Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk lansia yang cepat sebenarnya turut mengundang

permasalahan, meningkatnya jumlah lansia menimbulkan masalah terutama dari segi

kesehatan dan kesejahteraan lansia (Notoadmojo,2007). Salah satu masalah pada usia

lanjut yang berkaitan dengan kondisi fisik adalah masalah kebersihan diri atau personal

hygiene. Personal hygiene merupakan perawatan diri dimana seseorang merawat fungsi

tubuh tertentu seperti perawatan kulit/mandi, perawatan mulut, perawatan mata,

perawatan hidung, perawatan telinga, perawatan rambut, kuku serta perawatan genitalia.

Personal hygiene atau kebersihan diri ini diperlukan untuk kenyamanan, keamanan, dan

kesehatan seseorang. Kebersihan diri merupakan langkah awal mewujudkan kesehatan

diri, dengan tubuh yang bersih akan mengurangi risiko terkena suatu penyakit (Saryono &

Widianti, 2011).

Keberhasilan terbesar sektor kebijakan kesehatan masyarakat yaitu harapan hidup

manusia yang terus meningkat. Tahun 2025 diperkirakan terdapat 1,2 miliar penduduk

dengan status lansia, 500 juta diantaranya rentan usia 60 tahun dan lainnya pada rentan

usia di atas 60 tahun. Pada tahun 2019 peningkatan jumlah lansia hingga 8,1 %

dibandingkan pada tahun 2018, (KEMKES RI, 2019).Menurut WHO bahwa status lansia

tertinggi berada di daratan ASIA, jumlah yang di prediksi sebagai angka tertinggi di dunia

yaitu sebesar 400 juta penduduk atau ½ dari jumlah lansia di dunia (WHO, 2018). Negara

Indonesia menjadi salah satu wilayah bagian ASIA yang mengalami peningkatan jumlah

lansia sebesar 0,89% di tahun 2019 (KEMKES RI, 2019).


Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan

harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan, kenyamanan,

keamanan, dan kesejahteraan. Praktik hygiene seseorang dipengaruhi oleh faktor pribadi,

sosial, dan budaya. Jika seseorang sakit biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan

terutama pada lansia. Hal ini terjadi karena lansia menganggap masalah kebersihan adalah

masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan dapat mempengaruhi status kesehatan

(Isro’in, 2012)..Perilaku pemenuhan personal hygiene dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adalah citra tubuh, praktik sosial, kebudayaan, pilihan pribadi, kondisi fisik,

tingkat ekonomi, dan tingkat pengetahuan (Isro’in,2012).Tingkat pengetahuan merupakan

hasil pengindraan atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang

dimilikinya, sehingga pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra

penglihatan dan indra pendengaran (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2010), tingkat pengetahuan tentang personal hygiene

merupakan hal yang sangat penting, karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan

status kesehatan selain itu pengetahuan tentang personal hygiene sangat mempengaruhi

perilaku dalam praktik hygiene.Perhatian masyarakat tentang masalah personal hygiene

pada usia lanjut bisa dilihat dari kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, dalam hal

ini diharapkan peran serta keluarga dalam membantu meningkatkan personal hygiene

pada lanjut usia. Bentuk peran serta misalnya membantu lansia mencuci rambut ketika

mengalami kesulitan, membantu memotong kuku, menyiapkan pakaian yang nyaman

untuk digunakan, dan menyiapkan peralatan mandi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas di dapatkan rumusan masalah “

Bagaimanakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Lansia Dengan Perilaku Lansia Dalam


Pemenuhan Personal Hygiene Di Dusun Juwiri Rt.003/Rw.003 Ds.Tuwiri wetan

Merakurak?”

1.3 Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahuai Hubungan Tingkat Pengetahuan Lansia Dengan Perilaku

Lansia Dalam Pemenuhan Personal Hygiene Di Dusun Juwiri Rt.003/Rw.003 Ds.Tuwiri

wetan Merakurak?”

1.3.2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui tingkat pengetahuan lansia tentang pemenuhan personal hygiene

di Dusun Juwiri Rt.003/Rw.003 Ds.Tuwiri wetan Merakurak

2. Mengetahui perilaku lansia dalam pemenuhan personal hygiene di Dusun

Juwiri Rt.003/Rw.003 Ds.Tuwiri wetan Merakurak

3. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan lansia dengan perilaku lansia

dalam pemenuhan personal hygiene di Dusun Juwiri Rt.003/Rw.003

Ds.Tuwiri wetan Merakurak

1.4 Manfaat

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dalam mengembangkan wawasan

dan pengetahuan penulis khususnya dalam pemenuhan personal hygiene pada lansia.

