NIM : P20005
KELAS : P20A
A. Primary Survey.
Primary survey adalah suatu proses melakukan penilaian keadaan korban gawat
darurat dengan menggunakan prioritas ABCDE untuk menentukan kondisi patofisiologis
korban dan pertolongan yang dibutuhkan dalam waktu emasnya. Penilaian keadaan
korban gawat darurat dan prioritas terapi dilakukan berdasarkaan jenis perlukaan,
stabilitas tanda - tanda vital.
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian
secara hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari
tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu
jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara
bersamaan, dagu dengan hati – hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh
menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena
tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang leher atau
mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera
spinal.
c. Jaw thrust.
Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada mandibula,
jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari
tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula sedangkan ibu
jari kanan dan kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke
atas melewati molar pada maxila (Arifin, 2012).
Teknik yang dapat dilakukan adalah : Posisikan kepala pasien lurus dengan
tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini
dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak
telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan,
lengkungannya menghadap ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke dalam
rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum putar pipa ke arah 180
drajat. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw thrust dan kedua ibu jari
tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan hati-hati sampai
bagian yang keras dari pipa berada diantara gigi atas dan bawah, terakhir lakukan
fiksasi pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas. Fiksasi pipa oro-faring
dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal pipa, rekatkan plester
sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012).
e. Nasopharingeal Airway.
f. Airway definitive.
Adanya apnea.
Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara
yang lain.
Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah /
vomitus.
Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway.
Adanya cedera kepala yang membutuhkan bantuan nafas (GCS < 8).
Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan
pemberian oksigen tambahan lewat masker wajah.
Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan periksa
dengan cara (Haffen, Karren, 1992) :
Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan
dinding dada yang adekuat.
Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada kedua sisi dada.
Rasa (feel), merasa adanya hembusan nafas.
Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam
aliran darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Airway yang baik tidak dapat menjamin pasien
dapat bernafas dengan baik pula (Dolan, Holt, 2008). Menjamin terbukanya airway
merupakan langkah awal yang penting untuk pemberian oksigen. Apabila pernafasan tidak
adekuat, ventilasi dengan menggunakan teknik bag-valve-face-mask merupakan cara yang
efektif, teknik ini lebih efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari
salah satu petugas dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik (ATLS, 2004).
Cara melakukan pemasangan face-mask (Arifin, 2012):Posisikan kepala lurus dengan tubuh.
Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup muka
dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran).
Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut).
Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari
manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang
dan memfiksasi sungkup muka.
Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien.
Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan.
Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan kanan dan kiri
memegang mandibula dan sungkup muka bersama-sama).
Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa).
Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka,
sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir
sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag).
- Tingkat kesadaran.
Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang
menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.
- Warna kulit .
Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat merupakan
tanda hipovolemia.
- Nadi.
Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara cepat kita dapat
memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi (Haffen, Karren, 1992):
a. Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah minimal 80 mmHg sistol.
b. Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah minimal 70 mmHg sistol.
c. Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan darah minimal 70 mmHg sistol.
d. Jika teraba pulsasi pada arteri carotid, maka tekanan darah minimal 60 mmHg sistol.
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
U : Unrespon
B. Secondary Survey.
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah
kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah
mulai membaik.
1. Anamnesis.
2. Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi.
Cara pemeriksaan :
d. Auskultasi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan stetoskop. Hal – hal yang di
dengarkan adalah bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
a. Tingkat kesadaran