Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NY.

X DENGAN
HIPERBILIRUBIN DI RUANG......... RSUD R. SYAMSUDIN
S.H KOTA SUKABUMI

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

MELI NURAENI
32722001D19056

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
KOTA SUKABUMI
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, penulis panjatkan syukur kehadirat lllahi Rabbi atas berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah

dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny.X Dengan Hiperbilirubin

Di RS.............. Kota/Kab Sukabumi”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih

banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, hala ini di sebabkan karena

segala keterbatasan dan waktu yang di miliki oleh penulis yang kurang memadai.

Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari

berbagai pihak untuk menambah dan memperluas wawasan penulis dalam

menerapkan asuhan keperawatan sebagai salah satu tenaga professional.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan 4

1.3.1Tujuan Umum 5

1.3.2Tujuan Khusus 5

1.4 Manfaat 5

1.4.1Bagi Bagi Penulis 5

1.4.2Bagi Stikes Sukabumi 6

1.4.3Bagi RS 6

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hiperbilirubin 7

2.1.1Definisi Hiperbilirubin 7

2.1.2Klasifikasi Hiperbilirubin 8

2.1.3Etiologi Hiperbilirubin 9

2.1.4Patofisiologi Hiperbilirubin 12

2.1.5Pemeriksaan Hiperbilirubin 14

2.1.6Penatalaksanaan Hiperbilirubin 15

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Hiperbilirubin 18


2.2.1Pengkajian Keperawatan 18

2.2.2Diagnosa Keperawatan 29

2.2.3Intervensi Keperawatan 30

2.2.4Implementasi Keperawatan 40

2.2.5Evaluasi Keperawatan 41

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Studi Kasus 42

3.2 Subyek Studi Kasus 42

3.3 Fokus Studi Kasus 42

3.4 Definisi

Operasional........................................................43

3.5 Lokasi Dan Waktu

..........................................................43

3.5.1Lokasi 43

3.5.2Waktu 43

3.6 Pengumpulan Data 43

3.6.1Wawancara 44

3.6.2Observasi/Pengamatan 44

3.6.3Dokumentasi 44

3.7 Analisa Data 44

3.7.1Analisa Data 44

3.7.2Penyajian Data 45

3.7.3Kesimpulan 45
3.8 Etik Studi

Kasus..............................................................45

3.8.1 Informed Consent...................................................46

3.8.2 Anonymity..............................................................46

3.8.3 Condifidentiality.....................................................46

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian bayi dan balita merupakan salah satu indikator derajat

kesehatan suatu negara. Tujuan keempat dari MDGs (Millenium Development

Goals) menyatakan bahwa angka kematian bayi harus dapat diturunkan menjadi

23/1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 Berbagai upaya yang aman dan efektif

untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian BBL adalah pelayanan

antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar dan pelayanan

kesehatan neonatal oleh tenaga professional (BAPPENAS 2015).

Neonatus atau bayi baru lahir (BBL) merupakan suatu fase kehidupan

lanjutan dari janin yang sebelumnya berasal dari intra uterin, sehingga

keberadaannya dianggap unik Keunikan bayi baru lahir tersebut dikarenakan pada

masa tersebut setiap bayi memiliki kebutuhan yang berbeda dan membutuhkan

bantuan orang dewasa dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan bayi baru lahir

tersebut terutama dalam proses adaptasi dengan lingkungan (Sholeh et al. 2019).

Kebutuhan melakukan adaptasi pada manusia bukanlah hal yang mudah.

Hal tersebut dikarenakan bila tidak terpenuhi dapat mengakibatkan kematian atau

cacat seumur hidup (Marta and Tomey 2012). Keadaan bayi sangat bergantung

pada pertumbuhan janin di dalam uterus kualitas pengawasan antenatal,


penanganan dan perawatan setelah lahir. Penanggulangan bayi tergantung pada

keadaannya normal atau tidak. Diantara bayi yang normal ada yang membutuhkan

pertolongan medis segera seperti bayi baru lahir dengan asfiksia, perdarahan dan

hiperbilirubinemia (Hanifa 2012).

Hiperbilirubin adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera,

selaput lender, kulit, atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Peningkatan

kadar bilirubin terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 dan mencapai puncaknya pada hari

ke-5 sampai hari ke-7, kemudian menurun kembali pada hari ke-10 sampai hari

ke-14 (Dewi, 2014). Hiperbilirubin pada bayi baru lahir merupakan penyakit yang

disebabkan oleh penimbunan bilirubin dalam jaringan tubuh sehingga kulit,

mukosa, dan sklera berubah warna menjadi kuning (Nike, 2014).

Hiperbilirubin, jaundice, atau “sakit kuning” adalah warna kuning pada

sclera mata, mukosa, dan kulit oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam

darah (hyperbilirubinemia) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan bilirubin

dalam cairan luar sel (extracellular fluid). Istilah jaundice berasal dari bahasa

perancis jaune yang artinya kuning, dan warna kuning tersebut adalah merupakan

gejala dari suatu penyakit primer yang masih harus di tetapkan diagnosisnya

setalah dilakukan serangkaian pemeriksaan yang diperlukan. Dalam keadaan

normal kadar bilirubin dalam darah tidak melebihi 1 mg/dL (17 µmol/L) dan bila

kadar bilirubin melebihi 1.8 mg/dL (30 µmol/L) akan menimbulkan ikterus atau

warna kuning. (Widagdo, 2012)

Menurut WHO (World Health Organization) (2015) pada negara ASEAN

(Association of South East Asia Nations) Angka kematian Bayi di Indonesia 27


per 1000 kelahiran hidup dimana 9% penyebab kematian bayi di Indonesia

disebabkan karena hiperbilirubin. (Kemenkes RI, 2015). Angka kejadian

hiperbilirubin pada bayi di indonesia sekitar 50% bayi cukup bulan yang

mengalami perubahan warna kulit, mukosa dan mata menjadi kekuningan

(ikterus), dan bayi kurang bulan (prematur) kejadiannya lebih sering, yaitu 75%

(Depkes RI, 2012).