1.4.2.Manfaat Praktis

1. Bagi institusi

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan wawasan dan

pengalaman belajar juga dapat digunakan sebagai bahan bacaan perpustakaan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya


Penelitian ini sebagai sumber pengetahuan bagi peneliti dan data tambahan bagi

peneliti selanjutnya yang membahas tentang topik yang sama.

3. Bagi lahan

Hasil asuhan keperawatan ini sebagai bahan masukan atau evaluasi bagi perawat

dalam melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif agar dapat

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya pelayan pemenuhan

personal hygiene pada lansia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Lansia

2.1.1. Pengertian Lansia

Lanjut usia adalah fenomena biologis yang tidak dapat dihindari oleh

setiap individu. UU No. IV. Tahun 1965 Pasal 1, menyatakan bahwa

seseorang dapat dikatakan lanjut usia setelah mencapai umur 55 tahun, tidak

mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan

hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain. Menurut UU No.

13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah seseorang yang

telah mencapai usia diatas 60 tahun. Dari kedua pengertian yang sudah

disebutkan dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah

berusia diatas 60 tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk

memenuhi kebutuhannya sehari-hari (Ratnawati, 2017).

Lanjut usia dibagi oleh sejumlah pihak dalam berbagai klasifikasi dan batasan.

a. Menurut WHO batasan lanjut usia meliputi :

1) Middle Age : 45-59 tahun

2) Elderly : 60-70 tahun

3) Old : 75-90 tahun

4) Very Old : Diatas 90 tahun

b. Maryam (2008) mengkasifikasikan lansia diantara lain :

1) Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun

2) Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3) Lansia risiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang berusia

60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

4) Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan hidupnya

bergantung pada bantuan orang lain

2.1.2. Ciri – Ciri Lansia

1. Sebagian pemicu terjadinya kemunduran pada lansia adalah faktor fisik dan

faktor psikologis. Dampak dari kondisi ini dapat mempengaruhi psikologis

lansia. Sehingga, setiap lansia membutuhkan adanya motivasi. Motivasi

berperan penting dalam kemunduran pada lansia. Mereka akan mengalami

kemunduran semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya

jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.

2. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

Pandangan-pandangan negatif akan lansia dalam masyarakat sosial secara

tidak langsung berdampak pada terbentuknya status kelompok minoritas pada

mereka

3. Menua membutuhkan perubahan peran

Kemunduran yang terjadi pada lansia berdampak pada perubahan peran

mereka dalam masyarakat sosial ataupun keluarga. Namun demikian,

perubahan peran ini sebaiknya dilakukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

4. Penyesuaian yang buruk pada lansia


Perilaku buruk lansia terbentuk karena perlakukan buruk yang mereka terima.

Perlakuan buruk tersebut secara tidak langsung membuat lansia cenderung

mengembangkan konsep diri yang buruk.

2.1.3. Perubahan Pada Lansia

Bertambahnya usia menyebabkan lansia mengalami berbagai macam

perubahan yang sifatnya biologis, seperti :

A. Perubahan fungsi biologis

Bertambahnya usia menyebabkan lansia mengalami berbagai macam

perubahan yang sifatnya biologis, seperti :

1. Perubahan penampilan fisik

Salah satu manifestasi dari proses penuaan adalah penampilan kulit individu,

seperti munculnya kerutan dan noda hitam. Lansia juga mengalami perubahan

pada struktur wajah, perkembangan lapisan telinga maupun hidung, penipisan

rambut, dan juga tumbuhnya rambut putih.

2. Perubahan sistem sensori

pada lansia terdiri dari sentuhan, pembauan, perasa, penglihatan, dan

pendengaran. Perubahan pada indera pembauan dan pengecapan dapat

mempertahankan nutrisi yang adekuat. Perubahan sensitivitas sentuhan yang

dapat terjadi pada lansia seperti berkurangnya kemampuan neuron sensori

yang secara efisien memberikan sinyal deteksi, lokasi dan identifikasi

sentuhan atau tekanan pada kulit.

3. Penuaan pada otak

Penurunan berat otak pada individu biasanya dimulai pada usia 30 tahun.

Penurunan berat tersebut awalnya terjadi secara perlahan kemudian semakin

cepat. Penurunan berat ini berdampak pada pengurangan ukuran neuron,


dimulai dari korteks frontalis yang berperan dalam fungsi memori dan

performa kognitif. Penurunan kecepatan pada koordinasi fisik dan kognitif

dapat terjadi jika penurunan berat otak disertai dengan berkurangnya lapisan

otak.

