantu mempertahankan kesehatan yang optimal. Kegiatan olahraga

dan aktivitas fisik yang tidak seimbang dengan energi yang dikonsumsi

35
maka akan berakibat pada berat badan menjadi tidak normal. Maka dari

itu kegiatan olahraga dan aktivitas fisik harus di lakukan atau diupayakan

agar tetap selalu seimbang dengan asupan energi sehari-hari (Depkes,

2012).

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik

Menurut British Hearth Foundation (2014) ada beberapa faktor

yang mempengaruhi aktivitas fisik yaitu :

a. Usia

Aktivitas fisik remaja sampai dewasa meningkat sampai mencapai

maksimal pada usia 25-30 tahun, setalahnya akan mengalami penurunan

kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per

tahun, akan tetapi apabila rajin melakukan aktivitas fisik atau berolahraga

penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya.

b. Jenis kelamin

Aktivitas fisik laki-laki dengan perempuan biasanya sama hingga masa

pubertas, akan tetapi setelah masa pubertas laki-laki biasanya memiliki

nilai yang jauh lebih besar.

c. Gaya hidup

Gaya hidup dipengaruhi oleh status ekonomi, cultural, keluarga, teman,

dan masyarakat. Perubahan dalam kebiasaan kesehatan seseorang

merupakan cara terbaik dalam menurunkan angka kesakitan (morbiditas)

dan angka kematian (mortalitas).

d. Lingkungan

36
Pemeliharaan lingkungan diperlukan guna mempertahankan kesehatan

dikarenakan kerusakan pada lingkungan akan membawa dampak negatif

terhadap kesehatan seseorang.

e. Penyakit/kelainan

pada tubuh Penyakit/kelainan pada tubuh berpengaruh terhadap kapasitas

jantung, paru, postur tubuh, obesitas, hemoglobin.sel darah, dan serat

otot. Bila ada kelainan pada tubuh seperti tersebut di atas dapat

mempengaruhi aktivitas yang akan dilakukan.seperti kekurangan sel

darah merah, maka orang tersebut tidak diperbolehkan melakukan

aktivitas fisik yang berat. Orang dengan obesitas juga akan kesulitan

dalam melakukan aktivitas fisik.

E. Landasan teori

Dalam teori keperawatan Virginia henderson mengembangkan

teori kebutuhan dasar manusia dan peran perawat untuk membantu

individu yang sakit atau sehat dalam memperoleh kemandirian untuk

memenuhi 14 kebutuhan dasar yang berfokus pada pentingnya

meningkatkan kemandirian pasien untuk mempercepat proses

penyembuhan dirumah sakit. Menekankan kebutuhan dasar manusia dan

seperti apa perawat dapat membantu memenuhi kebutuhan dasar tersebut

Sebagian besar factor resiko diabetes mellitus adalah gaya hidup

yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas fisik, diet yang tidak sehat

dan tidak seimbang serta obesitas. Maka dari itu hal terpenting dari

pengendalian diabetes mellitus adalah mengendalikan factor resiko.

37
Tujuan penting dari pengelolaan diabetes mellitus adalah memulihkan

kekacauan metabolic sehingga segala proses metabolic kembali normal

(Arisman, 2011 dalam paramitha, 2014).

Selain aktivitas fisik, menurut (Sulistyoningsih, 2016)

ketidakseimbangan antara asupan gizi atau kecukupan zat gizi akan

menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi lebih maupun

gizi kurang. Factor yang menyebabkan masalah gizi diantaranya adalah

pola makan yang salah. Pola makan yang dapat diamati meliputi

frekuensi makan, waktu makan dan tingkat konsumsi.

Glukosa adalah bahan bakar utama dalam jaringan tubuh serta

berfungsi untuk menghasilkan energi. Kadar glukosa darah sangat erat

kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus (Amir, 2015).

E. Kerangka pikir

pola makan yang tinggi lemak, garam, dan gula mengakibatkan

masyarakat cenderung mengonsumsi makanan secara berlebihan, selain itu

pola makanan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh

sebagian masyarakat, tetapi dapat mengakibatkan peningkatan kadar

glukosa darah.

Kurangnya aktifitas merupakan salah satu faktor yang ikut

berperan dalam menyebabkan resistensi insulin pada DM. Aktivitas fisik

yang semakin jarang maka gula yang dikonsumsi juga akan semakin lama

terpakai, akibatnya prevalensi peningkatan kadar gula dalam darah juga

akan semakin tinggi.

38
variable independen variable dependen

Pola makan
Kadar gula darah
pasien DM
Aktivitas fisik

Gambar bagan 1 : kerangka piker

F. Hipotesis

H1: Ada hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan

kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus di rumah sakit torabelo

kabupaten sigi.

39
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan

pendekatan cross sectional yaitu rancangan yang mengkaji hubungan

variable independen dan variable dependen. Pada penelitian ini peneliti

ingin mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan kadar

gula darah pada pasien diabetes mellitus di desa tinggede Kabupaten Sigi.

B. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2021 di desa

Tinggede Kabupaten Sigi.

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

Variabel diklasifikasikan menjadi bermacam-macam untuk

menjelaskan penggunaanya dalam penelitian. Beberapa variabel

dimanipulasi, yang lainnya sebagai kontrol. Beberapa variabel

diidentifikasi tetapi tidak diukur dan yang lainnya diukur dengan

menggunakan pengukuran sebagian (Nursalam, 2015)

a. Variabel Independen (bebas)

Variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel

lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti

menciptakan suatu dampak pada variabel dependen. Dalam ilmu

keperawatan variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau

40
intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien untuk

mempengaruhi tingkah laku klien.

b. Variabel Dependen (terikat)

suatu variabel yang dipengaruhi nilainya dan ditentukan oleh

variabel lain. Dengan kata lain, variabel terikat merupakan factor yang

diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau

pengaruh dari variabel bebas.

2. Definisi operasional

Definisi operasional yaitu batasan variabel yang diteliti untuk

mengarahkan pada pengukuran dan pengamatan variabel yang

bersangkutan serta pengembangan instrument (Notoatmodjo, 2012).

a. Pola makan

1. Definisi

Pada pola makan kita dapat melihat frekuensi makanan

sehari-hari pada seseorang atau penderita diabetes mellitus.

2. Alat Ukur : Pengisian Kuisoner

3. Cara Ukur : Kuisoner semi FFQ

4. Skala Ukur : Ordinal

5. Hasil Ukur : Baik, jika > median

Kurang baik jika < median

(Buku ajar survey konsumsi pangan, 2008)

41
b. Aktivitas fisik

1. Definisi

Yaitu seluruh kegiatan aktivitas sehari-hari meliputi

kegiatan tempat kerja, perjalanan dari tempat ke tempat,

aktivitas rekreasi dan aktivitas olahraga yang dilakukan

seseorang.

a. Alat ukur : Pengisian kuisoner

b. Cara ukur : Kuisoner GPAQ

c. Skala ukur : Ordinal

d. Hasil ukur : Ringan = 600 < MET,

Sedang = 3000 > MET > 600

Berat = MET > 3000

(world health organization)

c. Kadar Gula Darah

1. definisi

Kadar gula darah merupakan sumber energy utama bagi sel

tubuh di otot dan jaringan. Kadar gula darah sewaktu adalah

pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu.

a. Alat ukur : blood glucose test

b. Cara ukur : pengukuran langsung kadar glukosa darah

c. Skala ukur : interval

42
d. Hasil ukur : kadar glukosa darah sewaktu, normal =

< 200 mg/dl, tidak normal = > 200 mg/dl.

D. Jenis dan cara pengambilan data

1. Jenis data

Jenis data dalam penelitian merupakan factor penting

yang menjadi pertimbangan dalam menentukan metode

pengumpulan data. Sumber data penelitian terdiri dari, sumber

data primer dan sumber data sekunder (Sugiyono, 2013)

a. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh oleh peneliti

dengan wawancara langsung responden dengan

menggunakan lembar pertanyaan atau kuisoner.

1. Pola Makan

Pola makan dikumpulkan dengan metode wawancara

yang berisikan 40 jenis makanan mengenai frekuensi

makan, jenis dan jumlah dengan menggunakan kuisoner

yang di adopsi dari buku ajar tentang survey konsumsi

pangan (2008). Pada kuisoner pola makan menggunakan

skala ukur ordinal dengan hasil ukur baik, jika > median

dan kurang baik jika < median.