Berdasarkan data Riset Kesehatan dasar (Riskesdas, 2015) menunjukkan

angka hiperbilirubin pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar 51,47%, dengan

faktor penyebabnya antara lain Asfiksia 51%, BBLR 42,9%, Sectio Cesaria

18,9%, Prematur 33,3%, kelainan kongenital 2,8%, sepsis 12%.

Faktor penyebab ikterus pada bayi baru lahir dikarenakan fungsi usus dan

hati yang belum bekerja secara sempurna sehingga banyak bilirubin yang tidak

terkonjugasi dan tidak terbuang dari tubuh. Selain itu, ikterus dapat terjadi

dikarenakan kurangnya ASI pada 2-3 hari pertama setelah kelahiran (Abata 2016).

penyebab dari hiperbilirubin juga disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.

Penyebab yang sering terjadi adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas

golongan darah ABO atau defisiensi enzin G6PD (Sembiring 2019)

Faktor risiko untuk ikterus (Mojtahedi, Izadi, Seirafi, Khedmat, &

Tavakolizadeh 2018) terdiri dari beberapa faktor predisposisi seperti WBC, Hb,

PLT, usia kehamilan, tingkat TSH, dan T4, serta G6PD. Secara umum,

penyebab terjadinya ikterus neonatorum akibat dari peningkatan penyakit

hemolitik, tetapi banyak juga bayi baru lahir menjadi ikterus karena belum

sempurnanya metabolisme bilirubin yang akan terjadi hiperbilirubinemia. faktor


penyebab lainnya yaitu karena BBLR menunjukkan bahwa kejadian BBLR

sebesar 21,71% dan kejadian ikterus neonatorum sebesar 29,46%. Bayi BBLR

yang mengalami ikterus neonatorum sebesar 17,80%. (Puspita 2018)

Mulyati (2019) menjelaskan bahwa hiperbilirubinemia dapat

mengakibatkan banyak komplikasi yang merugikan jika tidak segera ditangani,

komplikasi yang dapat terjadi dalam jangka pendek bayi akan mengalami kejang-

kejang, kemudian dalam jangka panjang bayi bisa mengalami cacat neurologis

contohnya gangguan bicara, retradasi mental dan tuli (gangguan pendengaran).

Pada dasarnya bilirubin tak terkonjugasi merupakan neurotoksik dan dapat

menyebabkan kernikterus jika kadar bilirubin tak terkonjugasi lebih dari normal.

Hiperbilirubinemia dapat menyebabkan cerebral palsy dan tuli sensorineural (Wu

et al. 2018). Akan tetapi apabila bayi dapat bertahan hidup, maka akan ada

dampak sisa dari kernikterus tersebut yaitu bayi dapat menjadi tuli, spasme otot,

gangguan mental, gangguan bicara, dan gangguan pada sistem neurologi lainnya

(Manggiasih ,jaya 2016).

Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara fisiologis dan patologis yaitu

secara fisiologis bayi mengalami kuning pada bagian wajah dan leher, atau pada

derajat satu dan dua dengan kadar bilirubin (<12mg/dl). Kondisi tersebut dapat

diatasi dengan pemberian intake ASI (Air Susu Ibu) yang adekuat dan sinar

matahari pagi sekitar jam 7:00-9:00 selama 15 menit. Pada keefektifitasan

pemberian intake ASI pada (Karyati, & Yusminah 2019), menunjukkan bahwa

rata-rata penurunan kadar bilirubin bayi yang diberikan asi tiap 2 jam adalah 7,17

mg/dl. Pada bayi yang diberikan asi tiap 3 jam, rat-rata penurunan kadar bilirubin

bayi adalah 7,01 mg/dl. Sedangkan untuk penjemuran sinar matahari pagi,
Paparan sinar matahari pagi berpengaruh terhadap penurunan tanda ikterus

padaikterus neonatorum fisiologis dan waktu penjemuran yang efektif adalah

selama 30 menit. (Sumarno, & Susatia 2013)

Sedangkan secara patologis bayi akan mengalami kuning diseluruh tubuh

atau derajat tiga sampai lima dengan kadar bilirubin (>12mg/dl) kondisi tersebut

di indikasikan untuk dilakuakan fototherapi, jika kadar bilirubin >20 mg/dl maka

bayi di indikasikan untuk diberikan transfusi tukar (Atikah & Jaya 2015).

Peran tenaga kesehatan perawat pada bayi dengan hiperbilirubin adalah

memberikan asuhan perawatan yang sesuai dengan kondisi klien, seperti bayi

dengan Ikterik neonates berhubungan dengan penurunan berat badan abnormal

(.7-8% pada bayi lahir yang menyusu ASI > 15% pada bayi cukup bulan), pola

makan tidak ditetapkan dengan baik, kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin,

usia kurang dari 7 hari, keterlambatan pengeluaran feses (mekonium), Bayi

dengan Hipertermia berhubungan dengan terpapar lingkungan panas, dehidrasi

Bayi dengan Risiko hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan,

evaporasi. Asuhan keperawatan hiperbilirubin pada bayi harus dilakukan secara

tepat karena dampak dari hiperbilirubin sendiri sangatlah fatal, yaitu dapat

menyebabkan kecacatan,kerusakan otak bahkan kematian.

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan maka penulis merasa tertarik

untuk studi kasus yang disusun secara sederhana dalam bentuk karya tulis ilmiah

dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny.X Dengan Hiperbilirubin Di

Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi”.


1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang serta melihat fenomenal tersebut maka

penulis akan merumuskan masalah bagaimana cara melaksanakan “Asuhan

Keperawatan Pada Bayi Ny.X Dengan Hiperbilirubin Di Ruang ........ RSUD

R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.

”.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Mampu melaksankan Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny.X Dengan

Hiperbilirubin Di Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H Kota

Sukabumi”.

1.2.2 Tujuan Khusus

1) Mampu melakukan pengkajian pada Bayi Ny.X Dengan Hiperbilirubin

Di Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.

2) Mampu Merumuskan Diagnosa Keperawatan pada Bayi Ny.X Dengan

Hiperbilirubin Hiperbilirubin Di Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H

Kota Sukabumi.

3) Mampu Menyusun Perencanaan Keperawatan pada Bayi Ny.X Dengan

Hiperbilirubin Hiperbilirubin Di Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H

Kota Sukabumi.

4) Mampu Melaksankan atau Mengimplementasi Keperawatan Pada Bayi

Ny.X Dengan Hiperbilirubin Di Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H

Kota Sukabumi.
5) Mampu Mengevaluasi Tindakan Keperawatan pada Bayi Ny.X

Dengan Hiperbilirubin Di Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H Kota

Sukabumi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Penulis

1) Memberikan pengalaman nyata bagi penulis dalam pelaksanaan mulai

dari pengelolaan, sampai pada hasil penulisan, menambah wawasan

pengetahuan di bidang kesehatan, serta dapat mengaplikasikan Asuhan

Keperawatan pada Bayi Ny.X Dengan Hiperbilirubin Di Ruang ........

RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.

1.4.2 Manfaat Bagi Stikes Sukabumi

1) Peneliti ini dapat dijadikan sumber bacaan atau referensi dalam

menambah pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa khususnya

dalam Asuhan Keperawatan pada Bayi Ny.X Dengan Hiperbilirubin

Di Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.

1.4.3 Manfaat Bagi RS

1) Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan

pengembangan asuhan keperawatan yang diberikan, Khususnya dalam

keperawatan pada Bayi Ny.X Dengan Hiperbilirubin Di Ruang ........

RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hiperbilirubin

2.1.1 Definisi Hiperbilirubin

Hiperbilirubin adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin

dalam darah meningkat secara berlebihan sehingga dapat

menimbulkan perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi

baru lahir. Hiperbilirubinemia juga merupakan peningkatan kadar

bilirubin serum yang disebabkan oleh bermacam-macam keadaan

seperti kelainan bawaan. (Swan dan Aini 2021).

Hiperbilirubin merupakan terjadinya peningkatan kadar

bilirubin dalam darah baik disebabkan faktor fisiologis maupun

non fisiologis dimana peningkatan kadar bilirubin dalam darah

lebih dari 5mg/dl (Mathindas,2013).

Hiperbilirubin merupakan akumulasi bilirubin dalam darah

yang berlebihan, ditandai adanya jaundice dan icterus, perubahan

warna kekuningan pada kulit selera dan kuku (Deswita, 2014).

Dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan

peningkatan kadar bilirubin dalam darah secara berlebihan

sehingga dapat menimbulkan perubahan warna kuning pada kulit

dan mata bayi baru lahir yang bisa disebabkan oleh faktor

fisiologis maupun patologis.

2.1.2 Klasifikasi Hiperbilirubin


a) Hiperbilirubin Fisiologis

Hiperbilirubin fisiologis tidak terjadi pada hari

pertama setelah bayi dilahirkan tetapi timbul pada hari

kedua dan ketiga, kadarnya tidak melewati kadar yang

membahayakan dan tidak menyebabkan suatu morbiditas

pada bayi. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek

dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan

meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/ 24 jam.

Peningkatan bilirubin total tidak lebih dari 5 mg/dl perhari,

pada bayi cukup bulan peningkatan bilirubin mencapai

puncaknya pada 72 jam dengan serum bilirubin sebanyak 6-

8 mg/dl. Selama 3 hari, kadar bilirubin akan meningkat

sebanyak 2-3 mg/dl dan pada hari ke 5 serum bilirubin akan

turun sampai dengan 3 mg/dl. Setelah hari ke 5, serum

bilirubin akan turun secara perlahan sampai dengan normal

pada umur bayi sekitar 11- 12 hari. Pada Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR) ataupun prematur bilirubin mencapai

puncak pada 120 jam dengan peningkatan serum bilirubin

sebesar 10- 15 mg/dl dan akan menurun setelah 2 minggu

(Maulida, 2018).

Menurut Rini (2016) hiperbilirubin dikatakan

fisiologis apabila :

1. Hiperbilirubin timbul pada hari kedua sampai ketiga

2. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl


perhari

3. Hiperbilirubin menghilang pada 10 hari pertama

4. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan

patologis.

5. Kadar bilirubin indirek sesudah 2-24 jam tidak melewati 15

mg/dl pada neonatus cukup bulan dan 10 mg/dl pada neonatus

kurang bulan

6. Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi

7. Kadar bilirubinnya tidak melewati kadar yang membahayakan

b) Hiperbilirubin Patologis

Hiperbilirubin patologis akan timbul dalam 24 jam

pertama setelah bayi dilahirkan. Serum bilirubin totalnya

akan meningkat lebih dari 5 mg/dl perhari. Pada bayi cukup

bulan, serum bilirubin total meningkat sebanyak 12 mg/dl,

sedangkan pada bayi premature serum bilirubin total

meningkat sebanyak 15 mg/dl. Bilirubin biasanya

berlangsung lebih dari satu minggu pada bayi cukup bulan

dan lebih dari dua minggu pada bayi prematur. (Maulida,

2018).

Dikatakan hiperbilirubin apabila :

1. Ikterus terjadi pada 24 – 36 jam pertama

2. Peningkatan konsentrasi bilirubin > 5mg/dl / 24 jam

3. Konsentrasi serum sewaktu 10 mg/dl pada neonatus


cukup bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus kurang

bulan

4. Ikterus yang disertai proses hemolisis

(inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan

sepsis)

5. Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut :

a) Berat lahir kurang dari 2000 gram

b) Asfiksia

c) Hipoksia

d) Sindrom gangguan pernafasan

e) infeksi, trauma lahir pada kepala

f) Hipoglikemia

6. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari

7. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama

8. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

2.1.3 Etiologi Hiperbilirubin

Beberapa etiologi hiperbilirubin dapat disebabkan

oleh beberapa faktor menurut Swan dan Aini (2021)

diantaranya yaitu :
a. Produksi Yang Berlebih

Berlebihnya produksi ini melebihi kemampuan bayi

untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang

meningkat pada Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi

G6PD, perdarahan tertutup.

b. Golongan Darah Ibu Dan Bayi Tidak Sesuai

(Inkompatibilitas ABO)

Inkompatibilitas ABO adalah ketidak sesuaian

golongan darah antara ibu dan bayi. Inkompatibilitas

ABO dapat menyebabkan reaksi isoimun berupa

hemolisis yang terjadi apabila antibodi anti A dan anti

B pada ibu golongan darah O, A,B dapat melewati

plasenta dan mensensitisasi sel darah merah dengan

antigen A,B, atau AB pada janin

c. Gangguan Dalam Proses Uptake Dan Konjungasi

Hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas

hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,

gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan

infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil

transferase. Penyebab lain defisiensi protein Y dalam

hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke


sel –sel hepar.

d. Gangguan Ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi

dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan hepar biasanya

disebababkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam

hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh

penyebab lain.

e. Gangguan Transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin

kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan

albumin dapat dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya

salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin

menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin

indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat

ke sel otak.

2.1.4 Patofisiologi Hiperbilirubin

a) Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari

pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin

reduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem

retikuloendotelial.

b) Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi

diambil oleh protein intraselular “Y protein” dalam hati.


Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya

ikatan protein.

c) Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau

terkonjugasi oleh enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin

diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil transferase

menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut

dalam air (bereaksi direk).

d) Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat

dieliminasi melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk

dalam empedu melalui membrane kanalikular. Kemudian ke

sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi

urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin

diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik.

e) Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen

bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi

indirek).

f) Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan

hasil dari difisiensi atau tidak aktifmya glukuronil transferase.

Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena

penurunan protein hepatic sejalan dengan penurunan aliran

darah hepatic.

g) Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil

dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol

atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4


sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin

tak terkonjugasi dengan kadar 25-30 mg/dl selama minggu ke

2-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10

minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia

akan menurun berangsur-angsur dapat menetap selama 3-10

minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI

dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat,

biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian

ASI selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan formula

memgakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat,

sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan

hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti

sebelumnya.

h) Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam

24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan

ikterus fisiologis muncul antara 3-5 hari sesudah lahir.

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik Hiperbilirubin

Beberapa pemeriksaan Penunjang hiperbilirubin menurut

Swan dan Aini, (2021) yaitu :

1. Pemeriksaan Bilirubin Serum

Pada bayi yang cukup bulan bilirubin mencapai

puncak kira kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari. Apabila

nilainya diatas 10 mg/dl, tidak fisilogis. Pada bayi


dengan prematur kadar bilirubin mencapai

puncaknya 10-12 mg/dl antara 5-7 hari.

Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah

tidak fisiologis. Ikterus fisiologis pada bayi

cukup bulan, bilirubin indirek muncul ikterus 2-

3 hari dan hilang 4-5 hari dengan kadar

bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl.

Sedangkan pada bayi dengan prematur,

bilirubin indirek muncul 3-4 hari dan hilang 7-9

hari dengan bilirubin mencapai puncak 15

mg/dl perhari. Ikterus patologis meningkat

bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari dan kadar

bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl.

Meningkatnya kadar serum total lebih dari 12-

13 mg/dl

2. Pemeriksaan Radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di

paru atau peningkatan diafragma kanan pada

pembesaran hati, seperti abses hati atau

hepatoma.

3. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestasis

intra hepatic dengan ekstra hepatic.


4. Biospy Hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa

terutama pada kasus yang sukar seperti untuk

membedakan obstruksi ekstra hepatic selain itu

juga untuk memastikan keadaan seperti

hepatitis, serosis hati, hepatoma.

5. Peritoneoskopi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan

dapat dibuat foto dokumentasi untuk

perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada

penderita penyakit ini.

6. Laparotami

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan

dapat dibuat foto dokumentasi untuk

perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada

penderita penyakit ini.

2.1.6 Penatalaksanaan Hiperbilirubin

Beberapa penatalaksanaan hiperbilirubin menurut

Swan dan aini (2021) yaitu :

1. Tindakan umum

a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu

hamil.
b. Mencegah trauma melahikan, pemberian obat pada ibu

hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan

ikhterus, infeksi dan dehidrasi.

c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori

yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.

d. Imunisasi yang cukup baik ditempat bayi dirawat.

2. Tindakan khusus

a. Kernicterus metode terapi hiperbilirubin meliputi:

fototerafi, transfuse pengganti, infuse albumin dan therafi

obat.

b. Fototerafi

Fototerafi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan

transfuse pengganti menurunkan bilirubin. memaparkan

neonantus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a

bound of flurosescent light bulbs or bulbs in the blue light

spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit.

Fototerafi menurunkan kadar bilirubin dengan cara

memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjungsi. Hal ini

terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah

bilirubin tak terkonjugsi menjadi dua isomer yang disebut

fotobilirubin.

Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah

melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin

berkaitan dengan albumin dan di kirim ke hati.


Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di

ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama

fases tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi

terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat

dikeluarkan melalui urine.

Fototerafi mempunyai peranan dalam pencegahan

peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah

penyebab kekuningan dan hemolysis dapat menyebabkan

anemia.

Secara umum fototerafi harus diberikan pada kadar

bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan

berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerafi

dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan

mangarahkan untuk memberikan fototerafi profilaksasi

pada 24 jam pertama pada bayi resiko tingi dan berat badan

lahir rendah.

c. Tranfusi pengganti atau imediat di indikasikan adanya

faktor-faktor :

1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu

2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir

3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir pendarahan

atau 24 jam pertama

4. Kadar bilirubin direk lebih besar 3,5 mg/dl diminggu

pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam

pertama

6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl

7. Bayi pada resiko terjadi karena Ikterus

Tranfusi pengganti digunakan untuk :

1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak

susceptible (rentan) terhadap sel darah merah putih

terhadap antibody maternal

2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitasi

(kepekaan)

3. Menghilangkan serum bilirubin

4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan

meningkatkan berkaitan dengan bilirubin

5. Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah

golongan O segera (kurang dari 2 hari ) Rh negative

whole blood . Darah yang dipilih tidak mengandung

antigen A dan B . Setiap 4-8 jam kadar bilirubin harus

di cek. Hemoglobin harus di periksa setiap hari sampai

stabil .

d. Terapi obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan

enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan

mengekskersikannya. Obat ini efektif baik dibrikan pada

ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu


sebelum melahirkan. Penggunaan phenobarbital pada post

natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya

(letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan

mengeluarkannya lewat urine sehingga siklus

enterophepatika.

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Hiperbilirubin

Proses Keperawatan merupakan suatu proses bagi perawat untuk

memecahkan masalah yang muncul dari pasien. Proses keperawatan

mencakup unsur-unsur yang bermanfaat bagi perawat dan klien. Proses

keperawatan terdiri dari fase yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan,

implementasi dan evaluasi yang masing-masing bersifat

berkesinambungan dan saling terkait.

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas

Identitas diri pasien terdiri dari nama, tempat tanggal lahir dan

jenis kelamin. Identitas penanggung jawab terdiri dari nama (ayah dan

ibu), umur, agama, suku, pendidikan, penghasilan, pekerjaan dan

alamat. Identitas diri dilengkapi juga dengan tanggal pengkajian.

2. Genogram

Merupakan silsilah keluarga yang mencakup minimal 3 generasi

yang dibuat apabila penyakit bayi memiliki hubungan dengan status /

kondisi keluarga.

3. Alasan Dirawat

a) Keluhan Utama
Merupakan keluhan pokok yang menjadi alasan pasien

harus diberikan asuhan keperawatan seperti contoh Menangis

lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu

tubuh rendah.

b) Riwayat Penyakit

Keadaan bayi setelah lahir yang perlu dikaji yaitu :

APGAR (Appearance, Pulse, Grimace/reflek gerak, Activity,

Respiration) Score. Apgar score dihitung pada menit ke-1 dan

ke-5 untuk semua bayi, kemudian dilanjutkan setiap 5 menit

sampai menit ke-20 untuk bayi dengan score apgar dibawah 7.

Apperarance (warna kulit)

a) Jika seluruh kulit berwarna kemerahan (2)

b) Jika kulit tubuh bayi berwarna kemerahan, tetapi tangan

dan kakinya berwarna kebiruan (1)

c) Jika seluruh kulit bayi berwarna kebiruan, keabu-abuan

atau pucat pasi (0)

Pulse ( Denyut Jantung)

a) Jika jantung bayi berdenyut setidaknya 100 kali

permenit (2)

b) Jika jantung bayi berdenyut kurang dari 100 kali

permenit (1)

c) Jika jantung bayi tidak berdenyut sama sekali (0)

Grimance (Reflek Gerak)


a) Jika bayi menangis, batuk, bersin dan menarik diri

ketika dokter memberikan rangsangan (2)

b) Jika bayi meringis dan menangis lemah ketika dokter

memberikan rangsangan (1)

c) Jika bayi tidak menangis/berespon sama sekali (0)

Activity (Aktivitas Otot)

a) Jika bayi menggerakkan kedua kaki dan tangnnya

secara spontan begitu lahir (2)

b) Jika bayi hanya melakukan sedikit gerakan begitu lahir

(1)

c) Jika bayi tidak bergerak sama sekali begitu lahir (0)

Respirasi (Pernapasan)

a) Jika bayi langsung menangis dengan kencang dan kuat

(2)

b) Jika bayi hanya merintih (1)

c) Jika bayi tidak menangis sama sekali (0)

Jika telah dilakukan penilaian apgar score, jika total score 0 – 7

dapat dikatakan bayi normal.

Selain Apgar Score, dapat dilakukan pemeriksaan umum dan

tanda tanda vital bayi baru lahir yakni :

Pemeriksaan Umum

a. Lingkar kepala (33-35 cm)

b. Lingkar dada (30.5 – 33 cm)

c. Berat badan ( 2700 – 4000 gr)


d. Panjang kepala ke tumit (48 – 53 cm)

Tanda – tanda vital

a. Suhu (36.5 – 27 derajat celcius)

b. Frekuensi jantung ( 100 – 160 x/mnt)

c. Frekuensi pernapasan ( 30 – 60 x/mnt)

d. Tekanan darah (tekanan darah normal kurang lebih

90/60 mmHg)

Perhatikan juga keadaan rambut tipis, halus, lanugo

pada punggung dan wajah, sedikit atau tidak ada bukti

lemak subkutan, pada wanita klitoris menonjol, sedangkan

pada laki-laki skrotum belum berkembang, tidak

menggantung dan testis belum turun.

4. Riwayat Anak

1. Riwayat dalam masa kandungan (Pre natal)

Kaji apakah ibu melakukan pemeriksaan kehamilan

atau tidak untuk mengetahui keadaan ibu selama hamil

disertai dengan kesan kehamilan, obat-obatan yang telah

diminum, imunisasi yang telah diberikan dan penyakit yang

pernah diderita ibu serta penyakit keluarga.

Kehamilan dengan resiko kengenital riwayat

persalinanpreterm(premature) Pemeriksaan kehamilan yang

tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan

periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.


Riwayat natal komplikasi persalinan seperti Kala I

(perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun

plasenta previa), Kala II (persalinan dengan tindakan bedar

caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang

dapat menekan system pusat pernafasan.

2. Riwayat penyakit sekarang (post natal)

Kaji umur kehamilan , berlangsungnya kelahiran (

biasa/susah/dengan tindakan apa), ditolong oleh siapa dan

lamanya proses kehamilan. Disertai dengan keadaan bayi

setelah lahir dan berat badan mencakup berat badan dan

LK/LD bayi.

5. Pola Nutrisi

Yang perlu dikaji pada bayi dengan hiperbilirubinemia

adalah gangguan absorpsi gastrointestinal, muntah aspirasi,

kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral

atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi

kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga mengkoreksi dehidrasi,

asidosis metabolic, hipoglikemi disamping pemberian obat

intravena. Dikaji juga apakah bayi mendapatkan ASI secara

eksklusif atu tidak.

6. Pola Eliminasi

Yang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB : frekuensi,

jumlah, konsistensi, bau. BAK : frekuensi dan jumlah.


7. Pola Tidur

Yang perlu dikaji adalah apakah pola tidur bayi dalam batas

normal sekitar 16 – 17 jam sehari untuk bayi berusia 0-3 bulan, 14

– 16 jam untuk bayi berusia 3-6 bulan, dan kurang lebih 14 jam

untuk bayi berusai 7 – 12 bulan.

8. Pola Aktivitas

Yang perlu dikaji adalah apakah terjadi gerakan kaki dan

tangan secara refleks maupun tidak, seperti menggenggam,

Babinski, klonus pergelangan kaki.

9. Pemeriksaan Fisik

a. Pengkajian pernapasan

Perhatikan bentuk dada (barrel,cembung), penggunaan otot

bantu pernapasan, tentukan frekuensi dan keteraturan pernapasan,

apakah ada bunyi napas tambahan (stridor, krekles, ronkhi,

wheezing), tentukan apakah penghisapan diperlukan, dan tentukan

sarturasi oksigen.

b. Pengkajian kardiovaskuler

Tentukan frekuensi dan irama jantung, adanya bunyi

abnormal (mur mur, friction rub), gambarkan warna bayi (icterus,

sianosis, mottling), waktu pengisian CRT (< 2 – 3 detik).

c. Pengkajian gastrointestinal

Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit

mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi


dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau),

refleks menelan dan mengisap yang lemah.

d. Pengkajian neurologis-muskuloskletal

Gerakan bayi, refleks moro, menghisap, mengenggam,

plantar, posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar

kepala kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga

belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak.

e. Pengkajian genitourinaria

Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah, warna,

berat jenis, dan PH).

f. Pengkajian suhu

Kaji suhu aksila dan perhatikan hubungannya dengan suhu

lingkungan.

g. Pengkajian kulit

Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,

pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus,

terkelupas. Warna kulit kuning, membrane mukosa kuning, sklera

kuning.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

Menurut pengkajian asuhan keperawatan di atas maka diagnosis

keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia atau SDKI (2017),


1) Ikterik neonates berhubungan dengan penurunan berat badan

abnormal (.7-8% pada bayi lahir yang menyusu ASI > 15% pada

bayi cukup bulan), pola makan tidak ditetapkan dengan baik,

kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin, usia kurang dari 7 hari,

keterlambatan pengeluaran feses (mekonium)

2) Hipertermia berhubungan dengan terpapar lingkungan panas,

dehidrasi

3) Risiko hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan,

evaporasi

4) Risiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan

faktor elektris (fototerapi)

5) Risiko cedera berhubungan dengan ketidaknormalan profil darah

2.2.3. Intervensi Keperawatan

Menurut Suprajitno (2012), perencanaan Keperawatan yaitu

tujuan umum dan khusus berdasarkan pads masalah yang dilengkapi

kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab. Selanjutnya

merumuskan tindakan keperawatan dengan orientasi pada kriteria

dan standar.

Perencanaan yang dapat dilakukan pada asuhan keperawatan

pada bayi dengan Hiperbilirubin berdasarkan Standar Luaran

Keperawatan Indonesia atau SIKI (2018) dan Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (2018) adalah sebagai berikut:

N DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATN RASIONAL


O KEPERAWATA
N & DATA TUJUAN &
INTERVENSI
PENUNJANG KRITERIA HASIL

1 Ikterik neonatus Setelah dilakukan Fototerapi 1. Ikerik pada


berhubungan intervensi keperawatan Neonatus sclera dan
dengan penurunan selama … x…. maka 1. Monitor kulit bayi
berat badan ikterik neonatus ikterik pada menandakan
abnormal, pola menurun dengan sclera dan bayi
makan tidak kriteria hasil : kulit bayi mengalami
ditetapkan dengan  Kerusakan 2. Identifikasi hiperbilirubi
baik, kesulitan lapisan kulit kebutuhan n
transisi ke menurun (tida ada cairan sesuai 2. Kebutuhan
kehidupan ekstra kemerahan, tidak dengan usia cairan klien
uterin, usia kurang ada hematoma, gestasi dan meningkat
dari 7 hari, warna kulit berat badan saat terkena
keterlambatan normal) 3. Monitor paparan
pengeluaran feses  Berat badan suhu dan sinar
(mekonium) meningkat tanda vital fluorescent

 Panjang badan tiap 4 jam 3. Memantau

meningkat sekali perubahan

 Kulit kuning 4. Monitor suhu pada

menurun efek klien


samping 4. Mengetahui
 Sclera kuning
fototerapi efek yang
menurun
5. Siapkan ditimbulkan
 Membran mukosa
lampu seperti
kuning menurun
fototerapi muntah,
 Keterlambatan
dan diare, dll
pengeluaran feses
incubator pada klien
menurun
atau kotak 5. Lampu
 Konsistensi feses
bayi fototerapi
membaik
6. Lepaskan diperlukan
 Frekuensi
defekasi membaik pakaian bayi untuk

 Peristaltik usus kecuali memecah

membaik popok kadar

 Kemampuan 7. Berikan bilirubin

menyusu penutup pada klien

membaik mata (eye 6. Pakaian


protect/bilib bayi dapat
 Aktivitas
and) pada menganggu
ektremitas
bayi kinerja
membaik
8. Ukur jarak terapi
 Respon terhadap
antara fototerapi
stimulus sensorik
lampu dan yang tidak
membaik
permukaan maksimal
kulit bayi 7. Mata
9. Biarkan ditutup
tubuh bayi untuk
terpapar mencegah
sinar kerusakan
fototerapi jaringan
secara kornea pada
berkelanjuta klien akibat
n paparan
10. Ganti segera sinar
alas dan fototerapi
popok bayi 8. Jarak lampu
jika fototerapi
BAB/BAK dengan
11. Anjurkan klien 30 cm
ibu atau
menyusui tergantung
sesering dari
mungkin spesifikasi
lampu
fototerapi
9. Agar kadar
bilirubin
pada tubuh
dapat
dipecah oleh
sinar
fototerapi
dengan baik
10. Agar tidak
mengakibatkan
iritasi pada
kulit bayi
11. Intake yang
baik akan
meningkatk
an
metabolism
e pada klien
sehingga
klien tidak
mengalami
dehidrasi
2. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen 1. Untuk
berhubungan intervensi keperawatan Hipertermia mengetahui
dengan terpapar selama …x…. maka apakah ada
1. Monitor
lingkungan panas, termoregulasi membaik penigkatan
suhu
dehidrasi dengan kriteria hasil : suhu tubuh
sesering
pada bayi
 Suhu tubuh mungkin
2. Untuk
membaik 2. Monitor
mengetahui
 Warna kulit pucat warna kulit
menurun 3. Monitor perubahan
 Turgor kulit Turgor Kulit warna kulit
membaik 4. Monitor 3. Turgor kulit
Gerak bayi yang tidak
5. Berikan elastic
cairan oral menandakan
klien
mengalami
hipertermia
4. Untuk
mengetahui
keatifan bayi
5. Asupan oral
klien berupa
Asi atau susu
formula guna
meningkatkan
metabolism
sehingga
terjadi
penurunan
suhu tubuh
3. Risiko hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen 1. klien merasa
berhubungan intervensi keperawatan hipovolemia haus
dengan selama …. X….maka 1. periksa merupakan
kekurangan intake risiko hipovolemia tanda dan salah satu
cairan, evaporasi menurun dengan gejala tanda gejala
kriteria hasil : hipovolemia hipovolemia
 Turgor kulit 2. timbang bb 2. Mengetahui
meningkat 3. monitor dan
 Output urine intake dan membandin
meningkat output gkan bb
 berat badan cairan bayi
membaik 4. hitung 3. Untuk
 intake cairan kebutuhan menjaga
membaik cairan keseimbang

 suhu tubuh 5. berikan an nutrisi

membaik asupan bayi

 asupan cairan cairan oral 4. Untuk

meningkat berupa asi mengetahui


atau susu jumlah
 dehidrasi
formula residu dan
menurun
sebagai
 membran mukosa
patokan
membaik
pemberian
 mata cekung
intake
membaik
5. Asi atau
susu
formula
merupakan
makanan
utama bayi
klien

4. Resiko gangguan Setelah dilakukan Perawatan 1. Terapi


integritas kulit intervensi keperawatan Integritas Kulit fototerapi
berhubungan selama … x…. maka 1. Identifikasi merupakan
dengan terapi integritas kulit dan penyebab salah satu
radiasi jaringan membaik gangguan penyebab
dengan criteria hasil : integritas gangguan
 Kerusakan kulit integritas kulit
integritas jaringan 2. Ubah posisi 2. Agar kulit
menurun (tidak tiap 2 jam bayi tidak
ada kemerahan, 3. Anjurkan iritasi dan
warna kulit meningkatkan menimbulkan
normal, turgor asupan luka
kulit membaik) nutrisi 3. Meningkatkan
4. Anjurkan asupan nutrisi
mandi dan berupa ASI
menggunaka atau susu
n sabun formula akan
secukupnya meningkatkan
elasitas kulit
klien
4. Dengan mandi
maka
kelembapan
kulit akan
terjaga
5. Risko cedera Setelah dilakukan Manajemen 1. Mengetahui
berhubungan intervensi keperawatan Keselamatan kebutuhan
dengan selama … x …. maka Lingkungan keselamatan
ketidaknormalan risko cedera menurun 1. Identifikasi pasien
profil darah dengan criteria hasil : kebutuhan 2. Dalam
 Kejadian cedera keselamatan fototerapi
menurun (mis.kondisi perangkat
 Luka/lecet fisik, fungsi pelindung
menurun kognitif, yang
riwayat diberikan
penyakit) adalah
2. Gunakan biliband/
perangkat penutup mata
pelindung guna
3. Tingkatkan menghindari
frekuensi cedera mata
observasi dan akibat sinar
pengawasan fototerapi
pasien, sesuai 3. Meningkatkan
kebutuhan kewasdapaan
4. Jelaskan dan menjaga
alasan pasien
intervensi terhadap
pencegahan keselamatann
ke pasien dan ya
keluarga 4. Menjelaskan
intervensi
yang
dilakukan
penting guna
memberikan
informasi
yang detail
kepada pasien
dan keluarga
agar tidak
terjadi
kesalahpaham
an.

2.2.4. Implementasi Keperawatan


Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat

berdasarkan SIKI dan dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur

pelaksanaan.

2.2.5. Evaluasi Keperawatan

1. Evaluasi formatif : merefleksikan observasi perawat dan analis terhadap

klien terhadap respon langsung dan intervensi keperawatan

2. Evaluasi sumatif : merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi

dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Studi Kasus

Desain yang akan digunakan adalah studi kasus, yaitu studi yang

mengeksplorasi suatu masalah atau fenomena dengan batasan terferinci,

memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai

sumber informasi. Studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus

yang di pelajari berupa peristiwa, aktivitas atau individu (Budhiana, 2012).

Studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi masalah pada Bayi

Ny.X Dengan Hiperbilirubin Di Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H

Kota Sukabumi.

3.2 Subyek Studi Kasus

Partisipan pada kasus ini yang diteliti adalah pada Bayi Ny.X Dengan

Hiperbilirubin Di Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.

1.3 Fokus Studi Kasus

Fokus studi kasus pada pengelolaan kasus ini yaitu:


1. Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada Bayi Ny.X Dengan

Hiperbilirubin melalui pendekatan keperawatan yang meliputi tahap

pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan , menetapkan

perencanaan, melakukan tindakan keperawatan,

1.4 Definisi Operasional

Keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang di

miliki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang

berfokus pada keluarga (family centered care), pencegahan terhadap

trauma (atrumatc care), dan manajemen kasus. Dalam dunia keperawatan

anak, perawat perlu memahami, mengingat adanya beberapa prinsip yang

berbeda dalam penerapan asuhan dikarenakan anak bukan miniature orang

dewasa tetapi sebagai individu yang unik (Hidayat , 2012).

Anak adalah asset bangsa yang akan meneruskan perjuangan suatu

bangsa, sehingga harus diperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya

(Depkes RI,2014).

Hiperbilirubin merupakan peningkatan kadar bilirubin dalam darah

secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan perubahan warna kuning

pada kulit dan mata bayi baru lahir yang bisa disebabkan oleh faktor

fisiologis maupun patologis.

1.5 Lokasi dan Waktu

1.5.1 Lokasi pengelolan kasus


Studi kasus ini dilakukan Di Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H

Kota Sukabumi. (Ny.X)

1.5.2 Waktu pengelolan kasus

3.6 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara dilakukan oleh

peneliti untuk pengumpulan data . Pengumpulan data dilakukan untuk

memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan

penelitian. Sementara itu instrument pengumpulan data merupakan alat

yang digunakan untuk mengumpulkan data. Karena berupa alat, mak

instrumen pengumpulan data dapat berupa wawancara, observasi dan

pemeriksaan fisik, studi dokumentasi.

3.6.1 Wawancara

Penyusunan melakukan pengumpulan data melalui wawancara

terstuktural yang bertujuan untuk menemukan permasalaham secara

lebih lengkap. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas

klien, keluhan utama klien, riwayat penyakit sekarang, riwayat

penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, ADL dan lain-lain).

Wawancara dilakukan pada keluarga klien.

3.6.2 Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik tubuh klien melalui pendekatan inspeksi,

palpasi, auskultasi, dan perkusi. Dalam pengelolan kasus ini di

observasi dilakukan pada klien setelah klien diberikan strategi


pelaksanaan, dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanda-tanda

vital.

3.6.3 Studi Dokumentasi

Studi berkaitan dengan perkembangan kesehatan klien. Dalam

penulisan studi dokumentasi dicatat dari mulai pengkajian,

diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi.

3.7 Analisis Data dan Penyajian Data

1.7.1 Analisa Data

Didasarkan pada data yang terkumpul dangan cara wawancara,

observasi dan studi dokumentasi. Selanjutnya data tersebut

dibandingkan dengan teori yang ada sebagai bahan untuk

didokumentasikan dalam intervensi, hasil data terkumpul dalam

bentuk catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip dam

dikelompokan menjadi data subjektif dan ojektif untuk menunjang

penentuan masalah keperawatan.

1.7.2 Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gamabr, bagan,

maupun teks naratif kerahasian dari kliern dijamin dengan jalan

mengaburkan indentitas dari klien.

1.7.3 Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai masalah yang

sama dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan penarikan

kesimpulan dilakukan demgan metode induksi. Data yang


dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, intervensi,

implementasi, dan evaluasi.

1.8 Etik Studi Kasus

1.8.1 Informed Consent (persetujuan Menjadi Klien)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden.

Tujuan dari informed consent yaitu agar partisipan

mengetahui maksud dan tujuan pengambilan kasus serta

melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan

tanpa sepengetahuan pasien, dan dampak bagi partisipan yang

diterliti selama pengumpulan data. Lembar persetujuan diberikan

kepada partisipan disertai judul pengambilan kasus. Jika subyek

bersedia untuk menajdi partisipan, maka peneliti tidak memaksa

dan tetap menghargai hak-hak mereka sebagai partisipan.

1.8.2 Anonimity(Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasian identitas responden, peneliti

tidak mencantumkan nama responden atau keluarga responden

dalam pengolahan data pengambilan kasus, peneliti hanya akan

memberikan nomer dank ode tertentu sebagai pengganti dari nama

responden.

1.8.3 Condifidentiality (Kerahasian)


Dalam etika confidentiality peneliti menjamin kerhasian

klien dari hasil Pengambilan kasus baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya, semua infrormasi mengenai klien yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti.


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai