Anda di halaman 1dari 2

Moderasi Beragama untuk Milenial

Oleh SELVINA ADISTIA

OPINI

7 Oktober 2021, 20:50:59 WIB

CINTA Laura mewakili kaum milenial menyampaikan perspektif tentang moderasi beragama beberapa waktu lalu. Pidatonya humble dan sangat
memukau. Tidak heran, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memujinya. Pasalnya, otoritarianisme agama yang memuncak dalam beberapa
tahun terakhir menjadi keprihatinan utama generasi milenial saat ini. Kita heran mengapa orang menuntut, melanggar hukum, bahkan
berkonflik atas nama Tuhan. Itulah ironi yang disebut Cinta Laura sebagai ”terjebak dalam cara berpikir yang memanusiakan Tuhan”.

Sebagai kekuatan yang menentukan masa depan Indonesia, generasi milenial menghadapi tantangan yang amat serius dalam isu radikalisme.
Tahun ini kita dikejutkan dengan dua aksi terorisme yang pelakunya merupakan bagian dari kaum milenial.

Tidak dimungkiri, kaum milenial adalah generasi yang lahir bersamaan dengan pecahnya pan-Islamisme menjadi gerakan radikal global. Anak
milenial juga tumbuh bersama berkembangnya kelompok agama garis keras, yang menanamkan intoleransi, pemberon—takan, hingga ide-ide
yang membahayakan persatuan warga-bangsa di negeri ini.

Kerentanan kaum milenial terhadap politik identitas yang begitu menjebak dalam beberapa tahun belakangan juga meresahkan. Untuk semua
itulah kita perlu memperkuat kembali kepemilikan atas identitas kita yang sebenarnya, yaitu muslim Indonesia yang moderat, yang beragama
secara ramah, toleran, dan menerima keanekaragaman.

Sebagaimana semangat jiwa yang muda, kita harus bisa belajar dari orang lain, membiarkan orang lain belajar dari kita, dan mempertahankan
keaslian identitas kita sendiri. Itu juga merupakan penangkal terbaik bagi berbagai ideologi radikal.

Ada gema yang mencolok dari pergeseran populasi muslim dunia. Meskipun jantung tradisional dan sejarah Islam berada di Timur Tengah,
khususnya kawasan Arab, proporsi muslim terbesar berkembang di Asia. Jadi, semestinya tidak ada ilusi bahwa muslim harus sama dengan
Arab.

Islam tumbuh di daerah-daerah di mana populasinya juga tumbuh, termasuk juga di Indonesia. Kita berhak memegang dan mengembangkan
identitas keislaman kita yang khas, berbudaya, dan melihat kembali warisan peradaban dengan bangga.

Kaum milenial pada dasarnya memiliki citra lebih terdidik, terbuka, dan paham teknologi. Kita sedang menyongsong era beragama yang lebih
humanistis dan universal. Dari sini hubungan interreligius tampaknya lebih positif di masa depan kita. Kemandirian generasi ini dalam
memanfaatkan teknologi akan mendorong mereka menuju peremajaan keyakinan dan moderatisme beragama, terutama dengan mengajukan
pertanyaan dan berpikir kritis.

Karena itu, penting sekali menghidupkan kembali pluralisme historis Islam klasik sebagaimana yang terus dilakukan Nahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah. Saat anak muda didorong untuk berpikir kritis terhadap informasi agama, berbagai sumber kekayaan intelektual agama juga
harus terbuka. Kita membutuhkan pemahaman yang telah menciptakan ruang bagi setidaknya empat mazhab hukum utama Sunni dan
beberapa mazhab fikih Syiah untuk hidup berdampingan. Saling mengakui bahwa mereka sama-sama valid di mata Tuhan.
Bahkan mungkin tidak cukup lintas mazhab saja, tetapi lintas agama juga. Dalam hal ini, tokoh-tokoh bangsa seperti Gus Dur, Cak Nur, dan Kang
Jalal telah membuktikannya. Mereka telah memberikan kontribusi yang sangat besar pada titik-titik perhubungan penting antara Islam dan
peradaban Indonesia.

Selain itu, generasi milenial memang perlu melihat keimanan sebagai sesuatu yang memberdayakan, memotivasi, dan menginspirasi
kemanusiaan. Anak muda mungkin tidak lagi memandang dunia dalam ”Benturan Peradaban”. Sebaliknya, memang sudah selayaknya kita
menyadari kompleksitas budaya, nilai, dan pengalaman yang tumbuh di dalam diri setiap orang. Bagi generasi milenial, agama, sains, dan
modernitas adalah aspek dari cara hidup yang sama, tidak bertentangan satu sama lain. Karena itu, kita amat meragukan praktik beragama
yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan maupun tindakan menghakimi yang diklaim atas nama Tuhan.

Sebab, pada dasarnya, kualitas iman dan realisasi kehendak Tuhan akan dinilai melalui seberapa besar kontribusi kita pada kemanusiaan. Sekali
lagi, bukan hanya pada saudara seiman atau seagama, tetapi pada seluruh manusia, rahmatan lil ’alamin. Jelas-jelas dua perintah umum yang
berlaku pada tiga agama Ibrahim adalah perintah cinta kepada Tuhan dan perintah cinta sesama manusia.

Dalam konteks ini, menjadi kaum moderat berarti tidak terasing dari masyarakat. Mencari perubahan dengan cara yang kreatif dan inovatif,
menolak ekstremisme agama, dan pastinya menentang kekerasan serta terorisme. Menghindari sikap ekstrem, berlebihan, dan keterasingan itu
diperintahkan Alquran. Ada begitu banyak warisan muslim yang kaya dan kompleks yang dapat kita tarik dalam upaya menjadi moderat seperti
itu.

William Johnston, dalam bukunya yang berjudul Mystical Theology: The Science of Love (1995), membuktikan hubungan yang erat dan saling
terkait antara derajat spiritual dan loyalitas pada sesama manusia. Orang-orang yang memiliki kesalehan yang mendalam pasti punya empati
dan simpati dengan orang lain, lingkungan, serta alam raya. Mereka tidak terasing dari dunia, sebaliknya terlibat dalam suka dan duka dunia.
Para spiritualis aktif bersimpati, berbagi rasa, dan membela siapa pun yang menderita serta tertindas.

Sebut saja misalnya Mahatma Gandhi, Bunda Theresa, dan terutama Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah orang-orang yang istimewa, yang
tidak pernah absen dari isu kemanusiaan. Meskipun mencapai derajat yang tinggi, mereka tidak pernah mengasingkan diri dari dunia. Tetapi
justru terlibat langsung pada perjuangan dan pembebasan kaum lemah serta tertindas.

Itulah keindahan dari moderasi beragama, yaitu menuhankan Tuhan dan memanusiakan manusia. Kaum milenial harus berperan aktif dalam
moderasi beragama agar keberagamaan kita mampu membangun ketuhanan yang berkeadaban, yang dapat membangun toleransi dan
harmoni di tengah kebinekaan.

Sumber: https://www.jawapos.com/opini/07/10/2021/moderasi-beragama-untuk-milenial/?amp,

Anda mungkin juga menyukai