2. Aktivitas fisik

43
Dalam penelitian ini jenis pengambilan data yaitu dengan

menggunakan kuisioner data demografi dan GPAQ (global

physical activity questionnaire). GPAQ merupakan suatu

pengambilan data dalam bentuk kuisioner yang di adopsi

dari World Health Organization (WHO) yang dapat

digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas fisik

masyarakat seluruh dunia. Pengukuran tingkat aktivitas

fisik didasarkan pada besar MET (Metabolic Equivalent)

yang merupakan nilai yang digunakan untuk menentukan

tingkat aktivitas fisik berdasarkan GPAQ. Penggunaan

kuisioner ini yaitu dengan mengisi pernyataan atas

pertanyaan yang disediakan pada kuisioner. Pertanyaan

mengarah pada 3 dominan, yaitu kegiatan tempat kerja,

perjalanan dari tempat ke tempat kerja, dan kegiatan

rekreasi. Untuk menganalisis data-data kuisioner GPAQ

yang akan diberikan kepada responden, digunakan indicator

kategori berdasarkan perhitungan total terhadap volume

aktivitas fisik yang disajikan dalam MET menit/minggu.

Data durasi aktivitas fisik dalam kategori berat dikalikan

dengan koefisien MET = 8, untuk data durasi aktivitas fisik

sedang dikalikan dengan koefisien MET = 4, untuk

mengetahui total aktivitas fisik digunakan rumus yaitu

sebagai berikut.

44
Total aktivitas fisik MET menit/minggu = [(P2×P3×8) +

(P5×P6×4) + (P8×P9×4) + (P11×P12×8) + (P14×P15×4)]

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi

yang terkait dengan penelitian, yaitu di Desa Tinggede

Kabupaten Sigi.

E. Pengolahan Data

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan peneliti dalam pengolahan

data menurut setiadi (2007) yaitu :

1. Editing (pemeriksaan)

Yaitu memeriksa daftar pertanyaan atau pernyataan pada

lembar observasi selesai diisi mengenai kelengkapan atau

relevansi jawaban atau data dan keterbacaan tulisan.

2. Coding (Kode)

Yaitu mengklasifikasi jawaban-jawaban responden dan

hasil observasi ke dalam kategori, dengan memberi tanda atau

kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.

3. Sortir (Memilih)

Yaitu memilih atau mensortir data menurut jenis yang

penulis kehendaki.

45
4. Entry data (Menghitung data)

Yaitu jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kemudian

dimasukkan dalam table dengan cara menghitung frekuensi data,

kemudian dimasukkan melalui pengolahan computer.

5. Tabulating (Pengolahan data)

Yaitu pengolahan data ke dalam satu tabel menurut sifat-

sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.

6. cleaning (Pembersihan)

Yaitu pembersihan data dengan melihat variabel, apakah

data sudah benar atau belum.

F. Penyajian Data

Penyajian data dalam bentuk yang mudah dibaca dan

dimengerti yaitu dalam bentuk table dan narasi.

G. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Penelitian ini menggunakan analisis data univariat dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

f
P¿ x 100 %
n

Keterangan :

p = Persentase

46
f = Frekuensi

n = Jumlah sampel

2. Analisa Bivariat

Untuk mengetahui distribusi, frekuensi dan presentase dari

tiap-tiap variabel dengan menggunakan uji statistic yang digunakan

adalah uji Chi-square. Dengan rumus sebagai berikut.

(O−E)
X2 = ∑ 2
E

Keterangan :

X2 = Chi-square hasil perhitungan

E = Nilai Expected (harapan)

O =Nilai Observasi

Ketentuan penguji adalah Ho ditolak apabila < 0,05 maka. Cara

yang kedua, digunakan nilai probabilitas berdasarkan tingkat

kemaknaan 95% (Alpha 0,05). Dikatakan ada perbedaan bermakna

bila p value < 0,05 .

H. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruahan objek penelitian atau objek yang

diamati, peneliti hanya mengambil sebagian dari objek yang diteliti tetapi

hasilnya dapat mewakili atau mencakup seluruh objek yang diteliti.

(Notoatmodjo 2012). Populasi penelitian ini berjumlah 45 penderita

diabetes mellitus di Desa Tinggede Kabupaten Sigi.


47
2. Sampel

Sampel Dalam penelitian ini semua pasien diabetes mellitus yang ada

di desa tinggede kabupaten sigi, pengambilan sampel pada penelitian ini

dilakukan dengan total sampling, sehingga jumlah sampel sebanyak 45

penderita diabetes mellitus.

1. Kriteria inklusi :

a. Bersedia menjadi responden

b. Penderita diabetes mellitus

2. Kriteria ekslusi :

a. Penderita yang tidak bersedia jadi responden

b. Penderita dengan KU lemah sehingga tidak memungkinkan untuk

menjadi responden.

48
DAFTAR PUSTAKA

Andreassen LM, Sandberg S, Kristensen GBB, Sølvik UØ, Kjome RLS.

Nursing home patients with diabetes: prevalence, drug treatment and

Asmadi. Teknik prosedural keperawatan konsep dan aplikasi,. Jakarta:

Salemba Medika; 2008.

Betteng, R., Pangemanan, D., & Mayulu, N. (2016). Analisis Faktor Resiko

Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Usia Produktif

Di Puskesmas Wawonasa. Jurnal e-Biomedik (eBM), Voume 2, Nomor 2.

Brunner, S. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Dr. Pash. Panggabean, MPH. I Kadek Wartana MPH. Subardin AB, SKM, M.kes.

Dr Esron Sirait, SE, M.Kes. Noviany Banne Rasiman, S.Kep, Ns, M.N.S.

Robert V. Pelima, S,SI., M.Kes. (2017), Pedoman penulisan Proposal

Skripsi STIK Indonesia jaya palu

Dewi, A. (2013). Menu Sehat 30 Hari Untuk Mencegah dan Mengatasi DIabetes

Agro. Jakarta: Media Pusaka.

Djojodidroto RD. Seluk beluk periksaan kesehatan (general medical check up):

bagaimana menyikapi hasilnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2016.

Dolongseda, F. V., Masi, G. N., & Bataha, Y. B. (2017). Hubungan Pola Aktivitas

Fisik dan Pola Makan dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes

Melitus Tipe II di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Pancaran Kasih

GMIM Manado. ejournal Keperawatan, Vol.5 No.1.

49
Idris, A. M., Jafar, N., & Indrisari, R. (2014). Pola Makan Dengan Kadar Gula

Darah Pasien DM Tipe 2. Jurnal MKMI, 211-218.

Irianto, K. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan

Klinis. Bandung.

Irianto, K. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan

Klinis. Bandung.

Irianto, K. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan

Klinis. Bandung.

Irianto, K. (2014). Panduan Klinis: Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak

menular. Bandung: Alfabeta.

Masfufah M& VH. Pengetahuan, kadar glukosa darah, dan kualitas hidup

penderita diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di wilayah kerja puskesmas

kota Makasar. 2013;1–12.

Medika, N. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa)

Dilengkapi Contoh ASKEP.

Misnadiarly. Diabetes milletus: gangren, ulcer, infeksi. mengenal gejala,

menanggulangi, dan mencegah komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor;

2006.

Nurrahmani, U. (2017). Stop! Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Familia (Group

Relasi Inti Media).

Pangkalan I. Diet Korektif-diet south beach. Jakarta: Elex Media Komputindo;

2007.

50
PERKENI. (2011). Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus

Tipe 2 di Indonesia 2011.

Prof. Dr. dr. Anies, M. P. (2018). Penyakit Degeneratif. Yogyakarta.

Profil Kesehatan Sulawesi Tengah. 2019.

WHO. (2014). Physical Activity.www.who.int

Diakses Pada Tanggal 16 mei 2021.

Sudaryanto, A., Setiyadi, N. A., & Frankilawati, D. A. (2014). Hubungan Antara

Pola Makan, Genetik dan Kebiasaan Olahraga Terhadap Kejadian

Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan

Banjarsari. Prosiding SNST, 19-29.

Sulistyoningsih,H.(2016).Gizi untuk kesehatan ibu dan anak. Yogyakarta : Graha

ilmu.

Suryani, N., Pramono, & Septiana, H. (2016). Diet dan Olahraga Sebagai Upaya

Pengendalian Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin. Jurkessia, Vol. VI,

No. 2.

Sustrani L. Diabetes. Jakarta: Gramedia; 2006.

Suyono, Slamet. 2007. Patofisiologi diabetes mellitus dalam:Waspadi, S, Sukardji,

K.Octariana, M. Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta.

Sirajudin, Surmita, Triana 2018. Buku ajar Survey Konsumsi Pangan. Kemenkes

RI.

51
Tandra H. Life healty with diabetes-diabetes mengapa & bagaimana? Yogyakarta:

Rapha Publishing; 2013.

Tjokroprawio, A. (2012). Garis Besar Pola Makan dan Pola Hidup Sebagai

Pendukung Terapi Diabetes Mellitus. Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga Surabaya.

Uliyah M& AAH. Praktikum ketrampilan dasar praktik klinik. Jakarta: Salemba

Medika; 2008.

WHO,2016. Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ).

52

Anda mungkin juga menyukai