Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

EPIDURAL HEMATOMA (EDH)

A. Definisi
1. Cedera kepala
Cedera kepala merupakan edera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak (Morton, 2012).
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma, baik
trauma tumpul maupun tajam. Deficit neurologys terjadi karena robekmya
substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemorogik, serta edema
serebral disekitar jaringan otak. Batticaca’2008)
a. Klasifikasi cedar kepala :
Berdasarkan patologi :
1) Cedera Kepala Primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan
intregitas fisik, kimia dan listrik dari sel di area tersebut yang
menyebabkan kematian sel.
2) Cedera Kepala Sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih
lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tak
terkendali, meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema
cerebral, perubahan biokimia, dan perubahan hemodinamik serebral,
iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksilocal atau sistemik.
b. Jenis Cedera
1) Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang, tengkorak dan
laserasi diameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak.
2) Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak
ringan dengan cedera cerebral yang luas.
c. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (GlasgownComa Scale) :
1) Cedera kepala ringan / minor
a) GCS 14-15
b) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia tetapi kurang dari 30
menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusia serebral, hemotoma
2) Cedera kepala sedang
a) GCS 9-13
b) Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
d) Diikuti kontusia serebral. Laserasi dan hematoma intracranial.
3) Cedera kepala berat
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran atau terjadi anamnesia lebih dari 24 jam
c) Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intracranial.

Trauma kepala atau head rauma juga digambarkan sebagai trauma yang
mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan pada fisik, intelektual,
emosional, sosial, atau vokasional Fritzell et al, 2001).

2. Anatomi Kepala
a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu :
1) Skin atau kulit
2) Conneccive tissue atau jaringan penyambung
3) Aponeurosis atau galea aponeurotika
4) Lose connectife atau jaringan penunjang longgar
5) Pericranium tulang tengkorak terdiri dari kubah (Kalvaria) dan basis crani

Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal,


temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis,
namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis crania berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar terbagiatas 3 fosa yaitu :
Fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebrum.

b. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu :
1) Durameter
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam(meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua
lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali ditempat di
tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus
venosus dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat diantara
bagian-bagian otak.
2) Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan
hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium
subdural.
3) Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan
sekitar pembuluh darah di seluruh otak.
c. Otak
Otak merupakan satu struktur gelatin yang mana berat pada orang
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak
depan) yaitu terdiri dari serebrum diensefalon, nesensefalon (otak tengah) dan
ronbensefalon (otak belakang ) terdiri dari pons, medulla oblongata
danserebellum.
Fisura membagi otrak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan
dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam
proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sitem aktivitas
reticular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Cerebellum bertanggungjawab
dalam fungsi kordinasi dan keseimbangan.

3. Cedera Otak
Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra
cranial (Smeltzer,2000).
Jenis cidera otak menurut fritzell et al (2001) :
a. Concussion : benturan pada otak yang cukup keras dan mampu membuat
jaringan otak mengenai tulang tengkorak namun tidak cukup kuat untuk
menyebabkan memar pada jaringan otak atau penurunan keasadaran yang
menetap. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat, mual, amnesia
terhadap hal hal yang baru saja terjadi, letargi, pusing.
b. Contusion : memar pada jaringan otak yang lebih serius daripada concussion
Lebih banyak disebabkan oleh adanya perdarahan arteri otak, darah biasanya
terakumulasi antara tulang tengkorak dan dura. Gejala: penurunan kesadaran,
hemiparese, perubahan reflek pupil.
c. Epidural Hematoma : terjadi berhubungan dengan proses ekselerasi-deselerasi
atau coup-contracoup yang menyebabkan adanya gangguan pada sistem saraf
pada daerah otak yang mengalami memar. Gejala: penurunan kesadaran dalam
waktu singkat yang akan berlanjut menjadi penurunan kesadaran yang
progresif, sakit kepala yang parah, kompresi batang otak, keabnormalan
pernafasan (pernfasan dalam), gangguan motorik yang bersifat kontralateral,
dilatasi pupil pada sisi yang searah dengan trauma, kejang, perdarahan.
Epidural hematoma merupakan jenis perdarahan yang paling berbahaya karena
terjadi pada artesi otak.
d. Subdural hematoma : Merupakan tipe trauma yang sering terjadi. Perdarahan
pada meningeal yang menyebabkan akumulasi darah pada daerah subdural
(antara duramater dan arachnoid). Biasanya mengenai vena pada korteks
cerebri (jarang sekali mengenai arteri). Gejala: mirip dengan epidural
hematoma namun dengan onset of time yang lambat karena sobekan pembuluh
darah terjadi pada vena sedangkan pada epidural mengenai arteri.
e. Intracerebral hemorrhage : merupakan tipe perdarahan yang sub akut dan
memiliki prognosa yang lebih baik karena aliran darah pada pembuluh darah
yang robek berjalan relatif lambat. Sering terjadi pada bagian frontal dan
temporal otak. Ich sering disebabkan oleh hipertensi. Gejala: deficit neurologis
yang tergantung pada letak perdarahan, gangguan motorik, peningkatan
tekanan intracranial.

B. Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deslerasi, akselerasi-
deselerasi, coup-countere coup, dan cedera rotasional.
1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (misalnya alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan ke kepala).
2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam,
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobi ketika kepala membentur kaca depan
mobil.
3. Cedera akselerasi-deselerasi terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor
dan episode kekerasan.
4. Cedera coup-counter coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak
yang berlawanan serta area kepala yang pertamakali terbentur. Sebagai contoh :
pasien dipukul dibagian belakang kepala.
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan / benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak yang mengakibatkan perenggangan atau robeknya
neuron dalam substansia albaserta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi
otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

C. Manifestasi Klinis
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di
belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau
telinga.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain :
1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma.
2. Perubahan tanda vital. Biasanya kenaikan tekanan darah danbradikardi.
3. Nyeri kepala yang hebat
4. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga.
5. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
6. Gangguan penglihatan dan pendengara.
7. Kejang otot.
8. Mual.
9. Pusing.
10. Muntah.
11. Berkeringat.
12. Sianosis/pucat.
13. Pupil anisokor yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
14. Susah bicara.

D. Patofisiologi
Pada Hematom Epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi didaerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang
tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau
oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang dipermukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan
tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini
menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium.
Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikena loleh
tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons
motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Karena perdarahan
ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama
makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan
sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan
merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur
menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah
terjadi kecelakaan disebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena
cedera primer yang ringan pada epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma
cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer
berat tidak terjadi lucid interval lkarena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak
pernah mengalami fase sadar.

E. Komplikasi
Hematoma Epidural dapat memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana keadaan
ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak
(brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial.
2. Kompresi Batang Otak
Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :
a. Hemiparese/hemiplegia
b. Disfasia/afasia
c. Epilepsi.
d. Hidrosepalus.
e. Subdural empiema

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien meliputi :
1. Ct scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan
jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan ct scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. Serial eeg
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
5. Sinar x
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. Bae
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. Pet
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8. Css
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
9. Kadar Elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intracranial
10. Sreen toxicology
Umtuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
11. Rontgen thoraks 2 arah (pa/ap dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
Toraksentesis menyatakan darah/cairan
12. Analisa gas darah (agd/astrup)
Analisa gas darah (agd/astrup) adalah salah satu tes diagnostikuntuk menentukan
status respirasi. Status respirasi yang dapa tdigambarkan melalui pemeriksaan agd
ini adalah status oksigenasi dan status asam basa (arif muttaqin ; 2008 : 284).
G. Penatalaksanaan
1. Penanganan darurat
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana.
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
2. Terapi Medikamentosa
a. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lender dan darah yang
dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa
naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk
membuka jalur intravena : gunakan cairan nac10,9% atau dextrose in saline.
b. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak :
1) Hiperventilasi
Bertujuan untuk menurunkan pao2 darah sehingga mencegah
vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat
membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi
kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, pao2 dipertahankan > 100
mmhg dan paco2 diantara 2530mmhg.
2) Cairan Hiperosmoler
Umumnya digunakan cairan manitol 1015% per infuse untuk “menarik”
air dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian
dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki,
manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat,
umumnya diberikan : 0,51 gram/kg bb dalam 1030 menit Cara ini
berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah.
3) Kartikosteroid
Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid
tidak/kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya
berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak.
Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi : dexametason
pernah dicoba dengan dosis sampai 100mg bolus diikuti dengan 4 dd 4
mg
4) Barbiturat
Digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat
ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan
menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung
dari kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen
berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang
ketat.
c. Obat-obat neuropatik
1) Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin b6) yang
dikatakan mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur
serta fungsi membran sel. Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-
4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena
sifat-nya asam sehingga mengiritasi vena.
2) Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip gaba suatu neurotransmitter
penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12gram/hari intravena.
3) Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin
sendiri diperlukan untuk sintesis membran seldan neurotransmitter di
dalam otak. Diberikan dalam dosis 10q-500 mg/hari intravena
3. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai diperhatikan
sejak dini tidak jarang pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka
robek dibagian tubuh lainnya. Antibiotika diberikan bila terdapat luka terbuka
yang luas, trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara lain dapat me-
nyebabkan liquorrhoe, lika lecet dan jahitan kulit hanya memerlukan
perawatan local. Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma
kepala umumnya sehat dengan fungsi pembekuan normal. Perdarahan
intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan hemostatik. Antikonvulsan
diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada trauma tembus kepala dan
fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah fenitoin,dapat diberikan
dengan dosis awal 1250mg intravena dalam waktu 10 menit diikuti dengan
250-500 mg fenitoin perinfus selama 4 jam. Setelah itu diberikan 3 dd 100
mg/hari per oral atau intravena. Diazepam 10 mg iv diberikan bila terjadi
kejang.
4. Terapi Operatif
Operasi dilakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30ml (kepustakaan lain > 44ml)
b. Keadaan pasien memburuk
c. Pendorongan garis tengah > 5mm
d. Fraktur tengkorak terbuka dan fraktur tengkorak depress. Dengan
kedalaman >1cm
e. Edh dan sdh ketebalan lebih dari 5mm dan pergeseran garis tengah
dengan gcs 8 atau kurang.
f. Tanda-tanda local dan peningktan TIK >25 mmhg

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume adalah :
a. > 25 cc desak ruang supra tentorisl
b. >10 cc desak ruang infratentorial
c. >5cc desak ruang thalamus

Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
a. Penurunan klinis
b. Efek massa dengan volume >20cc dengan midline shift >5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif
c. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift >5 mm dengan
penurunan klinis progresif.

Anda mungkin juga menyukai