4. Perubahan sistem muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal berhubungan dengan mobilitas dan keamanan yang

dapat mempengaruhi seluruh aktivitas sehari-hari.Perubahan yang terjadi pada

sistem muskuloskeletal pada lansia adalah berkurangnya massa dan kekuatan

tulang. Lansia mengalami penurunan kekuatan dan kelenturan otot seperti

kekuatan gangguan tangan, kekuatan kaki pada wanita. Konsekuensi

fungsional negatif yang diakibatkan dari perubahan sistem muskuloskeletal

dan faktor risikonya adalah berkurangnya kekuatan otot, kelenturan dan

koordinasi, terbatasnya rentang gerak sendi, meningkatnya risiko jatuh dan

fraktur.

5. Perubahan pola tidur

Waktu istirahat (tidur) lansia cenderung lebih sedikit dan jarang bermimpi

dibanding usia sebelumnya. Lansia cenderung mudah terbangun ketika tidur

karena kendala fisik dan juga lebih sensitif terhadap pemaparan cahaya.

Gangguan pola tidur yang biasa dialami lansia seperti insomnia.

6. Perubahan fungsi seksual dan reproduktif.

Pria cenderung tidak mengalami perubahan berarti pada kesuburannya, namun

membutuhkan waktu lebih lama untuk ereksi dan ejakulasi. Setelah semakin

tua lansia dapat mengalami impotensi dan berkurangnya level hormon

testosterone yaitu hormon seksual yang menstimulasi perkembangan organ


seksual laki-laki. Sedangkan wanita juga mengalami penurunan fungsi seksual

yang bahkan cenderung dramatis setelah menopause.

7. Perubahan sistem neurologis

Perubahan yang terjadi berkaitan dengan gangguan neurologis pada lansia

adalah delirium, demensia, gangguan vestibular dan stroke. Delirium ditandai

dengan menurunnya atensi disertai penurunan kemampuan berpikir, memori,

persepsi, keterampilan psikomotor dan siklus bangun tidur. Demensia

merupakan kerusakan progresif dan fungsi kognitif yang dikarakteristikkan

sebagai penurunan persisten dari dua atau lebih fungsi intelektual.

B. perubahan fungsi kognitif

Perubahan kognitif dipengaruhi oleh sistem saraf pusat, karakteristik

personal, fungsi sensori dan kesehatan fisik serta efek kimia seperti pengobatan.

Kemampuan kognitif pada lansia juga dipengaruhi oleh faktor personal dan

lingkungan seperti tingkat pendidikan, persepsi diri dan pengharapan, serta status

kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Perubahan fungsi kognitif pada

lansia meliputi fungsi daya ingat, fungsi intelektual dan kemampuan untuk belajar.

C. Perubahan fungsi psikososial

Perubahan psikososial pada lansia akan berdampak pada kepuasan hidup

dan perubahan arti hidup. Lansia cenderung mengalami banyak perubahan terkait

faktor psikososial. Ketika anak-anak telah berpindah rumah dan hidup mandiri,

biasanya lansia akan mengalami kehilangan yang mendalam (empty nest

syndrome). Namun demikian, lansia yang ditinggalkan tersebut memiliki banyak

waktu untuk diri sendiri, pasangan, dan untuk hobi sehingga dapat melakukan

self-enhancement.
Lansia yang masih memiliki pasangan cenderung lebih sejahtera

dibandingkan dengan lansia yang tidak berpasangan terutama pada wanita. Lansia

yang memiliki cucu biasanya akan berienteraksi dengan cucunya. Peran tersebut

akan memberikan suatu self-fulfillment, rasa kebersamaan, dan kepuasan

hubungan yang biasanya tidak cukup diperoleh melalui hubungan dengan anak

bagi lansia. Peran dan interaksi tersebut juga terkadang membuat lansia merasa

kelelahan atau bahkan berselisih paham dengan anak mengenai pola asuh cucu.

2.2 Tinjauan Tentang Personal Hygiene

2.2.1. Pengertian Personal Hygiene.

Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan diri adalah hal yang penting serta bisa

diperhatikan dalam kebersihan yang dapat mempengaruhi kesehatan dan psikis

seseorang. Kebersihan itu sendiri bisa di pengaruhi oleh nilai individu dan

kebiasaannya. Jika ada seseorang yang sakit ini bisa terjadi dengan masalah

kebersihannya kurangnya perhatikan. Kita menganggap masalah kebersihan

merupakan masalah yang sepele hal ini juga dapat mempengaruhi kesehatan secara

umum (Wartonah, Tarwoto. 2010).

Hygiene merupakan ilmu kesehatan. Melakukan perawatan diri seseorang

berguna untuk meningkatkan kesehatan dinamakan hygiene individual. Melakukan

tindakan perawatan diri ini sangatlah rumit disebabkan oleh kondisi fisik atau keadaan

emosional seseorang. Memliki hygiene individual diperlukan untuk kenyamanan bagi

seseorang sendiri, keamanan untuk kita semua, dan kesehatan bagi kita semua. (Potter

dan Perry,2012).

Kebersihan diri (personal hygiene) mempengaruhi oleh faktor secara pribadi,

sosial serta budaya. Adanya masalah kebersihan yang sangat kurang di ketahui oleh
lansia, terjadi disebabkan lansia mengetahui masalah kebersihan merupakan masalah

yang tidak penting bagi mereka, hal tersebut dapat terjadi berkumpulnya kumat dan

bakteri menyebabkan suatu penyakit serta merusak kesehatan. Selain itu dapat

berhubungan sama personal hygiene merupakan terjadinya gangguan rasa nyaman

dalam kebutuhan, dicintai dalam kebutuhan, harga diri, serta gangguan interaksi sosial

(Muko 2014).

Personal hygiene bisa tergantung dengan individu secara pribadi merupakan

nilai perorangan berguna memperluas dan memelihara kebersihan tubuh. Makanan

yang sehat, menghirup udara yang segar, olahraga setiap pagi, beristirahat sangat

cukup, hal ini syarat yang paling utama serta perlu mendapat perhatian. (Nuning,

2009).

Adanya edukasi kesehatan yaitu tentang adanya kesehatan yang sudah di

rancang di pengaruhi oleh seseorang secara individu, masyarakat, hingga befikir,

bersikap serta meningkatkan perilaku yang positif bertujuan mempertahankan

kesehatan secara luas, edukasi dalam kesehatan merupakan upaya yang

mempertahankan dan meningkatkan serta kesehatan diri dalam lingkungan. Secara

umum edukasi kesehatan mempertahankan perilaku secara individu maupun

kelompok atau juga bermasyarakat supaya dapat mendapatkan perilaku hidup bersih

dan sehat, bisa terbebas dari penyakit. Ada juga pentingnya edukasi ini dalam

keperawatan, supaya masyarakat memelihara mutu kehidupan yang sangat kuat

berguna sebagai menjaga atau mempertahankan kesehatan seseorang.

Mempetahankan personal hygiene secara baik, edukasi dilakukan dalam kebersihan 3

kali dalam sebulan. Jika tidak ada penyuluhan apapun di berikan penyuluhan edukasi

tentang personal hygiene pada lansia dengan masalah terjadinya kuku tangan sama
kaki yang sangat kotor dapat menyebabkan suatu penyakit yang terinfeksi (Putri &

Sirait, 2014).

2.2.2. Faktor - Faktor yang mempengaruhi personal hygiene

Menurut Potter dan Perry (2012), faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk

melalukan kebersihan oleh antaranya :

1. Citra tubuh

Citra tubuh adalah konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya.

Kebersihan diri yang baik dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan citra

tubuh individu. Kebersihan diri seperti adanya orang yang belum memahami

tentang kebersihan.

2. Perilaku sosial

Kebiasaan terjadinya dalam keluarga, jumlah orang di dalam lingkungan

hidup, dan kebersihan atau ketersediaan air panas dan air mengalir hanya

beberapa faktor yang mempengaruhi perawatan kebersihan diri.Kebersihan

diri pada lansia dapat berubah dikarenakan adanya perubahan lingkungan

hidup seperti bertempat dipanti, lanju usia tidak bisa memiliki persembuyian

di lingkupnya yang baru. Disebabkan mereka tidak punya kemampuan fisik

yang akan dilakukan personal hygiene sendiri.

3. Variabel Kebudayaan

Kepercayaan tentang kebuyaan seseorang ataupun pasien serta nilai

mempengarui perawatan hygiene.

4. Pilihan pribadi

Kebebasan individu yang memilih waktu untuk perawatan diri, memilih

sebuah produk yang ingin digunakan, dan memilih bagaimana cara

melaksanakan sebuah hygeine.


5. Kondisi fisik

Keadaan sakit, tentu saja ada kemampuan untuk menjaga diri pada lansia

sendiri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

2.2.3. Tujuan Personal Hygiene

Menurut Sujono, Riyadi (2012) tujuan personal hygiene di antaranya yaitu:

1. Menigkatnya derajat kesehatan seseorang

2. Memelihara kebersihan diri seseorang

3. Memperbaiki personal hygiene yang kurang

4. Mencegah penyakit

5. Menciptakan keindahan

6. Meningkatkan rasa percaya

2.2.4. Klasifikasi Kebersihan Diri

Menurut Sujono, Riyadi (2012) Klasifikasi Kebersihan Diri atau Personal Hygiene di

antaranya yaitu:

1. Perawatan kulit kepala dan rambut

2. Perawatan mata

3. Perawatan hidung

4. Perawatan telinga

5. Perawatan kuku kaki dan tangan

6. Perawatan genetalia

7. Perawatan kulit seluruh tubuh

8. Perawatan tubuh secara keseluruhan

2.3 Tinjauan Tentang Pengetahuan

2.3.1. Pengertian Pengetahuan


Menurut Kholid, (2015). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari

“tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu

objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan

telinga. Pengetahuan juga diperoleh dari pendidikan, pengalaman diri sendiri

maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting bagi terbentuknya

tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam

menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa

pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang.

pengetahuan merupakan hasil dari tahu, merupakan domain yang

penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Proses kognitif

meliputi ingatan, pikiran, persepsi, simbol-simbol penalaran dan pemecahan

persoalan. Pengetahuan adalah tahu, atau hal mengetahui sesuatu, segala apa

yang diketahui, kepandaian atau segala apa yang diketahui atau akan diketahui

berkenaan dengan sesuatu hal (Nata, 2018). Pengetahuan (Knowledge) adalah

bagian yang esensial dari eksistensi manusia, karena pengetahuan merupakan

buah dan aktivitas berfikir yang dilakukan manusia (Nasution, 2016).

Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) (1999) pengetahuan di artikan

segala sesuatu yang di ketahui atau segala sesuatu yang berkenaan dengan hal

mata pelajaran. Kategori pengetahuan meliputi kemampuan untuk mengatakan

kembali dari ingatan hal-hal khusus dan umum, metode dan proses atau

mengingat sesuatu pola, susunan, gejala, atau peristiwa. Berdasarkan definisi

tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah suatu proses

mengingat dan mengenal kembali obyek yang telah dipelajari melalui panca

indra pada suatu bidang tertentu secara baik (Lestari, 2015)..


2.3.2. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan adalah tingkat seberapa kedalaman seseorang dapat

menghadapi, mendalami, memperdalam perhatian seperti sebagaimana manusia

menyelesaikan masalah tentang konsep-konsep baru dan kemampuan dalam

belajar di kelas. untuk mengukur tingkat pengetahuan seseorang secara rinci

terdiri dari enam tingkatan (Lestari, 2015).

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang di pelajari sebelumnya,

termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu spesifik dari sesuatu bahan yang di terima dan di pelajari.

Kata kerja dipelajari untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang

dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan tentang obyek yang di ketahui dan

menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi di artikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah di pelajari pada suatu kondisi dan situasi nyata.

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam komponenkomponen,

tapi masih dalam suatu struktur tersebut dan masih ada kaitannya satu

sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)
Kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru. Atau menyusun formulasi baru dari

formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi/

penilaian terhadap suatu materi/obyek.

2.3.3. Cara-cara memperoleh pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan (Kholid, 2015) :

a. Cara tradisional atau nonilmiah

b. Cara coba salah (trial and error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin

sebelum adanya peradaban.

c. Cara kekuasaan atau otoritas

Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan

oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa terlebih dulu menguji atau

membuktikan kebenaran, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan

penalaran sendiri.

d. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan pada masa yang lalu.

e. Berdasarkan pengalaman pribadi


Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan pada masa yang lalu.

f. Cara modern atau ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih

sistemik, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan

cara mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan-pencatatan

terhadap semua fakta sehubungan dengan objek penelitiannya.

2.3.4. Faktor -faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Lestari (2015) :

a. Tingkat pendidikan, yakni upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga

terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.

b. Informasi, seseorang yang mendapatkan informasi lebih banyak akan

menambah pengetahuan yang lebih luas.

c. Pengalaman, yakni sesuatu yang pernah di lakukan seseorang akan

menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal.

d. Budaya, tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi

sikap dan kepercayaan.

e. Sosial ekonomi yakni kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai